CAMPUR ADUK

Monday, December 16, 2019

HARIMAU! HARIMAU!

Ketika Wak Katok sadar dari pingsannya, dia mencoba duduk, tetapi dia tak dapat menggerakkan tangan dan kakinya, dan kemudian dia tahu, bahwa dia diikat. Kemudian dia teringat apa yang terjadi. Pak Haji yang jatuh tersungkur ditembaknya dan kemudian pergumulannya dengan Buyung. Dia membalikkan kepalanya dan melihat mayat Pak Haji di sampingnya. Dia terkejut. Dia melihat Buyung dan Sanip yang duduk membelakangi pondok dekat api. Hati Wak Katok jadi senang sedikit. Buyung dan Sanip akan dapat dikalahkannya. Mereka masih muda dan belum berpengalaman. Dia akan menakuti mereka. Dia mengangkat suaranya memanggil Buyung. Buyung dan Sanip berdiri dan masuk ke pondok.

"Lepaskan aku," kata Wak Katok, dan sinar matanya mengandung kemarahan dan kebencian.

Buyung dan Sanip diam saja.

"Lepaskan aku, mengapa kalian ikat aku?"

"Wak Katok sudah membunuh Pak Haji," kata Buyung.

"Bukan salahku. Mangapa aku kalian serang?"

"Wak Katok mengirim kami mati," kata Buyung.

"Lepaskan aku, kalau tidak kumanterai kalian. Akan mati kalian, mati dengan perut gembung, aku kirim setan dan jin menyerang kalian, aku sumpahi kalian tujuh turunan......" Dia berhenti, melihat Buyung tersenyum kepada Sanip, dan Sanip tersenyum kembali kepada Buyung.

Buyung teringat sesuatu dan membuka ikat pinggangnya yang menutupi tali-tali jimat yang mengelilingi pinggangnya. Jimat-jimat itu diberikan kepadanya oleh Wak Katok. Dilepaskannya tali jimat perlahan-lahan, digumpalkannya, dan diperlihatkannya kepada Wak Katok, dan kemudian dengan lambatnya lalu dilemparkannya ke api unggun.

"Lepaskan aku, nanti aku beri engkau mantera yang membuat Zaitun tergila-gila padamu," katanya.

"Manteramu palsu, jimatmu palsu, pimpinanmu palsu, engkau palsu" kata Buyung.

"Dan," tambah Buyung dengan kebanggaan dan kesadaran baru" aku akan kawin dengan Zaitun karena dia cinta padaku, bukan karena mantera dan jimat."

"Akan kalian apakan aku?" tanya Wak Katok, dengan suara gemetar.

"Dibawa ke kampung dan diserahkan kepada polisi," kata Buyung.

"Oh, jadi kalian menyangka, kalian dua orang muda yang tak berilmu, akan dapat menangkap Wak Katok? Kalian tak percaya pada ilmuku, pada sihirku, ha? Ha-ha-haaaaaa. Baiklah kita nanti akan melihat tukang siapa yang tinggal di hutan ini, dan siapa yang akan pulang ke kampung....kalian bangsat-bangsat yang tak tahu terima kasih pada guru.....awaslah......" dan Wak Katok mengancam-ancam mereka  lagi, serta menakuti mereka.
....

Esok paginya, Sanip dan Buyung memandikan mayat Pak Haji, menyembahyangkan mayat, dan kemudian menguburkan Pak Haji. Kemudian mereka masak dan makan, dan menyediakan perbekalan,  dan Buyung membuka ikatan kaki Wak Katok, tetapi membiarkan tangannya tetap terikat.

"Ke mana kita?" tanya Wak Katok.

"Memburu harimau," kata Buyung.

"Apaaaa?' Wak Katok berteriak ketakutan," Kalian bawa aku berburu harimau sedang tanganku terikat? Sedikitnya beri aku parang dan buka ikatan tanganku."

"Tak ada gunanya Wak Katok diberi senjata. Waktu Wak Katok memegang senjata  dan berkuasa, Wak Katok tak dapat memakainya untuk membunuh harimau, tapi Wak Katok sendiri yang jadi harimau," jawab Buyung.

....

Mereka makan dalam keadaan siap sedia. Setelah selesai makan, Buyung berbisik pada Sanip, dan kemudian memberi isyarat pada Wak Katok.

"Kaki Wak Katok kami ikat lagi," katanya.

"Mengapa?" tanya Wak Katok.

"Ikut sajalah perintah," kata Buyung.

Akan tetapi, Wak Katok hendak lari, dan Buyung berseru, "Larilah, harimau telah menunggu."

Dan Wak Katok berhenti, tertegun, ketakutannya pada harimau lebih besar lagi. Dia membiarkan kakinya diikat, dan kemudian Buyung dan Sanip menyadarkannya ke pohon, dan sebelum Wak Katok menyadari apa yang mereka lakukan terhadap dirinya, maka Buyung dan Sanip telah mengikatkan badannya ke pohon.

"Kalian buat aku jadi umpan harimau?" matanya terbelatak dan lidahnya hampir kelu.

"Ya," kata Buyung, "tetapi jangan takut, kami lindungi jiwa Wak Katok."

"Tapi bagaimana kalau tembakanmu meleset?" tanya Wak Katok dengan suara gemetar.

"Pakailah segala ilmu Wak Katok untuk membuat tembakanku tepat sekali," jawab Buyung.

"Tidak, tidak, tak boleh engkau buat begitu," seru Wak Katok, "Apa dosaku, maka aku disiksa serupa ini?"

"Dosa Wak Katok? kata Buyung, "Dengarlah, dosa-dosa Wak Katak dahulu kami lupakan, dosa Wak Katok dengan Siti Rubiyah kami lupakan, dosa Wak Katok hendak membunuh kami, dan telah membunuh Pak Haji, kami maafkan, dan biarlah hakim yang mengadili Wak Katok di dunia ini, dan Tuhan nanti di akhirat untuk dosa-dosa itu semuanya. Tetapi Wak Katok di dunia ini, dan Tuhan nanti di akhirat untuk dosa-dosa itu semuanya. Tetapi Wak Katok telah menipu orang banyak, Wak Katok katanya guru dan pemimpin, tapi Wak Katok telah memberi pelajaran palsu, mantera palsu, jimat palsu, pimpinan palsu. Dalam hati Wak Katok selama ini bukan manusia yang bersarang, tetapi harimau yang buas. Kami hanya hendak mengumpan harimau dengan harimau........"

Lalu Buyung memberi isyarat pada Sanip dan mereka berdua menjauhkan diri, kira-kira lima belas meter dari tempat Wak Katok terikat di pohon. Mula-mula Wak Katok diam, akan tetapi ketakutannya semakin membesar. Hutan terasa hening dan sepi. Daun-daun seakan tak bergerak sedikit pun juga. Dia tak lagi dapat menahan diri, dia hendak berteriak, akan tetapi tiba-tiba timbul pula takutnya lebih besar lagi, jika dia berteriak, harimau akan lebih mudah mendengarnya,  dan akan lebih cepat tiba. Akan tetapi, jika dia tak berteriak, harimau pun akan datang .... Ah, telah tibakah harimau, itu suara napas mengembus-hembus di dalam belukar .... krekek-krekek dalam dan daun kering .... Wak Katok tak lagi dapat menahan dirinya, dan berteriak sekeras-kerasnya, teriak manusia yang dicekik kengerian dan ketakutan hati, teriak manusia primitif ketika melihat maut hendak datang hinggap di bahunya.

"Buyuuuuung! di mana engkauuuuuu???? Aduuuuuuh, tolooooong!!! Tolooooooong !!! Kalian tinggalkan aku sendiriiiiiii! Bohong kalian, kalian meninggalkan akuuuuuuu! Bayuuuuuuuu!!! Toloooooong!!"

Lama dia berteriak dan menjerit demikian, hingga suaranya serak, dan setelah dia letih berteriak, dia menangis terisak-isak, lalu menjanjikan uang, sawah dan rumah kepada Buyung dan Sanip, dan ketika ini juga tak berhasil, lalu dia mencoba mengadu Sanip melawan Buyung, menjanjikan Sanip uang, ilmu, harta, asal Sanip mau melepaskannya.

Kemudian dia menangis kembali, dadanya seakan hendak pecah. Sanip sampai tak tahan, dan berbisik padaa Buyung, "Tak kasihan engkau?"

Tetapi Buyung menggelengkan kepalanya. Kemudian tiba-tiba Buyung mengangkat kepalanya. Sebuah tali nalurinya seakan dipetik berdering ... dia mengangkat senapan perlahan-lahan. Belum ada sesuatu yang terdengar.

