Malam yang tenang. Setelah nonton Tv yang acaranya komedi, ya seperti biasa Budi duduk santai di depan rumahnya sedang baca cerpen yang ceritanya menarik gitu, ya sambil menikmati minum teh dan makan singkong goreng gitu.
Isi cerita yang di baca Budi :
Pada tahun 1959, Alfred Hitchcock membuka film terbarunya, North by Northwest, untuk kesuksesan kritis dan komersial, tetapi terganggu oleh sindiran reporter bahwa ia harus pensiun. Berusaha untuk mendapatkan kembali keberanian artistik masa mudanya, Hitchcock menolak proposal film, termasuk Casino Royale dan The Diary of Anne Frank, yaaa demi sebuah novel horor yang disebut Psycho oleh Robert Bloch, berdasarkan kejahatan kehidupan nyata pembunuh Ed Gein. Gein muncul dalam urutan sepanjang film, di mana ia tampaknya mendorong imajinasi Hitchcock mengenai cerita Psycho atau bertindak sebagai beberapa fungsi dari pikiran bawah sadar Hitchcock (misalnya, menarik perhatian Hitchcock ke pasir di lantai kamar mandinya, yang jumlahnya mengungkapkan berapa banyak waktu yang dihabiskan istrinya Alma di rumah pantai bersama Whitfield Cook).
Istri Hitchcock dan kolaborator artistiknya, Alma, tidak lebih antusias dengan ide tersebut daripada rekan-rekannya, terutama karena ia sedang melobi teman penulis mereka, Whitfield Cook, yaaa untuk melihat skenarionya sendiri. Namun, ia menyambut baik usulan Hitchcock, dengan menyarankan alur cerita yang inovatif dengan membunuh pemeran utama wanita di awal film. Kepala studio di Paramount Pictures terbukti lebih sulit dibujuk, sehingga memaksa Hitchcock untuk membiayai film tersebut secara pribadi dan menggunakan kru televisi Alfred Hitchcock Presents miliknya (di pesaing Revue/Universal) untuk merekam film tersebut, yang merupakan film terakhirnya yang dikontrak oleh Paramount.
Tekanan produksi, seperti berurusan dengan Geoffrey Shurlock dari Motion Picture Association of America, dan kebiasaan mesum Hitchcock, seperti ketika mereka berunding dengan pemeran utama wanita, Janet Leigh, yaaa membuat Alma jengkel. Dia memulai kolaborasi penulisan pribadi dengan Whitfield Cook pada skenarionya di rumah pantainya tanpa sepengetahuan Hitchcock. Hitchcock akhirnya menemukan apa yang telah dilakukannya dan mencurigainya berselingkuh. Kekhawatiran ini memengaruhi pekerjaan Hitchcock di Psycho. Hitchcock akhirnya menghadapi Alma dan bertanya apakah dia berselingkuh. Alma dengan marah menyangkalnya.
Alma untuk sementara mengambil alih produksi film tersebut saat Hitchcock terbaring di tempat tidur setelah pingsan karena terlalu banyak bekerja, mengerjakan serangkaian adegan yang mencakup proses pengambilan gambar yang rumit yang menunjukkan kematian Detektif Arbogast, dengan spesifikasi Alma berupa lensa 35 mm, bukan lensa 50 mm yang disukai Hitchcock untuk film ini.
Sementara itu, Hitchcock mengungkapkan kekecewaannya kepada Vera Miles karena dia tidak menindaklanjuti rencananya untuk menjadikannya bintang terbesar berikutnya setelah Grace Kelly, yaaa tetapi Miles mengatakan dia bahagia dengan kehidupan keluarganya.
Potongan Psycho versi Hitchcock tidak diterima dengan baik oleh para eksekutif studio, sementara Alma mendapati Whitfield berhubungan seks dengan seorang wanita muda di rumah pantainya. Hitchcock dan Alma berdamai dan mulai bekerja untuk memperbaiki film tersebut. Kolaborasi mereka yang diperbarui membuahkan hasil, yang berpuncak pada Alma yang membujuk Hitchcock untuk menerima saran komposer mereka untuk menambahkan musik dawai yang kasar karya Bernard Herrmann ke adegan mandi.
Setelah memanipulasi Shurlock agar sebagian besar isi film tetap utuh, Hitchcock mengetahui bahwa studio hanya akan menayangkan film tersebut di dua teater. Hitchcock mengatur instruksi teater khusus untuk menarik minat publik, seperti melarang masuk setelah film dimulai. Pada pemutaran perdana film, Hitchcock pertama-tama melihat penonton dari bilik proyeksi, melihat ke luar melalui jendela kecilnya. Hitchcock kemudian menunggu di lobi untuk melihat reaksi penonton, melakukan gerakan menyayat untuk melihat reaksi mereka saat mereka berteriak sesuai isyarat. Film tersebut dihadiahi dengan sambutan yang antusias.
