Budi, Eko, dan Abdul menjalankan sholat hari raya Idul Adha berjalan dengan baik, ya sama sih ceritanya seperti berita di Tv memberitakan sholat hari raya Idul Adha yang menjalankan masyarakat awam sampai para pejabat pemerintahan. Setelah sholat, ya melaksanakan penyembihan hewan kurban dan di jalankan dengan baik. Ya daging hewan kurban di bagikan dengan baik gitu.
Eko, Budi, dan Abdul dapet daging hewan kurban dari menyembeli daging hewan kurban sendiri berupa kambing. Rezekinya manusia yang berusaha dengan baik untuk berkuban demi menjalankan aturan dari agama Islam. Ya setelah urusan ini dan itu selesai, ya pulang ke rumah masing-masing untuk mengolah daging hewan kurban sesuai keinginan masing-masing.
Sampai waktunya, ya telah malam gitu. Eko duduk di depan rumahnya dengan baik sambil menikmati minum kopi dan makan sate buatan sendiri yang enak banget. Ya Eko sedang membaca cerpen yang ceritanya bagus gitu, ya nunggu teman-temannya datang untuk ngobrol dan main permainan ini dan itu.
Isi cerita yang di baca Eko berjudul 'Veer-Zaara' :
Pada tahun 2004, Pemerintah Pakistan memutuskan untuk meninjau kembali kasus-kasus yang belum terselesaikan berkaitan dengan tahanan India sebagai isyarat niat baik. Saamiya Siddiqui, seorang pengacara Pakistan pemula, diberikan pembelaan tahanan 786 sebagai kasus pertamanya. Tahanan tidak berbicara dengan siapa pun selama 22 tahun. Setelah memanggilnya dengan namanya, Veer Pratap Singh, Veer terbuka untuk Saamiya dan menceritakan kisahnya.
1982 - Zaara Hayaat Khan adalah seorang wanita Pakistan yang lincah yang keluarganya berlatar belakang politik dan berkedudukan tinggi di Lahore. Pengasuh Sikh Zaara (yang dia panggil sebagai neneknya) Bebe meminta Zaara untuk menyebarkan abunya di sungai Sutlej di antara leluhurnya sebagai keinginan terakhirnya. Saat bepergian ke India, bus Zaara mengalami kecelakaan. Veer, seorang pilot Angkatan Udara India dan seorang Sikh Punjabi, menyelamatkannya, dan dia menyelesaikan ritual terakhir Bebe. Veer meyakinkan Zaara untuk kembali bersamanya ke desanya untuk menghabiskan satu hari bersama karena Lohri. Zaara bertemu dengan paman Veer, Choudhary Sumer Singh dan bibinya Saraswati Kaur. Veer menyadari bahwa dia jatuh cinta pada Zaara.
Keesokan harinya, Veer membawa Zaara ke stasiun kereta api untuk kembali ke Lahore, berencana untuk mengaku. Namun, dia akhirnya bertemu dengan tunangan Zaara, Raza Sharazi. Sebelum dia pergi, dia menyatakan cintanya padanya, menerima bahwa mereka tidak bisa bersama. Papan Zaara dalam diam dan mengucapkan selamat tinggal; keduanya percaya bahwa mereka tidak akan pernah bertemu lagi.
Kembali ke rumah di Pakistan, Zaara menyadari bahwa dia juga mencintai Veer tetapi dia harus menjaga kehormatan keluarganya dan menikahi Raza, sebuah pernikahan yang akan memajukan karir politik ayahnya Jehangir. Melihat Zaara hancur, pelayan dan temannya Shabbo memanggil Veer, memintanya untuk membawa Zaara pergi sebelum pernikahannya. Veer keluar dari Angkatan Udara India dan pergi ke Pakistan. Saat dia tiba, Zaara berlari ke pelukannya sambil menangis, menyebabkan ayahnya jatuh sakit karena shock. Mariyam memohon Veer untuk meninggalkan Zaara karena reputasi dan kesehatan Jehangir yang terkenal akan sangat buruk jika tersiar kabar bahwa Zaara jatuh cinta dengan seorang India. Veer menghormati permintaan ini dan memutuskan untuk pergi tetapi Raza, yang marah karena rasa malu yang dibawa Zaara kepadanya, telah salah memenjarakannya atas nama Rajesh Rathore atas tuduhan menjadi mata-mata India. Sementara itu, bus Veer yang seharusnya dalam perjalanan kembali ke India jatuh dari tebing, menewaskan semua penumpang. Ketika Veer mendengar ini di penjara, dia yakin jimat yang diberikan ibu Zaara kepadanya hanya melindungi hidupnya.
Veer meminta Saamiya untuk tidak menyebut Zaara atau keluarganya saat melawan kasus ini, percaya Zaara sudah menikah dengan bahagia sekarang dan dia hanya akan menghancurkan hidupnya. Karena itu, Saamiya memutuskan untuk melintasi perbatasan dan menemukan seseorang di desa Veer yang dapat membuktikan identitas aslinya. Di desa Veer, dia terkejut bertemu Zaara dan Shabbo. Zaara mengira Veer meninggal dalam kecelakaan bus 22 tahun lalu. Setelah berita kematiannya, dia memutuskan pernikahan dengan Raza, dan ayahnya setuju, membuat mereka sendiri bercerai. Setelah itu, Zaara dan Shabbo meninggalkan Pakistan dan menetap di desa Veer di India, sehingga Zaara dapat mempertahankan impian Veer untuk menjalankan sekolah perempuan. Saamiya membawa Zaara kembali ke Pakistan, dan dia berbagi reuni emosional dengan Veer. Pernyataan dan buktinya membuktikan bahwa Veer tidak bersalah dan identitasnya sebagai Veer dan bukan sebagai Rajesh Rathore, dan hakim membebaskannya, meminta maaf atas nama Pakistan. Veer dan Zaara, akhirnya bersatu kembali, menikah, mengucapkan selamat tinggal pada Saamiya di Wagah melintasi perbatasan, dan kembali ke desa mereka, hidup bahagia selamanya.