Mereka menunggu dengan hati berdebar-debar. Kemudian mereka mendengar seakan ada sesuatu bergerak dalam belukar di depannya. Perlahan dan halus sekali. Hanya mata yang amat tajam sekali dan yang memperhatikannya dengan saksama dapat membedakan gerakan itu dengan gerakan daun dan dahan yang dibuai angin. Perlahan-lahan belukar di depan mereka tersibak, dan mereka melihat muka harimau muncul, muka harimau yang telah memburu-buru mereka berhari-hari, yang telah menimbulkan korban begitu banyak di antara mereka. Kini mereka berhadap-hadapan. Hamariu itu memperhatikan tempat yang agak terbuka di hadapannya dan kemudian menegangkan tubuhnya dan sebuah geram kecil timbul di dalam rongga dadanya. Dia melihat kepada Wak Katok yang terikat bersandar ke pohon di hadapannya dengan kepala terkulai. Wak Katok telah beberapa waktu diam, karena keletihan. Akan tetapi dia mengangkat kepalanya ketika mendengar harimau menggeram kecil, dan melihat muka harimau, hanya sepuluh meter di depannya, dia membuka mulutnya hendak menjerit, akan tetapi tiba-tiba kepalanya jatuh terkulai, dan yang keluar dari mulutnya hanyalah bunyi napas yang dikejutkan keluar, dan bunyi erang ketakutan yang menyayat hati.

Harimau itu merendahkan badannya, siap hendak melompat .... Buyung membidik hati-hati... membidikkan senapan tepat ke tengah antara kedua mata harimau. Dengan gembira dia melihat tangannya tak gemetar. Sepanjang hari hatinya selalu bertanya-tanya, dan dia merasa khawatir, apakah dia tidak akan ketakutan dan tak kuasa membidik, tanggannya dan seluruh badannya akan gemetar jika melihat harimau. Akan tetapi kini dia merasa seluruh badannya akan gemetar jika melihat harimau. Akan tetapi kini dia merasa seluruh badan dan pikirannya tenang. Dia tahu apa yang dilakukannya, dia menginsyafi bahaya bahaya besar yang mereka hadapi, dia yakin pada dirinya sendiri. Kemudian melintas dalam kepalanya, dia dapat juga membiarkan harimau menerkam Wak Katok dahulu, biarlah Wak Katok dibunuh harimau, dan kemudian baru dia menembak .... Hatinya tertarik pada pikiran ini .... tetapi dia seakan mendengar bisikan Pak Haji - bunuhlah dahulu harimau dalam hatimu sendiri .... Buyung membidik hati-hati, memberatkan jari telunjuknya pada pelatuk senapan, menunggu .... dan ketika harimau membuka mulutnya mengaum yang dahsyat dan melantarkan badannya menerkam ke arah Wak Katok, pada saat yang sama benar, Buyung menarik pelatuk. Letusan senapan yang keras dan dahsyat berkumandang bergelombang di dalam hutan, bercampur dengan pekik erangan harimau ditahan oleh sebuah tangan raksasa yang maha kuat di udara, dan harimau terhempas di tanah satu meter dari tempatnya melompat, meronta-ronta sebentar di tanah, dan kemudian diam, mati terbujur.


Karya: Mochtar Lubis. 

CERMIN ANTIK

Rose terus memandangi dirinya di depan cermin. Sebuah cermin antik yang sudah ada sejak ia dilahirkan, kira-kira sudah berusia ratusan tahun. Tak henti-hentinya Rose mengelus-elus wajah cantiknya itu.

“Wahai cermin ajaib! Apakah aku sudah kembali menjadi wanita tercantik di kota ini?” ucap Rose tersenyum ke arah cermin.

“Ya tuanku. Sekarang tuanku kembali lagi menjadi wanita tercantik di kota ini, tapi sungguh sangat disayangkan…” Si cermin mulai mengeluarkan kata. “Kecantikan tuanku sekarang ini tak akan bertahan lama, beberapa hari lagi tuanku akan kembali menjadi wanita yang buruk rupa,” lanjut si cermin hingga membuat Rose tersentak kaget.



Sore itu hujan turun dengan lebatnya membasahi bumi. Seorang gadis tampak setengah berlari mencari tempat untuk berteduh. Bajunya basah kuyup karena mulai tadi ia tak kunjung mendapatkan tempat untuk berteduh. Tak jauh dari tempatnya berdiri, terlihat sebuah rumah yang sangat besar dan megah. Ia pun segera berlari menuju ke rumah itu.

“Tok… tok… tok…” pintu bercat putih diketuk gadis itu berulang kali.

“Apa ada orang di rumah?” teriak gadis itu sambil mengetuk kembali pintu bercat putih itu.

Pintu rumah terbuka lebar. Tampaklah wanita cantik ke luar dengan mengenakan gaun putih bermotif bunga.

“Masuklah ke dalam! Hujan masih sangat deras. Tubuhmu sudah menggigil kedinginan,” ajak Rose dengan ramah.

“Terima kasih,” tanpa ragu gadis itu segera masuk ke dalam.

Gadis itu sangat takjub melihat interior rumah itu. Banyak sekali barang-barang antik yang dipadupadankan dengan desain rumah yang bergaya modern. Rose memperlakukan gadis itu dengan sangat ramah. Ia mengganti pakaian gadis itu yang basah kuyup dengan salah satu baju hangatnya yang terlihat mahal. Ia lalu menyuguhkan makanan dan minuman hangat pada gadis itu. Dengan malu-malu gadis itu makan.

“Ikutlah denganku! Ada yang ingin aku tunjukkan padamu!” ajak Rose tiba-tiba.

“Kemana nyonya…?”

“Panggil aja aku Rose! Nanti kau akan tau. Ikutlah denganku sebentar!” Rose menarik tangan gadis itu dan pergi ke suatu tempat.

Rose dan gadis itu sampai ke sebuah ruangan. Ruangan yang tak terpakai tapi tampak sangat bersih. Ada beberapa rak buku dan sebuah cermin antik yang mengisi ruangan tersebut.

“Wahai cermin ajaib! Datanglah padaku!” ucap Rose tiba-tiba sambil mengangkat kedua tangannya dan mengarahkannya ke cermin antik.

Gadis itu terkejut sekaligus bingung dengan apa yang dilakukan Rose pada cerminnya.

“Wahai cermin ajaib! Datanglah padaku, pada tuanmu! Aku sudah membawakan apa yang kamu inginkan.” Rose menarik tangan gadis itu dengan kasar dan menunjukkannya ke cermin antik.

“Apa yang kau lakukan? Lepaskan tanganku!” gadis itu berusaha melepaskan genggaman tangan Rose yang sangat erat.

“Diamlah!”

“Apa kau gila? Kau bicara pada cermin. Sebaiknya kita pergi dari sini, Rose!”

“Apa tuaku sudah membawakan apa yang aku minta?” ucap cermin antik tiba-tiba.

“Ya, ini dia,” ucap Rose sambil menunjukkan genggaman tangannya pada cermin.

Rose melepaskan genggaman tangannya pada gadis itu dan pergi entah kemana, meninggalkannya bersama cermin antik. Gadis itu sangat terkejut melihat cermin antik milik Rose yang baru saja berbicara. Ia tak percaya dengan apa yang baru saja dilihatnya. Berulang kali ia mengucek mata dan mencubit tangannya, berharap ini semua hanya mimpi.

“Wahai gadis cantik! Kau tidak perlu takut padaku. Sebentar lagi kau akan menjadi milikku,” ucap si cermin tertawa.

“Apa maksudmu?” gadis itu perlahan-lahan mundur menjauhi cermin.

BRUK!

Sebuah balok kayu mendarat langsung di kepalanya. Gadis itu jatuh terkulai lemah. Darah mengalir deras di kepalanya. Matanya melihat ke arah Rose seakan tak mengerti apa yang dilakukan Rose padanya. Rose lalu menghadapkan wajahnya ke wajah gadis itu. Wajah gadis itu seketika berubah menjadi tua.

“Apa salahku padamu, Rose? Kenapa kau lakukan ini padaku?” tanya gadis itu dengan suara yang hampir tak terdengar.

Rose tak mempedulikan gadis itu. Ia lalu menyeret tubuh gadis itu ke arah cermin.

“Apa yang kau lakukan? Jangan lakukan itu! kumohon jangan!” pinta gadis itu dengan napas yang tersengal-sengal.

Rose meletakkan tubuh gadis itu di depan cermin. Dengan sekejap cermin menghisap tubuh gadis itu.

“Kerja yang bagus tuanku! Sekarang tubuh dan jiwa gadis ini adalah milikku,” ucap si cermin antik tertawa.

“Ambil saja tubuh dan jiwanya! Aku sama sekali tak peduli. Walaupun seumur hidup aku harus menumbalkan seorang gadis padamu, yang penting selamanya aku akan tetap menjadi wanita tercantik,” ucap Rose tersenyum sambil memandangi dirinya di depan cermin antik.


Karya : Betry Silviana

SEBUAH FIRASAT

“Preng..”

Terdengar pecahan kaca, dari dapur. Tak ada angin yang masuk, hari ini hari yang cerah. Aku menoleh ke dapur, sebuah bingkai foto yang pecah. Yang membaca ini, aku yakin pasti ia akan bingung, mengapa sebuah bingkai ada di dapur. Entahlah, tapi itu selalu berada di sana. “Ibu kok bingkai ini pecah?” tanyaku agak heran.

“Tidak tahu..” ibu menjawab singkat, tampaknya ia tampak biasa saja. Wajahnya datar, tak ada ekspresi.

