Budi duduk di depan rumahnya.
"Santai," kata Budi.
Budi mengambil mainan kereta terbuat dari kardus, ya di bawah meja, ya beserta relnya. Kereta di taruh di meja. Yaaa rel kereta di taruh di meja dan di susun rapih dengan baik, ya bentuk bulat gitu. Kereta di taruh di rel dan di hidupkan dengan baik. Yaaa Budi melihat dengan baik kereta berjalan dengan baik, ya di relnya, ya Budi sambil menikmati minum kopi dan makan singkong rebus.
"Senangnya. Kereta yang aku buat, ya berjalan dengan baik di relnya," kata Budi.
Kereta terus berjalan dengan baik banget di relnya.
"Aku teringat berita tentang kecelakaan kereta. Kasihan orang-orang yang mengalami musibah kecelakaan tersebut. Hidup ini? Ya kalau belajar agama dengan baik. Ada ujian dalam hidup ini dari segala bentuk ujian. Hanya Tuhan yang tahu kebenaranan hidup ini dari pada manusia," kata Budi.
Budi menikmati minum kopi dengan baik, ya sambil makan singkong rebus.
"Yaaa berita Tv, ya memberitakan tentang kereta cepat Whoosh. Yaaa ceritanya bagus. Aku ingin naik kereta tersebut, ya merasakannya, ya seperti orang-orang yang senang naik kereta cepat gitu. Yaaa kenyataannya aku di Lampung, ya jadi tidak bisa naik kereta cepat. Kalau di khayalin, ya cukup lah!" kata Budi.
Budi terus melihat kereta buatannya berjalan dengan baik di rel, ya Budi sambil menikmati minum kopi dan makan singkong rebus.
"Emmm baca cerpen saja!" kata Budi.
Budi mengambil buku di bawah meja, ya buku di buka dengan baik, ya cerpen di baca dengan baik gitu.
Isi cerita yang di baca Budi :
Cerita ini di mulai pada tahun 1999, dengan Saket Ram, seorang pria Hindu berusia 89 tahun, di ranjang kematiannya di Madras. Ia dirawat oleh cucunya Saket Ram Jr. yang merupakan seorang novelis terkenal yang menulis fiksi sejarah, dan dokter keluarga mereka, Munawar. Ram yang lebih muda menjelaskan bagaimana dia tumbuh dengan mendengarkan cerita kakeknya dan mulai menceritakan salah satu cerita aneh kakeknya yang rencananya akan dia gunakan untuk novel berikutnya. Saat cucunya menceritakan kisah tersebut, Saket Ram yang sekarat mengenangnya kembali.
Adegan beralih ke tahun 1946, ketika Ram dan teman Muslim Pathan-nya, Amjad Ali Khan adalah arkeolog yang bekerja bersama di bawah Mortimer Wheeler, di Mohenjo-daro di provinsi Sindh, yang saat itu merupakan India Barat Laut. Hubungan baik antara orang India dan Inggris. Ram dan Amjad tidak menyetujui rencana pembagian dan pembentukan Pakistan yang akan datang. Meskipun banyak Muslim India berencana pindah ke Pakistan, Amjad memutuskan untuk tinggal di India karena dia yakin itu adalah tanah airnya.
Setelah situs arkeologi ditutup karena takut akan kerusuhan, Ram muda kembali ke Kalkuta untuk bersama istrinya, Aparna. Dalam perjalanan pulang, dia menyaksikan kerusuhan dan kekacauan di Direct Action Day. Saat keluar untuk mencari makanan, Ram berhasil menyelamatkan seorang gadis Sikh yang tidak bersalah dari gerombolan Muslim. Ketika dia kembali ke rumahnya, dia diserang dan disandera oleh penjahit keluarganya, Altaf dan sekelompok Muslim. Mereka memperkosa Aparna, tetapi setelah mengetahui bahwa polisi memasuki gedung, mereka menggorok leher Aparna dan melarikan diri. Tidak dapat mengatasi kehilangan tragisnya, Ram mengambil senjatanya dan mencoba mengikuti mereka. Dia berhasil menemukan Altaf, yang memohon belas kasihan, meskipun Ram membunuhnya.
