CAMPUR ADUK

Thursday, June 30, 2022

PEDRO, PABLO DAN JUAN


Tiga bersaudara yang bernama Pedro, Pablo, dan Juan hidup di sebuah istana megah. Ayah mereka adalah seorang raja yang berkuasa di istana tersebut. Pedro adalah anak pertama, Pablo yang kedua, dan Juan yang paling bungsu. Sejak kecil ketiganya telah dididik dengan sangat keras oleh Sang Raja. Mereka diajarkan untuk selalu disiplin dan berani menghadapi apa pun sejak mereka kecil. Kini ketiganya telah beranjak dewasa. Sang Raja merasa sudah saatnya untuk memberikan tahtanya kepada salah satu dari ketiga anak laki-lakinya. Ketiga anak tersebut mempunyai sifat yang berbeda. Pedro dan Pablo tumbuh menjadi anak muda yang sangat percaya diri. Keduanya selalu ingin menjadi yang nomor satu di hadapan ayah mereka. 

Tidaklah heran jika keduanya selalu bersaing untuk menjadi yang terbaik di mata Sang Raja. Berbeda dengan kedua kakaknya, Juan tumbuh menjadi anak muda yang cenderung pemalu dan kurang percaya diri. Ia selalu merasa bahwa dirinya selalu kalah jika bersaing dengan kedua kakaknya. Maka sangatlah wajar jika kedua kakaknya sering meremehkan Juan. Suatu hari Sang Raja mengajak ketiganya untuk ikut berburu ke hutan. Dengan penuh rasa percaya diri Pedro dan Pablo mengambil perlengkapan mereka. Mereka berangkat ke hutan diikuti oleh Juan yang berjalan paling belakang. Raja memerintahkan ketiganya untuk membawa binatang hasil buruan mereka sebanyak-banyaknya. 

Mereka segera berpencar. Setelah menunggu agak lama, satu per satu mereka kembali membawa hasil tangkapannya. Pedro dan Pablo masing-masing membawa rusa dan kelinci. Juan kembali setelah keduanya. Ia hanya membawa seekor burung ke hadapan Sang Raja. Pedro dan Pablo pun menertawakannya. Setelah kejadian tersebut Juan merasa semakin rendah diri. Di antara kedua kakaknya, ia merasa menjadi anak yang paling bodoh. Apalagi kedua kakaknya selalu menertawakan setiap kali ia melakukan kesalahan. Juan semakin merasa tidak percaya diri. Ia tidak habis pikir mengapa ia tidak sepintar kedua kakaknya. Raja merasa sudah saatnya untuk menentukan siapa pewaris tahta kerajaan selanjutnya yang akan memimpin kerajaan. Ia memberikan tugas kepada ketiga puteranya untuk mengetahui siapa yang pantas menjadi penggantinya di antara ketiganya. Pedro, Pablo, dan Juan dipanggil menghadap Sang Raja. Ujian pertama dimulai. 

“Aku akan memberikan tugas kepada kalian. Kalian harus menemukan seorang calon istri di luar sana. Siapa yang menemukan istri yang paling cantik ialah yang akan menjadi pemenang dan mempunyai kemungkinan untuk mewarisi tahta sebagai raja selanjutnya.” 

Raja pun memberikan sejumlah uang sebagai bekal untuk melakukan tugas itu. Selain itu ketiganya masing-masing diberi seekor kuda yang bisa mereka pilih sendiri. Merasa sangat bersemangat, Pedro dan Pablo segera meninggalkan ruangan untuk memilih kuda yang paling kuat. Sedangkan Juan, ia tidak tergesa-gesa meninggalkan Sang Raja. Ia mengucapkan terima kasih kepada ayahnya sebelum melaksanakan perintah. Setelah itu ia baru keluar untuk memilih kuda. Juan tidak mempunyai pilihan lain selain memilih kuda yang disisakan oleh kedua kakaknya. Di kandang kuda tersebut tinggal seekor kuda tua yang terlihat sangat tidak bertenaga. 