Tiba-tiba, angin berhembus kencang, perasaan cemas menghantuiku. Aku mempunyai firasat buruk, apa itu? Aku pun tak tahu. Yang pasti firasat itu adalah firasat buruk! Namun, wajah ibu tetap datar dan diam. Aku menutup jendela, dan membereskan pecahan kaca. Aku kembali memajang foto kami satu keluarga dengan bingkai yang botak. Aku menatap foto itu, wajahku yang ada di sana, mataku tampak berubah, jadi lebih aneh, aku bergidik ngeri. Terdengar suara geledek, aku takut dan langsung masuk ke kamar, dan menyelimutiku dengan selimut yang hangat. Mulutku berkomat-kamit membaca doa, berharap tak ada yang terjadi hari ini ataupun esok. Hujan mulai turun, hujan yang deras, sesaat aku bingung, bagaimana hujan deras bisa turun saat musim kemarau panjang ini. Ibu masuk ke kamarku dengan tatapan kosong.

“I… I… Ibu.. Kenapa?” tanyaku bergetar.

Namun, ibu hanya diam. Ia duduk di sebelahku, ia terdiam. Aku ketakutan, sampai hujan reda, aku berlari keluar. Tiba-tiba, aku tertabrak mobil, dan aku tak sadarkan diri.

“Dok bagaimana keadaannya?” samar-samar aku mendengar suara kakakku dan dokter berbicara.

“Ada beberapa syaraf di matanya yang rusak. Jadi, ia mengalami kebutaan. Tenang saja, kebutaannya tidak permanen. Dibutuhkan pendonor mata,” ujar dokter dengan raut yang sedih. “Terima kasih dok.” jawab kakakku lemas.

Jariku mulai bergerak-gerak. Mataku terbuka perlahan, aku tak bisa melihat apa-apa, aku pun berteriak.

“Kakak, aku kenapa kakak? Aku tidak bisa melihat, hidupkan lampunya kakak, aku takut!” aku berteriak dengan histeris sambil menangis.

“Sayang, sabar ya. Kamu mengalami kebutaan…” kakak ikut menangis sambil memelukku.

Aku terdiam, ternyata yang dibicarakan kakak dan dokter benar. Firasatku kemarin juga benar, bentuk mataku yang berubah menandakan aku mengalami kebutaan. Aku mulai menangis, aku harap nantinya ada seseorang yang ingin mendonorkan mata untukku. Aku menghela napas, sejauh itukah ujianku selama ini? Tapi, aku kembali berpikir, bagaimana dengan ibu? Kenapa dia kemarin? Apa ada pertanda buruk lainnya? Gumamku dalam hati. Aku harap, firasat ini tidak terjadi lagi. Aku sungguh takut kehilangan teman dan lainnya.


Karya : Tita Larasati Tjoa

PETUALANGAN DI DUNIA PENYIHIR

Di sebuah desa, ada seorang gadis penyihir yang bernama Levi, ia bermata hijau dan berambut pirang. Levi adalah penyihir tumbuhan, ia juga pandai meracik ramu-ramuan, setiap hari ia pergi ke hutan untuk mencari tanaman yang akan ia jadikan obat. Senja hari saat Levi selesai mencari tanaman dan akan kembali pulang, tiba-tiba.

“Bruuukk,” terdengar ada sesuatu yang jatuh.

“Suara apa itu?” Tanya Levi dalam hati.

“Tolong… Apakah ada orang?”

“Oh, kakimu terkena lendir dari 1mashou, ini harus segera diobati,”

“Tolong aku, ini sakit,”

“Ayo ke rumahku, itu tidak jauh dari sini,”

“Tapi aku tidak bisa berjalan,”

“Baiklah aku bantu berdiri, ulurkan tanganmu,”

“Terima kasih,”

Di rumah Levi.

“Aloe ha kaifukusuru,” Levi membaca mantera dan membalut kakinya dengan tanaman obat. “Untunglah segera diobati jika tidak lukamu akan menyebar, tetapi kenapa kau bisa bertemu hewan buas seperti 1mashou, bukankah hewan itu hanya ada di hutan mephisto yang katanya memiliki banyak sihir jahat.

“Itu benar, tapi aku harus ke sana untuk mencari taman amahara yang ada di balik hutan tersebut dan mengambil tanaman 2hedyotis coryrubosa, obat untuk ibuku yang sedang sakit 3pneumonia,”

“Kau memang pemberani, siapa namamu?”

“Aku Rei, Suzuru Rei, dan kau siapa?”

“Aku Levi Kanazuki, kau bisa memanggilku Levi,”

“Ehh, terima kasih karena sudah menolongku, jadi apa yang bisa aku lakukan untuk membalas budimu,”

“Kalau begitu, kau harus pergi ke hutan larangan dengan melewati ghoul dan mengambil green man, apa kau siap?

“Tapi, bukankah itu mustahil?”

“Hahaha, kau lucu sekali Rei,”

“Jadi kau hanya bercanda Levi,”

“Hehehe, apakah kau mau menjadi temanku, seorang teman kan sudah sewajibnya saling tolong menolong, bukankah begitu,”

“Tentu saja, terima kasih Levi, aku tidak tahu jika aku tidak bertemu gadis sebaik dirimu, mungkin aku sudah mati,”

“Berhentilah berterima kasih, bagaimana jika aku membantumu mencari tanaman hedyotis corymbosa,”

“Baiklah, terima kasih Levi,”

—-

Note:

1) Mashou: Hewan seperti serigala yang memiliki 2 kepala dan salah satu kepalanya mempunyai lendir yang bisa membakar kulit.

2) Hedyotis coryrubosa: Rumput muatiara

3) Pneumonia: Sakit infeksi pada paru-paru dikarenakan bakteri/virus.


Karya : Nanda’C

DUMMY DOLL

Hidup Mita sangat menderita, itu semua karena ulah temannya, tapi setelah ada Dummy, Mita tidak lagi sendiri ia juga memiliki teman yang dapat melindunginya.

Mita adalah salah satu murid dari SMP Sampurna Jaya, dari bayi ia mengalami penyakit gangguan otak, akibatnya Mita memiliki prilaku seperti anak yang berusia 5 tahun dibawahnya, atau bisa dibilang seperti anak kecil. Mita adalah anak yang sangatlah cerdas, kecerdasannya diatas rata-rata, karena itulah Mita tidak disekolahkan di SLB melainkan ia disekolahkan di salah satu SMP unggulan. Tapi, Mita tidak pernah diperlakukan baik oleh teman-temannya, dan pada suatu saat teman-temannya merencanakan sesuatu, mereka mengikuti setiap kegiatan Mita, mulai dari berangkat sekolah, hingga pulang sekolah. Akhirnya, mereka mengetahui semua kesukaan dan ketakutan Mita pada suatu benda.

Keesokan harinya, saat Mita baru masuk kelas, semua terasa berbeda, semua teman-teman Mita baik kepadanya, banyak yang menawarkan tempat duduk, makanan, dan camilan padanya, juga ada yang ingin menemani dia ke kantin, ke perpustakaan, bahkan pulang kerumahnya. Tapi Mita tidak merasakan apa-apa, dia tidak merasakan bahwa ada yang berbeda dengan teman-temannya, dia hanya menikmati hari-harinya tanpa merasa ada beban dalam dirinya.

Keesokan pagi, sebelum Mita berangkat kesekolah, kakak Mita bernama Baim sudah menyiapkan sarapan untuknya, “Dik, sepertinya belakang-belakangan ini kamu terlihat sangat ceria, apa kamu punya teman baru?, atau kamu sekarang memiliki banyak teman?” Tanya Kak Baim kepada Mita. Ucapan Kak Baim membuat mita tersenyum. “oh ya, Mita ayo cepat makannya, sudah jam 07.30 nanti kamu telat”. Mita yang mendengarnya hanya mengangguk-angguk dengan pelan sambil mengunyah makanan yang ia makan.

Sesampainya disekolah, salah satu teman Mita, menjemput Mita di depan pagar sekolah dan berkata “Mita, kamu sudah datang? Ikutlah denganku, aku ada kejutan untukmu” ucap temannya kepada Mita sambil menarik tangan Mita. “Bersenang-senanglah” teriak Kak Baim dari kejauhan. Mita hanya melambaikan tangan kepada Kak Baim. Tibalah Mita dan temannya di suatu ruangan, ruangannya sangat gelap gulita, tidak ada sama sekali cahaya yang masuk, tiba-tiba terdengar suara tangisan, denyitan, lagu-lagu aneh dan banyak hal-hal yang tidak Mita suka, semua berada disana, Mita sangatlah ketakutan, ia pun menangis dan menjerit ketakutan, sedangkan teman-temannya menertawakannya dari jendela luar.. Tiba-tiba Mita jatuh pingsan.

