Budi duduk bersama dengan Eko, ya di teras depan rumah Budi, ya sambil menikmati minum kopi dan makan gorengan gitu.
"Eko," kata Budi.
"Apa?" kata Eko.
"Aku. Baca sebuah artikel di koran, ya tentang wahabi, ya gimana tanggapan Eko. Ya sekedar obrolan lulusan SMA saja?!" kata Budi.
"Artikel tentang Wahabi, ya artikel itu yang berkaitan dengan Islam. Ya tanggapan aku sih. Sekedar artikel saja sih. Kalau kenyataan ada, ya bukan urusan kita, ya ilmu kita sebatas ilmu SMA, yang di berikan ilmu sama guru di sekolah dan guru mengaji di mesjid. Ya kita cukup meyakini dan menjalankan agama dengan baik, ya di anggap benar saja," kata Eko.
"Sekedar artikel saja. Tanggapan Eko. Hidup ini yang lebih dulu lahir, ya orang tua. Perkara-perkara di buat orang tua dulu, yang ini lah yang itu lah perkaranya. Kita yang lahir di masa ini, ya tidak tahu banyak tentang perkara di masa lalu, ya antara benar dan tidak?" kata Budi.
"Maka itu. Orang tua dulu, ya masa lalu bisa saja berbohong tentang ini dan itu. Ya yang jujur pun ada. Maka hidup tetap antara jujur dan bohong," kata Eko.
"Sebenarnya untuk mengetahui benar tidak ajaran Islam, ya dengan cara melampaui batasan manusia, ya mendengarkan Roh. Itu pun cerita kisah nyata kehidupan ini," kata Budi.
"Walau ada orang yang melampaui batasannya, ya sampai mendengarkan Roh, ya kisah nyata. Tetap saja itu di bantah orang kan?" kata Eko.
"Iya memang di bantah manusia lain. Ya nama juga manusia. Ya antara percaya atau tidak?" kata Budi.
"Ya jadi hidup ini di jalanin dengan baik saja, ya berdasarkan apa yang kita yakini saja. Sedang orang lain, ya boleh percaya, ya boleh tidak percaya tentang ini dan itu," kata Eko.
"Memang hidup ini lebih baik di jalanin dengan baik saja," kata Budi.
"Emmm," kata Eko.
"Yang jadi pertanyaan ku. Adalah wakil Presiden yang sekarang bisa mendengarkan Roh apa tidak? Tujuannya untuk kebenaran Islam gitu!" kata Budi.
"Kalau itu sih. Aku tidak bisa jawab. Yang harus jawab, ya wakil Presiden itu sendiri. Apakah wakil Presiden sekarang, ya bisa mendengarkan Roh apa tidak? Ya tujuannya untuk kebenaran Islam!" kata Eko.
"Memang yang harus jawab, ya wakil Presiden sekarang. Ya sudah lah. Tidak perlu di bahas lebih jauh. Lebih baik aku bercerita pake wayang!" kata Budi.
"Kalau begitu. Aku jadi penonton yang baik!" kata Eko.
Budi mengambil wayang yang di taruh di kursi. Wayang di mainkan dengan baik, ya bercerita dengan baik. Eko menonton pertunjukkan wayang Budi dengan baik gitu.
Isi cerita yang di ceritakan Budi :
Awal abad ke-20 Cina. Wong Fei-hung, bersama ayahnya Wong Kei-ying dan pelayan Tso, sedang dalam perjalanan pulang ke Kanton setelah melakukan perjalanan ke Timur Laut ketika dia bertemu dengan Fu Wen-chi, mantan kandidat teratas dalam ujian militer era Qing. Setelah saling pukul, Wong dan Fu secara tidak sengaja mengganti kotak yang mereka perebutkan. Wong berakhir dengan Imperial Seal sementara Fu mendapatkan ginseng yang ayah Wong telah membeli untuk klien. Tanpa diketahui Wong, Segel Kekaisaran adalah salah satu dari banyak artefak Tiongkok yang di buat oleh konsulat Inggris sedang mencoba menyelundupkan keluar dari Cina ke Inggris.