Juan pun segera membawa kuda tersebut untuk melaksanakan perintah Sang Raja. Juan tidak tahu ke mana ia harus mencari seorang istri. Ia hanya terus menaiki kudanya tanpa mengetahui tujuannya. Di tengah perjalanan, kuda yang terlihat sangat letih itu berhenti. Rupanya kuda itu sudah tidak kuat lagi melanjutkan perjalanan. Juan turun dari kuda. Ia tidak bisa memaksakan kuda itu untuk melanjutkan perjalanan. Kini ia hanya bisa bersedih. Ia berpikir bahwa ia pasti telah gagal untuk melanjutkan tugasnya. Di saat ia termenung, muncul seekor katak dari tepi sungai. 

“Hei, Anak Muda! Mengapa wajahmu terlihat sangat murung?” 

Melihat Juan dengan air muka yang sangat sedih katak itu mendekatinya. Juan segera menceritakan situasi yang ia hadapi. Ia mengatakan kepada katak itu bahwa ia sedang menjalankan tugas dari Sang Raja. 

“Tenanglah! Aku akan membantumu. Kamu tidurlah di bawah pohon itu dan tunggulah selama satu jam. Aku akan kembali membawakanmu seorang istri,” kata Katak.

Juan pun menuruti perkataan katak itu. Ia pergi untuk tidur di bawah pohon dan membiarkan kudanya yang sangat lelah beristirahat. Satu jam kemudian ia terbangun oleh suara Katak yang membangunkannya. 

“Pulanglah kepada ayahmu dan katakan padanya bahwa kamu telah menemukan seorang istri.” 

Masih dengan muka yang sangat bingung Juan menuruti perintahnya. Ia membawa kudanya pulang ke istana. Di istana, Sang Raja telah menunggunya. Kedua kakaknya telah berkumpul di ruangan ayah mereka. 

“Bagaimana, Juan? Apakah kamu sudah menemukannya?” Pedro, kakak tertuanya, bertanya dengan senyum yang bernada merendahkan Juan. 

“Ayah, sa... saya sudah menemukannya,” kata Juan sambil terbata-bata. 

Pedro dan Pablo ternyata telah terlebih dahulu mengaku telah menemukan calon istri. Juan pun mengatakan hal yang sama meskipun ia tidak yakin dengan perkataan katak yang ditemuinya. Ia tidak begitu percaya pada katak itu karena tadi dilihatnya katak itu tidak membawa satu orang pun gadis bersamanya. Namun karena tidak mau lagi menjadi bahan tertawaan kedua kakaknya, Juan pun mengaku bahwa ia telah menemukan seorang gadis sebagai calon istrinya. Hari berikutnya Sang Raja kembali memanggil ketiganya. Pedro, Pablo, dan Juan kembali berkumpul di ruangan raja. Ia memberikan masing-masing anaknya selembar kain. 

“Berikan kain ini pada calon istri kalian dan mintalah ia untuk membordir kain ini! Siapa pun yang membordir paling bagus maka ialah yang menjadi pemenangnya.” 

Pedro dan Pablo segera pergi dengan sangat bersemangat. Juan menyusul di belakang mereka. Ia semakin sedih karena sebentar lagi pasti kebohongannya akan terbongkar. Ia tidak bisa membayangkan bagaimana kedua kakanya akan menertawakannya jika kebohongannya kali ini tekuak. Juan pergi bersama kuda tuanya. Kali ini ia tidak menaikinya. Kuda itu berjalan bersama Juan. Mereka pun sampai di tepi sungai tempat katak itu muncul kemarin. Juan terduduk lemas di bawah pohon. Ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan. Namun tiba-tiba Si Katak muncul dari dalam sungai. 

“Apakah kamu sedang melakukan tugas dari Raja?” Si Katak bertanya kepada Juan. 

Ia sepertinya tahu bahwa Juan dalam kesulitan. Juan segera menceritakan apa yang telah terjadi. Ia menunjukkan kain yang dibawanya pada Si Katak. 

“Tunggulah selama dua jam. Aku akan kembali,” kata Si Katak kemudian pergi meninggalkan Juan.

