CAMPUR ADUK

Tuesday, November 12, 2019

TIMUN EMAS


Pada zaman dahulu, hiduplah sepasang suami istri petani. Mereka tinggal di sebuah desa di dekat hutan. Mereka hidup bahagia. Sayangnya mereka belum saja dikarunai seorang anak pun. Setiap hati mereka berdoa pada Yang Maha Kuasa. Mereka berdoa agar segera diberi seorang anak. Suatu hari seorang mereka. Suatu hari seorang Raksasa melewati tempat tinggal mereka. Raksasa itu mendengar doa suami istri itu. Raksasa itu kemudian memberi mereka biji mentimun.

“Tanamlah biji itu. Nanti kau akan mendapatkan seorang anak perempuan,” kata Raksasa.

“Terima kasih, Raksasa,” kata suami istri itu.

“Tapi ada syaratnya. Pada usia 17 tahun anak itu harus kalian serahkan padaku,” sahut Raksasa.

Suami istri itu sangat merindukan seorang anak. Karena itu tanpa berpikir panjang mereka setuju. Suami istri petani itu kemudian menanam biji-biji mentimun itu. Setiap hari mereka merawat tanaman yang mungkin tumbuh itu dengan sebaik mungkin. Berbulan-bulan kemudian tumbuhlah sebuah mentimun berwarna keemasan.

Buah mentimun itu semakin lama semakin besar dan berat. Ketika buah itu masak, mereka memetiknya. Dengan hati-hati mereka memotong buah hati. Betapa terkejutnya mereka, di dalam buah itu mereka menemukan bayi perempuan yang sangat cantik. Suami istri itu sangat bahagia. Mereka memberi nama bayi itu Timun Emas.

Tahun demi tahun berlalu. Timun Emas tumbuh menjadi gadis yang cantik. Kedua orang tuanya sangat bangga padanya. Tetapi mereka menjadi sangat takut. Karena pada ulang tahun Timun Emas yang ke -17, sang Raksasa datang kembali. Raksasa itu menagih janji untuk mengambil Timun Emas.

Petani itu mencoba tenang.

“Tunggulah sebentar. Timun Emas sedang bermain. Istriku akan memanggilnya,” katanya.

Petani itu segera menemui anaknya.

“Anakku, ambilah ini,” katanya sambil menyerahkan sebuah kantung kain.

“Ini akan menolongmu melawan Raksasa. Sekarang larilah secepat mungkin,” katanya.

Maka Timun Emas pun segera melarikan diri.

Suami istri itu sedih atas kepergian Timun Emas. Tapi mereka tidak rela kalau anaknya menjadi santapan Raksasa. Raksasa menunggu cukup lama. Ia menjadi tak sadar. Ia tahu, telah dibohongi suami istri itu. Lalu ia pun menghancurkan pondok petani itu. Lalu ia mengejar Timun Emas ke hutan.

Raksasa segera berlari mengejar Timun Emas. Raksasa semakin dekat. Timun Emas segera mengambil segenggam garam dari kantung kainnya. Lalu garam itu ditaburkan ke arah Raksasa. Tiba-tiba sebuah laut yang luas pun terdampar. Raksasa terpaksa berenang dengan susah payah.

Timun Emas berlari lagi. Tapi kemudian Raksasa hampir berhasil menyusulnya. Timun Emas kembali mengambil benda ajaib dari kantungnya. Ia mengambil segenggam cabai. Cabai itu dilemparkanya ke arah Raksasa. Seketika pohon dengan ranting dan duri yang tajam memerangkap Raksasa. Raksasa berteriak kesakitan. Sementara Timun Emas berlari menyelamatkan diri.

Tapi Raksasa sungguh kuat. Ia lagi-lagi hampir menangkap Timus Emas. Maka Timun Emas pun mengeluarkan benda ajaib ketiga. Ia menebarkan biji-biji mentimun ajaib. Seketika tumbuhlah kebun mentimun yang sangat luas. Raksasa sangat letih dan kelaparan. Ia pun makan mentimun-mentimun yang segar itu dengan lahap. Karena terlalu banyak makan, Raksasa tertidur.

Timun Emas kembali melarikan diri. Ia berlari sekuat tenaga. Tapi lama kelamaan tenaganya habis. Lebih celaka lagi karena Raksasa terbangun dari tidurnya. Raksasa lagi-lagi hampir menangkapnya. Timun Emas sangat ketakutan. Ia pun melemparkan senjatanya yang terakhir, segenggam terasi udang. Lagi-lagi terjadi keajaiban. Sebuah danau lumpur yang luas terhampar. Raksasa terjerembab ke dalamnya. Tangannya hampir menggapai Timun Emas. Tapi danau lumpur itu menariknya ke dasar. Raksasa panik. Ia tak bisa bernapas, lalu tenggelam.

Timun Emas lega. Ia telah selamat. Timun Emas pun kembali ke rumah orang tuannya. Ayah dan Ibu Timun Emas senang sekali melihat Timun Emsa selamat. Mereka menyambutnya.

“Terima kasih, Tuhan. Kalau telah menyelamatkan anakku,” kata mereka gembira.

Sejak saat itu Timun Emas dapat hidup tenang bersama orang tuanya. Mereka dapat hidup bahagia tanpa ketakutan lagi.

SANGKURIANG


Pada zaman dahulu, di Jawa Barat hiduplah seorang putri Raja yang bernama Dayang Sumbi. Ia mempunyai seorang anak laki-laki yang bernama Sangkuriang. Anak tersebut sangat gemar berburu di dalam hutan. Setiap berburu di dalam hutan. Setiap berburu, dia selalu ditemani oleh seekor anjing kesayangannya yang bernama Tumang. Tumang sebenarnya adalah titisan Dewa, dan juga Bapak kandung Sangkuriang, tetapi Sangkuriang tidak tahu hal itu dan Ibunya memang sengaja merahasiakannya.

Pada suatu hari, seperti biasanya, Sangkuriang pergi ke hutan untuk berburu. Setelah sesampainya di hutan, Sangkuriang mulai mencari buruan. Dia melihat ada seekor burung yang sedang bertenggger di dahan, lalu tanpa berpikir panjang Sangkuriang langsung menembaknya, dan tepat mengenai sasaran. Sangkuriang lalu memerintah Tumang untuk mengejar buruan tadi, tetapi si Tumang diam saja dan tidak mau mengikuti perinta Sangkuriang. Karena sangat jengkel pada Tumang, maka Sangkuriang lalu mengusir Tumang dan tidak diijinkan pulang ke rumah bersamanya lagi.

Sesampainya di  rumah, Sangkuriang menceritakan kejadian tersebut kepada Ibunya. Begitu mendengar cerita dari anaknya, Dayang Sumbi sangat marah. Diambilnya sendok nasi, dan dipukulkan ke kepala dengan perlakuan Ibunya, maka Sangkuriang memutuskan untuk pergi mengembara, dan meninggalkan rumahnya.

Setelah kejadian itu, Dayang Sumbi sangat menyesali perbuatannya. Ia berdoa setiap hari, dan meminta agar suatu hari dapat bertemu dengan anaknya kembali. Karena kesungguhan dari doa Dayang Sumbi tersebut, maka Dewa memberinya sebuah hadiah berupa kecantikan abadi dan usia muda selamanya.

Setelah bertahun-tahun lamanya Sangkuriang mengembara, akhirnya ia berniat untuk pulang ke kampong halamannya. Sesampainya di sana, dia sangat terkejut sekali, karena kampong halamannya sudah berubah total. Rasa senang Sangkuriang tersebut bertambah ketika saat di tengah jalan bertemu dengan seorang wanita yang sangat cantik jelita, yang tidak lain adalah Dayang Sumbi. Karena terpesona dengan kecantikan wanita tersebut, maka Sangkuriang langsung melamarnya. Akhirnya lamaran Sangkuriang diterima oleh Dayang Sumbi, dan sepakat akan menikah di waktu dekat. Pada suatu hari, Sangkuriang meminta  ijin calon istrinya untuk berburu di hatan. Sebelum berangkat, Ia meminta Dayang Sumbi untuk mengencangkan dan merapikan ikat kepalanya. Alangkah terkejutnya Dayang Sumbi, karena pada saat dia merapikan ikat kepada Sangkuriang, Ia melihat ada bekas luka. Bekas luka tersebut mirip dengan bekas luka anaknya. Setelah bertanya kepada Sangkuriang tentang penyebab lukanya itu, Dayang Sumbi bertambah terkejut, karena ternyata benar bahwa calon suaminya tersebut adalah anaknya sendiri.

