CAMPUR ADUK

Thursday, June 17, 2021

ALIBABA DAN GEROMBOLAN PERAMPOK

Dono, Kasino dan Indro selesai dari sholat jum'at segera pulang ke rumah. Sampai di rumah. Dono mengetik di kamarnya dengan baik. Kasino menonton Tv di ruang tengah, ya acara Tv yang di tonton berita seputar ini dan itu...pokoknya menarik di tonton saja. Indro di ruang tamu, ya ingin main game di Hp-nya. Saat melihat bukunya Dono di meja, Indro jadi tertarik gitu. Indro mengambil buku tersebut.

"Alibaba dan gerombolan perampok. Judul buku ini," kata Indro.

Indro mulai membuka buku tersebut dan membacanya dengan baik banget.

Isi buku yang di baca Indro :

Dahulu kala, hiduplah dua bersaudara di sebuah kerajaan di negeri Arab. Mereka adalah Kassim dan Alibaba. Kassim sehari-hari berdagang di pasar. Sedangkan adiknya, Alibaba, adalah seorang penebang kayu. Suatu hari, seperti biasanya Alibaba memotong kayu di hutan. Saat sedang mengayunkan kapaknya, Alibaba mendengar suara tanah yang berdebam karena kaki kuda. Alibaba berhenti sejenak untuk melihat siapa yang datang. Ia sangat terkejut ketika melihat puluhan orang berkuda mendekat ke arahnya. Alibaba segera berbalik dan mencari tempat sembunyi. Sayangnya, ia tak menemukan tempat yang cukup aman. Tanpa pikir panjang Alibaba segera memanjat pohon. Dahan dan daun menutupi tubuhnya sehingga tak terlihat dari kejauhan. Dari atas pohon, Alibaba mengamati orang-orang yang datang. Tak jauh dari pohon tempat Alibaba bersembunyi, orang-orang itu menambatkan kuda-kudanya. Mereka turun dari kuda. Masing-masing memanggul kantong yang besar, kecuali seorang pria bertubuh tinggi besar. 

“Hei! Cepat berkumpul di sini!” panggil pria tinggi besar itu. 

“Orang itu mungkin pemimpin kawanan ini,” gumam Alibaba dari atas pohon. 

Pria-pria lain langsung mendekat dan mengerumuninya. Dugaan Alibaba memang benar. Alibaba terus mengawasi mereka karena penasaran. Ia ingin tahu apa yang sebenarnya mereka lakukan. 

“Buah kurma buah ara, pintu gua cepat buka!” Pria tinggi besar itu berteriak lantang. 

Dalam sekejap, pintu gua terbuka. Rupanya pria itu telah memantrai batu-batu yang menutupi gua sehingga terbuka dengan sendirinya. Alibaba berusaha mengingat-ingat mantra yang diteriakkan pemimpin kawanan itu. Alibaba merasa pegal terus berada di atas pohon. Kawanan pria yang diintainya sudah cukup lama masuk ke dalam gua. Kaki dan tangan Alibaba mulai gemetar. Ia berniat turun dari pohon. Namun, tiba-tiba kawanan pria yang masuk ke gua satu per satu mulai keluar. Alibaba mengurungkan niatnya. Dia bertahan di atas dahan. Kawanan itu keluar sambil tertawa-tawa puas. Kantong-kantong yang mereka panggul sudah tak ada lagi. Mereka keluar dengan tangan kosong. 

“Kita bisa berpesta malam ini!” ujar salah seorang di antaranya. 

“Ya. Hasil yang kita dapatkan cukup banyak. Kita bisa beristirahat barang sebulan,” kata pria lain.

“Kalian benar. Ayo, kita rayakan! Kaki unta tak berkatup, pintu gua cepat tutup!” Pria tinggi besar itu meneriakkan sebuah mantra lagi. 

Batu-batu yang menutup gua bergerak sendiri kembali ke tempatnya. Anak buahnya segera menutupi pintu gua dengan daun kering dan semak-semak. Mereka kembali naik ke kudanya. Satu per satu kuda dipacu pergi meninggalkan gua di tengah hutan itu. Alibaba memastikan semua anggota kawanan itu sudah pergi meninggalkan gua. Perlahan-lahan ia turun dari tempat persembunyiannya. Alibaba mendekati pintu gua. Ia menyingkirkan semak dan dedaunan yang menutupinya. Pintu gua tertutup rapat. Batu-batu menutupinya hingga tanpa celah. Tak ada yang mengira bahwa di balik batu itu ada sebuah gua. Alibaba ingin mencoba masuk ke dalam gua. Ia memastikan tak ada orang lain di sana. Alibaba berusaha mengingat-ingat mantra untuk membuka pintu gua. Beberapa kali ia salah mengucapkannya. Pintu gua tak mau terbuka. 

“Buah kurma kaki unta, pintu gua cepat buka!” ujar Alibaba.