Dibalik ketidak sadarannya, Mita memasuki dunia lain, ia melihat banyak makhluk yang tidak pernah ia temui di dunia nyata, awalnya dia sangatlah takut, dan pada akhirnya ia berteman dengan suatu makhluk halus, Mita menyebutnya Dummy, dimata Mita, dunia nyata dan dunia lain sangatlah berbeda, di dunia lain masih ada makhluk yang mau menemani dan menanggapi Mita, sedangkan di dunia nyata? Hanya keluarganya yang bisa mengerti Mita. 3 jam kemudian, Mita pun sadar kembali, tanpa Mita ketahui semua sikapnya telah berubah, kini tubuhnya dikendalikan oleh Dummy, ia tidak lagi menjadi anak yang lugu, penyakitnya seolah hilang begitu saja, tampilannya pun berubah, sifatnya menjadi kasar dan pemarah, prestasinya juga menurun, salah satu keanehan lainnya adalah Mita tidak lagi takut dengan apa-apa, dia menjadi anak yang sangat berani. Keluarga Mita juga tidak senang dengan sikap Mita dan kelakuannya dirumah, belakangan-belakangan ini Mita selalu melawan kedua orang tuanya, ia juga membuat keluarga besarnya tidak menyukai prilakunya, gayanya pun sudah seperti anak yang sangat nakal.

Pada suatu saat, Dummy berjanji dengan Mita, jika Mita membelikan boneka orang-orangan untuknya, Mita akan bebas dari kendali Dummy, dan Dummy akan berpindah kendali ke tubuh boneka tersebut, tapi Mita akan selalu menjadi teman sejati Dummy, dan tetap dalam perlindungan Dummy. Mita hanya mengangguk pelan, menurut Mita, Dummy adalah satu-satunya teman yang dapat dipercaya.

Keesokan hari, Mita membeli boneka dengan uang tabungannya di suatu toko, lalu Dummy langsung berpindah kendali dari tubuh Mita ke tubuh boneka tersebut. Sikap Mita pun kembali seperti semula, tapi, Dummy tetap menjadi teman sejati Mita, jika Mita mengalami kesulitan, dan ada yang mengganggunya, Dummy langsung membantu Mita. Esok hari Mita berangkat ke sekolah, ia membawa Dummy (bonekanya) ke sekolah. Saat itu, banyak kejadian yang terjadi di sekolah, seperti mahasiswa yang bunuh diri, jatuh dari ketinggian, dan lain-lain. Anehnya, kejadian itu berlangsung semenjak Mita membawa Dummy ke sekolahnya. Hingga suatu saat di tengah malam CCTV sekolah merekam seorang anak kecil yang diduga Boneka Dummy, ia berjalan dari lorong ke lorong sekolah, ia terlihat sangat mencurigakan, tapi sekolah tidak bisa memastikan apakah Boneka Dummy penyebab semua kejadian ini.

Esok harinya, Kepala Sekolah memanggil Mita untuk segera datang ke ruangannya dengan membawa Boneka Dummy. Kepala Sekolah ingin memeriksa dan menyelidiki Boneka Dummy, setelah diamati, Kepala Sekolah memastikan bahwa Dummy adalah penyebab semua kejadian ini. Sebelum Kepala Sekolah membongkar semua ini, tanpa Mita ketahui, Boneka Dummy sudah membunuh Kepala Sekolah, jasadnya ditemukan didalam toilet dengan pisau ditangannya. Semua warga sekolah, termasuk Mita, menduga kepala sekolah bunuh diri di tempat. Dummy senang karena rahasianya masih aman. Tanpa Dummy ketahui, ada seorang guru yang tahu semua rahasinya, ia adalah Pak Aziz, ia merencanakan sesuatu agar Mita dapat menjauh dan tidak lagi berteman dengan Dummy. Tiba-tiba Mami (ibu) Mita menghubunginya “Kring! Kring!”. Ia pun mengangkat ponselnya, “iya Mi?, ada apa?” ucap Mita. “Mami dan Papi akan pulang malam, hari ini,  karena harus mengantarkan kakakmu membeli perlengkapan ujian kak Baim. Jadi kamu sendiri di rumah, hati-hati yaa nak” ucap Mami Mita. “Ok Mi, bye..”.

Mita pun tiba dirumah, tepat pukul 19.00, saat Mita sedang santai menonton televise, Dummy membulatkan niatnya untuk membunuh Mita, tapi tiba-tiba terdengar suara bell berbunyi “neng nong”. Pak Aziz datang ke rumah Mita, ia ingin bicara hanya berdua dengan Mita. Setelah mengunci rumah, mereka berdua pun pergi sebentar ke taman yang letaknya tidak jauh dari rumah Mita “Iya Pak, bapak mau bicara apa?” ucap Mita lembut. “Apa kamu sadar? Boneka Dummy itu hanya memanfaatkan dirimu, aku tahu semua tentang Boneka itu, ia ingin menjerumuskan mu melakukan hal-hal yang tidak baik, yang dapat mengancam nyawa orang lain” ucap Pak Aziz. “Saya adalah teman baik Dummy, Dummy tidak mungkin seperti itu” ucap Mita. Tiba-tiba Boneka Dummy ada di depan mereka berdua, ia mengggenggam pisau ditangannya, matanya melotot, dan ia mengatakan “saatnya kau pergi Pak Aziz”. “Apa maksudmu Dummy?” teriak Mita. Dummy langsung membunuh Pak Aziz, ia menenteng jasad Pak Aziz ke jalan raya, seolah-olah Pak Aziz meninggal karena tertabrak mobil ataupun kendaraan lainnya.

Saat itu pun Mita marah kepada Dummy. “Kenapa kamu membunuh Pak Aziz? Ia hanya ingin bicara sesuatu yang penting dengan ku.” bentak Mita. “Karena Pak Aziz berkata bohong tentang diriku” ucap Dummy. “Dia hanya mencoba mengingatkanku. Tapi kenapa kau malah membunuhnya? Dan, kenapa kamu bisa keluar dari rumah? Aku sudah mengunci semua pintu”. “Karena, iya, dia berkata benar tentang aku, dan aku hanya memanfaatkan dirimu. Kamu tidak mengunci jendela kan? Hihihi, sekarang kamu sudah puas?” teriak Dummy. “Ya, aku sangat puas, Dummy, Dummy, Dummy, dari dulu kau milikku” ucap Mita. “Tidak, sekarang kaulah yang menjadi milikku, hihihi” bentak Dummy. Lalu Dummy ingin membunuh Mita dengan pisau ditangannya, tapi Mita bisa melawannya, ia menjadikan Dummy mengingat masa-masa indah saat bersamanya, lalu ia membacakan sesuatu yang membuat dummy merasa letih, Mita mencoba menyabut Dummy dari boneka tersebut dan tiba-tiba terjadi ledakan “Duaaarrr!!!” ledakkan tersebut membuat Boneka Dummy lenyap dari dunia ini, mungkin dia sudah pulang ke dunia lain. Tiba-tiba keluarga Mita datang dan memeluknya, “Kamu kenapa berada disini malam-malam? Kami panik mencarimu kemana-mana” ucap Mami Mita. Mitapun menceritakan semuanya kepada keluarga Mita.

Kehidupan Mita pun kembali seperti semula, penyakitnyapun mulai bisa diobati sedikit demi sedikit, teman-temannya juga mulai bermain dengannya, mereka meminta maaf atas semua perbuatan mereka kepada Mita, keluarganyapun sudah memaafkan semua perbuatan Mita, seterusnya Mita menjalankan hidup yang lebih baik dan tentram dari sebelumnya.



Karya: Zafira Salma Sasabil

BLOODY ANGEL

Aku adalah sebuah pisau dapur. Aku dibuat untuk para ibu-ibu yang ku pastikan memakai jasaku melayani suami dan anak mereka. Sebesit pikiran melintas, terbayang seorang ibu-ibu bertubuh gempal bercelemek yang akan menjadi majikanku. Aku bahkan tak pernah berkhayal sedikit pun akan berakhir di sini. Di tangan seorang gadis cantik bermata sendu. Aku bersumpah dengan jelas melihatnya. Saat seringai pedih tergores di sudut bibirnya.

“Crashhh!”

Lagi, liquid berbau anyir kembali memandikanku. Terhempas, berputar, melayang di udara ketika tangan putih terlumur cairan merah kental itu bergerak dengan lihai, bermain begitu indah. Entah sudah berapa kali tangan itu bermain denganku, yang pasti tak ada yang mau peduli. Aku pun, pada akhirnya aku akan kembali tersembunyi di balik rasel ini, Gelap. “Yuki nee-chan!” samar-samar suara lengkingan seorang anak laki-laki terdengar. Aku tidak bisa melihatnya. “Hiko, kau sudah pulang?” desahan sejernih lonceng itu mengalun, aku tahu suaranya memang begitu indah. Aku pernah melihatnya, parasnya sangat cantik. Dia bagai jelmaan bidadari, hanya saja..

“Yuki-nee bawa makanan untukku kan? Nee-chan kan sudah janji, Hiko sangat lapar. Apalagi belum makan sejak pagi. Uhh… Nee-chan gak lupa lagi kan?”

“Ya Hiko, nee-chan baru pulang kerja. Hari ini nee-san membawa daging lagi, ayo kita makan bersama.”

“Kok daging lagi sih, Hiko gak suka, dagingnya gak enak. Hiko ingin yang manis, Hiko mau kue nee-chaannn…”

“Untuk kali ini makanlah besok nee-chan janji akan membawa kue untuk Hiko.”

“Janji ya?”

