Budi dan Eko duduk di depan rumah Budi sambil menikmati minum kopi dan juga makan gorengan.
Konon pada zaman dahulu kala, ada seekor babi hutan di tengah kehausan. Di tengah hutan, babi melihat air yang terdapat di daun ubi hutan. Dia meminum air itu karena dia haus. Tanpa disadari, ternyata air tersebut adalah air seni Prabu Sungging Perbangkara. Dia adalah seorang raja yang terkenal dengan kesaktian mandragunanya. Karena meminum air kencing raja sakti, babi hutan itu hamil. Sembilan bulan kemudian dia melahirkan seorang anak manusia perempuan.
Raja Sungging Perbangkara diberitahu oleh rakyatnya bahwa babi hutan melahirkan seorang anak manusia perempuan. Raja Perbangkara segera menyadari bahwa babi itu pasti telah meminum air seninya. Dia segera pergi ke hutan untuk mencari babi hutan. Setelah dia menemukan bayi perempuan itu, dia kemudian membawanya kembali ke istana kerajaan. Raja memberinya nama Dayang Sumbi.
"Ah, ini bayi perempuan yang cantik. Aku akan membawanya ke kerajaan. Saya menamai bayi ini Dayang Sumbi.” kata Raja Sungging.
Waktu berlalu dengan cepat, Dayang Sumbi tumbuh menjadi seorang gadis cantik. Banyak bangsawan, raja, dan pangeran berlomba-lomba untuk menikahi Dayang Sumbi. Namun, semua usul itu ditolak mentah-mentah oleh Dayang Sumbi. Ternyata, penolakan tersebut justru menimbulkan perang antara pria yang melamarnya. Hal ini membuat Dayang Sumbi sedih. Merasa sedih, Dayang Sumbi kemudian meminta izin kepada ayahnya, Raja Sungging Perbangkara untuk diasingkan.
“Ayah, Sumbi tidak berniat menikah. Banyak pria yang melamarku tapi Sumbi menolak. Akibatnya, terjadi banyak peperangan. Sumbi sedih Ayah! Sumbi meminta izin untuk pergi ke pengasingan.” kata Dayang Sumbi.
Raja Sungging Perbangkara akhirnya mengizinkan Dayang Sumbi mengasingkan diri di sebuah bukit. Raja Perbangkara memberikan seekor anjing jantan bernama Tumang untuk menemani Dayang Sumbi.
"Baiklah kalau itu maumu. Ananda dapat mengasingkan diri ke bukit yang sepi. Bawa Tumang untuk menemani hari-harimu.” Raja Sungging mengizinkan.
Selama pengasingannya, Dayang Sumbi mengisi waktu luangnya dengan menenun kain. Suatu ketika, saat menenun, alat tenun jatuh. Dayang Sumbi malas mengambilnya. Dia kemudian mengucapkan pidato tanpa sadar. “Siapa saja yang mau mengambil alat tenun saya, jika dia laki-laki, dia akan menjadi suami saya. Jika dia seorang wanita, aku akan menjadikannya saudara perempuan."
Si Tumang, anjing yang menemaninya turun untuk mengambil peralatan tenun. Si Tumang kemudian memberikannya kepada Dayang Sumbi. Melihat Si Tumang mengambil alat tenunnya, Dayang Sumbi langsung merasa lemas. Dia sangat menyesali pidatonya. Tapi mau tidak mau dia harus menepati janjinya. Dayang Sumbi kemudian menikahi Si Tumang, anjingnya. Tumang bukan anjing biasa. Dia adalah Dewa yang melakukan pelanggaran, dikutuk menjadi anjing, lalu dibuang ke bumi.
Tak lama setelah menikah, Dayang Sumbi melahirkan seorang putra. Dia memberinya nama Sangkuriang. Seiring berjalannya waktu, Sangkuriang kini telah tumbuh menjadi anak mandraguna yang tampan dan sakti. Sejak kecil, Sangkuriang sudah sering berburu. Setiap pergi berburu, Sangkuriang selalu ditemani oleh Si Tumang. Dayang Sumbi tidak pernah menceritakan bahwa Si Tumang adalah ayah kandungnya.