Ia menunggu-nunggu pintu gua terbuka. 

“Ah, salah lagi. Pintunya masih tertutup juga. Apa, ya, tadi mantranya? Kalau terlalu lama di sini aku bisa ketahuan,” gumam Alibaba cemas. 

“Akan kucoba sekali lagi. Kalau tak berhasil, lebih baik aku pulang saja sebelum orang-orang itu kembali.” 

Alibaba maju semakin dekat ke pintu gua. 

“Buah kurma buah ara, pintu gua cepat buka!” ucapnya perlahan.

Kali ini mantra Alibaba benar. Pintu gua mulai terbuka. Batu-batu yang menutup pintu gua satu per satu bergeser ke tepi. Alibaba tersenyum senang. Ia segera masuk ke dalam gua. Gua itu begitu gelap. Alibaba menyalakan salah satu obor yang tergantung di dinding gua. Agar aman, Alibaba memutuskan membaca mantra untuk menutup pintu gua. 

“Kaki unta tak berkatup, pintu gua cepat tutup!” Pintu gua pun kembali tertutup oleh bebatuan. 

Alibaba masuk semakin jauh ke dalam gua. Ia menyusuri lorong gua yang sempit, gelap, dan pengap. Hampir saja Alibaba membatalkan niatnya untuk melihat isi gua. Namun, Alibaba diliputi rasa penasaran yang besar. 

“Apa, ya, yang mereka simpan di dalam gua ini? Semoga bukan sesuatu yang menakutkan atau berbahaya,” gumam Alibaba dalam hati. 

Saat tiba di ujung gua, Alibaba terperangah. Ia kini berada dalam ruangan gua yang jauh lebih luas daripada lorong yang ia lewati sebelumnya. Yang lebih membuatnya takjub adalah barang-barang yang terkumpul di sana. Sinar obor yang dibawa Alibaba memantul dan membuat benda-benda berharga di hadapan Alibaba tampak berkilauan. Perhiasan-perhiasan emas, tumpukan koin dinar, pedang berlapis emas, permata-permata yang mahal, dan sutra-sutra yang indah terhampar di depannya. Alibaba hampir tak percaya dengan apa yang dilihatnya. 

“Orang-orang itu sepertinya para perampok dan semua barang berharga ini pasti hasil curian mereka. Akan berbahaya bila aku berlama-lama di sini. Lebih baik aku segera pergi,” kata Alibaba pada dirinya sendiri. 

Namun sebelum meninggalkan gua itu, Alibaba memenuhi kantong-kantong bajunya dengan beberapa perhiasan. Ia segera kembali ke rumah. Alibaba berlari sekencangnya sampai hampir kehabisan napas.

“Ada apa denganmu, Suamiku?” tanya istri Alibaba. 

Ia terkejut melihat suaminya datang sambil berlari. 

“Minumlah dulu, tenangkan dirimu.” 

Alibaba menghabiskan air minum yang dibawakan istrinya. Ia mengatur napasnya yang tersengal-sengal. 

“Apa kau dikejar binatang buas?” tanya istri Alibaba. Alibaba menggeleng. 

“Apa kau bertemu orang jahat?” tanya istrinya lagi. 

Kali ini Alibaba tak menjawab. 

“Lalu apa yang membuatmu terengah-engah seperti ini?” Sang istri semakin penasaran dengan tingkah suaminya. 

“Aku melihat sekawanan perampok saat menebang kayu di hutan,” jawab Alibaba. 

“Ha? Lalu apa yang mereka lakukan? Apa mereka melukaimu?” istri Alibaba tampak khawatir.

“Tidak. Mereka tidak melihatku. Aku bersembunyi.”

“Oh, syukurlah kalau begitu,” ujar istri Alibaba lega. 

Alibaba bangkit dari duduknya. Ia menutup semua pintu dan jendela rumahnya. Sang istri heran melihatnya. Alibaba lalu mulai merogoh kantong-kantong bajunya dan mengeluarkan perhiasan yang dibawanya. Sang istri terperangah.

“Dari mana kau dapatkan semua perhiasan ini?” Alibaba pun menceritakan kisahnya.

Perhiasan yang ia ambil dari gua sebenarnya tak banyak dibandingkan jumlah perhiasan yang ada di sana. Namun kehidupan sederhana yang ia jalani bersama istrinya selama ini membuat apa yang ada di hadapan mereka tampak luar biasa banyak.

“Lalu, mau kita apakan perhiasan-perhiasan ini? Aku tak mungkin memakainya. Orang akan curiga melihat perhiasan seindah ini melekat di tubuhku.”

“Ya, kau benar. Percuma juga kita berlama-lama menyimpannya. Tak akan memberikan manfaat apa pun untuk kita.”