“Ya Hiko..”

“Baiklah ayo masuk nee-chan. Kita makan.”

“Hm’m”

.. Bidadari yang berhati iblis.

Lagi..

Lagi..

Terus begini..

Waktu terus berlalu, sudah hampir 3 bulan aku bersamanya. Aku yang harusnya membantu pekerjaan manusia, kini justru beralih menjadi teror. Perbuatannya sudah kelewat batas. Entah sudah berapa kepala yang tertusuk. Organ dalam yang terpotong. Majikanku adalah orang gila, seburuk-buruknya pembunuh dia adalah yang paling menjijikkan. Karena selain membunuh korbannya ia pun menyantap tubuh itu. Dan lagi diberikan kepada adiknya yang masih begitu polos. Rumah berlapis kardus di sebuah kandang binatang yang sangat tak layak ditempati. Mereka begitu menyedihkan. Tapi aku tak pernah tahu ada sebuah frame photo sangat indah di sana.

Seorang lelaki tampan dengan mata tajam seindah batu onyx dan surai sekelam malam terpatri di dalamnya. Hanya, noda merah mengotori kaca bingkai dengan beberapa bagian yang telah retak membuatnya terlihat mengerikan. Tak pernah terpikir olehku gadis itu akan seperti ini. Terisak seraya memeluk frame tersebut, namun beberapa detik kemudian terdengar jeritan pedih yang keluar dari pita suaranya. Aku hanya bisa memandanginya, menatap dari atas meja di mana biasa ia meletakkanku. Ku pikir aku hanya salah satu senjata yang digunakan dalam permainan kotornya. Tapi salah, hanya ada satu senjata di sini. Dan itu hanya aku. Pandanganku berubah, dia bukanlah gadis bertopeng malaikat dan hati iblis. Dia hanyalah bidadari rapuh yang mencoba mencari kembali sebelah potongan sayapnya. Begitu banyak emosi yang tersimpan di mata jernih itu, emosi yang mengandung berjuta misteri. Bahkan aku tak bisa mengungkapnya.

“Crashh!”

“Nee-chan?!”

“H-Hiko?”

“Apa yang nee-chan lakukan? mengapa nee-chan melukai temanku! Padahal aku jauh-jauh mengajaknya ke mari untuk menemaniku mengerjakan tugas??!”

“Hiko.. I-Ini-”

“Nee-chan jahat! Hiko benci nee-chan!”

“Hiko! Jangan pergi! Tolong dengarkan nee-chan!”

“Kau bukan nee-chan ku! Jangan dekati aku! Pergi!”

Deg! “Gomen ne.. Hiko…”

Pada akhinya aku yang selalu menjadi alat baginya meregangkan nyawa seseorang kini berbalik menjadi sembilu yang membunuhnya. Jadi inilah akhir perjalananku. Berakhir dikandang binatang terpencil di tengah hutan. Bersama seorang bidadari berlumur lumpur yang mengakhiri hidupnya. Aku menghabiskan waktuku di sini. Mulai tertumpuk debu halus. Aku yang menjadi saksi semuanya. Jeritan putus asanya, lenguhan pedihnya, sayatan, dan darah yang memandikanku. Serta senyuman miris sebelum mata itu tertutup selamanya. Mungkin kau tidak tahu, dan tak mungkin tahu, ketika seorang lelaki datang bersama bocah laki-laki. Serta bagaimana eratnya pelukan yang diberikan kepadamu. Kau tidak akan percaya ketika mata kelam tajam ini berubah sendu, menangisimu.

The End


Karya : Yuka Yan

TEMAN LAMA MISTERIUS

Budi merupakan seorang karyawan swasta. Suatu saat dia mendapatkan pesan misterius dari seseorang yang mengaku teman SD-nya. Orang itu mengaku bernama Fahra, seorang gadis yang tiba-tiba menghubungi Budi. Fahra menghubungi Budi untuk sebuah keperluan. Dia mengaku kalau saat ini sedang mengalami krisis finansial dan meminta Budi untuk mengembalikan sejumlah uang beberapa ratus ribu yang dahulu pernah dipinjam oleh Budi semasa SD. 

Budi yang merasa kaget dengan hal tersebut langsung menyangkal bahwa dia tidak pernah meminjam uang kepada Fahra sampai beratus-ratus ribu. Apalagi pada saat SD uang sakunya tidak seberapa dan tidak sampai beratus-ratus ribu. Fahra kemudian menambahkan bahwa ia ingat dulu semasa SD Budi adalah siswa yang nakal. Budi merupakan siswa SD yang tidak bertanggung jawab dengan uang sekolah yang diberikan orangtuanya untuk membayar sekolah. Dia menggunakan uang biaya sekolah bulanan tersebut untuk keperluan lain seperti membeli mainan dan bermain game. 

Dia berbohong kepada orangtuanya dengan mengatakan bahwa uang tersebut hilang ataupun telah dirampas oleh preman di dekat sekolahnya yang gemar melakukan tindakan pemalakan. Sampai ketika ia tidak bisa berbohong lagi kepada orangtuanya, Budi yang kelakuan nakalnya sudah sangat parah tersebut meminta dengan paksa uang sekolah dari teman-temannya dan menghasut teman-temannya supaya berkata pada orangtuanya bahwa uang tersebut hilang juga sehingga orangtuanya mengganti uang pembayaran sekolah dengan yang baru. 

Pada awalnya teman-teman Budi menolak apa yang dihasutkan Budi tersebut, namun Budi dengan kemampuan mempengaruhi yang sudah cukup cakap pada masa kecilnya tersebut memberikan ancaman akan membuat hidup teman-temannya di sekolah tidak tenang dan akan terus mengganggu ketika di sekolah. Budi yang pandai dalam menghasut juga menawarkan bagian dari uang tersebut untuk teman-temannya yang menyerahkan uang pembayaran sekolah tersebut supaya bisa dinikmati secara pribadi juga. Dengan siasat tersebut akhirnya Budi memperoleh uang dan tetap bisa melakukan kegiatan nakalnya dalam bermain game.

Perbuatan tersebut juga tidak luput mengenai Fahra ketika masih SD. Fahra yang pada saat itu masih polos juga merasa ketakutan dengan ancaman Budi dan akhirnya dia menuruti apa yang direncanakan oleh Budi. Fahra yang merupakan anak dari orangtua yang kaya juga merasa santai dengan menyerahkan uang pembayaran biaya sekolah tersebut karena menganggap orangtuanya akan cepat mengganti uang tersebut dengan mudah tanpa banyak bertanya yang aneh-aneh.

Kejadian di masa kecil tersebut menjadi sebuah pengingat bagi Budi di masa dewasanya sekarang yang hidup sebagai karyawan swasta yang tiba-tiba dikejutkan dengan pesan chat dari Fahra yang menagih hutang di masa kecilnya berupa uang beberapa ratus ribu. Fahra mengaku sedang mengalami krisis keuangan hingga dia harus menjual beberapa barang pribadinya dan akhirnya dia juga menagih beberapa hutang dari teman-temannya yang pernah berhutang kepadanya. Hingga Fahra menagih hutang semasa dia kecil kepada Budi. Fahra juga mengingatkan betapa hutang akan dikenai pertanggungjawaban di akhirat nanti yang akhirnya menyebabkan Budi menjadi setengah takut dan akhirnya mengiyakan untuk memberikan uangnya kepada Fahra.

Setelah mengiyakan permintaan melunasi hutang tersebut, akhirnya chat dengan Fahra dihentikan sementara oleh Budi. Dia mengingat-ingat kembali apakah ada teman SD-nya yang bernama Fahra. Dia merasa asing untuk mengenali seseorang yang bernama Fahra di antara teman SD-nya. “Siapa yaa Fahra itu? Apa di antara teman-teman SD-ku ada teman yang bernama Fahra?” Budi bergumam dalam hati. Lalu ia kembali mengecek hapenya untuk melihat di grup chat linenya dia.

Dia sampai pada grup line SD-nya dan langsung menanyakan apakah di antara teman-temannya tersebut mengenal yang bernama Fahra. Setelah menunggu selama beberapa menit ternyata chatnya disambut dengan beberapa chat yang masuk ke dalam grup tersebut. Teman-teman yang menanggapi chat grup Budi tersebut rata-rata menyatakan bahwa mereka tidak mengenal yang bernama Fahra di antara teman SD. Ada yang bilang bahwa mungkin Fahra hanya seseorang yang mengada-ada menjadi teman SD Budi dan mencoba menipu Budi dengan menjelaskan bahwa Budi mempunyai hutang di masa lalu meskipun kenyataannya memang Budi merupakan anak yang sangat bandel dan nakal pada masa kecilnya. Budi kemudian menanggapi dengan mengatakan bahwa si Fahra ini mengetahui dengan detail perihal masa kecil Budi yang sangat nakal sampai-sampai menggunakan uang jatah pembayaran sekolah untuk keperluan yang lain dan sampai mempergunakan uang sekolah dari teman-teman SD-nya.

