Budi duduk di depan rumahnya, ya sedang menikmati minum kopi dan makan singkong rebus. Ya Eko datang juga ke rumah Budi. Memang Budi menunggu Eko dateng ke rumah Budi, ya janji untuk main kartu remi gitu. Eko memarkirkan motornya dengan baik di depan rumah Budi. Eko duduk dengan baik, ya dekat Budi gitu.
"Hidup ini. Tinggal di kota Bandar Lampung, ya antara baik dan buruk. Kaya dan miskin, ya kan Eko?" kata Budi.
"Iya!" kata Eko.
Eko mengambil singkong rebus di piring dan di makan dengan baik, ya singkong gitu.
"Hidup ini. Antara paham agama dan tidak paham agama, ya kan Eko?" kata Budi.
"Iya!" kata Eko.
Eko mengambil aqua gelas di bawah meja, ya tepatnya di dalam kardus gitu. Aqua gelas di minum dengan baik sama Eko. Budi memang menyiapkan satu dus aqua gelas yang di taruh di bawah meja, ya untuk tamu gitu.
"Hidup tetap di nikmati dengan baik. Dengan keadaan kita. Sederhana!" kata Budi.
Eko menaruh gelas aqua di meja.
"Memang di nikmati dengan baik, ya keadaan kita. Sederhana!" kata Eko.
"Oiya Eko aku ingin tanggapan Eko tentang sebuah cerpen," kata Budi.
"Tanggapan aku. Tentang cerpen. Mana cerpennya?" kata Eko.
"Ya aku ambil dulu cerpennya!" kata Budi.
Budi mengambil selebar kertas di bawah meja, ya kertas yang ada cerita yang di maksud Budi, ya di berikan sama Eko. Ya Eko mengambil selembar kertas itu, ya dari tangan Budi. Cerpen di baca Eko dengan baik dengan judul cerita 'Sufiyum Sujatayum' :
Isi cerpen yang di baca Eko :
Sujata diperkenalkan sebagai putri tunggal bisu dari Mallikarjunan dan Kamala, sebuah keluarga Hindu. Dia juga penari Kathak yang berbakat. Suatu hari Sujata bertemu Sufi di bus. Sufi adalah seorang darwis berputar dan seorang cendekiawan Muslim yang kembali setelah melakukan ekspedisi untuk menemui Ustadnya. Di sana dia kehilangan miliknya misbaha (tasbih), yang dikembalikan Sujatha kepadanya. Belakangan, suatu hari Sufi menghadiahkan misbahanya kepada Sujata, yang merupakan pemberian dari ibunya. Segera setelah itu, mereka jatuh cinta dan memutuskan untuk kawin lari. Sebaliknya, ayahnya menikahkannya dengan NRI Rajeev yang kaya, di Dubai. Mengingat hubungan antaragama diklaim oleh Nasionalis Hindu sebagai Jihad Cinta yang curang, Ayah Sujata berdebat dengan Ustad tentang akibat Cinta. Lima tahun kemudian, dia mengira cinta itu hilang.
Sufi kembali ke desa setelah sepuluh tahun. Ustad sudah tidak ada. Sufi mengunjungi makamnya di pemakaman masjid. Imam menemukannya di sana dan mengundangnya masuk. Sufi mengumandangkan azan dan mengumpulkan orang. Sayangnya, dia meninggal selama doa itu. Sujata sangat terpukul dengan berita kematian Sufi. Suaminya Rajeev memutuskan untuk membawanya kembali ke desa untuk menghadiri pemakaman. Mereka mencapai pemakaman hanya setelah jenazah Sufi sedang dalam proses penguburan. Namun, Rajeev berkunjung ke kuburan, karena perempuan tidak diizinkan masuk.
Sore harinya, Rajeev menyadari bahwa dia telah kehilangan paspornya. Setelah mencarinya kemana-mana, dia menyimpulkan bahwa itu bisa saja jatuh dari sakunya ke kuburan. Rajeev dan ayah mertuanya Mallikarjunan memutuskan untuk menggali kuburan, bersama dengan Kumaran penyewa mereka. Tapi ketiganya akhirnya bertengkar satu sama lain ketika mereka tidak dapat menemukan apa pun. Sementara itu, Sujatha tiba di sana dengan paspor yang telah disembunyikannya agar dia dapat mengembalikan misbaha, begitu kuburannya digali. Mereka kembali ke Dubai dan berhenti berkelahi.