Dayang Sumbi sangat bingung sekali, karena dia tidak mungkin menikah dengan anaknya sendiri. Setelah Sangkuriang pulang berburu, Dayang Sumbi mencoba berbicara kepada Sangkuriang, supaya Sangkuriang membatalkan rencana pernikahan mereka. Permintaan Dayang Sumbi tersebut tidak disetujui Sangkuriang, dan hanya dianggap angin lalu saja.

Setiap hari Dayang Sumbi berpikir bagaimana cara agar pernikahan mereka tidak pernah terjadi. Setelah berpikir keras, akhirnya Dayang Sumbi menemukan cara terbaik. Dia mengajukan dua buah syarat kepada Sangkuriang. Apabila Sangkuriang dapat memenuhi kedua syarat tesebut, maka Dayang Sumbi mau dijadikan istri, tetapi sebaliknya jika gagal maka pernikahan itu akan dibatalkan. Syarat yang pertama Dayang Sumbi ingin supaya sungai Citarum di benung. Dan yang kedua membuat sampan yang sangat besar untuk menyeberangi sungai. Kedua syarat itu harus diselesaikan sebelum fajar menyingsing.

Sangkuriang menyanggupi kedua permintaan Dayang Sumbi tersebut, dan berjanji akan menyelesaikannya sebelum fajar menyinsing. Dengan kesaktian yang dimilikinya, Sangkuriang lalu mengerahkan teman-temannya dari bangsa Jin untuk membantu menyelesaikan tugasnya tersebut. Diam-diam, Dayang Sumbi mengintip hasil kerja dari Sangkuriang. Betapa terkejutnya dia, karena Sangkuriang hampir menyelesaikan semua syarat yang diberikan Dayang Sumbi sebelum fajar.

Dayang Sumbi lalu meminta bantuan masyarakat sekitar untuk menggelar masyarakat sekitar untuk menggelar kain sutera berwarna merah di sebelah timur kota. Ketika melihat warna memerah di timur kota, Sangkuriang mengira kalau hari sudah menjelang pagi. Sangkuriang langsung menghentikan pekerjaannya dan merasa tidak dapat memehuni syarat yang telah diajukan oleh Dayang Sumbi.

Dengan rasa jengkel dan kecewa, Sangkuriang lalu menjebol bendungan yang telah dibuatnya sendiri. Karena jebolnya bendungan itu, maka terjadilah banjir dan seluruh kota terendam air. Sangkuriang juga menendang sampan besar yang telah dibuatnya. Sampan itu melayang dan jatuh tertelukup, lalu menjadi sebuah gunung yang bernama Tangkuban Perahu.

CIUNG WANARA

Dahulu berdirilah sebuah kerajaan besar di pulau Jawa  yang disebut Kerjaan Galuh, ibukotanya terletak di Galuh dekat Ciamis sekarang. Dipercaya bahwa pada saat itu kerajaan Galuh membentang dari Hujung Kulon, ujung Barat Jawa, sampai ke Hujung Galuh, yang saat ini adalah muara dari Sungai Brantas di dekat Surabaya sekarang. Kerajaan ini diperintah oleh Raja Prabu Permana Di Kusuma. Setelah memerintah dalam waktu yang lama Raja memutuskan untuk menjadi seorang pertapa dan karena itu ia memanggil menteri Aria Kebonan ke istana. Selain itu, Aria Kebonan ke istana. Selain itu Aira Kebonan juga telah datang kepada raja untuk membawa laporan tentang kerajaan. Sementara ia menunggu di depan pendopo, ia melihat pelayan sibuk mondar-mandir, mengatur segalanya untuk raja. Menteri itu berpikir betapa senangnya akan menjadi raja. Setiap perintah dipatuhi, setiap keinginan terpenuhi. Karena itu ia pun ingin menjadi raja. Saat ia sedang melamun di sana, raja memanggilnya.

“Aria Kebonan, apakah benar bahwa Engkau ingin menjadi raja?” Raja tahu itu karena ia berkelahi dengan kekuatan supranatural.

“Tidak, Yang Mulia, aku tidak akan bisa.”

“Jangan berbohong, Aria kebonan, aku tahu itu.”

“Maaf, Yang Mulia, Saya baru saja memikirkannya.” “Yah, Aku akan membuat engkau menjadi raja selama Aku pergi untuk bermeditasi, Engkau akan menjadi raja dan memerintah dengan benar. Engkau tidak akan memperlakukan (tidur dengan) kedua istriku, Dewi Pangrenyep dan Dewi Naganngrum sebagai istrimu.”

“Baiklah, Yang Mulia.”

“Aku akan mengubah penampilanmu menjadi seorang pria tampan. Nama Anda akan Prabu Barma Wijaya. Beritahulah pada orang-orang bahwa raja telah menjadi muda dan Aku sendiri akan pergi ke suatu tempat rahasia. Dengan demikian engkau akan menjadi raja!”

Pada saat penampilan Aria Kebonan menyerupai Prabu Permana di kusumah itu, tetapi tampak sepuluh tahun lebih muda. Orang percaya pengumuman bahwa ia adalah Raja prabu Permana Di Kusumah yang telah menjadi sepuluh tahun lebih muda dan mengubah namanya menjadi Prabu Barma Wijaya. Hanya satu orang tidak percaya ceritanya. Ia adalah Uwa Bantara lengser yang mengetahui perjanjian antara raja dan menteri tersebut. Prabu Barma Wijaya menjadi bangga dan memperlakukan Uwa Bantara lengser yang tidak dapat melakukan apa-apa. Dia juga memperlakukan kedua ratu dengan kasar. Keduanya menghindarinya, kecuali di depan umu ketika mereka berperilaku seolah-olah mereka istri Prabu Barma Wijaya.

***
Suatu malam kedua ratu bermimpi bahwa bulan jatuh di atas mereka. Mereka melaporkan hal itu kepada raja yang membutnya ketakutan, karena mimpi tersebut biasanya peringatan bagi wanita yang akan hamil. Hal ini tidak mungkin karena ia tidak bersalah memperlakukan kedua ratu sebagai istri-istrinya. Uwa Bantara lengser muncul dan mengusulkan untuk mengundang seorang pertapa baru, yang sebut Ajar Sukaresi- yang tidak lain adalah Raja Prabu Permana Di Kusumah – untuk menjelaskan mimpi yang aneh tersebut. Prabu Barma Wijaya setuju, dan begitu pertapa tiba di istana ia ditanya oleh raja tentang arti mimpi itu.

“Kedua ratu berharapkan seorang anak, Yang Mulia.” Meskipun terkejut dengan jawabannya, Prabu Brama Wijaya masih bisa mengendalikan diri. Ingin tahu seberapa jauh pertapa berani berbohong kepada dia, dia mengajukan pertanyaan lain. “Apakah mereka dan anak perempuan atau anak laki-laki?”

“Keduanya anak laki-laki, Yang Mulia.” Pada hal ini raja tidak bisa lagi menahan diri, mengambil kerisnya dan menusuk Ajar Sukaresi agar dia mati namun Dia gagal. Keris itu bengkok.

“Apakah Raja berkehendak aku mati? Bila begitu, saya akan mati.” Kemudian petapa itu jatuh. Raja menendang mayatnya begitu hebat sehingga terlempar ke dalam hutan di mana ia berubah menjadi seekor naga besar, yang disebut Nagawiru. Di keraton, sesuatu yang aneh terjadi. Kedua ratu memang hamil. Setelah beberapa waktu Dewi Pangrenyep melahirkan seorang putra yang bernama Hariang Banga.

Suatu hari ketika Prabu Barma Wijaya mengunjungi Dewi Naganingrum, secara ajaib janin dalam kandungan Naganingrum yang belum lahir tersebut berbicara: “Barma Wijaya, Engaku telah melupakan banyak janjimu. Semakin banyak Anda melakukan hal-hal kejam, kekuasaan Anda akan semakin pendek..”

