Berdiri di atas puncak gunung, bagi sebagian orang adalah suatu kebanggaan tersendiri, apalagi jika kita disuguhkan oleh pemandangan yang memanjakan mata. Begitupun yang dirasakan oleh Saya dan Dendi teman Saya. Kami berhasil mencicipi nikmatnya ciptaan Yang Maha Kuasa dari ketinggian 3000 Meter di atas permukaan luas dengan berbagai rintangan sebelumnya.
Sebelumnya perkenalkan, Nama Saya Toni Cuper, orang bilang Saya ini seorang pendaki gunung, namun Saya lebih suka menyebut diri Saya sendiri sebagai seseorang yang ingin bertafakur, dengan menggunakan gunung sebagai objeknya. Hari ini, 2 Juli 2017, Saya melakukan pendakian bersama teman Saya, Domba. Kami berhasil sampai dataran tertinggi Kabupaten Garut.
Namun seperti yang kita tahu bahwa, siapa pun yang berada di atas, suatu saat akan kembali ke bawah. Saya dan Domba menyetujui hal ini. Setelah puas menikmati puncak, kami harus bergegas turun untuk menjumpai keluarga yang sebenarnya di bawah.
Saat itu, indahnya puncak tak seindah perjalan pulang. Kami harus bergaul dengan lelah, kerja otak yang terus berputar memikirkan kemana arah jalan pulang. Tak seperti biasanya jalan yang kami lalui saat naik, menjadi sebuah semak, tak ada jalan, tak ada tanda-tanda arah menuju perkampungan.
Saya bertanya pada Dendi,"mana jalan, di? kemarin bener kan lewat sini?" namun pertanyaan Saya, hanya sebuah pertanyaan semata. Tak ada jawaban dari Domba, dan ketika Saya menengok, memang benar Domba tidak bersama Saya, untuk turun.
Cemas, panik, bingung, takut dan berbagai perasaan negatif lainnya mulai berdatangan. Apa yang harus Saya lakukan untuk memastikan hidup Saya benar-benar aman. Saya coba berjalan menerobos rumput liar yang kering. Hingga akhirnya Saya sampai pada sebuah tanah datar yang cukup luas, Saya beristirahat sejenak dan menenangkan fikiran. Setelah cukup aman menurut Saya, lalu Saya bergegas menyusuri jalan setapak yang entah akan membawaku kemana. Namun Saya bergegas menyusuri jalan setapak yang entah akan membawa Saya kemana. Namun Saya tak yakin dengan itu, Saya hanya mengikuti apa kata hati berbicara. Benar dugaan Saya, sekian lama Saya berjalan, tempat istirahat Saya tadi sudah Saya lewati berulang kali. Saya baru menyadari setelah tiga kali melewatinya.
Perasaan cemas hinggap kembali pada Saya. Namun satu hal yang Saya sadari, Tuhan Saya masih bersama Saya, dia bisa menolong Saya begitu mudahnya. Dengan hasil pendidikan Saya selam menjadi anggota Pecinta Alam, dalam situasi seperti ini yang harus Saya lakukan adalah tetap tenang, dan hindari panik, kuatkan diri berpegang kepada sang pencipta, mungkin itu bisa meringankan beban Saya.
Saya berbaring sambil memejamkan mata Saya, dan berdoa kepada Tuhan agar Saya bisa keluar dari semua ini. Saat Saya tengah tertidur, ada suara seolah mencoba membangunkan Saya.
"Ton, bangun Toniiiiiiii." itu yang Saya dengar dalam keadaan sedikit sadar. Saya terbangun dan orang pertama yang Saya lihat adalah Domba. Dengan sedikit bingung, Saya duduk dan memastikan bahwa Saya berada di alam yang benar-benar nyata. Setelah Domba menceritakan bahwa Saya tertidur dari tadi, Saya bersyukur kepada Tuhan bahwa semua kejadian itu hanyalah mimpi yang hinggap saat Saya lelah menuruni gunung.
Terima kasih Tuhan, Saya di berikan pelajaran yang begitu bermakna bagi Saya.
No comments:
Post a Comment