Ram terus menembaki umat Islam yang melakukan kekerasan di jalanan hingga ia bertemu dengan Shriram Abhyankar, seorang Thanjavur Marathi yang memimpin sekelompok umat Hindu. Menyadari bahwa mereka berdua beragama Hindu dan bukan musuh, Abhyankar menawarkan Ram kesempatan untuk bergabung dengan milisinya. Abhyankar memberi tahu Ram bahwa orang yang bertanggung jawab tidak lain adalah Mohandas Karam hand Gandhi dan memberinya buku terlarang tentang retorika anti-Gandhi untuk dibaca.
Pada tahun 1947, setelah kembali ke kampung halamannya di Thanjavur, saudara laki-laki Ram, Bashyahm dan saudara perempuan Vasantha mendesaknya untuk menikah lagi. Ia kemudian menikah dengan putri teman keluarga, Mythili. Saat pernikahannya dirayakan di seluruh desa, Ram memberi tahu teman masa kecilnya Vedha dan Yegham bahwa dia tidak punya alasan untuk bahagia karena perceraian politik terbesar di dunia sedang terjadi dengan pemisahan India. Pada malam pertamanya, dia mengetahui bahwa Mythili, seperti keluarganya, adalah pendukung Gandhi dan Mahatma akan mengunjungi Kalkuta beberapa hari kemudian pada peringatan kerusuhan berdarah tersebut. Ram melakukan perjalanan ke Kalkuta sendirian, di mana dia mengunjungi rumah lamanya dan menyesali kehilangannya. Kemudian dia bergabung dengan massa yang berhadapan dengan Gandhi dan Huseyn Shaheed Suhrawardy, Ketua Menteri Benggala, ya tentang kerusuhan berdarah tersebut. Saat ditanya apakah mereka bertanggung jawab penuh atas kerusuhan tersebut, keduanya menerima dan meminta maaf. Massa memaafkan mereka, tapi Ram menolaknya.
Meskipun Ram pada awalnya tetap menyendiri, dia perlahan jatuh cinta pada Mythili. Namun, saat berbulan madu di Maharashtra, Ram dan Mythili bertemu dengan Abhyankar yang menyamar, yang memperkenalkan mereka kepada Maharaja yang dicopot. Selama perjalanan berburu dengan Abhyankar dan Maharaja, Ram bertemu kembali dengan teman lamanya Sindhi dari Calcutta, Manohar Lalwani, yang kehilangan keluarga dan rumahnya dalam kerusuhan. Setelah melihat penderitaan Lalwani, Ram menyadari bahwa dia masih belum melupakan pembunuhan Aparna dan kebenciannya muncul kembali. Abhyankar dan kelompok Maharaj percaya bahwa Gandhi bertanggung jawab penuh atas perpecahan India dan kekerasan antara dua agama, dan percaya bahwa dia adalah pengkhianat karena mendukung dan melindungi umat Islam daripada umat Hindu sendiri. Sebagai fundamentalis Hindu ekstremis, mereka berencana membunuh Gandhi dan menugaskan Ram untuk melakukan perbuatan tersebut. Karena kecelakaan menunggang kuda, Abhyankar menjadi lumpuh dan Ram bersumpah bahwa dia akan meninggalkan hubungan pribadi dan melanjutkan pekerjaannya membunuh Gandhi.
Di masa sekarang, situasi Ram semakin memburuk. Cucunya dan Dr. Munawar membawanya ke rumah sakit, namun dihentikan oleh polisi karena terjadi ledakan bom di Madras akibat kerusuhan komunal Hindu-Muslim, karena hari tersebut adalah hari peringatan pembongkaran masjid Babri, mendorong Ram yang sudah lanjut usia untuk melakukan hal tersebut. Perhatikan bagaimana kekerasan Hindu-Muslim masih merajalela saat ini. Seorang petugas polisi membuat mereka bersembunyi di tempat perlindungan bawah tanah demi keselamatan mereka. Saat mereka mencoba untuk tetap diam agar tidak diserang oleh massa, Ram mengenang bagaimana dia berencana membunuh Gandhi beberapa dekade lalu.