***
Peristiwa aneh janin yang dapat berbicara tersebut membuat Raja sangat marah dan takut terhadap ancaman janin tersebut. Dia ingin menyingkirkan janin itu dan segera menemukan cara untuk melakukannya. Dia meminta bantuan Dewi Pangrenyep untuk dapat terlepas dari bayi Dewi Naganingrum yang akan lahir sebagai bajingan menurut impiannya. Dia tidak akan cocok untuk menjadi penguasa negeri ini bersama-sama dengan Hariang Banga, putra Dewi Pangrenyep. Ratu percaya  hal tersebut dan setuju, tetapi apa yang harus dilakukan? “ Kita aakan menukar bayi tersebut dengan anjing dan melemparkannya ke sungai Citanduy.”

Sebelum melahirkan, Dewi Pangrenyep menghimbau Dewi Naganingrum untuk menutupi matanya Naganingrum yang akan lahir sebagai bajingan menurut impiannya. Dia tidak akan cocok untuk menjadi penguasa negeri ini bersama-sama dengan Hariang Banga, putra Dewi Pangrenyep. Ratu percaya  hal tersebut dan setuju, tetapi apa yang harus dilakukan? “ Kita aakan menukar bayi tersebut dengan anjing dan melemparkannya ke sungai Citanduy.”

Sebelum melahirkan, Dewi Pangrenyep menghimbau Dewi Naganingrum untuk menutupi matanya dengan malam (lili) yang biasanya digunakan untuk membatik. Dia berpendapat  bahwa perlakuan ini adalah untuk menghindari Ibu yang sedang melahirkan agar tidak melihat terlalu banyak darah  agar tidak melihat terlalu banyak darah yang mungkin dapat membuat dia pingsan. Naganingrum setuju dan Paum setuju dan Pangrenyep pun menutup mata Dewi Naganingrum dengan lilin, berpura-pura membantu ratu malang tersebut.grenyep pun menutup mata Dewi Naganingrum dengan lilin, berpura-pura membantu ratu malang tersebut. Naganingrum tidak menyadari apa yang terjadi, bayi yang baru lahir itu dimaksukkan ke dalam  keranjang dan dilemparkan ke dalam Sungai Citanduy, setelah ditukar dengan bayi anjing yang dibaringkan di pangkuan sang Ibu yang tidak curiga akan perbuatan jahat tersebut.

Ratu Naganingrum segera menyadari bahwa ia tengah menggendong seekor bayi anjing, ia sangat terkejut dan jatuh sedih. Kedua pelaku kejahatan berusaha menyingkirkan Dewi Naganingrum dari istana dengan mengatakan kebohongan kepada rakyat, tetapi tidak ada yang percaya kepada mereka. Bahkan Uwa Bantara lengser tak dapat melakukan apa-apa karena Raja serta Ratu Dewi Pangrenyep sangat berkuasa. Barma Wijaya bahkan memerintahkan hukuman mati atas Dewi Naganingrum karena dia telah melahirkan seekor anjing, yang dianggap sebagai kutukan dari para dewa dan aib bagi kerajaan. Uwa Bantara lenser mendapat perintah untuk melaksanakan eksekusi tersebut. Dia membawa ratu yang malang ke hutan, namun dia tak sampai hati membunuhnya, ia bahkan membangunkan sebuah gubuk yang baik untuknya. Untuk meyakinkan Raja dan Ratu Pangrenyep bahwa ia telah melakukan perintah mereka, ia menunjukkan kepada mereka, ia menunjukkan kepada mereka pakaian Dewi Naganingrum yang berlumuran darah.

***
Di desa Geser Sunten, tepian sungai Citanduy, hiduplah sepasang suami istri tua yang biasa memasang bubu keramba perangkap ikan yang terbuat dari bambu di sungai untuk menangkap ikan. Suatu pagi mereka pergi ke sungai untuk mengambil ikan yang terperangkap di dalam bubu, dan sangat terkejut bukannya menemukan ikan melainkan keranjang yang tersangkut pada bubu tersebut. Setelah membukanya, mereka menemukan bayi yang menggemaskan. Mereka membawa pulang bayi tersebut, merawatnya dan menyayanginya seperti anak mereka sendiri.

Dengan belalunya waktu bayi tumbuh menjadi seorang pemuda rupawan yang menemani berburu orang tua dalam hutan. Suatu hari mereka melihat seekor burung dan monyet.

“Burung dan monyet apakah itu, Ayah?”

“Burung itu disebut Ciung dan monyet itu adalah Wanara, anakku.”

“Kalau begitu, panggilan aku Ciung Wanara.” Orang tua itu menyetujui karena arti kedua kata tersebut cocok dengan karakter anak itu.

Suatu hari ia bertanya pada orang tuanya mengapa dia berbeda dengan anak laki-laki dari desa tersebut dan mengapa mereka sangat menghormatinya. Kemudian orang tua itu mengatakan kepadanya bahwa ia telah terbawa arus sungai ke desa tersebut dalam sebuah keranjang dan bukan anak dari desa tersebut.

“Orangtuamu pasti bangsawan dari Galuh.”

“Kalau begitu, aku harus pergi ke sana di mencari orang tua kandungku, Ayah.”

“Itu benar, tetapi kamu harus pergi dengan seorang teman. Di keranjang itu ada telur. Ambillah, pergilah ke hutan dan carilah unggas untuk menetaskan telur itu.”

Ciung Wanara mengambil telur itu, pergi ke hutan seperti yang diperintahkan oleh sang orang tua, tetapi ia tidak dapat menemukan unggas. Ia menemukan Nagawiru yang baik kepada dia dan yang menawarkan dia untuk menetas telur. Dia meletakkan telur di bawah naga itu dan taklama setelah menetas, anak ayam tumbuh dengan cepat. Ciung Wanara memasukkannya ke dalam keranjang, meninggalkan orang tua dan istrinya dan memulai perjalannya ke Galuh.

Di ibukota Galuh, sabung ayam adalah sebuah acara olahraga besar, baik raja dan rakyatnya menyukainya. Raja Barma Wijaya memiliki ayam jago yang besar dan tak terkalahkan bernama Si Jeling. Dalam kesombongannya, ia menyatakan bahwa ia akan mengabulkan keinginan apapun kepada pemilik ayam yang bisa mengalahkan ayam juaranya.

Saat tiba, anak ayam Ciung Wanara sudah tumbuh menjadi ayam petarung yang kuat. Sementara Ciung Wanara sedang mencari pemilik keranjang, ia ikut ambil bagian dalam turnamen adu ayam kerajaan. Ayamnya tidak pernah kalah. Kabar tentang anak muda yang ayam jantannya selalu menang dii sabung ayam akhirnya mencapai telinga Prabu Barma Wijaya yang kemudian memerintahkan Uwa Bantara lengser untuk menemukan pemuda itu. Orang tua itu segera menyadari bahwa pemuda pemilik ayam itu adalah putra Dewi Naganingrum yang telah lama hilang, terutama ketika Ciung Wanara menunjukkan padanya keranjang di mana ia telah dihanyutkan ke sungai. Uwa Bantara lengser mengatakan pada Ciung Wanara bahwa raja telah memerintahkan hal tersebut selain menuduh Ibunya telah melahirkan seekor anjing.

“Jika ayam kamu menang melawan ayam raja, mintalah saja kepadanya setengah dari kerajaan sebagai hadiah kemenangan kamu.”

Keesokan paginya Ciung Wanara muncul di depan Prabu Barma Wijaya dan menceritakan apa yang telah diusulkan Lengser. Raja setuju karena dia yakin akan kemenangan ayam jantannya yang disebut Si Jeling. Si Jeling sedikit lebih besar dari ayam jago Ciung Wanara, namun ayam Ciung Wanara lebih kuat karena dierami oleh naga Nagawiru. Dalam pertarungan berdarah ini, ayam sang Raja kehilangan nyawanya dalam pertarungan dan raja terpaksa memenuhi janjinya untuk memberikan Ciung Wanara setengah dari kerajaannya.