Setelah dua jam tertidur, Juan terbangun oleh suara katak itu. Ia memberikan kepada Juan kain yang tadi ia bawa. Kini kain itu berubah menjadi sebuah kain dengan bordir yang sangat indah. Juan berterima kasih kepada Si Katak dan segera kembali ke istana. Seperti biasa, Juan menjadi yang terakhir sampai. Dilihatnya Pedro dan Pablo dengan muka berseri-seri telah menunggunya di ruangan Sang Raja. Juan segera memberikan kainnya pada Sang Raja. Setelah melihat kain Juan, Sang Raja sangat terkesima dengan bordiran pada kain tersebut. Ia belum pernah melihat bordiran yang secantik itu. 

Sang Raja kembali mengumumkan kepada ketiga anaknya tentang tugas mereka selanjutnya. Ia mengatakan kepada ketiganya bahwa kemampuan memasak calon istri mereka pun harus diuji. Sang Raja memerintahkan agar calon istri mereka memasak masing-masing sebuah masakan dari seekor sapi. Semua masakan harus dibawa ke istana untuk makan malam. Keesokan harinya, ketiganya pun berangkat melaksanakan tugas dari Sang Raja. Juan segera pergi menemui Si Katak dan bercerita tentang tugasnya kali ini. Si Katak pun memerintahkan kepada Juan untuk menunggunya selama beberapa jam dan akan kembali dengan masakan yang paling lezat. Selama menunggu Si Katak, Juan mencari makan untuk kudanya. Tak lama, Si Katak telah kembali. Kali ini Juan merasa lebih tidak yakin dibanding sebelum-sebelumnya. Katak itu membawakan seekor anak sapi yang dibakar.

“Pukullah kedua tanduknya sebelum kamu menghidangkannya!”

Tanpa mengatakan sesuatu lagi, Si Katak segera pergi meninggalkan Juan yang masih terlihat kebingungan. Ia tidak menyangka jika katak itu membawakannya seekor sapi utuh yang dipanggang. Namun, Juan menuruti kata-kata katak itu dan membawa masakan itu pulang. Di istana, Sang Raja dan kedua kakaknya telah menunggunya. Pedro dan Pablo tidak bisa menahan untuk tertawa melihat Juan membawa seekor sapi yang dipanggang, masih lengkap dengan kepala dan kakinya. Juan melihat kedua kakaknya. Mereka membawa hidangan berupa daging sapi yang dibakar. Kini saatnya menyajikan hidangan untuk Sang Raja. Pedro menjadi yang pertama untuk menyajikan hidangannya. 

Sang Raja mencobanya. Setelah itu giliran Pablo untuk menghidangkan. Sang Raja pun mencoba hidangannya. Setelah mencoba hidangan keduanya, Sang Raja mengatakan bahwa hidangan milik Pedro terlalu asin sedangkan hidangan milik Pablo tidak ada rasanya sama sekali. Kini giliran Juan untuk menyajikan hidangannya pada Sang Raja. Sebelum menghidangkannya, Juan memukul kedua tanduk sapi tersebut dan mengiris daging dari sapi tersebut. Setelah mencicipi hidangan Juan, Sang Raja merasa sangat puas karena inilah masakan terenak yang pernah ia cicipi. Juan merasa sangat senang. Akan tetapi, tugas ketiga dari Sang Raja belum selesai. 

Raja memerintahkan kepada ketiga anaknya untuk membawa calon istri mereka ke istana. Kali ini Juan benar-benar merasa ia akan gagal. Ia berpikir bahwa tugasnya untuk membordir dan membuat masakan sebelumnya telah dikerjakan oleh Si Katak. Juan tidak bisa menghindar lagi. Kebohongannya kali ini tidak bisa ditutupi lagi. Ia tidak mungkin membawa seekor katak kepada Sang Raja untuk dikenalkan sebagai calon istrinya. Juan segera pergi ke pinggir sungai untuk menemui Si Katak. Ia hendak mengatakan kepadanya bahwa ia tidak lagi bisa melakukan kebohongan kepada Sang Raja. Juan sadar bahwa ia tidak mungkin bersaing dengan kedua kakaknya. Mendengar perkataan Juan, Si Katak meyakinkannya bahwa ia tidak berbohong dan bisa membawakan seorang gadis sebagai calon istrinya.

“Tidurlah di bawah pohon dan tunggulah selama satu jam. Aku akan membawa tiga gadis untukmu. Tapi ingat! Nantinya kamu harus memilih gadis yang berada di tengah untuk kamu bawa pulang ke istana!”