Dengan penayangan film yang diterima dengan baik, Hitchcock secara terbuka mengucapkan terima kasih kepada istrinya karena telah membantu mewujudkannya dan mereka menegaskan cinta dan kemitraan mereka. Pada akhir acara di rumahnya, Hitchcock berbicara kepada hadirin dengan mengatakan Psycho terbukti menjadi titik puncak kariernya dan dia saat ini sedang mempertimbangkan proyek berikutnya. Seekor burung gagak hinggap di bahunya yang mengisyaratkan film berikutnya, The Birds.
Kartu judul terakhir mengatakan bahwa Hitchcock menyutradarai enam film lagi setelah Psycho, tidak ada satupun yang mampu melampaui kesuksesan komersialnya, dan meskipun ia tidak pernah memenangkan Oscar, American Film Institute menganugerahinya Life Achievement Award pada tahun 1979: sebuah penghargaan yang ia klaim ia bagikan, sebagaimana ia menjalani hidupnya, dengan istrinya, Alma.
***
Budi selesai baca cerpen yang cerita menarik, ya buku di tutup dan buku di taruh di bawah meja gitu.
"Emmm," kata Budi.
Budi menikmati minum teh dan makan singkong goreng gitu.
"Nyanyi saja!" kata Budi.
Budi mengambil gitar yang di taruh di samping kursi, ya gitar di mainkan dengan baik dan bernyanyi dengan baik gitu.
Lirik lagu yang dinyanyikan Budi :
***
Budi selesai bernyanyi, ya gitar di taruh di samping kursi gitu.
"Emmm," kata Budi.
Budi menikmati minum teh dan makan singkong goreng gitu. Eko datang ke rumah Budi, ya motor di parkirkan di depan rumah Budi. Eko duduk dengan baik, ya dekat Budi. Di meja ada topeng di atas meja gitu. Eko mengambil topeng gitu.
"Budi membuat topeng dari kardus, ya nilai kreatifitas Budi sih. Topeng Kamen Rider Skyrider," kata Eko.
"Yaaa memang membuat topeng Kamen Rider Skyrider, ya karena aku suka gitu," kata Budi.
"Topeng Kamen Rider Skyrider...yang di buat Budi...bagus!" kata Eko.
"Terima kasih Eko...pujiannya!" kata Budi.
Eko memakai topeng Kamen Rider Skyrider.
"Gimana Eko, ya apa aku keren pake topeng Kamen Rider Skyrider?" kata Eko.
"Keren...Eko pake topeng Kamen Rider Skyrider," kata Budi.
"Pake topeng Kamen Rider Skyrider...aku jadi jagoan!" kata Eko.
"Emmm," kata Budi.
Eko melepaskan topeng yang ia pakai gitu.
"Kamen Rider Skyrider...acara Tv. Ceritanya dan pertarungan Kamen Rider Skyrider...bagus kan Budi?" kata Eko.
"Penilaian penonton tentang acara Tv...Kamen Rider Skyrider, yaaa bagus sih!" kata Budi.
Eko menaruh topeng Kamen Rider Skyrider, ya di meja dan mengambil buku gambar di meja gitu.
"Buku gambar yang aku pegang ini. Yaaa Budi gambar apa, ya di buku gambar gitu?" kata Eko.
"Biasa sih...Eko, ya aku menggambar apa yang aku sukai di buku gambar gitu?" kata Budi.
"Budi seperti biasa menggambarkan apa yang di sukai Budi?" kata Eko.
"Emmm," kata Budi.
"Kalau begitu sih...aku buka saja buku gambarnya, ya Budi?" kata Eko.
"Silakan Eko buka buku gambarnya," kata Budi.
Eko membuka buku gambarnya dengan baik gitu. Yaaa di buku gambar sih, yaaa Eko melihat dengan baik gambar-gambar yang di buat Budi dengan baik gitu.
"Budi membuat gambar tokoh-tokoh dari film Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212," kata Eko.
"Iya aku memang membuat gambar di buku gambar tokoh-tokoh dari film Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212," kata Budi.
"Gambarnya bagus, yaaa buat Budi!" kata Eko.
"Terima kasih Eko...pujiannya!" kata Budi.
"Cerita dan pertarungan film Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212....bagus kan Budi?" kata Eko.
"Yaaa bagus sih...cerita dan pertarungan dari film Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212!" kata Budi.