***
Ciung Wanara menjadi raja dari setengah kerajaan dan membangun penjara besi yang dibangun untuk mengurung orang-orang jahat. Ciung Wanara merencanakan siasat untuk menghukum Prabu Barma Jaya dan Dewi Pangrenyep. Suatu hari  Prabu Barma Jaya dan Dewi Pangrenyep di undang oleh Ciung Wanara untuk datang dan memeriksa penjara yang baru di bangun. Ketika mereka berada di dalam, Ciung Wanara menutup pintu dan mengunci mereka di dalam. Dia kemudian memberitahu orang-orang di kerajaan tentang perbuatan jahat Barma dan Pangrenyep, orang-orang pun bersorak.

Namun, Hariang Banga, putera Dewi Pangrenyep, menjadi sedih mengetahui tentang penangkapan Ibunya. Ia menyusun rencana pemberontakan, mengumpulkan banyak tentara dan memimpin perang melawan adiknya. Dalam pertempuran, ia menyerang Ciung Wanara dan para pengikutnya. Ciung Wanara dan Hariang Banga adalah pangeran yang kuat dan berkeahlian tinggi dalam seni bela diri pencak silat. Namun Ciung Wanara berhasil mendorong Hariang Banga ke tepian Sungai Brebes. Pertempuran terus berlangsung tanpa ada yang menang. Tiba-tiba muncullah Raja prabu Permana Di Kusumah di dampingi oleh Ratu Dewi Naganingrum dan Uwa Bantara lengser.

“Hariang Banga dan Ciung Wanara!” kata Raja, “Hentikan pertempuran ini adalah pamali berperang melawan saudara sendiri. Kalian adalah sauara, kalian berdua adalah anak-anakku yang akan memerintah di negeri ini, Ciung Wanara di Galuh dan Hariang Banga di timur sungai Brebes, negara baru. Semoga sungai ini menjadi batas dan mengubah namanya dari Sungai Brebes menjadi Sungai pamali untuk mengingatkan kalian berdua bahwa adalah pamali untuk memerangi saudara sendiri. Biarlah Dewi Pangreyep dan Brama Wijaya yang dahulu adalah Aria Kebonan di penjara karena dosa mereka.”

Hariang Banga pindah ke timur dan dikenal dengan Jaka Susuruh. Dia menderikan kerajaan Jawa dan menjadi raja Jawa, sedangkan pengikutnya setia menjadi nenek moyang orang Jawa. Ciung Wanara memerintah kerajaan Galuh dengan adil, rakyatnya adalah orang Sunda, sejak itu Galuh dan Jawa makmur lagi seperti zaman Prabu Permana Di Kusumah.

CINDELARAS


Dahulu kala hiduplah seorang raja bernama Raden Putra yang memiliki dua orang istri. Raden Putra memimpin Kerajaan Jenggala. Istri muda Raden Putra merasa iri kepada istri tua (sang permaisuri) karena menurutnya dialah yang leebih layak menjadi permaisuri. Istri muda mendapat ide untuk mengambil posisi permaisuri dari istri tua Raden Putra. Ia bekerja sama dengan dukun untuk menjatuhkan istri tua dari posisi permaisuri. Istri muda berpura-pura jatuh sakit. Mengetahui hal ini, Raden Putra mencari dukun yang dapat menyembuhkan penyakit istri mudanya. Dukun yang dicari pun tiba di istana. Atas perintah istri muda, si dukun membuat pernyataan palsu tentang penyebab sakit yang di derita istri muda tersebut.

Dukun mengatakan bahwa istri muda sakit karena tidak disukai oleh seseorang dan orang itu telah meracuni makanannya. Orang yang di tuduh itu adalah sang permaisuri. Mendengar itu Raden Putra marah lalu menyuruh patih untuk membawa permaisuri ke hutan dan membunuhnya di sana. Namun, patih percaya bahwa permaisuri tidak melakukan tindakan yang dituduhkan itu dan ia juga kelicikan dari istri muda. Patih tidak membunuh permaisuri agar bertahan hidup di hutan. Permaisuri yang sedang mengandung itu pun berterima kasih atas kebaikan hati sang patih dan mengikuti sarannya untuk bertahan hidup di hutan. Beberapa waktu kemudian permaisuri pun melahirkan seorang putra yang diberinya nama Cindelaras. Ia adalah anak laki-laki yang cerdas dan pandai bergaul. Cindelaras bahkan berteman dengan para penghuni hutan. Suatu hari ketika Cindelaras sedang bermain di hutan, tiba-tiba seekor elang menjatuhkan sebutir telur. Telur tersebut pecah dan keluarlah seekor ayang dengan suara aneh. Anak ayam mengatakan bahwa Cindelaras adalah anak Raden Putra. Cindelaras menceritakan kejadian tersebut kepada Ibunya. Namun, Ibunya mengatakan bahwa Cinderalas adalah orang biasa dan bukan keturunan raja.

Permaisuri berusaha agar Cindelaras tidak mengetahui hal sebenarnya. Namun, pada akhirnya permaisuri pun memberitahukan kebenaran tersebut kepada Cindelaras. Setelah mengetahui kebenaran itu, Cinderalas berangkat menuju Kerajaan Jenggala. Di tengah perjalanan, Cindelaras bertemu dengan orang-orang yang sedang menyaksikan sabung ayam. Cindelaras menantang para pemilik ayam yang sedang bertaruh di sana dan mereka menerima tantangan Cindelaras. Rupanya tidak satu pun ayam yang bisa mengalahkan ayam Cindelaras. Ayam Cindelaras pun terkenal sebagai ayam yang tidak terkalahkan. Berita ini terdengar sampai ke istana Raden Putra. Raden Putra menundang Cinderlaras untuk datang ke istana serta menantang ayam Cindelaras. Raden Putra bertaruh bahwa jika ayamnya kalah maka ia akan menyerahkan seluruh kekayaannya. Akan tetapi, jika ayam Cindelaras yang kalah maka Cindelaras harus rela kepalanya dipenggal. Cindelaras pun menyetujui hal itu. Pertarungan antara ayam Cindelaras dan ayam Raden Putra pun berlangsung. Ayam Cindelaras memenangkan pertandingan tersebut. Ayam itu kemudian mengeluarkan suara aneh yang mengatakan bahwa Cindelaras adalah anak Raden Putra. Raden Putra pun kaget mendengar hal itu. Ketika Raden Putra bertanya, Cindelaras membenarkan hal itu. Tidak lama kemudian, istri tua Raden Putra datang dan menjelaskan bahwa Cindelaras adalah anak Raden Putra. Raden Putra pun menyesal atas keputusan yang pernah dibuatnya. Akhirnya, Raden Putra pun menghukum istri muda serta dukun yang telah memfitnah permaisuri.

SUNGGUH KU MERASA RESAH

Dono santai di ruang tamu sambil baca buku dan minum teh anget. Indro asik nonton sinetron drama kesukaannya. Kasino tetap biasa sibuk dengan urusan kerjaannya yang harus di susun rapih di leptopnya. Indro pun beranjak dari duduknya menuju ruang tamu dan duduk bersama Dono.

Indro pun berkata "Sungguh ku merasah resah."

Dono pun mendengar omongan Indro yang sedikit aneh dan berkata "Apa yang membuat mu resah Indro?"

"Cinta," jawab Indro.

Dono menutup bukunya dan di taruh di meja, lalu menikmati tehnya setelah itu berkata "Cinta, males aku membicarakannya."

"Kenapa Don?" tanya Indro.

"Ya mungkin aku terlalu jenuh menulis tentang cinta. Karena aku mengerti makna kata cinta itu sampai di jalankan," penjelasan Dono.

"Tapi..kan..cinta. Membuat bahagia bagi dua orang yang mencintai sampai ada lagu judulnya cinta," kata Indro.

"Iya bener kamu Indro. Cinta memang membuat bahagia dua orang yang mencintai. Tapi juga bisa jadi menyakiti karena pengkhiatan dari salah satu pihak yang saling mencintai," tambahan Dono.

"Ya...sih. Jika salah satu ingkar janji dari ikatan setia pada akhirnya menyakitkan cinta itu," kata Indro yang tegas.

"Sudahlah jangan membahas cinta!" kata Dono.

"Iya, kalau begitu aku menonton Tv lagi," saut Indro.

