"Apakah orang Lampung masih percaya dengan jimat?" kata Budi.
"Ada yang percaya ada juga yang tidak. Kalau aku ingat baik, ya ada sih teman kerja, ya make jimat, ya isinya ayat-ayat al-quran di bungkus dalam sebuah kain dan jadi kan kalung, ya untuk melindungi diri dari hal-hal yang buruk," kata Eko.
"Apa bedanya dengan kalung yang di tulis nama Tuhan?!" kata Budi.
"Bedalah. Kalau kalung yang bertuliskan nama Tuhan kan di beli dari orang yang menjual. Sedang jimat, ya isinya ayat-ayat al-quran di bungkus dalam sebuah kain dan jadi kalung, ya dari orang pinter sih. Nama orang pinterkan bisa di bilang namanya Mbah sampai namanya Kyai," kata Eko.
"Oooo bedanya pemberian dari orang pinter toh, ya untuk nolak balak," kata Budi.
"Di Lampung ini bermacam suku tinggal di Lampung, ya masih mempertahan kan ilmu-ilmu ini dan itu. Sampai ke anak muda sih menjalankan ilmu ini dan itu," kata Eko.
"Sampai-sampai, ya aku dengar sih dari omongan orang-orang sih, ya pering petuk gitu," kata Budi.
Budi mengambil bakwan goreng di piring, ya di makan dengan baik.
"Pering petuk. Banbu yang penuh dengan mistik kata orang-orang. Bisa juga di jadikan jimat pering petuk. Kalau di jual pering petuk, ya harganya mahal gitu," kata Eko.
Eko mengambil bakwan tahu goreng di piring, ya di makan dengan baik.
"Yang percaya pering petuk sih orang-orang tua sampai anak muda, ya ingin jadi kaya gitu," kata Budi.
"Nama juga manusia. Ingin kaya dan jauh dari kemiskinan," kata Eko.
Eko mengambil gelas berisi kopi di meja, ya di minum dengan baik kopi.
"Pemuda yang memiliki ilmu gaib. Ya melihat pering petuk itu, ya kosong tidak ada isinya," kata Budi.
Budi mengambil gelas berisi kopi di meja, ya di minum dengan baik kopi. Eko menaruh gelas berisi kopi di meja.
"Pemuda yang memiliki ilmu gaib itu berani menyatakan pering petuk itu kosong, ya tidak ada isi sama sekali," kata Eko.
Budi menaruh gelas berisi kopi di meja.
"Kalau ada orang yang marah tentang pering petuk dan benda-benda di jadi kan jimat, ya isi kosong. Pemuda itu malah menatangnya dengan cara, ya orang-orang pinter itu kirimin saja ilmu santet pada pemuda itu," kata Budi.
"Jadi pemuda yang memiliki ilmu gaib, ya menantang orang-orang pinter yang ada di Lampung ini, ya mengirimi ilmu santet. Jadinya perang ilmu gaib dong," kata Eko.
"Apakah hal itu akan terjadi perang ilmu gaib? Kan banyak orang pinter, ya namanya Mbah sampai namanya Kyai, ya ilmunya kan bohongan saja!" kata Budi.
"Iya sih, nama orang pinter itu, ya ilmunya bohongan. Tipu muslihatnya manusia. Ya tujuannya sih nyari uang dengan jalan ilmu mistik. Nolong orang dari masalah ini dan itu," kata Eko.
"Sebenarnya orang yang menjalankan ilmu mistik itu, ya jadi orang pinter agamanya apa?!" kata Budi.
"Agamanya adat istiadat, ya aliran kepercayaan. Ilmu sih bisa di bilang camur aduklah," kata Eko.
"Aku bertemu dengan pengikut ajaran itu. Ya orang itu di undang di acara pengajian, eeee orang itu ya tidak mengikuti pengajian gitu," kata Budi.
"Orang yang telah menjalankan ilmu ini dan itu, ya mistik gitu. Tidak mau mendekati pengajian lah. Takut ilmunya luncur dan hancur," kata Eko.
"Zaman telah maju dengan teknologi dan juga informasi cepat banget di jaringan internet. Masih ada orang-orang seperti itu," kata Budi.
"Nama juga ilmu itu di turunin dengan baik dan di percayain dengan baik," kata Budi.
"Sudah ngomongin tentang hal-hal yang berkaitan dengan jimat ini dan itu, ya ilmu mistik. Lebih baik main catur saja!" kata Eko.
"Ok main catur!" kata Budi.
Budi mengambil papan catur di bawah meja, ya di taruh papan catur di atas meja. Budi dan Eko menyusun bidak catur di atas papan catur dengan baik.
"Pemuda itu berani menantang pada orang-orang pinter yang punya ilmu mistik, ya di kirimin santet. Pemuda itu punya pelindung yang kuat banget," kata Eko.
"Pelindungnya pemuda itu kan roh, ya malaikat dan juga setan. Tuhan bersama pemuda itu," kata Budi.
"Ya sudahlah fokus main catur!" kata Eko.
"Emmmm," kata Budi.
Budi dan Eko, ya main catur dengan baik lah.