Suatu hari, Sangkuriang sedang berburu di hutan mencari rusa ditemani oleh Si Tumang. Ibunya ingin memakan hati Kijang. Di tengah hutan, Sangkuriang melihat seekor rusa sedang makan. Ia segera memerintahkan Si Tumang untuk mengejar kijang tersebut. Namun anehnya, Si Tumang kali ini menolak perintah Sangkuriang, padahal biasanya ia sangat patuh. Melihat Tumang hanya diam, Sangkuriang menjadi marah. Sangkuriang mengancam akan membunuh Si Tumang jika tidak menuruti perintahnya. Namun, Si Tumang tetap menolak untuk mengejar kijang tersebut. Sangkuriang kehilangan kesabaran, Dia membunuh Si Tumang. Sangkuriang kemudian mengambil hati anjing malang itu untuk dibawa pulang.
Sesampainya di rumah, Sangkuriang memberikan hati Si Tumang kepada ibunya. Dayang Sumbi lalu memasaknya. Ia lalu memakan jantung Si Tumang. Setelah makan, dia bertanya kepada Sangkuriang tentang Si Tumang. Sangkuriang kemudian mengatakan yang sebenarnya, bahwa hati yang dimakan ibunya adalah hati Si Tumang. Mengetahui hal itu, Dayang Sumbi sangat marah. Ia mengambil gayung batok kelapa, lalu memukulkannya ke kepala Sangkuriang.
Dengan kepala terluka oleh pukulan ibunya, Sangkuriang meninggalkan ibunya, mengembara ke timur. Dia sangat marah pada ibunya. Sangkuriang berpikir bahwa ibunya lebih mencintai Si Tumang daripada dirinya.
Setelah kematian Sangkuriang, Dayang Sumbi menyesal memukul kepala Sangkuriang. Ia merasa bersalah karena tidak memberi tahu Sangkuriang bahwa Si Tumang adalah ayahnya. Dia kemudian naik untuk meminta pengampunan atas kesalahan yang telah dia lakukan kepada para Dewa. Dewa mengetahui tindakan Dayang Sumbi dalam menerima permintaan maaf Dayang Sumbi. Dewa kemudian menganugerahkan kecantikan abadi pada Dayang Sumbi. Dia menjadi berumur panjang tetapi masih terlihat cantik dan awet muda.
Selama bertahun-tahun Sangkuriang telah melakukan perjalanan tanpa tujuan yang jelas. Ia mengembara mengikuti kemanapun langkahnya berada. Tanpa sepengetahuannya, Sangkuriang berjalan mondar-mandir menuju tempat Dayang Sumbi berada. Saat bertemu dengan Dayang Sumbi, Sangkuriang terpesona dengan kecantikannya. Begitu pula dengan Dayang Sumbi yang terpesona dengan ketampanan dan kesaktian Sangkuriang. Keduanya sudah lama tidak bertemu hingga mereka tidak menyadari bahwa mereka sebenarnya adalah ibu dan anak. Keduanya kemudian berencana untuk menikah.
Sebelum pernikahan, Sangkuriang ingin berburu terlebih dahulu. Sebelum berburu, Dayang Sumbi membantu mengikatkan ikat kepala di kepala Sangkuriang. Saat itulah Dayang Sumbi melihat bekas luka di kepala Sangkuriang. Dayang Sumbi sangat terkejut melihat bekas luka di kepalanya. Dia segera menyadari bahwa pria itu adalah anaknya sendiri. Dayang Sumbi kemudian meminta Sangkuriang untuk membatalkan pernikahan mereka. Dia menjelaskan bahwa mereka berdua adalah ibu dan anak. Namun Sangkuriang tidak memperdulikan penjelasan ibunya. Dia masih ingin menikahi Dayang Sumbi karena dia sangat cantik.
Mengetahui keinginan kuat Sangkuriang untuk menikah dengannya, Dayang Sumbi akhirnya siap untuk menikah. Tapi dia memberikan persyaratan yang sangat berat. "Tidak apa-apa jika kamu benar-benar ingin menikah denganku. Aku rela menjadi istrimu tapi syaratnya sangat berat.”
“Syarat apa yang kamu minta? Saya mampu membelinya." kata Sangkuriang.