“Bagaimana kalau kita jual saja? Kita bisa mendapatkan uang. Kita pakai uang itu untuk modal berdagang. Dengan begitu kau tak perlu bersusah payah lagi menebang kayu di hutan,” usul istri Alibaba.

“Aku setuju dengan usulmu.” 

“Tapi, Suamiku, perhiasan ini barang curian, bukan?” Alibaba mengangguk. 

“Dan kau mengambilnya dari para perampok. Bukankah sama saja kita mencuri?” Istri Alibaba tersadar barang-barang itu bukan hak mereka. 

“Kau betul. Kalau begitu begini saja. Anggap kita meminjam perhiasan curian ini. Kita jual. Uangnya kita pakai untuk modal. Setelah kita mendapatkan untung dan bisa menjalankan usaha kita sendiri, kita kembalikan uang ini kepada yang berhak.”

“Siapa yang berhak? Kita tak tahu perampok itu mencuri dari mana.”

Alibaba pun bingung. 

“Kita kembalikan ke baitul mal saja. Kita katakan yang sebenarnya pada bendahara kota nanti bila usaha kita sudah berjalan baik. Kurasa itu pilihan paling masuk akal.” 

Istrinya akhirnya setuju. 

“Kalau begitu, lebih baik kita timbang dulu emas-emas ini,” tambah Alibaba. 

“Kita tak punya timbangan. Aku akan pergi ke rumah Kassim dan meminjam timbangannya,” balas istrinya. 

“Pergilah. Tapi ingat, rahasiakan semua ini dari siapa pun termasuk Kassim dan istrinya,” pesan Alibaba.

Istrinya mengangguk. Istri Alibaba segera pergi ke rumah iparnya. Kassim berdagang gandum. Ia memiliki beberapa timbangan di tokonya. Ia pasti tak keberatan meminjamkan salah satu timbangannya. Namun, Kassim tak ada di toko saat istri Alibaba tiba di sana. Istri Kassim yang sedang berjualan di toko.

“Kakak, bolehkah aku meminjam salah satu timbanganmu?” 

“Untuk apa?” tanya istri Kassim.

“Ada beberapa barang yang ingin kutimbang.” 

Istri Kassim curiga. Ia lalu berkata, “Baiklah. Sebentar aku ambilkan. Segera kembalikan setelah kau selesai memakainya. Kami juga membutuhkannya.” 

Istri Kassim mengambil salah satu timbangannya. Namun, sebelum ia menyerahkan timbangan itu pada istri Alibaba, ia telah mengoles lem pada timbangan itu. Ia ingin tahu apa yang ditimbang oleh adik iparnya. Setelah istrinya tiba, Alibaba segera menimbang emas-emas yang dia dapatkan. 

“Aku akan menjual sebagian emas ini. Sisanya simpanlah dulu,” ujar Alibaba pada istrinya.

“Kenapa begitu?”

“Untuk berjaga-jaga bila ternyata usaha kita nanti kurang lancar. Setidaknya kita punya cadangan untuk modal berikutnya. Selain itu, orang pasti akan curiga kalau aku menjual emas sebanyak ini.”

Istrinya mengangguk setuju. Ketika Alibaba pergi menjual perhiasan emas, istrinya pergi mengembalikan timbangan yang ia pinjam. Ia sama sekali tak menyadari ada serpihan emas yang menempel di timbangan. 

“Terima kasih, Kak. Aku kembalikan timbanganmu.”

“Ya, taruh saja di situ,” ujar istri Kassim sambil melayani pembeli. 

Saat toko sedang sepi, istri Kassim buru-buru memeriksa timbangan yang dipinjam istri Alibaba.

“Pasti ada yang menempel di sini. Tadi aku sudah mengoleskan lem yang kuat,” gumamnya. 

Istri Kassim sangat terkejut menemukan serpihan emas menempel di timbangannya. Ia bertanya-tanya dari mana adik iparnya yang miskin itu mendapatkan emas, apalagi sampai perlu ditimbang. Istri Kassim menyimpan rasa ingin tahunya. Ia menunggu suaminya pulang untuk memberitahukan kabar itu. 

“Suamiku, aku punya kabar yang menarik untukmu,” kata istri Kassim tak sabar saat suaminya baru saja tiba. 

“Kabar apa?” Kassim meletakkan barang-barang yang ia bawa dari kota untuk dijual di tokonya.

“Masuklah dulu, akan kuceritakan kepadamu.”

Istri Kassim menarik lengan suaminya. Mereka masuk ke dalam rumah. Ia lalu menceritakan tentang emas yang menempel di timbangan yang dipinjam istri Alibaba.

“Emas? Mana mungkin Alibaba punya emas? Hidupnya saja susah. Tak tentu makan setiap hari,” ujar Kassim tak percaya. 

“Tapi ini buktinya!” Istri Kassim masih bersikukuh dengan pendapatnya. 

