Budi dan Eko duduk di depan rumah, ya sambil makan gorengan dan minuman botol rasa jeruk.
"Eko. Kadang kematian itu lebih baik, ya....?!" kata Budi.
"Kok kematian lebih baik. Apa aku tidak salah mendengar?!" kata Eko.
"Tidak salah denger kok," kata Budi.
Budi mengambil botol minuman di meja, ya rasa jeruk, ya di minum dengan baik lah.
"Jadi aku tidak salah denger. Omongan Budi.....kematian lebih baik. Kenapa Budi ngomong gitu?!" kata Eko.
Eko mengambil botol minuman di meja, ya rasa jeruk, ya di minum dengan baik. Budi menaruh botol minuman di meja.
"Ada sebuah cerita tentang orang menderita sakit, ya ada kerusakan di dalam tubuhnya. Memang orang itu berobat dengan baik sama dokter, ya tujuannya diri orang itu sembuh dari penyakit yang di deritanya. Memang dokter berhasil menolong orang itu, ya jadinya menikmati hidup ini. Ternyata hanya sejenak menikmati hidup, ya orang itu kembali jatuh sakit, ya tidak bisa di tolong dan akhirnya meninggal," kata Budi.
Eko menaruh minuman botol di meja
"Oooo cerita begitu," kata Eko.
"Semua orang yang dekat dengannya berdoa pada Tuhan, ya agar orang yang sakit itu sembuh," kata Budi.
"Kebanyakan orang berdoa untuk orang sakit, ya tujuannya....Tuhan mengabulkan doa dan orang sakit itu sembuh dari sakitnya," kata Eko.
"Ya orang sakit itu memang berdoa di dalam sakitnya sampai kematian pada dirinya, ya karena orang sakit itu sadar dengan keadaan dirinya, ya sampai kematiannya," kata Budi.
"Memang kebanyakan orang sakit itu sadar dengan keadaanya, ya sampai kematiannya," kata Eko.
"Orang yang menyayanginya, ya bersedih karena kepergiannya. Sadarnya ketika air mata telah jatuh ke bumi. Bahwa kematian itu lebih baik," kata Budi.
"Kalau begitu sih, ya aku setuju sih. Kematian itu lebih baik sih," kata Eko.
"Kehilangan tetap kehilangan," kata Budi.
"Memang semua orang merasakan rasa kehilangan orang yang di sayangi. Harapannya, ya agar orang di sayangi sih umur panjang dengan di panjatkan doa kepada Tuhan. Kenyataan tetap kenyataan. Kematian itu kekuasaan Tuhan. Ya mati itu lebih baik," kata Eko.
Budi pun meneteskan air mata, ya mengalir di pipinya. Eko melihat keadaan Budi.
"Kok Budi menangis?!" kata Eko.
"Aku bersedih saja. Ya mengingat salah satu anggota keluarga yang aku sayangi telah lama meninggal. Paman," kata Budi.
Budi menghapus air matanya.
"Banyak orang yang mengingat orang di sayangi, ya meneteskan air mata, ya sedih lah. Sama seperti Budi. Ya sudah lah Budi, tidak boleh berlarut dalam rasa kehilangan itu," kata Eko.
"Iya aku tidak berlarut dari rasa kehilangan itu. Ya aku sadar. Sudah takdir dari Tuhan kepada manusia yang hidup di muka bumi ini, ya harus merasakan segala hal sampai kematian juga," kata Budi.
"Iya begitulah kehidupan ini," kata Eko.
"Sudah ah membicarakan itu. Lebih baik kita main catur!" kata Budi.
"Ok. Main catur!" kata Eko.
Budi telah mengambil papan catur di bawah meja, ya di taruh atas meja. Budi dan Eko menyusun dengan baik, ya bidak catur di atas papan catur. Keduanya main catur dengan baik.