Kembali ke India yang baru merdeka, Ram mulai bersiap untuk membunuh Gandhi begitu dia kembali ke Madras. Mythili yang hamil menjadi khawatir saat suaminya semakin menjauh dan mengundang orang tua serta mertuanya untuk menghiburnya. Namun, Ram telah memutuskan untuk membunuh Gandhi dan meninggalkan Mythili, melakukan perjalanan ke Varanasi di mana dia menjalani ritual pemurnian dan pelepasan. Kemudian, dia menuju Delhi dan tanpa sadar menginap di hotel yang sama dengan fundamentalis lain yang berencana membunuh Gandhi, Nathuram Godse. Ketika polisi datang untuk menanyai Godse, Ram yang paranoid menyembunyikan senjatanya di truk pengiriman, yang berangkat dari hotel. Kemudian, Ram pergi ke pabrik soda di Chandni Chowk untuk mengambil senjatanya.
Di Chandni Chowk, Ram bertemu kembali dengan Amjad, yang membawanya ke pabrik soda. Terungkap bahwa banyak warga sipil Muslim, termasuk istri Amjad, Nafisa dan anak-anak mereka, bersembunyi di sana karena takut diserang oleh umat Hindu saat jam malam. Ketika diketahui bahwa Ram datang ke sana untuk mengambil senjata, para Muslim, yang curiga bahwa dia mungkin keluar untuk membunuh mereka, menyerangnya. Perkelahian pun terjadi yang memicu serangkaian peristiwa kekerasan di kawasan tersebut. Saat mencoba melarikan diri dari gerombolan Hindu dan Muslim, Amjad mengetahui bahwa Ram berada di Delhi untuk membunuh Gandhi dan dia mencoba meyakinkan temannya untuk tidak melakukannya. Dia mengungkapkan bahwa ayahnya tidak meninggal karena sebab alamiah, namun dibunuh oleh massa Hindu dan meminta Ram untuk mengakhiri kebenciannya.
Saat itu, mereka terpojok oleh gerombolan Hindu yang mencoba membunuh Amjad. Meskipun Ram berupaya melindunginya, bagian belakang kepala Amjad dipukul dengan palu dan Ram membawanya kembali ke pabrik soda. Bersama-sama, mereka kemudian membantu melindungi umat Islam yang bersembunyi di pabrik soda hingga pihak berwenang datang untuk mengendalikan situasi, meskipun Amjad tertembak.
Saat berada di rumah sakit, Amjad diinterogasi oleh petugas polisi tentang pria Hindu yang menurut saksi mata memulai kekerasan. Amjad berbohong bahwa dia belum pernah melihat pria itu sebelumnya, dan yang dia tahu hanyalah saudaranya Ram yang menyelamatkan nyawanya, terlepas dari segalanya. Dia kemudian mati sambil memegang tangan Ram.
Selanjutnya, Ram bertemu dengan ayah mertuanya dan temannya yang ada di sana untuk menemui Gandhi. Dia mengetahui bahwa paman dan kakak perempuannya telah meninggal setelah mengetahui dia telah pergi. Gandhi meminta bertemu Ram untuk mengundangnya berjalan-jalan ke Pakistan setelah mengetahui dia membantu menyelamatkan Muslim yang tidak bersalah. Ram akhirnya berubah pikiran tentang Gandhi setelah melihat bahwa ajarannya adalah tentang cinta dan non-kekerasan. Dia memutuskan untuk tidak membunuh pemimpin tersebut, dan mencoba untuk mengakui kebenaran kepadanya untuk memohon pengampunan. Gandhi menyelanya, memberi tahu Ram bahwa mereka dapat membicarakannya selama perjalanan jauh ke Pakistan. Namun, beberapa detik kemudian, Gandhi di bunuh oleh Godse. Kemudian, Ram hidup berdasarkan prinsip Gandhi.