“Adikmu itu memang miskin. Tak mungkin punya emas yang sampai harus ditimbang dengan timbangan sebesar ini. Tapi siapa tahu dia baru saja menemukan harta karun,” lanjut istri Kassim. 

“Atau merampok?” kata Kassim dengan nada mengejek.

“Tak mungkin itu. Dia bukan orang seperti itu,” sangkal istri Kassim. 

“Ayolah, pergi dan tanyakan padanya! Siapa tahu kita bisa mendapatkan bagian emas seperti mereka,” bujuk istri Kassim. 

Kassim berpikir-pikir. Tak ada salahnya juga bertanya. Kalaupun Alibaba ternyata tak memiliki emas-emas itu, Kassim pun tak rugi apa-apa. Keesokan harinya Kassim pergi ke rumah Alibaba. Alibaba baru saja akan pergi ke kota untuk membeli barang-barang yang akan dijual lagi di pasar. 

“Kakak? Ada perlu denganku?” tanya Alibaba setelah mempersilakan kakaknya masuk ke rumahnya yang reyot. 

Tanpa basa-basi Kassim pun mengutarakan maksudnya. Ia menanyakan pada Alibaba tentang emas yang tertinggal di timbangan yang dipinjamnya. Tentu saja Kassim tidak bilang kalau timbangan itu sudah diberi lem oleh istrinya. Awalnya, Alibaba menolak memberi tahu Kassim. Alibaba saja tak berani mendekat ke gua itu lagi. Terlalu berbahaya jika sampai ketahuan para perampok yang menyimpan curiannya di sana. Tapi Kassim terus mendesaknya. Alibaba pun menyerah. Alibaba menceritakan semua yang dialaminya di hutan pada kakaknya, juga tentang gua dengan pintu bermantra dan barang curian yang ada di dalamnya. 

“Apa isinya hanya perhiasan emas?” tanya Kassim antusias. 

“Tidak. Ada sutra, barang-barang antik, dan benda berharga lainnya.” 

“Kalau begitu aku harus ke sana. Benda-benda itu seperti harta karun saja. Ayo, kau antar aku gua itu!” pinta Kassim. 

“Tidak! Aku tak mau ke sana. Para perampok bisa datang kapan saja. Mereka terlihat sangat bengis. Bisa-bisa kita tak pulang kalau sampai kepergok mereka.” 

“Kita intai saja dulu. Paling tidak tunjukkan saja gua itu padaku. Biar aku yang masuk sendiri.” 

Kassim lebih senang jika ia masuk ke gua itu sendiri. Dengan begitu ia tak perlu membagi harta di gua itu dengan Alibaba. Ia bisa memilikinya sendiri. Kassim memang seorang yang tamak. Alibaba akhirnya mau memenuhi permintaan Kassim. Ia mengantar Kassim sampai ke dekat gua. Mereka bersembunyi di semak-semak. Alibaba memberitahukan mantra untuk membuka dan menutup pintu gua pada kakaknya. 

“Ingat baik-baik. Jangan sampai salah!” pesan Alibaba. 

“Ya, ya, gampang sekali mantranya. Aku pasti ingat. Sekarang pergilah. Kembali pulang. Aku bisa sendiri.” 

Kassim mengusir Alibaba pulang. Ia tak sabar ingin memasuki gua penuh harta itu. Gua terlihat sepi. Tak ada tanda-tanda kehadiran para perampok di sana. Kassim berhasil mengucapkan mantra untuk membuka pintu gua. Namun, ia tidak berpikiran untuk menutup pintu gua itu selagi dia ada di dalam. Kassim membiarkan pintu gua terbuka. Ia berjalan masuk ke dalam gua sampai ke ujungnya. Kassim terkesima melihat barang-barang berharga terhampar di hadapannya. 

“Dengan harta sebanyak ini, aku tak perlu lagi bersusah payah bekerja. Semua ini tak akan habis dimakan sampai tujuh turunan,” ucapnya sambil terkekeh.

Kassim pun mengemasi harta para perampok ke dalam karung. Saking banyaknya, karung yang dibawa Kassim tak cukup untuk menampungnya. Kassim merasa sayang meninggalkan harta yang tersisa. Ia membongkar lagi karungnya dan menata ulang agar harta-harta itu bisa masuk semua di dalamnya. Ketamakan mengalahkan kewaspadaannya. Kassim begitu asyik dengan harta-harta itu. Ia tak menyadari ada suara gaduh di luar sana. Di luar, ternyata kawanan perampok baru saja tiba. Pemimpin mereka terkejut melihat pintu gua terbuka. 

“Siapa yang telah berkhianat? Pintu gua ini telah kuberi mantra. Tak ada yang tahu selain kawanan kita!” ujarnya marah. 

Pemimpin perampok memeriksa satu per satu anak buahnya. Tak satu pun yang absen. Mereka semua lengkap ada di sana. 

