CAMPUR ADUK

Wednesday, August 16, 2023

CETTO C'E, SENZADUBBIAMENTE

Budi duduk di depan rumahnya, ya menikmati minum kopi dan makan singkong rebus gitu. 

"Baca buku ah!" kata Budi. 

Budi mengambil buku di meja, ya buku di buka dengan baik, ya di pilih-pilih dengan baik cerpen yang ingin di baca. Terpilihlah salah satu cerpen yang di baca Budi dengan baik gitu. 

Isi cerita yang di baca Budi :

Cetto La Qualunque, setelah pengalamannya dalam politik, telah membangun kembali kehidupan di Jerman, di mana dia telah tinggal selama empat tahun bersama Petra yang cantik, istri barunya, putri mereka, dan teman setia Pino.

Suatu malam, kembali dari makan malam dengan mertuanya, dia menerima panggilan telepon yang memberitahukan bahwa bibinya yang sudah lanjut usia berada di ranjang kematiannya: setelah kembali ke kota kelahirannya, Cetto diberitahu oleh yang terakhir tentang asal aslinya, seperti yang diungkapkan wanita itu. kepadanya bahwa ayahnya bukanlah agen deterjen dari pintu ke pintu seperti yang selalu mereka katakan kepadanya, tetapi pangeran Buffo di Calabria dan oleh karena itu dia juga berdarah bangsawan.

Cetto, yang dengan sia-sia mencari konfirmasi kelahiran bangsawan ini dari mantan istrinya Carmen, yang menjadi seorang biarawati, dan dia tetap terkejut dengan perubahan yang dibawa oleh putranya dan mantan istrinya, Melo, di kotamadya Marina di Sopra, di mana Melo menjadi walikota. Dia kemudian didekati oleh Count Venanzio, yang mendorongnya untuk menerima kebangsawanannya dan bercita-cita untuk menciptakan kembali Bourbon Dua Sisilia, yang juga mulai disukai Cetto sebagai ide tetapi ingin menamainya kembali sebagai Dua Calabrias, karena, seperti yang dia katakan, satu Sisilia sudah cukup. Demokrasi kini telah gagal di Italia dan Cetto adalah orang yang tepat untuk kembali ke monarki.

Cetto dan teman-teman lamanya, bagaimanapun, memiliki banyak kesulitan dalam beradaptasi dengan konteks baru di mana mereka harus hidup dan selain itu mereka harus menyangkal klaim dan tuduhan Ferdinando Buffo di Calabria, keponakan ayah Cetto, yang mendorongnya untuk memiliki Tes DNA untuk mengkonfirmasi siapa ayahnya, untuk menunjukkan apakah dia benar-benar berhubungan darah dengan bangsawan. Cetto juga terpaksa meninggalkan Petra untuk menikah, sesuai instruksi Venanzio, dengan Infanta Portugal, agar pemerintahannya semakin kokoh. Petra, bagaimanapun, saat pergi, berjanji akan membalas dendam.

Setelah juga mendapat dukungan dari Gereja dalam pribadi seorang kardinal yang kuat, pernikahan antara Cetto dan Infanta dirayakan, bahkan jika Cetto bahkan tidak mau repot-repot mengenalnya karena keburukannya, lebih memilih seringnya banyak pendamping. seperti biasanya, dan semuanya tampak siap untuk memulai referendum untuk meminta orang Italia mempertahankan republik atau memulihkan monarki. Kampanye pemilihan diorganisir oleh Melo, setelah dia terpaksa meninggalkan karir sebagai walikota, setelah dia diselidiki lagi sebagai boneka ayahnya, kali ini di Jerman.

Tepat ketika kemenangan Cetto dirayakan, yang terakhir menemukan bahwa itu sebenarnya adalah rencana Venanzio, yang berpura-pura dan yang juga menyabotase hasil DNA untuk membuatnya percaya bahwa dia adalah seorang bangsawan, untuk mendapatkan kekuasaan dan karenanya, beberapa jam sebelum penobatannya, Cetto dan Pino mengungkapkan kepadanya bahwa mereka telah menemukan plotnya dan mereka mengancamnya untuk memastikan dia tidak pernah mencoba merobeknya lagi. Penobatan dirayakan dan Cetto memperoleh kekuasaan dan menjadi raja, tetapi segera setelah Petra melukainya dengan pistol.

Namun, Cetto diselamatkan dan, setelah pulih, memutuskan untuk terus mengejar delusi monarki, yang sekarang dia yakini juga.

