Lirik lagu yang di nyanyikan Budi dengan judul 'Mungkinkah' :
Di saat kita 'kan berpisah
Terucapkan janji padamu kasihku
Takkan kulupakan dirimu
***
Budi selesai menyanyikan lagu dan main gitar. Eko dateng ke rumah Budi, ya segera memarkirkan motornya dengan baik. Eko duduk dengan baik.
"Dari mana Eko?!" kata Budi.
"Dari urusan dengan Purnama. Baru deh aku kesini!" kata Eko.
Eko melihat ada roti di piring, ya di meja sih.
"Budi. Rotinya!" kata Eko.
"Makan aja Eko," kata Budi.
Budi menaruh gitar di samping kursi dan beranjak dari duduknya, ya bergerak ke dalam rumah langsung ke dapur untuk membuat kopi. Eko sudah mengambil roti di piring dan di makan dengan baik roti itu. Budi selesai membuat kopi, ya di bawa ke depan rumah. Budi menaruh kopi di meja dan berkata "Kopinya Eko!"
"Emmm," kata Eko masih asik makan Roti.
Plastik pembungkus roti yang ada di meja, ya di ambil Budi dan di buang tong sampah yang ada tutupnyalah.
"Rajin amat Budi," kata Eko.
Eko mengambil gelas berisi kopi di meja dan di minum kopinya dengan baik.
"Ya harus rajinlah urusan sampah. Dari pada orang-orang yang buang sampah sembarangan, ya sampahnya jadinya sarang penyakit," kata Budi.
Eko menaruh gelas berisi kopi di meja.
"Sampah itu tempat sarang penyakit dan menyebabkan masalah karena menyumbat aliran air, ya jadi aliran air mampet dan banjir deh," kata Eko.
"Apalagi...Kota Bandar Lampung ini, ya ikut dalam penanggulangan pandemi covid-19. Ya tujuannya masyarakat harus disiplin segala-segalanya. Agar masyarakat sehat," kata Budi.
"Tetap saja ada yang buang sampah sembarangan secara diam-diam di wilayah lahan orang lain," kata Eko.
"Memang ada itu Eko?!" kata Budi.
"Adalah Budi. Orang kaya, ya rumahnya kan di bangun sebagus mungkin untuk menunjukkan kesombongan orang kaya, ya punya gitu. Tapi urusan sampah saja, ya di buang di pekarangan orang lain, ya bisa di bilang lahan kosong. Orang kaya itu pemalas urusan buang sampah. Apalagi kalau orang kaya itu orang pemerintahan, ya tidak sesuai dengan pekerjaannya sebagai pegawai negeri di pemerintahan kota Bandar Lampung dan juga agama islam lagi, ya malu-maluin dengan status agama islam yang di jalanin dan di yakini itu," kata Eko.
"Jangan-jangan orang itu menggunakan sifat pi' il orang Lampung," kata Budi.
"Mungkin sih. Padahal orang Lampung yang sadar, ya telah di buang sih sifat pi'il mereka semua karena mereka tinggal di ruang lingkup banyak suku lain tinggal di Lampung," kata Eko.
"Masih aja sifat egois di jalankan," kata Budi.
"Mau gimana lagi. Kutukan dari nenek moyang," kata Eko.
"Di daerah lain. Masalah sampah, ya masih ada sih. Karena susah mendidik manusia. Bahwa sampah yang di buang sembarang tempat, ya jadi sarangnya penyakit," kata Budi.
"Sekarang ini penyakit berkembang jadi seperti ini karena ulah siapa?!" kata Eko.
"Manusia itu sendiri, ya tidak disiplin segala-galanya," kata Budi.
"Orang lain yang berbuat dengan cara kebodohan menciptakan penyakit berkembang di sana sini. Orang lain yang imun tubuhnya lemah kena deh penyakit," kata Eko.
"Yang sadar seperti aku, ya menjalankan kedisiplinan dengan baik demi kebaikkan bersama," kata Budi.
"Emmmm," kata Eko.
"Main catur saja Eko!" kata Budi.
"Ok main catur!" kata Eko.
Eko meminggirkan gelas berisi kopi, piring ada rotinya dan juga gelas berisi kopi punya Budi. Budi, ya mengambil papan catur di meja dan papan catur di taruh di atas meja. Budi dan Eko menyusun bidak catur dengan baik di papan catur dan segera main catur dengan baik.