Meskipun tidak yakin dengan perkataan Si Katak, Juan pun segera pergi ke bawah pohon. Satu jam kemudian Juan terbangun dan melihat tiga orang gadis yang membangunkannya. Ia teringat pada perkataan Si Katak bahwa ia harus membawa gadis yang berada di tengah. Ia memerhatikan gadis yang berada di tengah. Gadis itu bukanlah gadis yang paling cantik di antara ketiganya, padahal Sang Raja berpesan bahwa siapa pun yang mendapatkan gadis paling cantik ialah yang akan mewarisi tahta sebagai penerus raja. Juan pun bingung. Namun, ia teringat pada Si Katak yang telah membantunya berkali-kali. Ia pun mematuhi perkataan Si Katak dan membawa pulang ke istana gadis yang berada di tengah. 

Ketika Juan baru memasuki istana bersama gadis itu, Sang Raja telah melihat keduanya. Ia melihat sekilas kepada gadis itu dari jendela di ruangannya. Sang Raja terkesima. Ia tidak pernah melihat seorang gadis yang secantik itu. Sang Raja pun pingsan. Pedro dan Pablo telah berkumpul di ruangan yang telah ditentukan Sang Raja. Mereka tersenyum lebar karena merasa gadis yang mereka bawa adalah yang tercantik. Setelah siuman, Sang Raja langsung berkata bahwa gadis yang dibawa oleh Juan adalah yang paling cantik. Ia pun menunjuk Juan sebagai pewaris tahta untuk menjadi raja selanjutnya. Kedua kakak Juan merasa sangat kecewa. Namun, Juan tidak lantas menjadi sombong. Setelah menjadi raja, ia menunjuk Pedro dan Pablo sebagai penasihatnya untuk memimpin kerajaan. Mereka bertiga pun bersama-sama melaksanakan perintah ayah mereka untuk memimpin istana.  

LABU PUTIH DAN BAYI EMAS

Budi dan Eko duduk di depan rumah Budi, ya sambil menikmati minum kopi dan juga makan gorengan lah. 

"Eko. Apa pendapatmu tentang berita seperti ini. Seorang anak diktator, ya Bapaknya pada masa lalu jadi pemimpin negeri gitu, ya anak terpilih jadi pemimpin negeri gitu lewat pemilu gitu?" kata Budi. 

"Berita itu sih urusan lulusan Universitas yang pandangannya luas banget untuk memahami suatu kondisi dari sosial politik di suatu negara. Beda dengan aku, ya cuma lulusan SMA saja," kata Eko. 

"Ya kan Eko. Cuma sekedar bahan obrolan saja," kata Budi. 

"Ya memang sih sekedar bahan obrolan saja sih," kata Eko. 

"Jadi pendapat Eko gimana?" kata Budi. 

"Ya pendapat aku sih. Anak diktator jadi pemimpin negeri, ya tidak ada masalah sih. Kalau sudah terpilih dengan baik sama rakyat gitu," kata Eko. 

"Jadi anak diktator jadi pemimpin negeri, ya tidak ada masalah toh," kata Budi. 

"Emmmmm," kata Eko. 

"Mayoritas agama yang di pimpin anak diktator itu, ya agama kristen," kata Budi. 

"Negeri yang mayoritas agama kristen. Agama mayoritas bisa mempengaruhi banget dalam aturan pembentukan hukum di negeri tersebut demi mengatur rakyat dengan baik. Manusia itu banyak, ya ada baik dan buruk. Jadi untuk kebaikan bersama, untuk mengatur manusia, ya ada hukum adat, agama dan juga negara," kata Eko. 

"Sudah mayoritas agama kristen di suatu negeri. Tapi?" kata Budi berpikir panjang. 

"Tapi apa?" kata Eko. 

"Kenapa negeri yang mayoritas agama Kristen. Ya Nabi Isa atau Yesus belum muncul juga ya?" kata Budi. 

"Nabi Isa atau Yesus turun dari langit gitu, ya Budi?" kata Eko. 

"Ya maksud ku, ya Nabi Isa atau Yesus turun dari langit gitu," kata Budi. 

"Fantasi atau harapan dari umat Kristen, ya paling dasarnya dari baca cerita ini dan itu?" kata Eko. 