***

Budi selesai baca cerpen yang cerita menarik gitu, ya buku di tutup dan buku di taruh di bawah meja gitu. 

"Eko belum datang," kata Budi.

Budi menikmati minum kopi dan makan singkong rebus.

"Kalau begitu baca koran saja lah!" kata Budi.

Budi mengambil koran di bawah meja, ya koran di baca dengan baik banget gitu. Berita-berita di koran ceritanya, ya banyak menarik-menarik gitu, ya jadi di baca dengan baik tuh berita di koran. Ya cukup lama Budi baca koran dan akhirnya berhenti baca koran dan koran di taruh di bawah meja gitu.

"Menggambar saja ah. Eko belum dateng juga," kata Budi. 

Budi mengambil buku gambar dengan pensil, dan pensil warna gitu. Budi menggambar dengan baik gitu dengan baik, ya menggambar pemandangan keadaan lingkungan rumah ketika keadaan siang hari lah kalau malam hari, ya gelap gitu. Sampai Budi selesai menggambar, ya Eko belum datang juga. Jadi buku gambar beserta pensil dan pensil warna di geletakkan di meja saja gitu. Budi main pistol dengan pion yang di tembakin, ya boneka tentara gitu. Pistol dan boneka tentara di ambil di bawah meja di dalam kardus gitu. Budi main pistol mainan dengan baik. Yaaaaa akhirnya Eko datang ke rumah Budi, ya di parkirkan motornya di depan rumah Budi gitu. Eko duduk dengan baik, ya dekat Budi. Ya Budi berhenti main pistol dan pistol di taruh di meja beserta boneka tentara gitu. Eko melihat benda-benda di meja gitu.

"Budi habis main pistol dan juga menggambar," kata Eko.

"Iya," kata Budi.

Eko melihat gambaran Budi dengan menggambar buku gambar di meja. Di buku gambar ternyata ada gambar lambang palu dan arit, ya jadi Eko bertanya "Budi kenapa menggambar lambang ini?", ya sambil Eko menunjukkan gambar lambang tersebut pada Budi.

"Iseng saja menggambar. Ya maksud gambar itu, ya lambang komunis gitu," kata Budi.

"Iseng toh!" kata Eko.

Buku gambar di taruh di meja sama Eko.

"Kalau hidup ini, ya terjadi perang karena perselisihan agama yang ingin menunjukkan kebenaran ini dan itu. Ya andai-andai. Gimana pendapat Eko?" kata Budi.

"Ya hidup ini jadi menderita karena perang. Pastinya kita mengangkat senjata dengan tujuan membela diri," kata Eko.

"Emmm," kata Budi. 

Eko mengambil pistol di meja dan berkata "Dor. Dor. Dor. Menembak mati, ya orang-orang yang mencelakai keluarga kita".

"Membela diri. Karena keadaan kacau. Mengangkat senjata. Tidak tahu siapa awalnya yang memicu perang agama?" kata Budi.

Eko menaruh pistol mainan di meja.

"Rakyat seperti kita, ya tidak tahu lah penyebab terjadi perang agama. Yang tahu, ya orang-orang pemerintahan yang menyelidiki ini dan itu, ya mencari tahu kebenaran ini dan itu dengan tujuan menghentikan perang gitu," kata Eko.

"Ya pasti ada yang di kambing hitam kan, ya urusan perang agama. Mungkin.......salah satunya komunis saja gitu. Jadi ada orang-orang berkaitan tentang komunis, ya jadi sasaran. Padahal tidak ikut campur urusan perang agama yang sedang berkecamuk gitu. Orang-orang itu, ya diam saja gitu," kata Budi.

"Nama keadaan kacau. Pasti terjadi fitnah ini dan itu. Yang tidak ikut-ikutan kena sasaran. Padahal terkadang yang menuduh, ya bisa saja memprovokasi keadaan ini dan itu, ya agar keadaan makin keruh," kata Eko.

"Jadi harus membela diri, ya untuk selamat jika terjadi perang agama gitu," kata Budi.

"Proses penyelidikan yang lakukan pemerintahan di jalankan baik, ya untuk mencari penyebab perang agama. Ya menangkap semua orang-orang yang bersalah dan di adili dengan baik. Maka keadaan jadi damai lagi gitu," kata Eko.

"Perang terjadi. Mungkin karena keegoisan manusia," kata Budi.

"Mungkin," kata Eko. 

"Kalau begitu main kartu remi saja!" kata Budi.

"Okey main kartu remi!" kata Eko.