"Baiklah. Anda harus membendung sungai Citarum dan kemudian membuat perahu yang sangat besar. Semuanya harus dilakukan dalam satu malam.” kata Dayang Sumbi.
"Baik, aku bisa mengatasinya. Aku akan menyelesaikannya dalam satu malam." Sangkuriang segera bekerja keras untuk menciptakan kondisi Dayang Sumbi. Sangkuriang menebang pohon besar. Dari kayu pohon, Dia membuat perahu besar. Ranting dan ranting pohon yang tidak Dia pakai, dia tumpuk. Tumpukan dahan dan ranting pohon itu kemudian menjelma menjadi Gunung Burangrang. Sedangkan tunggul atau pangkal pohon yang ditebangnya kemudian menjelma menjadi gunung. Sekarang dikenal sebagai Gunung Bukit Tunggul.
Tak lama kemudian, perahu besar permintaan Dayang Sumbi itu selesai dibangun. Kemudian ia pergi ke sungai Citarum untuk membendungnya menjadi sebuah danau. Untuk tugas menghancurkan sungai, dia memanggil makhluk halus yang pernah dia kalahkan untuk membantunya. Mengetahui kemajuan pekerjaan Sangkuriang dengan sangat cepat, Dayang Sumbi menjadi cemas. Dia harus menggagalkan pekerjaan Sangkuriang agar mereka berdua bisa membatalkan pernikahan mereka. Dia kemudian meminta bantuan Tuhan untuk memberinya jalan keluar dari masalahnya.
Dewa memerintahkan Dayang Sumbi untuk membentangkan kain putih yang ditenun agar matahari cepat terbit. Dayang Sumbi segera melakukan perintah Dewa. Tak lama kemudian Matahari terbit. Terbitnya matahari membuat makhluk halus yang sedang bekerja membendung Sungai Citarum membubarkan diri dan meninggalkan pekerjaannya. Sangkuriang sangat marah melihat matahari terbit. Ia tahu Dayang Sumbi telah berbuat curang agar fajar cepat tiba. Sangat marah, Sangkuriang kemudian merusak bendungan Sanghyang Tikoro. Sungai Citarum menyumbat aliran lalu terlempar ke timur yang kemudian berubah menjadi Gunung Manglayang. Air di danau itu surut. Masih belum puas, Sangkuriang kemudian menendang perahu besar yang dibuatnya hingga terlempar terbalik. Perahu besar itu kemudian menjelma menjadi Gunung Tangkuban Perahu.
Kemarahan Sangkuriang masih belum reda. Dia mengejar Dayang Sumbi. Dayang Sumbi lari ketakutan. Ia berlari menuju Gunung Putri. Tubuhnya kemudian menghilang dan berubah menjadi Bunga Jaksi. Sedangkan Sangkuriang terus mengejarnya hingga akhirnya sampai di Ujung Berung. Di Ujung Berung, jasad Sangkuriang kemudian menghilang ke alam gaib.
Gunung Tangkuban Perahu terletak di bagian utara Kota Bandung, Provinsi Jawa Barat , pada jarak 30 km dari pusat kota. Gunung yang terbentuk sekitar 190.000 tahun yang lalu ini memiliki ketinggian 2.084 meter di atas permukaan laut dengan 13 kawah yang tersebar di area puncaknya. Dinamakan Gunung Tangkuban Perahu karena bentuknya yang menyerupai perahu terbalik. Ahli geologi berpendapat bahwa dataran tinggi Bandung adalah sisa-sisa Danau Besar. Danau tersebut terbentuk akibat letusan gunung berapi purba, yaitu Gunung Sunda, yang membendung aliran sungai Citarum. Gunung Tangkuban Perahu sendiri diyakini sebagai sisa dari Gunung Sunda yang masih aktif.
***
Budi cukup lama main wayangnya dan akhirnya selesai juga. Wayang pun di taruh di kursi kosong. Eko memuji permainan wayang Budi dan ceritanya, ya kaya dalang yang mainkan wayang di acara Tv, ya begitu juga ceritanya bagus. Budi paham omongan Eko dengan baik. Ya acara selanjutnya Eko dan Budi main catur dengan baik lah.