"Kedua-duanya juga boleh kok," kata Budi. 

"Ooooo begitu toh," kata Eko. 

"Seharusnya itu?" kata Budi yang berpikir panjang. 

"Seharusnya apa?" kata Eko. 

"Seharusnya di negeri yang mayoritas agama Kristen, ya muncul juga seorang pemuda yang dapat mendengarkan Roh," kata Budi. 

"Versi agama Islam kenapa jadi versi agama Kristen?" kata Eko. 

"Ya kan pemuda yang dapat mendengarkan suara itu yang sering kita omongin kan. Pemuda itu memahami semua agama yang berkembang di Indonesia dengan baik," kata Budi. 

"Memang begitu ceritanya," kata Eko. 

"Roh kan bisa menjelaskan kebenaran ini dan itu, ya dari perselisihan agama ribuan tahun lalu," kata Budi. 

"Sudah tidak perlu di omongin itu. Cukup cerita misteri dunia ini saja!" kata Eko. 

"Ok tidak perlu ngomong itu. Kalau begitu aku akan bercerita dengan wayang terbuat dari kardus, ya kreatif gitu. Ceritanya rakyat gitu!" kata Budi. 

"Ya aku jadi penonton yang baik!" kata Eko. 

Budi mengambil wayang yang di taruh di kursi, ya segera di mainkan wayang dengan baik. Eko menonton dengan baik gitu. 

Isi cerita yang ceritakan Budi :

Di sebuah rumah bambu yang terlihat aneh, hiduplah seorang lelaki yang sudah tua bersama istrinya. Rumah itu berada di dekat sebuah kebun yang sangat luas. Di kebun itu tumbuh berbagai macam bunga yang berwarna-warni. Di belakang rumah mereka terdapat sebuah ladang yang cukup luas. Mereka telah bertahun-tahun menanaminya dengan labu putih. Setiap hari ada saja labu putih yang matang dan siap untuk dimasak. Dari ladang inilah mereka mendapatkan makanan. Lelaki tua dan istrinya ini telah lama menikah. Namun, hingga kini keduanya belum mendapatkan anak. Mereka sangat merindukan suara anak-anak seperti halnya tetangga mereka yang memiliki dua atau tiga bahkan lebih anak yang sangat lucu. Mereka telah berdoa setiap hari agar dikaruniai anak. Akan tetapi, doa itu belum terkabul hingga saat ini. 

Usia mereka telah tua sehingga mereka semakin sadar bahwa mungkin mereka akan selamanya hidup berdua tanpa kehadiran anak dalam hidup mereka. Karena hal inilah, mereka selalu merasa kurang bahagia. Setiap kali melihat kebun bunga di dekat rumah mereka, pasangan suami istri itu selalu membayangkan jika mereka mempunyai seorang anak perempuan. Mereka akan memetik bunga-bunga itu lalu menghiaskannya di kepala anak perempuan mereka. Anak perempuan itu pastilah terlihat cantik. Selain itu, anak perempuan mereka pastilah akan merasa sangat bahagia bermain dan berlari-lari di kebun yang terlihat berwarna-warni dari kejauhan. Tetapi, begitu teringat akan usia mereka yang sudah tua, mereka akan melupakan keinginan tersebut. 

Suatu pagi, mereka pergi ke ladang di belakang rumah mereka. Mereka hendak melihat apabila ada labu putih yang bisa dipetik. Lelaki tua membawa sebuah pisau dan istrinya membawa keranjang. Sesampainya di ladang, mereka sangat gembira melihat beberapa labu sudah bisa dipetik. Mereka pun memetiknya satu per satu dan memasukkannya ke dalam keranjang. Labu-labu itu akan mereka bawa pulang untuk dimasak dan sebagian lagi akan dibagikan kepada tetangga di dekat rumah. Selama hidup mereka, ladang ini selalu memberikan hasil panen berupa labu-labu terbaik yang pernah ada. Mereka tidak pernah kekurangan makanan. Ladang ini adalah yang terbaik yang ada di desa mereka. Akan tetapi mereka tetap merasa hidup mereka tidaklah lengkap karena ketidakhadiran seorang anak perempuan dalam hidup mereka. 