Indro beranjak dari duduk bersama Dono kembali nonton Tv di ruang tengah. Dono melanjutkan baca bukunya sambil menikmati teh buatannya. Kasino selesai juga urusan kerjaannya dan menyimpannya dengan baik, baru leptop di matikan. Kasino keluar dari kamarnya dan langsung ke dapur untuk membuat kopi. Setelah kopi jadi, langsung ke ruang tengah untuk menonton Tv.

Indro pun berkata "Sungguh ku merasa resah."

Kasino kaget mendengar omongan Indro dan berkata "Sungguh aku merasa resah. Kaya syair lagu aja."

"Ya memang syair lagu. Tapi bukan syair lagunya, tapi makna gitu...Kasino," kata Indro.

"Makna apa Indro?" tanya Kasino.

"Cinta," jawab Indro.

"Cinta. Emangnya kamu ada masalah dengan cinta...Indro?" tanya Kasino.

"Enggak ada. Urusan cinta ku baik-baik saja," jawab Indro.

"Kalau begitu nonton Tv aja fokusin. Kan acaranya lagi bagus. Yang tonton juga drama lagi. Kisah cintanya kadang lurus sesuai rencana, eee tahu-tahu jadi kusut lagi dan nanti lurus lagi," kata Kasino.

"Nama juga drama. Kalau begitu fokus nonton ah," tegas Indro.

Indro pun fokus lagi nonton Tv, begitu juga Kasino. Dono pun menyelesainkan baca bukunya dan juga teh juga sudah habis. Dono langsung bergerak ke belakang untuk mencuci gelas teh sampai bersih setelah itu di taruh di rak piring. Dono pun ke kamarnya dan menghidupkan leptopnya dan segera mengetik cerita yang di dapatkan dari lingkungan.

BAWANG MERAH DAN BAWANG PUTIH

Zaman dahulu kala di sebuah desa tinggal sebuah keluarga yang terdiri dari Ayah, Ibu dan seorang gadis remaja yang cantik bernama Bawang Putih. Mereka adalah keluarga yang bahagia. Meski Ayah Bawang Putih hanya pedagang biasa, namun mereka hidup rukun dan damai. Namun suatu hari Ibu Bawang Putih sakit keras dan akhirnya meninggal dunia. Bawang Putih sangat berduka demikian pula Ayahnya.

Di desa itu tinggal pula seorang janda yang memiliki anak Bawang Merah. Semenjak Ibu Bawang Putih meninggal, Ibu Bawang Merah sering berkunjung ke rumah Bawang Putih. Dia sering membawa makanan, membantu Bawang Putih membereskan rumah atau hanya menemani Bawang Putih dan Ayahnya mengobrol. Akhirnya Ayah Bawang Putih berpikir bahwa mungkin lebih baik kalau ia menikahi saja dengan Ibu Bawang Merah, supaya Bawang Putih tidak kesepian lagi.

Dengan pertimbangan dari Bawang Putih, maka Ayah Bawang Putih menikah dengann Ibu Bawang Merah. Awalnya Ibu Bawang Merah dan Bawang Merah sangat baik kepada Bawang Putih. Namun lama kelamaan sifat asli mereka mulai kelihatan. Mereka kerap memarahi Bawang Putih dan memberinya pekerjaan berat jika Ayah Bawah Putih sedang pergi berdagang. Bawang Putih harus mengerjakan semua pekerjaan rumah, sementara Bawang Merah dan Ibunya hanya duduk-duduk saja. Tentu saja Ayah Bawang Putih tidak mengetahuinya, karena Bawang Putih tidak pernah menceritakannya.

Suatu hari Ayah Bawang Putih jatuh sakit dan kemudian meninggal dunia. Sejak saat itu Bawang Merah dan Ibunya semakin berkuasa dan semena-mena terhadap Bawang Putih. Bawang Putih hampir tidak pernah beristirahat. Dia sudah harus bangun sebelum subuh, untuk mempersiapkan air mandi dan sarapan bagi Bawang merah dan Ibunya. Kemudian dia harus memberi makan ternak, menyirami kebun dan mencuci baju ke sungai. Lalu dia masih harus menyetrika, membereskan rumah, dan masih banyak pekerjaan lainnya. Namun Bawang Putih selalu melakukan pekerjaannya dengan gembira, karena dia berharap suatu saat Ibu tirinya akan mencintainya seperti anak kandungnya sendiri.

Pagi ini seperti biasa Bawang Putih membawa bakul berisi pakaian yang akan dicucinya di sungai. Dengan bernyanyi kecil dia menyusuri jalan setapak di pinggir hutan kecil yang biasa dilaluinya. Hari itu cuaca sangat cerah. Bawang Putih segera mencuci semua pakaian kotor yang di bawanya. Saking terlalu asyiknya, Bawang Putih tidak menyadari bawasalah satu baju telah hanyut terbawa arus. Celakanya baju yang hanyut adalah baju kesayangan Ibu tirinya. Ketika menyadari hal itu, baju Ibu tirinya telah hanyut terlalu jauh. Bawang Putih mencoba menyusuri sungai untuk mencarinya, namun tidak berhasil menemukannya. Dengan putus asa dia kembali ke rumah dan menceritakannya kepada Ibunya.

“Dasar ceroboh!” bentak Ibu tirinya. “Aku tidak mau tahu, pokoknya kamu harus mencari baju itu! Dan jangan berani pulang ke rumah kalau kau belum menemukannya. Mengerti?”

Bawang putih terpaksa menuruti keinginan Ibu tirinya. Dia segera menyusuri sungai tempatnya mencuci tadi. Matahari sudah mulai meninggi, namun Bawang Putih belum juga menemukan Baju Ibunya. Dia  memasang matanya, dengan teliti diperiksanya setiap juluran akar yang menjorok ke sungai, siapa tahu baju Ibunya tersangkut disana. Setelah jauh melangkah dan matahari sudah condong ke barat, Bawang Putih melihat seorang pengembala yang sedang memandikan kerbaunya. Maka Bawang Putih bertanya: “Wahai Paman yang baik, apakah Paman melihat baju merah yang hanyut lewat sini? Karena saya harus menemukan dan membawa pulang.”

“Ya tadi saya lihat nak. Kalau kamu mengejarnya cepat-cepat, mungkin kau bisa mengejarnya,” kata Paman itu.

“Baiklah Paman, terima kasih!” kata Bawang Putih dan segera berlari kembali menyusuri. Hari sudah mulai gelap, Bawang Putih sudah mulai putus asa. Sebentar lagi malam akan tiba, dan Bawang Putih. Dari kejauhan tampak cahaya lampu yang berasal dari sebuah gubuk di tepi sungai. Bawang Putih segera menghampiri rumah itu dan mengetuknya.

“Permisi….!” Kata Bawang Putih.

Seorang perempuan tua membuka pintu.

“Siapa kamu nak?” tanya Nenek itu.

“Saya Bawang Putih nek. Tadi saya sedang mencari baju Ibu saya yang hanyut. Dan sekarang kemalaman. Boleh saya tinggal di sini malam ini?” tanya Bawang Putih.

“Boleh nak. Apakah baju yang kau cari berwarna merah?” tanya Nenek.

“Ya Nek. Apa….Nenek menemukannya?” tanya Bawang Putih.

“Ya. Tadi baju itu tersangkut di depan rumahku. Sayang, padahal aku menyukai baju itu,” kata Nenek.

“Baiklah aku akan mengembalikannya, tapi kau harus menemaniku dulu disini selama seminggu. Sudah lama aku tidak mengobrol dengan siapapun, bagaimana?” pinta Nenek.

Bawang Putih berpikir sejenak. Nenek itu kelihatan kesepian. Bawang Putih pun merasa iba.

“Baiklah Nek, saya akan menemani Nenek selama seminggu, asal Nenek tidak bosan saja denganku,” kata Bawang Putih dengan tersenyum.

Selama seminggu Bawang Putih tinggal dengan Nenek tersebut. Setiap hari Bawang Putih membantu mengerjakan pekerjaan rumah Nenek. Tentu saja Nenek itu merasa senang. Hingga akhirnya genap sudah seminggu, Nenek pun memanggil Bawang Putih.