***
Eko selesai membaca cerpen, ya selembar kertas di taruh di meja.
"Cerita bagus. Ya intrik-intriknya," kata Eko.
"Ya memang ceritanya bagus. Ceritanya dikaitkan dengan agama, ya gimana tanggapan Eko?" kata Budi.
"Agama. Cinta beda agama. Tetap sih, ya seperti biasanya. Hidup ini pilihan dari keputusan manusia dalam menjalankan hidup ini. Hidup harus bisa rukun dari perbedaan agama. Ya menghormati satu agama dengan agama lainnya. Kita hidup di negeri Indonesia, ya pribumi di ajarkan untuk Toleransi," kata Eko.
"Toleransi," kata Budi.
"Cinta terkadang tidak bisa bersatu karena beda agama," kata Eko.
"Ya begitu ceritanya," kata Budi.
"Ya kalau begitu lebih baik. Main kartu remi saja!" kata Eko.
"OK. Main kartu remi!" kata Budi.
Budi mengambil selembar kertas di meja di taruh di bawah meja. Budi mengambil kartu remi di bawah meja, ya kartu remi di kocok dengan baik gitu dan di bagikan dengan baik gitu. Eko dan Budi main kartu remi dengan baik, ya permainan cangkulan gitu.
"Ngomongin berita Tv. Masih saja, ya berita di Tv tentang beda pelaksanaan sholat hari raya. Organisasi agama ini dan itu," kata Budi.
"Ya nama juga berita," kata Eko.
"Realita hidup ini," kata Budi.
"Kenyataan," kata Eko.
"Hidup ini tetap pilihan manusia dalam menjalankan agama yang di yakin, ya berdasarkan golongannya atau kelompoknya," kata Budi.
"Memang hidup ini pilihan manusia. Sampai-sampai ada manusia yang tidak menjalankan aturan agama yang di yakininya," kata Eko.
Eko dan Budi terus main kartu remi dengan baik.
"Yakin pada agama yang di yakini, ya menyatakan agama yang di yakininya benar. Ya agama yang benar," kata Budi.
"Setiap manusia yang meyakini agama yang di yakini dengan pernyataan agama yang benar. Ya urusan agama lain pun, ya sama aja pernyataan dari setiap manusia yang meyakini agama yang di yakini, ya agama yang benar, ya maka itu mengikuti aturan ajaran agama di jalanin dengan baik gitu," kata Eko.
"Bebas memilih agama yang di yakini. Di jamin juga urusan agama yang di yakini sama Undang-Undang di negeri ini," kata Budi.
"Demi kebaikan bersama di jamin sama Undang-Undang di negeri ini, ya tentang kebebasan tentang agama yang di yakini. Tetap Toleransi, ya saling menghormati satu agama dengan yang lainnya," kata Eko.
"Emmmm," kata Budi.
Budi dan Eko main kartu remi yang menang Budi gitu. Main kartu remi lanjut gitu. Ya Eko ngocok kartu dan di bagikan lagi kartu remi dengan baik dan di bagikan dengan baik gitu. Keduanya main kartu remi dengan baik gitu.
"Untung saja. Urusan agama. Tidak mencari agama paling benar, ya kan Eko?" kata Budi.
"Memang untung saja, ya urusannya agama tidak mencari agama paling benar. Karena masih tetap agama yang di yakini saja!" kata Eko.
"Yakini saja!" kata Budi.
"Bagi ingin tahu agama yang paling benar, ya lampauin saja batasan manusia, ya sampai mendengarkan Roh. Jadilah manusia pilihan Tuhan. Jadi Nabi atau Raja. Ya Roh menjelaskan kebenaran masa lalu dan masa depan," kata Eko.
"Ya benar omongan Eko. Bagi yang ingin tahu agama paling benar, ya lampauin batasan manusia sampai mendengarkan Roh," kata Budi.
"Emmm," kata Eko.
Eko dan Budi main kartu remi dengan baik banget, ya tetap permainan cangkulan gitu.
No comments:
Post a Comment