“Andaikan Tuhan mengirimkan seorang anak perempuan untuk kita, aku akan lebih bersyukur lagi,” demikian ucap istri lelaki tua itu setiap hari. 

Malam telah tiba. Keduanya telah bersiap untuk beristirahat setelah seharian lelah memetik labu dan membagikannya kepada para tetangga. Namun, ketika keduanya hampir memejamkan mata, tiba-tiba angin bertiup sangat kencang. Rupanya angin topan telah datang. Angin itu hampir saja merobohkan rumah mereka. Untung saja rumah mereka sangat kuat sehingga hanya sedikit saja bagian rumah yang rusak akibat angin topan. Ketika pagi telah tiba mereka mengkhawatirkan ladang di belakang rumah. Semalam angin topan itu sangat kuat dan membuat rumah mereka rusak. Mereka memutuskan untuk melihat labu di ladang. 

Ketika sampai di ladang, mereka melihat tanaman labu yang sudah porak-poranda diterjang angin topan. Mereka hanya bisa menatap ladang dan tanaman labu yang sudah hancur tidak tersisa. Satu hari setelah kejadian itu sang istri mencoba kembali ke ladang mereka. Ia berharap masih ada labu yang bisa ia temukan. Setidaknya jika masih ada labu yang tersisa ia bisa mengambil biji-bijinya untuk ditanam kembali di ladang. Ia pun mengelilingi ladang dan melihat sisa-sisa tanaman labu. Tampaknya angin topan itu sangat kencang sehingga tidak tersisa satu pun labu yang bisa ia petik. Daun-daunnya pun telah hancur berserakan. 

Akan tetapi, ketika ia hampir putus asa, dilihatnya sesuatu di balik tumpukan daun labu yang telah layu. Ia membuka tumpukan daun itu dan dilihatnya sebuah labu kecil yang masih segar. Labu itu berwarna hijau. Meskipun merasa agak aneh karena labu yang mereka tanam sebelumnya berwarna putih, ia pun membiarkan labu itu tumbuh. Ia membersihkan daun-daun yang telah layu di sekitarnya. Labu inilah harapan terakhir untuk ia dan suaminya. Ia pun segera pulang dan memberi tahu suaminya tentang labu kecil itu. Mereka berdua pun merawat labu itu baik-baik agar bisa mengambil biji-bijinya dan menanam di ladang mereka kembali. 

Setiap hari mereka pergi ke ladang untuk melihat perkembangan labu mereka. Selama menunggu labunya menjadi besar, sang suami mencari pekerjaan untuk menghidupi keluarga mereka. Ia teringat akan bunga-bunga berwarna-warni di kebun dekat rumah mereka. Ia pun mengambil bunga-bunga tersebut dan istrinya merangkainya menjadi rangkaian bunga yang sangat indah. Bunga-bunga itu pun mereka jual di pasar. Mereka bisa menghasilkan sedikit uang untuk dibelikan makanan. Setelah berminggu-minggu tidak sempat melihat labu karena sibuk merangkai bunga, sang istri mencoba untuk pergi ke ladang. Ia berharap labu itu telah siap untuk dipetik. 

Dengan membawa sebuah pisau dan keranjang ia pergi ke ladang. Dan betapa terkejutnya ia melihat labu itu. Kini labu yang semula ia temukan berwarna hijau berubah menjadi labu putih yang sangat besar. Ini adalah labu terbesar yang pernah ia lihat. Dengan sangat hati-hati ia mulai menggunakan pisaunya untuk memotong tangkai labu. Ia sudah tidak sabar untuk segera memetik dan membawanya pulang. Ketika labu itu telah terlepas dari tangkainya, tiba-tiba labu itu bergerak-gerak. Sebuah suara ketukan terdengar dari dalam labu. Wanita itu pun sangat ketakutan. Dengan jantung yang berdegup ia lari meninggalkan ladang dan menemui suaminya di rumah. Ia meninggalkan labu besar itu di ladang. Tidak lama kemudian ia pun sampai ke rumahnya. 

“Suamiku! Labu itu sangat aneh. Kamu harus ke ladang!”