“Nak, sudah seminggu kau tinggal di sini. Dan aku senang karena kau anak yang rajin dan berbakti. Untuk itu sesuai janjiku kau boleh membawa baju Ibumu pulang. Dan satu lagi, kau boleh memilih satu dari dua labu kuning ini sebagai hadiah!” kata Nenek.

Mulanya Bawang Putih menolak diberi hadiah tapi Nenek tetap memaksanya. Akhhirnya Bawang Putih milih labu yang paling kecil.

“Saya takut tidak kuat membawa yang besar,” katanya.

Nenek pun tersenyum dan mengantarkan Bawang Putih hingga depan rumah.

Sesampainya di rumah, Bawang Putih menyerahkan baju merah milik Ibu tirinya sementara dia pergi ke dapur untuk membelah labu kuningnya. Alangkah terkejutnya Bawang Putih ketika labu itu terbelah, didalamnya ternyata berisi emas permata yang sangat banyak. Dia berteriak saking gembiranya dan memberitahukan hal ajaib ini ke Ibu tirinya dan Bawang Merah yang serakah langsung merebut emas dan permata tersebut. Mereka memaksa Bawang Putih untuk menceritakan bagaimana dia bisa mendapatkan hadiah tersebut. Bawang Putih pun menceritakan dengan sejujurnya.

Mendengar cerita Bawang Putih, Bawah Merah dan Ibunya berencana untuk melakukan hal yang sama tapi kali ini Barang Merah yang akan melakukannya. Singkat kata akhirnya Bawang Merah sampai di rumah Nenek tua di pinggir sungai tersebut. Seperti Bawang Putih, Bawang Merah pun di minta untuk menemaninya selama seminggu. Tidak seperti Bawang Putih yang rajin, selama seminggu itu Bawang Merah bermalas-malasan. Kalaupun ada yang dikerjakan maka hasilnya tidak pernah bagus karena selalu dikerjakan dengan asal-asalan. Akhirnya setelah seminggu Nenek itu membolehkan Bawang Merah untuk pergi. “Bukankah seharusnya Nenek memberiku labu sebagai hadiah karena menemanimu selama seminggu?” tanya Bawang Merah.

Nenek itu terpaksa menyuruh Bawang Merah memilih salah satu dari dua labu yang ditawarkan. Dengan cepat Bawang Merah mengambil labu yang besar dan tanpa mengucapkan terima kasih dia melenggang pergi.

Sesampainya di rumah Bawang Merah segera menemui Ibunya dan dengan gembira memperlihatkan labu yang dibawanya. Karena takut Bawang Putih akan meminta bagian, mereka menyuruh Bawang Putih untuk pergi ke sungai. Lalu dengan tidak sabar mereka membelah labu tersebut. Tapi ternyata bukan emas permata yang keluar dari labu tersebut, melainkan binatang-binatang berbisa seperti ular, kalajengking, dan lain-lain. Bintang-bintang itu langsung menyerang Bawang Merah dan Ibunya hingga tewas. Itulah balasan begi orang yang serakah.

TERPISAH JARAK DAN WAKTU

Dono lagi santai di ruang tamu sambil mendengarkan musik dari Hpnya. Indro yang selesai masak di dapur dan makan yang di masak Indro di bawa ke ruang tamu, langsung di taruh di meja.

"Don silakan makan pisang gorengnya!" kata Indro.

"Iya," saut Dono.

Dono pun mengambil pisang goreng di piring dan segera memakannya.

"Emmm....enak....Indro," pujian Dono.

"Aku tahu enak. Yang buat koki handal," tambahan Indro memuji dirinya.

Indro pun juga menikmati pisang gorengnya. Indro memang mendengarkan musik dari Hpnya Dono, lalu bertanya "Don. Tumben dengerin musik anime Jepang?"

"Aku lagi suasana yang lain aja," jawab Dono.

"Oh begitu. Tapi memang bagus sih musik anime Jepang," pujian Indro lagi.

Dono terus menikmati pisang gorengannya. Indro pun beranjak dari duduknya untuk mengambil di kulkas. Kasino menyelesaikan pekerjaan mengetik di kamarnya dan langsung menuju ruang tamu. Melihat pisang goreng di meja Kasino segera memakan pisang goreng.

"Enak....nie pisang gorengnya," pujian Kasino.

Dono yang merasa seret di kerongkongan karena makan pisang goreng, mengambil minuman aqua gelas di bawah meja. Segera Dono meminum aqua gelas untuk menghilangkan rasa seret di tenggorokannya.

"Plong rasanya," kata Dono.

Indro membawa minuman kaleng yang di ambil dari kulkas dan di taruh di meja. Indro pun segera meminum minuman kaleng.

"Segernya," kata Indro.

Kasino mengambil Hpnya Dono, lalu buka You tobe untuk mencari musik lain untuk di dengarkan. Eeee ternyata Kasino mendapatkan lagu yang di nyanyikan Sule yang judulnya "Terpisah jarak dan waktu". Hp pun di taruh di meja kembali oleh Kasino.

"Kasino kenapa dengerin musik yang di nyanyikan Sule? Padahal tadi lagi asik dengerin musik anime Jepang!" kata Indro.

"Aku ingin dengerin saja," kata Kasino.

"Dengerin aja atau jangan-jangan ada kaitannya dengan kamu Kasino, terpisah jarak dan waktu?" kata Indro.

"Bisa jadi sih. Nama juga suasana hati. Aku di sini dia di sana," kata Kasino.

"Bener-bener dilema cinta," kata Indro.

"Kasino itu sih di bikin mudah aja. Telpon aja kekasih kamu. Rasa kangen kan terbayar juga nantinya," saran Dono.

"Kalau itu sih sudah di lakukan. Ya tetap saja ingin bertemu langsung berpegangan tangan dan jalan bareng deh. Menikmati kisah cinta antara aku dan dia, sang kekasih pujaan hati," kata Kasino.

"Aku pengen juga. Sama kaya Kasino," kata Indro.

"Kebiasaan kamu Indro ikutan saja," kata Dono.

Dono mengambil Hpnya di meja dan mengganti musik di You tobe dengan musik lain yang dinyanyikan Rara yang berjudul "Ditikam asmara". Hp pun di taruh di meja kembali.

"Don. Kenapa dengerin musik yang di nyanyikan oleh Rara yang judul lagunya 'Ditikam asmara'?" tanya Indro.

"Cuma ingin mendengarkan saja," kata Dono.

"Pastinya kamu Dono, lagi mempelajari syair lagunya untuk jadi bahan tulisan kamu di Blog lagi kan," kata Indro.

"Ya...bisa jadi," kata Dono.

Kasino mengambil Hpnya Dono di meja dan memutar kembali lagu yang di nyanyikan Rara "Ditikam asmara". Kasino mengamati penampilan Rara di vidio tersebut, lalu Kasino berkata "Cantik juga pembawaannya Rara di vidio ini".

"Mana-mana aku lihat," kata Indro langsung dekat Kasino untuk melihat vidio.

"Cantik kan," pujian Kasino.

"Iya....cantik pembawaannya," pujian Indro juga.

Dono mengambil Hpnya di tangan Kasino.

"Udahan lihat dan mendengarkan You tobe musiknya. Ayo ke mesjid. Azan udah di kumandangkan!" kata Dono.

"Ayo ke mesjid!" kata Indro.

"Ok mesjid," kata Kasino.

Dono, Kasino dan Indro segera berbenah-benah, setelah itu ke luar dari rumah menuju mesjid untuk menjalankan kewajiban sebagai muslim yang baik.

PRESIDEN SOEHARTO

MAAFKAN tapi JANGAN LUPAKAN 


"Manusia menjalankan garis hidupnya, sesuai ketentuan Sang Maha Pencipta Skenario hidup telah ditulis, seperti sebuah rel panjang yang harus diikuti."

UNTUK ITU setiap manusia menjalani takdirinya. Berbuat salah atau berprilaku bajik adalah bagian dari takdir itu sendiri. Yang menjadi masalah adalah apakah suatu perbutan itu berhubungan dengan hajat hidup orang banyak atau tidak. Misalnya Fulan yang terjual tempe itu-karena harga keledai menjadi mahal- beralih profesi menjadi maling. Dan dia, mencuri jemuran tangganya. Maka dia hanya merugikan satu orang saja.