"Budi ada pensil kan, ya aku mau gambar sesuatu gitu?" kata Eko.
"Pensil ada sih. Eko mau menggambarkan sesuatu. Yaaa kalau begitu sih, ya aku ambil dulu pensilnya!" kata Budi.
"Emmm," kata Eko.
Budi mengambil pensil di bawah meja, ya pensil di berikan sama Eko. Yaaa Eko mengambil pensil dari tangan Budi gitu.
"Yaaa aku mulai menggambar!" kata Eko.
Eko menggambar sesuatu dengan baik di buku gambar. Budi menunggu Eko selesai menggambar di buku gambar, ya Budi menikmati minum teh dan makan singkong goreng gitu. Cukup lama Eko menggambar sesuatu di buku gambar gitu, ya pada akhirnya selesai juga menggambar gitu.
"Aku selesai menggambar!" kata Eko.
Eko menaruh buku gambar dan pensil di meja gitu. Budi yang penasaran dengan gambar yang di buat Eko di buku gambar, ya Budi mengambil buku gambar dan pensil. Yaaa pensil di taruh Budi di bawah meja gitu.
"Eko menggambar tokoh Gundala!" kata Budi.
"Iya aku menggambar tokoh Gundala, ya karena aku suka gitu," kata Eko.
"Ada kemauan pasti bisa sih...menggambar sesuatu yang di sukai," kata Budi.
"Emmm," kata Eko.
"Gambar yang buat Eko...bagus!" kata Budi.
"Terima kasih Budi...pujiannya!" kata Eko.
"Cerita dan pertarungan dari film Gundala...bagus!" kata Budi.
"Emmm," kata Eko.
"Emmm," kata Budi.
"Main permainan ular tangga saja!" kata Eko.
"Ya oke main permainan ular tangga!" kata Budi.
Budi mengambil permainan ular tangga di bawah meja, ya permainan di taruh di atas meja. Eko dan Budi main permainan ular tangga dengan baik gitu.
"Ngobrolin orang-orang Batam. Tetap sama kan Budi, yaaa antara paham agama dan tidak?" kata Eko.
"Yaaa realita tentang orang-orang tinggal di kota Batam. Yaaa antara paham agama dan tidak," kata Budi.
"6 kan Budi?" kata Eko.
"6!!!" kata Budi.
"Urusan organisasi agama secara umum, ya yang di periksa sama pemerintahan....menyimpang atau tidak," kata Eko.
"Bisa begitu sih, ya apa yang di omongin Eko?" kata Budi.
"Emmm," kata Eko.
"Emmm," kata Budi.
"Orang yang tinggal di Lampung, ya atau provinsi lain ke Batam....tujuannya perubahan hidup!" kata Eko.
"Perubahan hidup dengan tujuan kerja di kota Batam gitu. Bagi yang punya kemampuan ini dan itu, ya kerja dengan baik di perusahaan. Ya bagi yang sekedar punya kemampuan, ya kerja jadi pedagang," kata Budi.
"Yang sekedar punya kemampuan kerja jadi pedagang...pasti ceritanya begini dan begitu," kata Eko.
"Memang ceritanya begini dan begitu," kata Budi.
"Hasil itu pasang surut air laut, yaaa karena pengaruhi kepentingan manusia untuk membeli barang yang diinginkan dan juga kompetisi yang terjadi antara pedagang satu dengan yang lain," kata Eko
"Yaaa bener sih omongan Eko," kata Budi.
"Siklus terjadi kan Budi?" kata Eko.
"Memang siklus terjadi. Nama juga manusia kerjaannya beranak pinak. Kaya dan miskin," kata Budi.
"Kalau orang kaya, ya tidak ada masalah sih urusan beranak pinak. Kalau orang miskin ini, ya jadi masalah karena kalau punya banyak anak jadi susah di tabah susah karena tuntutan anak," kata Eko.
"Sudah punya anak, ya berjuang dengan baik bagi orang tua yang punya banyak anak," kata Budi.
"Realitanya begitu," kata Eko.
"Emmm," kata Budi.
"Emmm," kata Eko.
"Pemerintah juga yang menanggulangi masalah yang terjadi di lapisan masyarakat karena kemiskinan ini dan itu," kata Budi.
"Pemerintahan menanggulangi masalah kemiskinan ini dan itu dengan program kerja yang di jalankan dengan baik, yaaa masalah penyakit masyarakat ini dan itu.....di tanggulagi juga sama pemerintahan," kata Eko.
"Emmm," kata Budi.
"Emmm," kata Eko.
Eko dan Budi tetap asik permainan ular tangga gitu.