Ia menarik tangan suaminya yang juga sangat terkejut melihat istrinya yang datang dengan napas terengah-engah. Tanpa banyak bertanya, suaminya hanya mengikuti istrinya yang berlari kembali ke ladang. Mereka berdua berlari dan mendapatkan labu yang terus bergerak-gerak. Dari dalam labu itu terdengar suara seperti suara tangisan seorang anak. Karena merasa penasaran, sang suami lalu membelah labu itu dengan pisau. Setelah labu terbelah, keduanya membelalakkan mata. Mereka hampir tidak percaya pada apa yang mereka lihat. Seorang bayi laki-laki berada di dalam labu. Ia sedang menangis seperti bayi yang baru dilahirkan. Untuk beberapa detik keduanya hanya diam. Mereka tidak tahu apa yang harus mereka perbuat. 

“Mungkin ini jawaban dari Tuhan atas doa kita,” kata sang istri memecah keheningan.

“Tapi andaikan ini anak perempuan, aku pasti lebih bersyukur,” lanjutnya dengan nada agak kecewa.

Bagaimanapun juga akhirnya keduanya memutuskan untuk membawa pulang bayi laki-laki yang baru saja mereka temukan itu. Sang istri mengambil ember untuk mandi dan menyiapkan air hangat. Ia hendak memandikan bayi itu. Bayi itu menangis dengan sangat kencang sejak di ladang sampai di rumah. Namun, begitu dimasukkan ke dalam bak mandi bayi itu terdiam. Ketika sang istri menggosok punggung bayi laki-laki tersebut, emas yang sangat berkilau keluar dari dalam kulit punggungnya. Ia pun segera mengambil emas-emas itu. Dengan senyum yang sangat lebar ia memberitahukan hal ini pada suaminya. 

“Mungkin kita bisa menemukan bayi di dalam labu lagi,” kata sang istri kepada suaminya. 

Sejak saat itu keduanya rajin menanam labu dan berharap kejadian yang sama akan terjadi pada mereka. Meskipun sejak mendapatkan emas itu hidup mereka tidak kekurangan, keduanya menginginkan emas yang lebih banyak. Akan tetapi, tidak satu pun labu yang mereka petik memberikan keajaiban yang sama. Mereka pun mengeluh kepada Tuhan dan berdoa agar mereka diberi labu-labu ajaib yang lain. Beberapa hari kemudian sang istri bersiap memandikan bayinya dengan air hangat. Dalam hati ia berharap akan mendapatkan emas dari punggung bayinya sama seperti saat pertama ia memandikannya. Ia meletakkan bayinya di bak yang berisi air hangat. Perlahan-lahan ia menggosok punggungnya. 

Sekejap saja dari punggung bayinya keluar emas seperti yang ia harapkan. Ia pun kembali tersenyum lebar dan menyimpan emasnya. Suaminya pun merasa sangat senang. Semakin lama keduanya selalu merasa semakin kekurangan dan ingin mendapatkan lebih banyak emas dari bayi itu. Mereka juga tidak segan-segan mencari labu yang mungkin saja berisi bayi yang mungkin saja bisa memberikan mereka lebih banyak emas. Setiap hari keduanya pergi ke ladang untuk mencarinya. Setelah memperoleh emas dari bayi yang mereka temukan di ladang, keduanya kini berubah menjadi orang yang tamak. Mereka menginginkan emas lebih banyak lagi. Suatu sore, keduanya hendak memandikan bayi mereka. 

Seperti biasa, sang istrilah yang bertugas menyiapkan air hangat dan memandikan bayi mereka. Mereka memang telah berniat untuk kembali mendapatkan emas dari bayi itu. Dan benar saja, ketika sang istri menggosok punggung bayinya, keluar emas seperti biasa. Mereka pun bersorak gembira. Pagi harinya, sebelum matahari terbit keduanya telah terbangun dan bersiap memandikan bayi mereka. Keduanya telah sepakat untuk mengambil emas dari bayinya setiap hari. Dengan begitu mereka bisa membangun rumah mereka menjadi rumah yang megah. Seperti biasa, sang istri telah menyiapkan air panas. Bayi itu terlihat masih tertidur. Tetapi karena sudah tak sabar, mereka berdua pun berusaha membangunkannya. 