Ketika situasi di jalanan mulai mendingin, Ram membisikkan kata-kata terakhirnya kepada cucunya dan akhirnya meninggal. Saat pemakaman Ram, cicit Gandhi, Tushar Gandhi, datang dan mengunjungi kamar pribadi Ram, yang penuh dengan foto bersejarah. Cucu Ram menyerahkan alas kaki dan kacamata Gandhi yang sebelumnya dikumpulkan oleh mendiang kakeknya dari lokasi baku tembak dan sangat berharga sepanjang hidupnya.
***
Selesai baca cerpen, ya buku di tutup dan buku di taruh di bawah meja sama Budi. Eko datang ke rumah Budi, ya motor di parkirkan dengan baik di depan rumah Budi. Eko melihat kereta terbuat dari kardus, ya berjalan dengan baik di relnya dan Eko duduk dengan baik dekat Budi.
"Keretanya. Buatan Budi?" kata Eko.
"Iya Eko. Keretanya buatan aku," kata Budi.
"Kreatif. Budi buat kereta dari kardus!" kata Eko.
"Terima kasih Eko. Atas pujiannya!" kata Budi.
"Ngomong-ngomong tumben main kereta?" kata Eko.
"Yaaa karena eee karena?" kata Budi.
"Lagu tentang kereta, ya Budi?" kata Eko, ya niat menebak saja.
"Bukan lagu Eko. Tebakan Eko salah!" kata Budi.
"Yaaa kalau tebakan aku salah. Berarti aku tidak dapat poin dong!" kata Eko.
"Emangnya kita lagi main game? Ya kaya acara Tv, ya beberapa chenel Tv menayangkan game ini dan itu, ya hadiahnya uang yang nominalnya tidak perlu di sebutin lah!" kata Budi.
"Yaaa becanda gitu!" kata Eko.
"Aku paham omongan Eko. Tidak perlu di seriusin. Yaaa becanda!" kata Budi.
"Emmm," kata Eko.
"Karena berita di Tv!" kata Budi.
"Berita Tv. Pastinya. Berita tentang kereta cepat Whoosh, ya kan Budi?" kata Eko.
"Tebakan Eko benar. Dapet poin seratus," kata Budi.
"Yaaa akhirnya aku berhasil mendapat poin," kata Eko.
"Karena tinggal di Lampung. Ya tidak bisa merasakan naik kereta cepat Whoosh!" kata Budi.
"Kalau itu sih. Keadaan. Di khayalin naik kereta cepat Whoosh. Cukup kan Budi?" kata Eko.
"Yaaa cukup lah!" kata Budi.
"Emmm," kata Eko.
"Main catur saja!" kata Budi.
"Oke. Main catur!" kata Eko.
Budi mematikan kereta mainan. Rel kereta di lepaskan Budi, ya di bantu Eko. Budi menaruh kereta dan rel di bawah meja. Papan catur di ambil Eko dari bawah meja, ya di taruh di atas meja. Budi dan Eko menyusun dengan baik bidak catur di atas papan catur. Keduanya main catur dengan baik gitu.
"Orang-orang pinter, ya mendapat impian dengan baik, ya berkat usahanya dengan baik, ya diiringi dengan doa, ya ibadah yang baik sesuai agama masing-masing," kata Budi.
"Yaaa realita hidup ini. Yaaa benarlah omongan Budi!" kata Eko.
"Hidup ini tetap sama. Berkompetisi dengan baik di bidang apa pun demi tujuan impian tercapai," kata Budi.
"Contohnya : acara Tv, ya tentang kompetisi ini dan itu. Yaaa roda penggerak ekonomi!" kata Eko.
"Emmm," kata Budi.
Budi dan Eko terus main catur dengan baik gitu.