“Ini tidak mungkin. Siapa orang yang telah berusaha masuk untuk mencuri harta kita? Cepat periksa!” perintahnya. 

Dua orang anak buahnya yang bertubuh besar masuk ke dalam gua. Mereka berjalan mengendap-endap agar sasaran mereka tak menyadari kehadirannya. Mereka menemukan Kassim sedang memasukkan harta curian mereka ke dalam karungnya. Dengan mudah kedua anak buah perampok itu meringkus Kassim. Kassim sangat terkejut. Ia ketakutan melihat kawanan perampok yang bengis dan mengerikan. Badan mereka besar. Mereka pun membawa senjata tajam. Ada pedang, golok, dan belati yang tajam.

“Habislah aku,” ratap Kassim. 

Ia menyesal berlama-lama di dalam gua. Seharusnya dia tadi tak membongkar lagi karungnya tapi segera membawa harta itu pergi. Tapi sesal tak ada artinya lagi sekarang. Anak buah perampok menyeret Kassim menghadap pemimpinnya. Pemimpin kawanan perampok itu sangat marah. Ia tak mau ada orang lain yang tahu tempat persembunyian mereka. Ia pun memerintahkan anak buahnya menghukum Kassim. Sementara itu, istri Kassim sangat cemas di rumahnya. Sudah tiga hari Kassim tidak pulang. Ia pun menemui Alibaba dan menanyakannya. Alibaba mengatakan Kassim telah pergi ke gua untuk mengambil harta para perampok. 

“Tolonglah, Alibaba, cari kakakmu itu!” ucap istri Kassim sambil menangis. 

Alibaba menjadi iba. Ia pun pergi ke hutan mencari Kassim. Alibaba mengintai gua dari kejauhan. Ketika dirasa aman, ia mendekat ke gua itu. Alibaba terkejut menemukan Kassim tersungkur tak jauh dari pintu gua. Tubuhnya penuh luka. Ketika memeriksanya, ternyata Kassim sudah tak bernyawa. Para perampok pasti telah memergoki kakaknya. Alibaba sangat bersedih. Ia menyesal telah menceritakan tentang gua penuh harta itu pada Kassim. Tapi sekali lagi, sesal sekarang tak ada artinya. Alibaba pun menggendong kakaknya pulang ke rumah untuk dimakamkan. 

***

Indro selesai baca bukunya.

"Ceritanya bangus banget. Kalau tidak salah pernah di angkat film atau sinetron atau kartun ya?!" kata Indro.

Indro menaruh buku di meja. Indro tidak jadi main game di Hp-nya, ya pindah deh duduknya dari ruang tamu ke ruang tengah. Duduklah Indro di sebelah Kasino. Keduanya asik nonton Tv yang acaranya bagus banget gitu.

"Kasino," kata Indro.

"Apa?" kata Kasino.

"Ada orang yang beragama Islam kerja dengan orang China beragama Konghucu. Orang Islam itu mau ibadah, tapi ternyata tidak di bolehkan sama orang China yang agama Konghucu itu...gimana pendapat Kasino?!" kata Indro.

"Orang China yang agama Konghucu itu....ibadah atau tidak?!" kata Kasino.

"Orang China itu...ibadah sesuai dengan keyakinannya sih agama Konghucu," kata Indro.

"Melarang orang ibadah sesuai dengan keyakinannya. Padahal dirinya orang China itu ibadah sesuai dengan keyakinannya, tetap bodoh juga. Berarti...hukumannya di buat sama aja tidak boleh ibadah juga...orang China itu!" kata Kasino.

"Bodoh toh!," kata Indro.

"Cerita Indro itu pernah di angkat ke film, tapi cerita berbeda. Orang China beragama Kristen bekerja dengan orang China beragama Konghucu. Orang China beragama Kristen ingin ibadah, tapi di larang sama Orang China beragama Konghucu," kata Kasino.

"Melarang orang ibadah sesuai dengan keyakinannya. Padahal dirinya orang China itu ibadah sesuai dengan keyakinannya, tetap bodoh juga. Berarti bener omongan Kasino. Hukumannya tetap sama tidak boleh ibadah juga!" kata Indro.

"Semua itu persoalan kecil di masyarakat. Kurangnya pemahaman ilmu agama yang di pelajari atau di yakini dengan baik. Maka itu hal yang di takukin bisa berkembang menjadi besar. Timbullah konflik...berkepanjang. Perang pendapat, mungkin bisa lebih perang tindakan," kata Kasino.

"Ini semua cuma sekedar cerita saja dan ada ceritanya di masyarakat yang pernah merasakannya," kata Indro.

"Ya sudahlah tidak perlu di bahas lebih jauh lagi!" kata Kasino.

"Iya," kata Indro.

Indro dan Kasino, ya fokus nonton Tv karena memang acaranya bagus banget gitu.