Akhirnya terdapat satu orang yang muncul menanggapi Budi dan merasa sepaham dengan kejadian yang dialami Budi barusan. Dia adalah Muchtar. Muchtar mengatakan bahwa apa yang menimpa Budi barusan juga dialaminya, yakni ditagih hutang pada masa kecil karena pada saat itu Muchtar merupakan teman se-genk Budi yang juga sama nakalnya dengan Budi dan melakukan tindakan pengambilan uang pembayaran sekolah juga kepada teman-teman SD-nya. Muchtar juga mengaku barusan dikirimi oleh pesan chat dari Fahra yang isinya sama persis dengan apa yang dialami Budi. Pesan chat yang hampir sama yang dialami oleh Budi dan Muchtar tersebut akhirnya mengundang kemunculan dari penghuni grup line SD tersebut. Mereka menjadi mempertanyakan identitas Fahra yang sebenarnya karena dia mengetahui masa lalu Budi dan Muchtar namun sosok tersebut benar-benar asing di mata teman-teman SD Budi. Ada yang beranggapan bahwa Fahra mungkin kakak angkatan yang bisa saja se-SD dan mengetahui cerita-cerita tersebut dari bapak ibu guru. Atau mungkin Fahra bukan siapa-siapa yang mencoba melakukan tindak kejahatan dengan melakukan pemerasan kepada orang lain dengan memanfaatkan kejahatan di masa lalu. Spekulasi-spekulasi tersebut akhirnya mengundang ide-ide penyelesaian masalah dari berbagai pihak.

Akhirnya solusi yang ditawarkan adalah Budi dapat menyerahkan uang permintaan dari Fahra asalkan cara penyerahannya adalah secara langsung dan tidak melalui transfer karena pada mulanya Fahra menyarankan sistem transfer yang pada saat ini dianggap lebih praktis dan cepat. Namun Budi menegosiasikan cara pengiriman uangnya dengan bertemu secara langsung di sebuah tempat. Pada mulanya Fahra menolak dengan mengatakan bahwa dia sekarang tidak tinggal dalam satu kota dengan Budi. Budi kemudian mengatakan kepada Fahra bahwa tidak menjadi masalah tentang kota bila Fahra benar-benar menginginkan uang yang dapat membantu krisis finansialnya. Akhirnya Fahra mengiyakan rencana pertemuan tersebut yakni bertemu di sebuah cafe yang terletak di dekat SD yang merupakan sekolah mereka dulu.

Rencana pertemuan dengan Fahra tersebut dibahas oleh Budi di grup line SD-nya dan kembali mendapat tanggapan dari teman-teman SD-nya. Banyak yang merasa penasaran dengan sosok Fahra yang mengaku-ngaku merupakan teman SD mereka. Karena banyak yang merasa penasaran maka banyak pula yang ingin ikut dalam acara pertemuan dengan Fahra tersebut. Sehingga hampir semua penduduk grup tersebut muncul dan kira-kira 70% dari isi grup tersebut menyatakan akan hadir karena jadwal pertemuan dengan Fahra tersebut bertepatan juga dengan periode libur panjang atau long weekend. Teman-teman SD Budi yang masih tinggal dalam satu kota kebanyakan menyatakan kesediaannya untuk datang dalam pertemuan bersama teman misterius masa lalu tersebut. Begitu juga dengan beberapa teman SD Budi yang tinggal di kota-kota lain di dekat kota dimana SD tersebut berada. Betapa rasa penasaran mereka benar-benar membuat mereka ingin turut serta. Diketahui bahwa pada saat ini, teman SD Budi rata-rata juga merupakan orang-orang yang sibuk dengan pekerjaan masing-masing seperti dokter, pengusaha, insinyur, teknisi, programmer, tentara sampai pekerjaan-pekerjaan di bidang lainnya. Rasa penasaran mereka akan kasus yang menimpa Budi dan Muchtar akhirnya menjadikan mereka sejenak meninggalkan rutinitas pekerjaannya.

Sampai tiba pada hari pertemuan itu dengan si Fahra, Budi sudah menunggu sejak lebih awal dari jam pertemuan yang telah disepakati. Budi menunggu di cafe tersebut dengan memesan meja untuk dua orang. Satu-persatu teman-teman SD yang berada di chat grup line berkata akan datang menuju ke cafe tersebut hingga akhirnya satu meja yang dipesan oleh Budi terus bertambah menjadi satu meja besar yang dapat menampung sekitar puluhan orang. Kira-kira sekitar satu jam menunggu kedatangan Fahra, akhirnya handphone Budi berdering nada chat masuk dan ternyata si Fahra mengatakan bahwa ia sedang dalam perjalanan menuju ke cafe tersebut dan berkata bahwa sudah dekat. Selang beberapa menit akhirnya Fahra datang. Dandannya terlihat stylish dan tidak menunjukkan bahwa dia merupakan seseorang yang mengalami krisis finansial. Fahra datang dengan menggunakan kendaraan pribadi berupa sepeda motor. Kedatangannya sudah ditunggu oleh puluhan orang anak-anak alumni SDN Plumpangsari V alumni tahun 2000. Budi yang duduk di sebelah Muchtar akhirnya takjub melihat Fahra yang datang menghampirinya. Sosok Fahra yang menjadi perbincangan hangat di grup chat alumni SD Budi akhirnya tampak nyata mendatangi Budi dan teman-teman SD-nya yang sedang bercengkerama. Namun, sebuah hal yang mengharukan akhirnya terjadi.

Fahra yang awalnya diduga sebagai orang asing yang menyamar untuk memeras Budi karena hutang kejahatan masa lalu Budi tersebut ternyata merupakan sosok yang menyamar. Fahra bukanlah Fahra yang melakukan pemerasan terhadap Budi. Fahra sesungguhnya merupakan nama lain dari seorang teman SD Budi juga. Fahra hanya nama samaran dari nama asli yaitu Yunita. Dan Yunita sebenarnya juga dikenal oleh teman-teman SD Budi yang lain. Betapa terkejut dan terperangahnya para alumni SDN Plumpangsari V alumni tahun 2000 yang sedang berkumpul di cafe tersebut saat mereka akhirnya mengetahui bahwa sosok yang selama ini dibahas oleh Budi di dalam chat grup line aslinya adalah Yunita, salah satu teman SD mereka juga. Fahra atau Yunita akhirnya mendatangi teman-teman SD-nya dan berkata, “Assalamu`alaikum teman-teman lama, masih ingat denganku kan? Aku Fahra, ehh.. Yunita maksudku. Dulu biasanya duduk sendirian sih.. Cuma kadang-kadang juga nongkrong bareng Budi dan Muchtar ini. Dan biasanya juga mereka yang sering maen bareng aku..” Orang-orang menanggapinya “Wa`alaikumsalam”. Lalu salah seorang di antara teman SD tersebut menanggapi, “lhoo kamu Yunita, kok kamu ngaku-ngaku Farah. Jadi sebenarnya…” Yunita langsung menanggapi, “iyaa, sebenarnya aku adalah sosok Fahra yang kalian obrolkan di grup SD itu. Aku sengaja belum masuk grup dan menciptakan sosok misterius bersama Budi dan Muchtar. Yaa emang sengaja gitu. Tujuannya yaa ini sebenernya untuk ngumpulin kalian disini.” Budi langsung memperkuat apa yang dikatakan oleh Yunita. “Iya teman-teman, maafkan aku yang awalnya menyebarkan berita penodongan hutang masa lalu yang misterius ini hingga membuat waktu kalian juga tersita untuk memikirkan apa yang kurasakan. Sebenarnya tujuanku membuat kekisruhan yang menimpaku ini yaa untuk mempertemukan kalian semua ini.” Salah satu teman mereka yaitu Andi menanggapi, “Wah broo, sial kau. Pantesan aja anak-anak pada keheranan denger nama yang asing di antara temen-temen kita. Ehh ternyata emang beneran fiktif tuh nama.” Muchtar yang merupakan sahabat kental Budi semasa SD pun menambah apa yang telah dikatakan oleh Budi, “Iyaa guys, sorry sorry soal kebingungannya, aku sama Budi juga Fahra, ehh Yunita maksudnya.. ngelakuin ini semua karena kami yang sedari SD sudah dekat ini merasa ingin mengumpulkan kalian pada pertemuan di dunia nyata yang sesungguhnya setelah sekian lama kita jarang ketemu, apalagi kalian juga punya pekerjaan masing-masing yang mana menyita banyak waktu kalian. Bahkan sampai kemunculan kalian di grup pun bisa jarang banget kan? Nah, aku nyoba bikin beginian dengan maksud memancing kalian buat muncul di grup terus pengen aja gitu kita berinteraksi lagi. Bercanda-canda di sela-sela kesibukan. Biar gak aku sama Budi aja yang terus muncul. Yaa gitu deh akhirnya rencana kami pun berhasil. Yeeyy” Muchtar, Budi dan Farah melakukan tosss tanda rencana mereka berhasil membuat teman-teman SD mereka berinteraksi kembali sampai akhirnya melakukan sebuah pertemuan berhasil.