Kembali di Kanton, Wong memberi klien ajar dari bonsai favorit ayahnya untuk dijadikan ginseng. Ibu tiri Wong, Ling, memperumit masalah ketika dia mencoba membantu Wong dengan meminjamkan kalungnya untuk uang agar Wong membeli ginseng baru ; tetangga mereka secara keliru percaya bahwa keluarga Wong berada dalam kesulitan keuangan. Sementara itu, ya konsul Inggris mengirim antek-anteknya untuk melacak Wong dan merebut Imperial Seal. Perkelahian pecah antara Wong dan antek ketika yang terakhir mencoba untuk merebut tas dari Ling, berpikir bahwa itu berisi Seal. Atas dorongan Ling, Wong mabuk dan menggunakan tinju mabuk untuk memukuli anak buahnya sampai ayahnya muncul dan menghentikannya. Wong yang lebih tua sangat marah pada putranya karena mempermalukan keluarga mereka dengan mabuk dan berkelahi di depan umum. Lebih buruk lagi, ya klien jatuh sakit setelah mengkonsumsi ginseng palsu dan istrinya memberitahu ayah Wong tentang hal itu. Setelah dia mengetahui kebenaran di balik ginseng dan bonsai, Wong yang lebih tua menjadi sangat marah sehingga dia memukul putranya dan mengusirnya keluar rumah.
Ketika Wong mencoba untuk menenggelamkan kesedihannya dengan minum banyak, ya dia dipukuli dan dipermalukan di depan umum oleh para antek karena dia terlalu mabuk untuk melawan. Setelah keluarganya menyelamatkannya dan membawanya pulang, ya Wong merasa sangat malu dengan perilaku mabuknya dan meminta maaf kepada ayahnya, ya mengatakan bahwa dia tidak akan pernah minum lagi. Sementara itu, ya Fu Wen-chi mengunjungi kediaman Wong dan memberi tahu mereka tentang operasi penyelundupan konsul Inggris. Keesokan harinya, ya Fu dan Wong diserang di sebuah restoran oleh Geng Kapak, ya sekelompok preman yang disewa oleh konsul. Fu ditembak mati dan Imperial Seal diambil oleh orang-orang konsul. Sebelum meninggal, Fu memohon Wong dan teman-temannya untuk mengambil Seal dan menghentikan konsul dari mencuri artefak Cina.
Suatu malam, Wong dan temannya, Tsang, menyamar dan masuk ke konsulat Inggris. Mereka ditangkap, diserang dan ditahan untuk tebusan oleh konsul, yang menuntut agar ayah Wong menjual tanahnya sebagai ganti pembebasan mereka ; Wong yang lebih tua dengan enggan setuju. Kemudian, teman-teman Wong mengetahui bahwa konsul Inggris berencana untuk menyelundupkan artefak yang dicuri keluar dari Kanton menggunakan kotak yang dimaksudkan untuk pengiriman baja. Mereka memberi tahu Wong dan Tsang, yang kemudian bergabung dengan para pekerja dalam protes kekerasan di pabrik baja milik Inggris terhadap pelanggaran konsul. Karena putus asa, dia melanggar janjinya dan minum lagi untuk menggunakan teknik tinju mabuk untuk mengalahkan penjahat utama. Setelah pertarungan panjang, Wong dan teman-temannya mengalahkan kaki tangan konsul dan mengakhiri operasi penyelundupan.
***
Budi cukup lama bercerita pake wayang, ya akhirnya selesai juga gitu. Wayang di taruh di kursi kosong. Eko memuji pertunjukkan wayangnya Eko, ya begitu juga dengan ceritanya, ya bagus gitu.
"Main catur saja...Budi!" kata Eko.
"OK. Main catur!" kata Budi.
Budi mengambil papan catur di bawah meja, ya di taruh di atas meja papan catur. Budi dan Eko, ya menyusun dengan baik bidak catur di atas papan catur.
"Ada cerita. Orang yang frustrasi karena keislamannya, ya jadi ingin bunuh diri gitu," kata Budi.
"Kalau itu sih. Orang sakit. Ya di berikan pemahaman dengan baik, ya di sadarkan dengan baik. Ya agar tidak bunuh diri," kata Eko.
"Ya kalau orang itu mau menerima pertolongan orang, ya selamat hidupnya. Ya kalau tidak mau menerima, ya biarkan bunuh diri. Matinya masuk neraka ini!" kata Budi.
"Hidup ini pilihan manusia. Mau masuk neraka atau masuk surga?!" kata Eko.
"Emmm," kata Budi.
Budi dan Eko, ya main catur dengan baik gitu.