ASAL MULA PULAU IRIAN

Dono dan Indro, ya ruang tengah sedang nonton Tv. Acara Tv yang di tonton, ya acara olahraga gitu lebih tepatnya sepak bola gitu. Dono dan Indro terbawa suasana dengan tontonannya di Tv, hal biasa kalau nonton sepak bola di Tv gitu. Kasino yang selesai mengerjakan kerjaannya di kamarnya, ya keluar dari kamar ke ruang makan untuk makan karena laper gitu. Tahu-tahu di meja ada sebuah buku. Kasino tertarik dengan buku tersebut dan membaca judul buku tersebut "Asal Mula Pulau Irian."

Kasino duduk dan segera membuka buku tersebut, ya di bacanya dengan baik banget.

Isi buku cerita yang di baca Kasino :

Di kampung Sopen, Biak Barat pada zaman dahulu tinggal sebuah keluarga yang mempunyai beberapa anak lelaki. Salah seorang dari anak tersebut bernama Mananamakrdi. Di sekujur tubuh Mananamakrdi dipenuhi kudis. Sangat berbau ia hingga orang-orang tidak tahan berdekatan dengannya. Karena itu Mananamakrdi sangat dibenci, tidak hanya oleh orang-orang di dalam sukunya, melainkan juga oleh saudara-saudara kandungnya. Saudara-saudara kandungnya sudah tidak tahan lagi mendapati Mananamakrdi berada di dekat mereka hingga mereka pun mengusir Mananamakrdi dari rumah mereka.

Mananamakrdi berjalan ke arah timur hingga ia tiba di sebuah pantai. Ia lantas mengarungi lautan luas dengan menaiki perahu yang tertambat di pantai itu. Beberapa saat berlayar, Mananamakrdi mendarat di pulau Miokbudi. Mananamakrdi memutuskan untuk tinggal di pulau itu.

Di pulau Miokbudi banyak ditumbuhi pohon sagu dan juga kelapa. Setiap hari Mananamakrdi memangkur sagu, dari pagi hingga sore hari, untuk memenuhi kebutuhan makannya. Ia juga menyadap air nira dengan bambu dan mernbuat tuak yang dilakukannya setelah selesai memangkur sagu. Pada suatu sore Mananamakrdi terkejut ketika mendapati bambu yang digunakannya untuk menyadap air nira telah kosong. Mananamakrdi sangat kesal. Pada malam harinya Mananamakrdi duduk di pelepah daun kelapa untuk menangkap pencuri air niranya. Hingga larut malam si pencuri belum juga datang.

Menjelang datangnya pagi, sesuatu yang bersinar dari langit mendekati pohon kelapa tempat Mananamakrdi menunggu. Sesuatu itu lantas hinggap di pohon kelapa dan meminum seluruh air nira sadapan Mananamakrdi. Sebelum sesuatu itu hendak kembali, Mananamakrdi bergerak cepat untuk menangkapnya.

“Siapa engkau?” seru Mananamakrdi.

“Aku Sampan si bintang pagi,” jawab sesuatu yang bersinar itu. “Lepaskan aku karena matahari hampir terbit.”

Mananamakrdi tak ingin buru-buru melepaskan Sampan. Ia meminta Sampan menyembuhkan penyakit kudisnya dan memberinya seorang gadis berwajah cantik untuk diperistrinya.

Sampan bersedia memenuhi keinginan Mananamakrdi. Ia menyarankan agar Mananamakrdi menuju pantai di dekat hutan itu. Di pantai itu tumbuh pohon bitanggur. Kata Sampan, “Jika ada gadis yang engkau kehendaki tengah mandi di pantai, lemparkan satu buah bitanggur ke laut. Niscaya gadis itu akan menjadi istrimu.”

Mananamakrdi menuruti saran Sampan. Ia menuju pantai di mana terdapat pohon bitanggur besar Dilihatnya beberapa gadis tengah mandi di pantai itu. Tak ada seorang pun dari gadis-gadis itu yang menarik minatnya. Ia lantas menunggu di bawah pohon bitanggur itu. Pada suatu sore Mananamakrdi melihat seorang gadis berwajah sangat cantik mandi di pantai. Mananamakrdi terpesona padanya. Ia lantas memanjat pohon bitanggur dan melemparkan buah bitanggur ke laut.

Gadis cantik itu bernama Insoraki, putri Kepala Suku dari Kampung Meokbundi. Buah bitanggur yang dilemparkan Mananamakrdi mengenai tubuhnya ketika ia tengah mandi. Meski telah dibuangnya jauh jauh, buah bitanggur itu kembali mendekati dan mengenainya. Karena jengkel, Insoraki lantas pulang ke rumahnya.

Tak berapa lama kemudian Insoraki mengalami kejadian yang sangat mengejutkan. Ia mengandung. Orangtua dan segenap warga Kampung Meokbundi menjadi gempar dan terheran-heran. Bagaimana mungkin Insoraki yang belum bersuami itu mengandung, sementara Insoraksi dikenal sebagai gadis yang baik akhlaknya?