Budi mengambil buku gambar, pensil, pensil warna, boneka tentara, dan pistol, ya di taruh di bawahmeja, ya tepatnya di taruh di dalam kardus gitu. Budi mengambil kartu remi di bawah meja, ya kartu remi di kocok dengan baik dan di bagikan dengan baik kartu remi. Budi dan Eko main kartu remi dengan baik, ya main permainan cangkulan gitu. 

"Hidup cuma gini-gini saja!" kata Budi.

"Ya realitanya memang hidup ini gini-gini aja. Hidup antara baik dan buruk perilaku manusia dengan tujuan ini dan itu," kata Eko.

"Perubahan zaman, ya cuma teknologi ini dan itu, ya mengikuti perkembangan dari negara maju duluan yang telah lebih dulu menerapkan teknologi lebih dulu. Sedangkan negara miskin dan negara berkembang, ya mengikuti negara maju," kata Budi.

"Ya realitanya begitu," kata Eko.

"Manusia sibuk dengan roda ekonomi di jalankan dengan baik, ya agar hidup jadi baik dengan tujuan kaya dan jauh dari kemiskinan," kata Budi.

"Perlombaan untuk mencapai tujuan kaya, ya tidak ingin miskin. Ya miskin menderita ini dan itu, ya kalau berpikir pendek melakukan keburukan ini dan itu. Kaya yang menguasai ini dan itu dengan baik," kata Eko.

Eko dan Budi terus main kartu remi dengan baik gitu.

"Urusan agama. Hanya ada dua yang terlihat dengan baik. Satu, ya menegakkan ajaran agama, ya agama apa pun yang berkembang di Indonesia dengan tujuan ini dan itu. Yang kedua, ya tidak menegakkan ajaran agama jadi biasa aja gitu atau berpura-pura menjalankan agama dengan tujuan ini dan itu," kata Budi.

"Ya realitanya hidup ini tentang orang-orang yang menjalankan agama yang berkembang di Indonesia, ya apa pun gitu. Yang lain, ya orang-orang tersebut tentang agama, ya masa bodok gitu," kata Eko.

"Emmm," kata Budi.

Budi dan Eko terus main kartu remi dengan baik gitu.

"Andai-andai kaya," kata Eko.

"Kaya itu....enak. Apa yang diinginkan bisa di dapatkan dengan baik, ya kan Eko?" kata Budi.

"Iya. Kaya itu enak. Bisa beli ini dan itu. Ya bisa pergi ke sana ke sini," kata Eko.

"Emmm," kata Budi.

"Naik haji juga bisa, ya bila kaya," kata Eko.

"Kalau aku kaya. Aku tidak ingin naik haji," kata Budi.

"Kenapa Budi tidak ingin naik haji. Kalau kaya?" kata Eko.

"Tidak mau saja!" kata Budi.

"Budi tidak mau juga, ya tidak ada masalah. Keputusan Budi saja!" kata Eko.

"Yang aku mau itu, ya melampaui batasan manusia, ya sampai mendengarkan Roh. Ya jadi Roh menjelaskan kebenaran masa lalu dan masa depan," kata Budi.

"Ingin jadi raja atau nabi," kata Eko.

"Manusia pilihan Tuhan. Positif ahli surganya. Dunia akhirat, ya bener gitu," kata Budi.

"Setiap manusia, ya punya keinginan ini dan itu. Mimpinya ingin jadi kenyataan, ya di usahakan dengan baik gitu," kata Eko.

"Ya namanya keinginan," kata Budi.

"Emmm," kata Eko.

"Manusia kalau kaya kok, ya ingin naik haji. Begitu juga dengan manusia yang lain, ya agama lain, ya ke rumah ibadah yang lain gitu," kata Budi.

"Hidup ini. Sekali seumur hidup ini sekali, ya naik haji. Bagi kaya banget sih, ya bisa berkali-kali. Kalau agama lain, ya terserah mau kemana, ya keputusannya gitu," kata Eko.

"Hidup ini!" kata Budi.

"Ya udahlah cuma andai-andai jadi kaya gitu!" kata Eko.

"Sekedar bahan obrolan lulusan SMA!" kata Budi. 

"Memang sekedar bahan obrolan lulusan SMA!" kata Eko. 

Eko dan Budi main kartu remi dengan baik gitu. 

CAMPUR ADUK

MUMBAI XPRESS

Malam gelap bertabur bintang di langit. Setelah nonton Tv yang acara sepak bola. Budi duduk dengan santai di depan rumahnya sedang baca cerp...

CAMPUR ADUK