***
Cukup lama Eko membaca cerpen yang ceritanya menarik gitu, ya buku di tutup dan di taruh di bawah meja gitu. Budi pun datang ke rumah Eko, ya setelah urusan Budi yang ini dan itu selesai gitu. Tujuan Budi main ke rumah Eko, ya sekedar ngobrol dan main permainan ini dan itu. Ya Budi telah markirkan motornya dengan baik di depan rumah Eko dan duduk dengan baik bersama Eko. Ya Eko membuatkan minuman untuk Budi, ya kopi gitu.
"Hidup ini pilihan manusia, ya kan Eko?" kata Budi.
"Hidup ini memang pilihan manusia," kata Eko.
"Mau menjalankan hidup ini dengan baik atau tidak? Ya pilihan manusia yang menjalankan hidup ini," kata Budi.
"Emmm," kata Eko.
"Apa yang kita obrolin, ya masih kaitan ini dan itu, ya berita ini dan itu. Tetap pilihan kita yang ngobrol, ya pilihan manusia," kata Budi.
"Kan obrolan kita sekedar obrolan lulusan SMA. Ya jadi pilihan kita ngobrol ini dan itu," kata Eko.
"Memang sekedar obrolan lulusan SMA!" kata Budi.
"Emmm," kata Eko.
Budi mengambil sate di piring, ya di makan dengan baik.
"Emmm enak sate buatan Eko," kata Budi.
"Emmm," kata Eko.
Budi menikmati makan sate dengan baik dan juga minum kopi dengan baik gitu.
"Cewek nolak aku dan memilih cowok lain," kata Budi.
"Maksudnya Budi....andai-andai?" kata Eko.
"Iya andai-andai!" kata Budi.
"Cewek itu....Tasya, ya Budi?" kata Eko.
"Iya cewek itu. Tasya. Ya andai-andai Tasya menolak aku dan milih cowok yang lain gitu," kata Budi.
"Hidup ini pilihan manusia. Ya Tasya menolak Budi, ya pilihan Tasya. Begitu juga Tasya memilih cowok yang lebih baik dari Budi, ya dari hal kaya dan juga lebih tampan, ya dari keinginan cewek terpendam di dalam dirinya, ya jadi pilihan Tasya gitu," kata Eko.
"Memang pilihan Tasya menolak aku. Ya aku berusaha dengan baik memilih cewek lain gitu. Karena cewek banyak gitu untuk di pilih gitu," kata Budi.
"Cewek yang lain di pilih Budi. Yang mirip Tasya, ya parasnya atau beda gitu?" kata Eko.
"Yang beda parasnya dari Tasya. Kalau milih mirip Tasya, ya jadi tidak bisa melupakan Tasya gitu setelah di tolak dengan baik gitu," kata Budi.
"Pilihan Budi baik gitu, ya milih yang beda dari Tasya dari parasnya dan juga kepribadiannya. Lembaran putih dan bersih dari kisah cinta," kata Eko.
"Emmm," kata Budi.
"Realitanya. Budi di pilih Tasya," kata Eko.
"Ya realitanya. Memang sih Tasya menerima aku, ya Tasya milih aku. Hidup ini pilihan manusia," kata Budi.
"Emmmm," kata Eko.
Budi dan Eko menikmati minum kopi dengan baik dan makan sate gitu. Abdul datang juga ke rumah Eko, ya tujuannya ngobrol dan main permainan ini dan itu. Abdul menaruh motornya dengan baik, ya di parkirkan di depan rumah Eko. Ya Abdul duduk dengan baik, ya bersama Eko dan Budi. Eko membuatkan kopi untuk Abdul.
"Asik ngobrolin apa Eko, Budi?" kata Abdul.
"Hidup ini pilihan manusia," kata Budi.
"Emmm," kata Eko.
"Hidup ini pilihan manusia, ya memang sih," kata Abdul.
"Mau di jalanin dengan baik atau tidak hidup ini, ya pilihan manusia?" kata Budi.
"Berarti jika manusia ingin punya istri dua, ya pilihan manusia yang menjalankan hidup ini. Apalagi cewek yang di pilih itu, ya artis cantik," kata Abdul.
"Bener omongan Abdul. Pilihan manusia, ya ingin istri dua. Dari keinginan cowok. Lebih baik di omongin dari pada di pendam dalam hati. Tetap saja, ya bila mampu," kata Eko.
"Obrolannya, ya ingin punya istri dua. Sekedar Obrolan. Bila mampu," kata Budi.
"Istri satu juga, ya pilihan manusia dalam menjalankan hidup ini untuk setia," kata Abdul.
"Yang di omongin Abdul, ya bagus banget. Pilihan manusia dalam menjalankan hidup ini. Setia dengan pasangannya," kata Eko.
"Pilih satu atau dua, ya pilihan manusia," kata Budi.
"Main kartu remi saja!" kata Eko.
"Okey main kartu remi!" kata Budi.
"Ya main kartu remi," kata Abdul.
Eko mengambil kartu remi di bawah meja, ya kartu remi di kocok dengan baik dan di bagikan dengan baik gitu. Ketiganya main kartu remi dengan baik, ya sambil menikmati minum kopi dan makan sate gitu.