Berselang sembilan bulan kemudian Insoraki melahirkan seorang bayi lelaki. Kembali keanehan didapati warga Kampung Meokbundi ketika melihat bayi lelaki itu tidak menangis ketika dilahirkan, melainkan tertawa. Bayi lelaki itu lantas diberi nama Konori dan dibuatlah pesta ketika bayi itu diberi nama. Mananamakrdi datang menghadiri pesta tersebut. Ketika mendapati Mananamakrdi, Konori mendadak merangkak menuju Mananamakrdi dan berteriak-teriak, “Ayaaah …!”

Orang-orang terperanjat. Kian terperanjat mereka saat Konori menjelaskan bahwa lelaki berpenyakit kudis di sekujur tubuhnya itu adalah ayahnya. Mananamakrdi dan Insoraki akhirnya dinikahkan. Sejak Mananamakrdi tinggal di kampung Meokbundi, Kepala Suku dan warga kampung meninggalkan kampung mereka karena tidak tahan mencium bau busuk dari tubuh Mananamakrdi. Jijik pula mereka melihat tubuh Mananamakrdi yang penuh dengan kudis itu. Kampung Meokbundi pun akhirnya sepi dan hanya dihuni Mananamakrdi, Insoraki, dan Konori.

Mananamakrdi merasa sedih mendapati kenyataan itu. Ia pun menagih janji Sampan. Ia pun mendapat petunjuk. Mananamakrdi lalu membakar kayu-kayu kering. Setelah api membesar, ia memasuki api besar yang membakar itu. Keajaiban pun terjadi. Mananamakrdi keluar dari nyala api dengan tubuh bersih dari penyakit kudis. Wajahnya sangat tampan.

Sejak peristiwa tersebut Mananamakrdi mempunyai berbagai kesaktian. Mananamakrdi lantas menyebut dirinya Masren Koreri yang berarti lelaki yang suci.

Pada suatu hari Mananamakrdi berdoa. Terciptalah kemudian sebuah perahu layar. Mananamakrdi lantas mengajak anak dan istrinya untuk melayari laut luas. Mereka mendarat di wilayah Mandori, di dekat Manokwari. Mananamakrdi dan anak serta istrinya lantas memutuskan berdiam di tempat yang berbukit-bukit itu.

Cuaca di Mandori jika pagi hari sangat dingin dan diselimuti kabut tebal. Ketika matahari terbit, udara berubah menjadi hangat dan kemudian menjadi panas. Ketika mendapati cuaca yang panas, Konori berteriak-teriak memanggil ayahnya,

“Ayah … Irian! Irian!”

Maka, sejak saat itu wilayah itu pun disebut dengan nama Irian yang di dalam bahasa Biak berarti panas.

***

Kasino selesai membaca bukunya.

"Cerita yang bagus. Pinter yang buat ceritanya," kata Kasino.

Kasino membaca pesan moral yang tertulis di buku tersebut "Setiap penyakit itu diturunkan Tuhan dengan obat penyembuhnya. Oleh karena itu jika kita sakit, wajib kita berusaha mencari obat kesembuhannya."

Kasino memahami pesan moral yang tertulis di buku tersebut.

"Berarti tentang wabah penyakit yang berkembang saat ini. Ya covid-19, ya obatnya vaksin itu sih. Pesan moral di buku itu sesuai dengan keadaan," kata Kasino.

Kasino menutup buku tersebut dan segera membuka tudung saji, ya makan gitu. Kasino dengan asik makan sampai perutnya kenyang. Setelah itu, ya di cucilah piring dan gelas....habis di pakai di belakang. Piring dan gelas bersih di taruh di rak. Kasino ke ruang tengah untuk menonton Tv bersama Dono dan Indro. Acara Tv masih acara sepak bola sih. Dono dan Indro masih terbawa suasana tontonan dengan baik. Kasino duduk bersama Dono dan Indro. Ketiganya asik nonton acara Tv yang bagus banget....sepak bola.

PUTRI SALJU DAN TUJUH KURCACI

Dono main ke rumah Rara, ya biasa urusan anak muda mudi zaman sekarang bisa di bilang pacaran gitu ....kangen-kangenan. Obrolan Dono dengan Rara yang romantis kaya cerita artis Billy dekat dengan artis Memes gitu atau kaya artis Risky sama Lesti. Pokoknya cerita artis tema cinta, ya menggelitik sih di hati.....bagus gitu!!!.  Tiba-tiba Dono dapet telpon dari Kasino urusan kerjaan gitu. Dono pamit dengan Rara untuk kerja gitu. Dono pun meninggalkan Rara, ya berangkat ke tempatnya Kasino dengan menggunakan motor. Rara memang sendiri di rumahnya. Rara teringat sebuah buku Dono yang ketinggalan gitu. Rara ke kamarnya untuk mengambil buku. Ternyata buku berada di meja belajar. 