Tapi bayangkan bila si Fulan itu adalah pejabat publik. Katakanlah dia menjadi seorang presiden. Ketika dia berprilaku maling, maka yang dirugikan bukan hanya satu dua orang, tapi jutaan orang yang kena imbasnya. Inilah yang diributkan masyarakat Indonesia, akhir-akhir ini saat Pak Harto (Presiden Soeharto) sakit keras, hingga dilarikan ke RSPP Pertamina.

Pak Harto adalah pejabat publik, bukan si Fulan yang penjual tempe itu. Selama 32 tahun memerintah Indonesia. Tak seluruh kebijakannya benar ataupun seluruh kebijakannya salah. Wajar. Tak ada gading yang tak retak, begitu kata pepatah yang bijak di negeri ini. Pak Harto menyadari benar, pepatah itu. Ketika dia lengser keprabon dari jabatannya pada 1997, di depan para menteri dan tokoh-tokoh nasional, dia meminta maaf dengan apa yang telah dilakukannya. 

Maaf. Untuk konteks sebuah keputusan yang melibatkan begitu banyak orang, kata itu sebenarnya tak cukup. Tapi, apakah ada sesuatu kata yang lebih mulia dari maaf, untuk mewakili suatu kesalahan. Islam mengenal taubatan nasukha, permintaan maaf kepada Alloh agar tak mengulangi suatu kekejian terhadap dirinya sendiri ataupun orang lain. Apakah orang yang bersalah, lalu meminta maaf atau taubat, telah bisa lepas tanggung jawab? Bahwa dosanya diampuni atau permintaan maafnya diterima Alloh, itu memang benar. Tapi dia tak lepas dari kewajibannya untuk mengembalikan sesuatu dalam keadaan normal, seperti sediakala.

Inilah rumitnya. Pak Harto telah meminta maaf, dan rakyat Indonesia harus mau tak mau merima kata itu. Meski pada akhirnya apa proses hukum yang akan membuktikan-sampai saat ini pemeritah belum biasa membuktikan korupsi Pak Harto. Masalahnya hukum manusia sangat berbeda dengan hukum Tuhan. Hukum manusia membutuhkan pembuktian, sedangkan Alloh Maha Tahu, pembuktian menjadi sangat tidak perlu.

Alhasil, ketika proses hukum berjalan dan segala bukti tidak kuat, puas tidak puas manusia harus mengakuinya sebagai suatu kebenaran. Hanya saja, manusia tidak bisa lari dari hukum Alloh.

Menjadi orang nomor satu di sebuah negeri adalah pengorbanan. Dia menjadi pelayan rakyat, makmur, bukan seorang raja yang titahnya adalah hukum. Dengan demikian segala perbuatan dan amar keputusannya selalu diamati, ditunggu, disoroti semua orang. Kadangkala keputusannya mengorbankan banyak orang, untuk meraih tujuan negara yang diidealkannya - yang dia harapkan mampu mensejahterakan rakyatnya dan sekaligus mellanggengkan kekuasannya. Tapi itulah semi menjadi menjaga proses menjadi ideal itu tak terganggu, karena dialah yang punya visi sesuatu yang ideal itu.

Maka demikianlah orang-orang besar. Selalu dipuja juga dihujat. Mengenai Pak Harto, kita tahu jasa-jasanya sebagai pemimpin. Kita juga tahu dia pernah  berbuat salah, sebagai manusia juga pemimpin. Namun pada akhirnya, di usia yang senja dengan berbagai penyakit yang menyiksa tubuh, hukuman (itupun kalau terbukti Pak Harto salah) menjadi sesuatu yang mubazir. Di usia itu, hukuman tak pernah membuat efek jera atau mengembalikan sesuatu menjadi normal.

Maka memaafkan adalah yang paling tepat, tapi jangan melupakan. Pak Harto orang besar, sebagaimana mereka yang pernah memerintah negari ini. Pak Harto dan orang-orang besar itu adalah bagian dari sejarah, yang membentuk negeri ini. Suatu  proses selalu melibatkan salah dan benar, mengorbankan atau dikorbankan.

Bila semua orang ingin meghukum, artinya Indonesia akan menjadi negara yang terus menghukum pemimpinnya usai pemerintahannya berakhir. Lantaran presiden juga manusia, pernah berprilaku salah dengan konsekuensi menyengsarakan yang lain. Inilah resiko menjadi pemimpin. Nah untuk ibu, proses pengadilan  memang tetap harus berjalan untuk memutuskan benar atau salah, setelah itu maafkan. Jasa Pak Harto juga luar biasa terhadap rakyat Indonesia. Toh hukuman bagi Pak Harto tak pernah mengembalikan Indonesia seperti dulu lagi.

Karya: Rully Kuswahyudi, S.Sos

JANGAN AJARI ANAK BERBOHONG

"Masih kecil sudah bohong? Jangan keburu panik jika hal itu terjadi pada anak, cucu, atau keponakan Anda. Pahami perilaku itu dan Anda akan menemukan solusi agar berbohong tidak menjadi kebiasannya hingga kebiasaannya hingga dewasa. Dan yang paling penting, Anda pun jangan pula berbohong."

KETIKA ditanya ayahnya siapa yang mengobok-obok akuraium hingga beberapa ikan di dalamnya mati, Tony menjawab, "Nggak tahu." Anak berusia lima tahun itu, malah bilang, "Embak' kali Pa, Tony nggak tahu." Dia mencoba mengarahkan perhatian ayahnya kepada pembantu yang sehari-hari mengasuhnya.

Tentu saja sang ayah tahu bahwa Tony telah berbohong. Apalagi di rumah itu tidak ada orang lain kecuali anak keduanya yang baru berusia 2 tahun dan pembantu rumah tangga mereka. Yang membuat pasangan muda itu resah adalah kenapa anak mereka yang masih kecil sudah bisa berbohong, belajarnya dari mana, apakah hal itu merupakan pertanda bahwa anak akan menjadi bahwa anak  akan menjadi orang jahat kalau dewasa, dan seterusnya. "Masih kecil sudah mulai berbohong, bagaimana nanti kalau benar?" tanya ayah Tony dengan nada khawatir. 

"Tidak usah terlalu khawatir, belum tentu itu merupakan pertanda perilaku yang menyimpang," ujar M. Nilam Widyarini, MSi., kandidat doktor bidang psikologi dari Universitas Gadjah Mada. Namun, bisa dimengerti, menghadapi anak berbohong, orangtua maupun guru di sekolah menjadi khawatir. Jangan-jangan hal itu merupakan kebiasaan  yang akan memburuk jika anak semakin besar.

Harus diakui, anak belajar berbohong dari lingkungan terdekatnya. Seringkali tanda sadar, bahkan orangtua sendiri yang "mengajarkan" berbohong kepada anak-anak. Ambilah contoh, ketika Anda sedang tidak ingin menerima telepon atau tidak ingin menerima tamu, Anda berkata apa? "Tolong bilang saya sedang tidak ada di rumah!" atau mungkin Anda berpesan,"Bilang saja saya lagi tidur, tidak bisa digangu."

Dari situ, diam-diam anak Anda belajar bahwa kalau sedang tidak ingin menghadapi sesuatu, kita bisa memberikan penjelasan lain yang tidak sesuai dengan kenyataan. Bahkan kadang anak justru "menegur", mungkin dengan berkata, "Papa 'kan ada di rumah, kok bilang nggak ada di rumah?" atau "Mama nggak tidur, kok bilangnya tidru?" Bermacam-macam cara orangtua berkelit jika mendapat "teguran" semacam itu.

Menurut DR. Magda Stouthamer-Loeber dari Universitas Pittsburg, AS, dalam Clinical Psychology Review, sejumlah studi memang menunjukkan bahwa kita tidak perlu terlalu khawatir jika mempunyai anak berbohong. Kita baru perlu khawatir bahwa berbohong akan menjadi pertanda problem perilaku di masa depan kalau berbohong itu dibarengi dengan perilaku negatif lain seperti mencuri, berkelahi, dan kabur dari rumah.

