"Cerita perjalan hidup anak-anak," kata Budi.
"Anak-anak yang mana?" kata Eko.
"Masa lalu aku. Masa anak-anak," kata Budi.
"Masa anak-anak toh!" kata Eko.
"Masa anak-anak. Saat SD, ya aku jualan dengan tujuan bantu orang tua. Maklum dari keluarga kurang mampu, ya miskin," kata Budi.
"Cerita Budi masa anak-anak pernah jualan, ya masa SD. Mungkin pernah di jalankan sama anak-anak lain juga. Ya termasuk aku. Nama juga lahir dari keluarga kurang mampu, ya miskin. Ya harus berjuang lebih keras lagi demi hidup ini. Beda dengan anak-anak lahir dari keadaan kaya," kata Eko.
"Ya orang tua mendidik ku dengan baik, ya agar aku terus berjalan di jalan kebaikan. Berusaha dengan kemampuan ku dengan jualan lah. Ya tidak boleh meminta-minta seperti pengemis," kata Budi.
"Berusaha itu lebih baik dengan jalan berjualan. Hasil di dapatkan juga halal. Ya orang-orang yang berpikir pendek, ya ada yang meminta-minta dari masa anak-anak sampai orang tua, ya tidak punya harga diri lagi," kata Eko.
"Namanya hidup ini, ya ada anak-anak nakal yang kurang didikan orang tua. Ya orang tuanya, ya jauh dari agama juga sih. Maka anak-anaknya nakal, ya menjalankan haram halal hantam," kata Budi.
"Anak-anak nakal. Yang susah di atur. Pada akhirnya menjalankan kehidupan ini memang haram halal hantam," kata Eko.
"Ketika anak-anak nakal, ya dewasa. Ada yang sadar. Ada juga tidak," kata Budi.
"Semua di kembalikan orang tua mendidik anaknya dengan baik atau tidak, ya untuk membentuk karakternya," kata Eko.
"Ketika masa sekarang, ya dewasa. Aku mengerti hidup ini dengan baik," kata Budi.
"Belajar dari proses hidup dari keadaan kurang mampu, ya miskin," kata Eko.
"Main catur saja Eko!" kata Budi.
"Ok. Main catur!" kata Eko.
Budi mengambil papan catur di bawah meja, ya papan catur di taruh di atas meja lah. Budi dan Eko menyusun bidak catur dengan baik.
"Cerita kita ini. Biasa ruang lingkup berada di daerah Teluk Betung Utara kota Bandar Lampung," Kara Budi.
"Iya. Terus!!!" kata Eko.
"Kalau di ubah ruang lingkupnya. Ke daerah Tamalate kota Makasar....gimana?" kata Budi.
"Ya di ubah ruang lingkup sih tidak ada masalah. Tapi ada yang aneh?" kata Eko.
"Emmmm," kata Budi.
"Kaya orang yang jatuh cinta. Ingin dekat dengan orang yang di cintai gitu. Ya pindah daerah satu ke daerah yang lain," kata Eko.
"Masa dianggap seperti orang sedang jatuh cinta," kata Budi.
"Atau lagi di cari orang-orang. Ya jadinya pindah dari satu tempat ke tempat lain gitu," kata Eko.
"Kalau di cari orang. Emangnya kita punya masalah?" kata Budi.
"Ya tidak ada masalah lah," kata Eko.
Catur telah tersusun dengan rapih. Eko bidak catur putih dan Budi bidak catur hitam. Eko melangkah kan pion putih dengan baik, ya begitu dengan Budi melangkah kan pion hitam dengan baik.
"Dia tercinta di muka bumi ini untuk aku," kata Eko.
"Dia yang di maksud siapa?" kata Budi.
"Purnama," kata Eko.
"Oooooooo...Purnama yang di omongin toh!" kata Budi.
"Kalau Purnama tidak terlahir di muka bumi ini. Pastinya aku mencari cewek lain," kata Eko.
"Purnama lahir di muka bumi ini. Karena Takdir yang di tetapkan Tuhan. Eko dan Purnama bertemu dengan baik, ya menjalin hubungan kisah cinta. Seperti Adam dan Hawa," kata Budi.
"Adam dan Hawa. Ajaran agama," kata
Eko.
"Benar atau tidak ajaran yang di yakini. Harus mencari tahunya dengan belajar dengan baik," kata Budi.
"Omongan Budi benar lah," kata Eko.
Eko dan Budi bermain catur dengan baik, ya sambil menikmati minum kopi dan makan gorengan lah.