"Buku ini yang ingin aku baca. Teringat kenangan masa anak-anak suka baca buku cerita," kata Rara.

Rara membawa buku tersebut keluar dari kamarnya menuju ruang tengah. Duduk Rara di ruang tengah dan membaca judul buku yang ingin di bacanya "Putri Salju dan Tujuh Kurcaci."

Rara membuka buku tersebut dengan baik dan segera membacanya dengan baik pula.

Isi buku yang di baca Rara :

Pada jaman dahulu kala, ada seorang putri cantik bernama Putri Salju. Dia baik dan lembut serta bersahabat dengan semua hewan. Suatu hari, Putri Salju bertemu dengan seorang pangeran yang menawan. Saat mereka sedang menyanyikan sebuah lagu cinta, ibu tiri Salju Putih yang jahat, sang Ratu, mengawasi mereka.

Ratu sangat cemburu dengan kecantikan putri salju sehingga dia memerintahkan pemburu Huntsman untuk membunuh sang putri. Tapi si pemburu Huntsman tidak mau menyakiti Putri Salju. Dia menyuruh sang Putri pergi jauh sehingga Ratu tidak akan pernah menemukannya. Putri Salju pergi jauh ke dalam hutan. Dia tersesat dan ketakutan hingga dia menemukan sebuah pondok. Sang Putri mengetuk, tapi tidak ada orang di pondok itu. Perlahan dia melangkah masuk. Pondok itu berantakan! Dengan bantuan teman-teman hutannya, Putri Salju membersihkan setiap sudut didalam pondok itu

“Mungkin siapa pun yang tinggal di sini akan membiarkan aku tinggal,” kata Putri Salju.

Di lantai atas, Putri Salju menemukan tujuh tempat tidur kecil. Dia berpikir itu milik anak-anak. Lelah setelah membersihkan seluruh rumah, Putri Salju menguap dan tertidur lelap di ranjang. Sementara itu di sisi hutan yang lain, tujuh Kurcaci berjalan menuju pondok mereka dengan penuh semangat. Setelah bekerja di tambang permata seharian hal yang paling mereka inginkan saat ini adalah beristirahat di pondok mereka yang hangat.

Tujuh Kurcaci terkejut saat mereka menemukan seorang putri di dalam pondok mereka! Saat Putri Salju terbangun, dia terpesona oleh Tujuh Kurcaci: Dopey, Sneezy, Happy, Grumpy, Doc, Bashful, dan Sleepy. Para kurcaci ingin melindungi putri cantik itu dari ratu yang jahat, jadi mereka mengundang Putri Salju untuk tinggal bersama mereka disana. Untuk merayakannya, mereka bernyanyi dan berdansa semalaman.

Di istana, Ratu mengetahui bahwa Putri Salju masih hidup. Dia sangat Marah, dia membuat ramuan ajaib untuk mengubah penampilannya. Rencananya adalah untuk menipu sang putri. Setelah para kurcaci berangkat kerja hari berikutnya, sang Ratu menyamar sebagai wanita pedagang kelontong tua, menawari Putri Salju sebuah apel merah yang indah. Putri Salju mengigit apel itu dan tertidur lelap. Ratu telah meracuninya!

Ketika Para Kurcaci pulang, mereka mengejar Ratu ke puncak sebuah gunung yang penuh badai. Tiba-tiba, petir menyambar gunung, membuat sang ratu terjatuh ke dalam jurang dan tidak pernah terlihat lagi. Semetara itu Putri Salju masih terlelap. Tujuh Kurcaci terus menjaganya siang dan malam. Akhirnya Pangeran Tampan Putri Salju tiba. Dia telah mencari-cari Putri Salju ke seluruh penjuru kerajaan. Pangeran membangunkan Putri Salju dengan ciuman cinta sejati. Mantra jahat itu musnah, Putri Salju dan Pangeran kembali ke kerajaan dan hidup bahagia selamanya.

***

Rara berhenti baca bukunya.

"Cerita yang bagus dan pernah di angkat ke film. Cerita sepanjang masa," kata Rara.

Rara pun menutup buku ceritanya dan buku di taruh di meja. Rara pun mengambil remot di meja untuk menonton Tv. Rara milih chenel Tv yang acaranya bagus gitu. Terpilihlah acara Tv, ya film gitu. Dengan seksama Rara menonton film itu, ya pokok bagus gitu...film yang di tonton film Putri Salju di buat versi terbaru jadi luar biasa bagus banget gitu. Rara asik nonton film tersebut.

CAMPUR ADUK

MUMBAI XPRESS

Malam gelap bertabur bintang di langit. Setelah nonton Tv yang acara sepak bola. Budi duduk dengan santai di depan rumahnya sedang baca cerp...

CAMPUR ADUK