Teman-teman Budi akhirnya merasa simpati dengan apa yang dilakukan Budi, Muchtar, dan Yunita. Mereka kemudian kembali bercengkerama mengingat masa-masa kecil mereka yang indah dahulu kala. Yang mana untuk sekali pertemuan tersebut harus menunggu waktu yang lama dan merupakan pertemuan langka di kala kesibukan sudah menghinggapi orang-orang yang sudah menapaki kehidupan dewasa. Budi, Muchtar dan Yunita yang masih memiliki jiwa menjalin silaturrahim yang tinggi akhirnya berhasil mempertemukan teman-teman lamanya lewat sebuah kasus yang dirancang oleh mereka.

Setelah kira-kira tiga jam canda tawa teman-teman Budi di cafe tersebut, terdapat seorang wanita yang berdandan dengan pakaian yang agak nyentrik mendatangi Budi. Dia kemudian menyebutkan bahwa dia adalah Fahra, yang menagih hutang uang pembayaran biaya sekolah kepada Budi. Budi yang tidak menyangka akan didatangi oleh Fahra tersebut mendadak terkejut. Dia tidak menyangka bahwa sosok Fahra tersebut benar-benar ada. Dan Fahra secara mengejutkan dapat mengingat dengan detail peristiwa-peristiwa masa SD yang dahulu pernah dilakukan oleh Budi bersama teman-temannya. Sampai pada peristiwa pemalakan yang dilakukan oleh Budi kepadanya di masa lalu, Fahra mengingatnya dengan betul. Budi menjadi terpojok dan akhirnya kembali mengecek hapenya untuk melihat chat yang masuk ke line-nya. Ternyata memang benar terdapat nama Fahra, dan Fahra yang satu ini bukan Yunita yang awalnya bersandiwara untuk membuat kasus palsu untuk mempersatukan teman-teman SD-nya.

Selesai

Cerpen Karangan: Aldino Kamaruddin Santoso

Budi merupakan seorang karyawan swasta. Suatu saat dia mendapatkan pesan misterius dari seseorang yang mengaku teman SD-nya. Orang itu mengaku bernama Fahra, seorang gadis yang tiba-tiba menghubungi Budi. Fahra menghubungi Budi untuk sebuah keperluan. Dia mengaku kalau saat ini sedang mengalami krisis finansial dan meminta Budi untuk mengembalikan sejumlah uang beberapa ratus ribu yang dahulu pernah dipinjam oleh Budi semasa SD. Budi yang merasa kaget dengan hal tersebut langsung menyangkal bahwa dia tidak pernah meminjam uang kepada Fahra sampai beratus-ratus ribu. Apalagi pada saat SD uang sakunya tidak seberapa dan tidak sampai beratus-ratus ribu. Fahra kemudian menambahkan bahwa ia ingat dulu semasa SD Budi adalah siswa yang nakal. Budi merupakan siswa SD yang tidak bertanggung jawab dengan uang sekolah yang diberikan orangtuanya untuk membayar sekolah. Dia menggunakan uang biaya sekolah bulanan tersebut untuk keperluan lain seperti membeli mainan dan bermain game. Dia berbohong kepada orangtuanya dengan mengatakan bahwa uang tersebut hilang ataupun telah dirampas oleh preman di dekat sekolahnya yang gemar melakukan tindakan pemalakan. Sampai ketika ia tidak bisa berbohong lagi kepada orangtuanya, Budi yang kelakuan nakalnya sudah sangat parah tersebut meminta dengan paksa uang sekolah dari teman-temannya dan menghasut teman-temannya supaya berkata pada orangtuanya bahwa uang tersebut hilang juga sehingga orangtuanya mengganti uang pembayaran sekolah dengan yang baru. Pada awalnya teman-teman Budi menolak apa yang dihasutkan Budi tersebut, namun Budi dengan kemampuan mempengaruhi yang sudah cukup cakap pada masa kecilnya tersebut memberikan ancaman akan membuat hidup teman-temannya di sekolah tidak tenang dan akan terus mengganggu ketika di sekolah. Budi yang pandai dalam menghasut juga menawarkan bagian dari uang tersebut untuk teman-temannya yang menyerahkan uang pembayaran sekolah tersebut supaya bisa dinikmati secara pribadi juga. Dengan siasat tersebut akhirnya Budi memperoleh uang dan tetap bisa melakukan kegiatan nakalnya dalam bermain game.

Perbuatan tersebut juga tidak luput mengenai Fahra ketika masih SD. Fahra yang pada saat itu masih polos juga merasa ketakutan dengan ancaman Budi dan akhirnya dia menuruti apa yang direncanakan oleh Budi. Fahra yang merupakan anak dari orangtua yang kaya juga merasa santai dengan menyerahkan uang pembayaran biaya sekolah tersebut karena menganggap orangtuanya akan cepat mengganti uang tersebut dengan mudah tanpa banyak bertanya yang aneh-aneh.

Kejadian di masa kecil tersebut menjadi sebuah pengingat bagi Budi di masa dewasanya sekarang yang hidup sebagai karyawan swasta yang tiba-tiba dikejutkan dengan pesan chat dari Fahra yang menagih hutang di masa kecilnya berupa uang beberapa ratus ribu. Fahra mengaku sedang mengalami krisis keuangan hingga dia harus menjual beberapa barang pribadinya dan akhirnya dia juga menagih beberapa hutang dari teman-temannya yang pernah berhutang kepadanya. Hingga Fahra menagih hutang semasa dia kecil kepada Budi. Fahra juga mengingatkan betapa hutang akan dikenai pertanggungjawaban di akhirat nanti yang akhirnya menyebabkan Budi menjadi setengah takut dan akhirnya mengiyakan untuk memberikan uangnya kepada Fahra.

Setelah mengiyakan permintaan melunasi hutang tersebut, akhirnya chat dengan Fahra dihentikan sementara oleh Budi. Dia mengingat-ingat kembali apakah ada teman SD-nya yang bernama Fahra. Dia merasa asing untuk mengenali seseorang yang bernama Fahra di antara teman SD-nya. “Siapa yaa Fahra itu? Apa di antara teman-teman SD-ku ada teman yang bernama Fahra?” Budi bergumam dalam hati. Lalu ia kembali mengecek hapenya untuk melihat di grup chat linenya dia.

Dia sampai pada grup line SD-nya dan langsung menanyakan apakah di antara teman-temannya tersebut mengenal yang bernama Fahra. Setelah menunggu selama beberapa menit ternyata chatnya disambut dengan beberapa chat yang masuk ke dalam grup tersebut. Teman-teman yang menanggapi chat grup Budi tersebut rata-rata menyatakan bahwa mereka tidak mengenal yang bernama Fahra di antara teman SD. Ada yang bilang bahwa mungkin Fahra hanya seseorang yang mengada-ada menjadi teman SD Budi dan mencoba menipu Budi dengan menjelaskan bahwa Budi mempunyai hutang di masa lalu meskipun kenyataannya memang Budi merupakan anak yang sangat bandel dan nakal pada masa kecilnya. Budi kemudian menanggapi dengan mengatakan bahwa si Fahra ini mengetahui dengan detail perihal masa kecil Budi yang sangat nakal sampai-sampai menggunakan uang jatah pembayaran sekolah untuk keperluan yang lain dan sampai mempergunakan uang sekolah dari teman-teman SD-nya.

Akhirnya terdapat satu orang yang muncul menanggapi Budi dan merasa sepaham dengan kejadian yang dialami Budi barusan. Dia adalah Muchtar. Muchtar mengatakan bahwa apa yang menimpa Budi barusan juga dialaminya, yakni ditagih hutang pada masa kecil karena pada saat itu Muchtar merupakan teman se-genk Budi yang juga sama nakalnya dengan Budi dan melakukan tindakan pengambilan uang pembayaran sekolah juga kepada teman-teman SD-nya. Muchtar juga mengaku barusan dikirimi oleh pesan chat dari Fahra yang isinya sama persis dengan apa yang dialami Budi. Pesan chat yang hampir sama yang dialami oleh Budi dan Muchtar tersebut akhirnya mengundang kemunculan dari penghuni grup line SD tersebut. Mereka menjadi mempertanyakan identitas Fahra yang sebenarnya karena dia mengetahui masa lalu Budi dan Muchtar namun sosok tersebut benar-benar asing di mata teman-teman SD Budi. Ada yang beranggapan bahwa Fahra mungkin kakak angkatan yang bisa saja se-SD dan mengetahui cerita-cerita tersebut dari bapak ibu guru. Atau mungkin Fahra bukan siapa-siapa yang mencoba melakukan tindak kejahatan dengan melakukan pemerasan kepada orang lain dengan memanfaatkan kejahatan di masa lalu. Spekulasi-spekulasi tersebut akhirnya mengundang ide-ide penyelesaian masalah dari berbagai pihak.

Akhirnya solusi yang ditawarkan adalah Budi dapat menyerahkan uang permintaan dari Fahra asalkan cara penyerahannya adalah secara langsung dan tidak melalui transfer karena pada mulanya Fahra menyarankan sistem transfer yang pada saat ini dianggap lebih praktis dan cepat. Namun Budi menegosiasikan cara pengiriman uangnya dengan bertemu secara langsung di sebuah tempat. Pada mulanya Fahra menolak dengan mengatakan bahwa dia sekarang tidak tinggal dalam satu kota dengan Budi. Budi kemudian mengatakan kepada Fahra bahwa tidak menjadi masalah tentang kota bila Fahra benar-benar menginginkan uang yang dapat membantu krisis finansialnya. Akhirnya Fahra mengiyakan rencana pertemuan tersebut yakni bertemu di sebuah cafe yang terletak di dekat SD yang merupakan sekolah mereka dulu.