Sebuah riset menunjukkan bahwa lebih dari sepertiga anak perempuan berusia 3,5-6 tahun berbohong. Namun, setelah usia 6 tahun, kurang dari sepertiga yang berbohong. Begitu juga pada anak laki-laki. Sepertiga dari anak laki-laki berusia 3,5-8 tahun berbohong, tapi setelah berusia 8 tahun kurang dari sepertiga yang berbohong. 

Itu berarti bahwa peerilaku berbohong itu berlanjut hanya pada lebih sedikit anak. Bahwa semakin bertambah usia anak dan semakin matang kepribadian itu tidak lagi dilakukan.

Menurut Stouthamer Loerber, sebanyak 19 persen orangtuanya berbohong, dan ada 14 persen guru yang menyatakan muridnya berbohong. Dan ternyata hanya 3 persen anak yang tergolong sebagai pembohong kronis dan betul-betul memerlukan suatu terapi.

Seorang anak melakukan kebohongan biasanya bukan tanpa maksud atau tujuan  tertentu. Dalam buku Changing Children's Behavior karya Helen & John Krumbolta antara lain dinyatakan bahwa seorang anak belajar berkata benar atau belajar berkata bohong itu tergantung pada konsekuensi yang akan timbul setelah ia melakukannya.

Bila konsekuensi yang ia dapatkan dari berkata bohong adalah sebuah reward  (ganjaran atau hadiah), dapat dipastikan bahwa anak tersebut akan mengulangi berkata bohong lagi. Sebaliknya, jika konsekuensi dari berkata bohong adalah mendapatkan suatu punishment (hukuman), anak akan cenderung untuk berhenti berbohong. 

Dengan kata lain, seorang anak berkata bohong karena ia memiliki salah satu dari dua tujuan, yaitu untuk mendapatkan ganjaran, atau untuk menghindari hukuman.

Pada kasus Tony, ia berbohong kepada ayahnya bahwa bukan dirinya yang mengolok-olok akuarium,  dengan maksud menghindari hukuman. Anak kadang juga berbohong dengan menegaskan bahwa susu di gelas yang disediakan untuknya sudah dihabiskan, padahal susu tersebut diberikannya kepada kucing. Kebohongan diucapkannya karena tidak mau menerima hukuman.

Adapun ganjaran yang paling umum diharapkan oleh anak-anak yang berbohong adalah supaya mendapatkan perhatian dari orangtua atau dari teman bermainnya. Mungkin Anda pernah mendengar seorang anak berkata kepada temannya bahwa ayahnya punya pesawat terbang, padahal tidak. Ia berbohong supaya menarik perhatian teman-temannya.

Contoh lain adalah anak yang berbohong dengan mengatakan bahwa yang membersihkan tempat tidur adalah dia sendiri, padahal bukan. Ia melakukan kebohongan itu karena ingin mendapat perhatian dari orangtuanya. 

Berbohong untuk mendapatkan ganjaran maupun menghindari hukuman, menurut dosen Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma, Jakarta, Nilam Widyarini, Msi., tak dapat dibiarkan. Meski demikian, kita tidak perlu terlalu mencemaskannya bahwa hal itu merupakan suatu penyimpangan perilaku.

Jika anak, cucu, atau keponakan Anda berbohong, ada dua hal yang perlu diperhatikan, yaitu (1) tetapkan konsekunsi yang jelas jika kebohongan dilakukan; dan (2) tunjukkan atau berikan konsekuensi dengan sedikit kata-kata. Misalnya dengan berkata,"Ibu merasa bahwa kamu tidak menyatakan yang sebenarnya, maka seminggu ini kamu tidak boleh nonton teve."

Jika ternyata Anda keliru bahwa sebenarnya anak Anda tidak berbohong, Nilam menyarankan untuk meminta maaf kepadanya. Setelah itu perbaiki perasaannya dengan melakukan sesuatu yang disepakati bersama.

Hal yang juga perlu diperhatikan adalah, sebaliknya Anda tidak membahas kebohongan itu panjang lebar dengan anak pada saat ia berbohong. Salah-salah, hal itu akan membuat anak bingung dan mengira bahwa ia justru mendapatkan perhatian dengan berbohong, sehingga lain kali mungkin malah akan mengulangi berbohong.

Jika Anda merasa perlu memberikan nasihat kepadanya, lakukan beberapa saat kemudian. Dan supaya anak-anak mengulangi berkata jujur, berikanlah pujian ketika ia berkata jujur. Jangan lupa, sesuatu yang menyenangkan cenderung untuk diulangi.//**

DIA SUDAH MINTA MAAF

Matahari sudah agak jauh condong ke barat. Akan tetapi, udara tetap terasa amat panas. Barangkali karena gumpalan-gumpalan awan yang memenuhi kaki langit ikut menjerang bumi dengan memantulkan ke bawah sinar matahari yang diterimanya; panas dan lembab.

Ketika itu, sebuah bus antarkota sedang melaju ke arah timur. Penumpangnya penuh. Hampir semua penumpang merasa gerah karena kendaraan yang besar itu tidak dilengkapi penyeduk udara (Air Conditioning (AC). Banyak penumpang yang menggunakan koran sebagai kipas. Banyak pula penumpang yang mengantuk dengan keringat membasahi wajah. Akan tetapi, ada seorang di antara mereka yang kelihatan masih segar. Dia seorang laki-laki yang sejak lama asyik dengan teka-teki silang. Demikian asyiknya sehingga dia tidak menyadari situasi di sekelilingnya. Bahkan, mungkin dia tidak sadar di manakah bus yang ditumpanginya itu sedang berada.

Lelaki itu tetap asyik. Tanpa mengangkat muka, dia mengambil rokok dari sakunya. Lalu, korek api dinyalakan dan anak korek api yang masih menyala itu dilempar keluar jendela. Tetapi, lelaki itu terperanjat ketika ada suara membentak dengan kasarnya. "Kamu mau mampus? Kamu tak punya mata? Kamu tak mengerti di sini pompa bensin?" dengus pelayan pompa bensin.

Kebakaran memang tidak terjadi. Akan tetapi, karena sadar akan kelengahannya, lelaki itu diam seribu bahasa. Wajahnya pucat. Sementara itu, pelayan pompa bensin terus memberondongnya dengan kata-kata pedas, bahkan bernada menghina. Para penumpang lain serta awak bus ikut terpengaruh oleh suasana yang panas. Mereka pun berganti-ganti mencurahkan kekesalan mereka kepada lelaki yang lengah itu.

"Kamu tahu, kita semua bisa menjadi arang bila bus ini terbakar?"

"Kamu mau menanggung anak-istri kami andalkan kami mati terbakar di sini?"

"Ini bus, Bung! Bukan gerobak. Jalannya pakai minyak yang mudah terbakar! Bung orang kampung, ya?"

Barangkali dalam upaya menghentikan kata-kata pedas yang terus mengalir, lelaki yang merasa bersalah itu bangun. Wajahnya masih pucat. Dengan bibir gemetar dia membuka suara.

"Bapak, Ibu, Saudara sekalian, saya minta maaf. Saya memang bersalah dan sekarang tak bisa lain kecuali minta maaf kepada Bapak, Ibu, dan Saudara sekalian."

Boleh jadi lelaki itu ingin menambah kata-katanya. Akan tetapi, sebuah suara yang keras menghentikan lidahnya.

"Enak saja kamu minta maaf! Apakah kalau benar-benar terjadi kebakaran kamu juga akan minta maaf kepada kami yang mungkin sudah menjadi mayat?"

Cacian lain masih datang beruntun. Lelaki itu memandang sekeliling dan dilihatnya wajah-wajah yang tidak bersahabat. Kemudian, dengan tenang dia mengemasi barang-barangnya. Dia turun di pompa bensin itu juga, boleh jadi karena tidak tahan mendengar ocehan yang menyakitkan dan terus berkepanjangan. Di pintu bus dia masih sempat menoleh ke dalam untuk sekali lagi minta maaf kepada para penumpang yang lain.

CAMPUR ADUK

MUMBAI XPRESS

Malam gelap bertabur bintang di langit. Setelah nonton Tv yang acara sepak bola. Budi duduk dengan santai di depan rumahnya sedang baca cerp...

CAMPUR ADUK