Rencana pertemuan dengan Fahra tersebut dibahas oleh Budi di grup line SD-nya dan kembali mendapat tanggapan dari teman-teman SD-nya. Banyak yang merasa penasaran dengan sosok Fahra yang mengaku-ngaku merupakan teman SD mereka. Karena banyak yang merasa penasaran maka banyak pula yang ingin ikut dalam acara pertemuan dengan Fahra tersebut. Sehingga hampir semua penduduk grup tersebut muncul dan kira-kira 70% dari isi grup tersebut menyatakan akan hadir karena jadwal pertemuan dengan Fahra tersebut bertepatan juga dengan periode libur panjang atau long weekend. Teman-teman SD Budi yang masih tinggal dalam satu kota kebanyakan menyatakan kesediaannya untuk datang dalam pertemuan bersama teman misterius masa lalu tersebut. Begitu juga dengan beberapa teman SD Budi yang tinggal di kota-kota lain di dekat kota dimana SD tersebut berada. Betapa rasa penasaran mereka benar-benar membuat mereka ingin turut serta. Diketahui bahwa pada saat ini, teman SD Budi rata-rata juga merupakan orang-orang yang sibuk dengan pekerjaan masing-masing seperti dokter, pengusaha, insinyur, teknisi, programmer, tentara sampai pekerjaan-pekerjaan di bidang lainnya. Rasa penasaran mereka akan kasus yang menimpa Budi dan Muchtar akhirnya menjadikan mereka sejenak meninggalkan rutinitas pekerjaannya.

Sampai tiba pada hari pertemuan itu dengan si Fahra, Budi sudah menunggu sejak lebih awal dari jam pertemuan yang telah disepakati. Budi menunggu di cafe tersebut dengan memesan meja untuk dua orang. Satu-persatu teman-teman SD yang berada di chat grup line berkata akan datang menuju ke cafe tersebut hingga akhirnya satu meja yang dipesan oleh Budi terus bertambah menjadi satu meja besar yang dapat menampung sekitar puluhan orang. Kira-kira sekitar satu jam menunggu kedatangan Fahra, akhirnya handphone Budi berdering nada chat masuk dan ternyata si Fahra mengatakan bahwa ia sedang dalam perjalanan menuju ke cafe tersebut dan berkata bahwa sudah dekat. Selang beberapa menit akhirnya Fahra datang. Dandannya terlihat stylish dan tidak menunjukkan bahwa dia merupakan seseorang yang mengalami krisis finansial. Fahra datang dengan menggunakan kendaraan pribadi berupa sepeda motor. Kedatangannya sudah ditunggu oleh puluhan orang anak-anak alumni SDN Plumpangsari V alumni tahun 2000. Budi yang duduk di sebelah Muchtar akhirnya takjub melihat Fahra yang datang menghampirinya. Sosok Fahra yang menjadi perbincangan hangat di grup chat alumni SD Budi akhirnya tampak nyata mendatangi Budi dan teman-teman SD-nya yang sedang bercengkerama. Namun, sebuah hal yang mengharukan akhirnya terjadi.

Fahra yang awalnya diduga sebagai orang asing yang menyamar untuk memeras Budi karena hutang kejahatan masa lalu Budi tersebut ternyata merupakan sosok yang menyamar. Fahra bukanlah Fahra yang melakukan pemerasan terhadap Budi. Fahra sesungguhnya merupakan nama lain dari seorang teman SD Budi juga. Fahra hanya nama samaran dari nama asli yaitu Yunita. Dan Yunita sebenarnya juga dikenal oleh teman-teman SD Budi yang lain. Betapa terkejut dan terperangahnya para alumni SDN Plumpangsari V alumni tahun 2000 yang sedang berkumpul di cafe tersebut saat mereka akhirnya mengetahui bahwa sosok yang selama ini dibahas oleh Budi di dalam chat grup line aslinya adalah Yunita, salah satu teman SD mereka juga. Fahra atau Yunita akhirnya mendatangi teman-teman SD-nya dan berkata, “Assalamu`alaikum teman-teman lama, masih ingat denganku kan? Aku Fahra, ehh.. Yunita maksudku. Dulu biasanya duduk sendirian sih.. Cuma kadang-kadang juga nongkrong bareng Budi dan Muchtar ini. Dan biasanya juga mereka yang sering maen bareng aku..” Orang-orang menanggapinya “Wa`alaikumsalam”. Lalu salah seorang di antara teman SD tersebut menanggapi, “lhoo kamu Yunita, kok kamu ngaku-ngaku Farah. Jadi sebenarnya…” Yunita langsung menanggapi, “iyaa, sebenarnya aku adalah sosok Fahra yang kalian obrolkan di grup SD itu. Aku sengaja belum masuk grup dan menciptakan sosok misterius bersama Budi dan Muchtar. Yaa emang sengaja gitu. Tujuannya yaa ini sebenernya untuk ngumpulin kalian disini.” Budi langsung memperkuat apa yang dikatakan oleh Yunita. “Iya teman-teman, maafkan aku yang awalnya menyebarkan berita penodongan hutang masa lalu yang misterius ini hingga membuat waktu kalian juga tersita untuk memikirkan apa yang kurasakan. Sebenarnya tujuanku membuat kekisruhan yang menimpaku ini yaa untuk mempertemukan kalian semua ini.” Salah satu teman mereka yaitu Andi menanggapi, “Wah broo, sial kau. Pantesan aja anak-anak pada keheranan denger nama yang asing di antara temen-temen kita. Ehh ternyata emang beneran fiktif tuh nama.” Muchtar yang merupakan sahabat kental Budi semasa SD pun menambah apa yang telah dikatakan oleh Budi, “Iyaa guys, sorry sorry soal kebingungannya, aku sama Budi juga Fahra, ehh Yunita maksudnya.. ngelakuin ini semua karena kami yang sedari SD sudah dekat ini merasa ingin mengumpulkan kalian pada pertemuan di dunia nyata yang sesungguhnya setelah sekian lama kita jarang ketemu, apalagi kalian juga punya pekerjaan masing-masing yang mana menyita banyak waktu kalian. Bahkan sampai kemunculan kalian di grup pun bisa jarang banget kan? Nah, aku nyoba bikin beginian dengan maksud memancing kalian buat muncul di grup terus pengen aja gitu kita berinteraksi lagi. Bercanda-canda di sela-sela kesibukan. Biar gak aku sama Budi aja yang terus muncul. Yaa gitu deh akhirnya rencana kami pun berhasil. Yeeyy” Muchtar, Budi dan Farah melakukan tosss tanda rencana mereka berhasil membuat teman-teman SD mereka berinteraksi kembali sampai akhirnya melakukan sebuah pertemuan berhasil.

Teman-teman Budi akhirnya merasa simpati dengan apa yang dilakukan Budi, Muchtar, dan Yunita. Mereka kemudian kembali bercengkerama mengingat masa-masa kecil mereka yang indah dahulu kala. Yang mana untuk sekali pertemuan tersebut harus menunggu waktu yang lama dan merupakan pertemuan langka di kala kesibukan sudah menghinggapi orang-orang yang sudah menapaki kehidupan dewasa. Budi, Muchtar dan Yunita yang masih memiliki jiwa menjalin silaturrahim yang tinggi akhirnya berhasil mempertemukan teman-teman lamanya lewat sebuah kasus yang dirancang oleh mereka.

Setelah kira-kira tiga jam canda tawa teman-teman Budi di cafe tersebut, terdapat seorang wanita yang berdandan dengan pakaian yang agak nyentrik mendatangi Budi. Dia kemudian menyebutkan bahwa dia adalah Fahra, yang menagih hutang uang pembayaran biaya sekolah kepada Budi. Budi yang tidak menyangka akan didatangi oleh Fahra tersebut mendadak terkejut. Dia tidak menyangka bahwa sosok Fahra tersebut benar-benar ada. Dan Fahra secara mengejutkan dapat mengingat dengan detail peristiwa-peristiwa masa SD yang dahulu pernah dilakukan oleh Budi bersama teman-temannya. Sampai pada peristiwa pemalakan yang dilakukan oleh Budi kepadanya di masa lalu, Fahra mengingatnya dengan betul. Budi menjadi terpojok dan akhirnya kembali mengecek hapenya untuk melihat chat yang masuk ke line-nya. Ternyata memang benar terdapat nama Fahra, dan Fahra yang satu ini bukan Yunita yang awalnya bersandiwara untuk membuat kasus palsu untuk mempersatukan teman-teman SD-nya.

Selesai


Karya : Aldino Kamaruddin Santoso

CAMPUR ADUK

MUMBAI XPRESS

Malam gelap bertabur bintang di langit. Setelah nonton Tv yang acara sepak bola. Budi duduk dengan santai di depan rumahnya sedang baca cerp...

CAMPUR ADUK