Bayi itu tetap tidak bergeming dan masih tertidur. Mereka pun terpaksa memandikannya dalam keadaan tertidur. Sang istri memasukkan bayi itu ke dalam bak. Dibaliknya tubuh bayi itu dan digosok-gosoklah punggungnya. Ia menggosokkan tangannya berkali-kali di atas punggung bayi itu, tapi tidak ada emas yang keluar dari dalamnya. Ia pun semakin keras mengguncang-guncang tubuh bayi tersebut. Namun hasilnya nihil. Bayi itu bahkan tetap tidak terbangun dari tidurnya. Merasa sangat kesal, keduanya hampir saja membuat tubuh bayi itu tenggelam dalam bak mandi. Tiba-tiba bayi itu menghilang dari pandangan keduanya. Mereka merasa sangat marah. Sang istri pun segera memeriksa emas-emas yang telah mereka dapatkan sebelumnya. Ia menyimpannya di lemari. Akan tetapi, ketika memeriksa lemarinya tidak satu pun emas ada di dalamnya. Emas-emas itu telah hilang bersama bayi mereka. Keduanya hanya bisa terduduk lemas. Kini mereka kembali ke kehidupan mereka semula, kembali miskin dan tidak mempunyai anak. Inilah pelajaran untuk orang-orang yang tidak pernah merasa bersyukur dan tidak pernah merasa puas. 

***

Budi cukup lama bercerita pake wayang dan akhirnya selesai juga gitu. Eko memuji pertunjukkan wayang Budi, ya begitu juga ceritanya gitu. Budi menaruh wayang di kursi kosong.

"Imam Mahdi itu. Apa mungkin muncul dari antara umat Islam untuk membenarkan ajaran agama Islam?" kata Budi.

"Mungkin saja. Ya seperti pemuda yang dapat mendengarkan Roh," kata Eko.

"Iya juga ya," kata Budi.

"Emmmm," kata Eko.

Eko dan Budi, ya melanjutkan acara dengan main catur lah. 

JAWS

Abdul duduk di depan rumah sambil baca koran, ya sambil menikmati minum kopi dan juga makan roti lah. Isi koran berita yang di beritakan dengan baik, ya hits dari urusan pemerintahan dari dalam negeri sampai luar negeri dari pokok masalah kecil sampai besar. Abdul baca koran cukup lama. Budi dateng ke rumah Abdul, ya memarkirkan motornya dengan baik di depan rumah Abdul gitu. Budi pun duduk bersama Abdul. Ya Abdul berhenti baca koran dan koran di taruh di meja lah.

"Abdul ngomong-ngomong gimana kabar Putri?" kata Budi.

"Nanya Putri. Emangnya aku ini siapa? Pacar bukan. Teman ia sih!" kata Eko.

"Siapa tahu kabarnya Putri?" kata Budi.

"Putri itu kuliah di Jakarta dengan baik. Aku di Bandar Lampung, ya usaha. Demi hidup ini. Dan juga aku cuma lulusan SMA," kata Abdul.

"Ya aku paham Abdul. Keadaan. Kenapa aku dan Abdul tidak melanjutkan kuliah. Padahal jalur beasiswa, ya ada sih untuk kuliah. Cuma saja. Waktunya repot dengan urusan kerja, ya kan Abdul?" kata Budi.

"Ya repot sudah kerja. Jadi kuliah sudah tidak perlu di omonggin lagi karena ada data tentang ijazah S1 hanya geletak saja jadi kenangan saja. Berarti yang penting itu cuma ilmu. Dengan perkembangan informasi dan teknologi, ya bisa belajar dengan otodidak untuk mencapai keberasilan dengan cara menganalisa dengan baik perkembangan ekonomi sekarang ini," kata Abdul.

"Abdul sih pinter, ya bisa menganalisa dengan baik. Tapi aku butuh kuliah dan juga ijazah S1, ya tujuan aku, ya cita-cita aku. Ingin duduk di pemerintahan, ya tak ingin selamanya jadi buruh gitu. Walau sebenarnya masa depan yang ku inginkan itu bisa berubah karena keadaan perkembangan zaman sih," kata Budi.

"Harapan Budi boleh tinggi. Tetap keadaan kan jadinya harus tetap pada posisi saat ini, ya buruh kerjaan Budi. Demi hidup," kata Abdul.

"Semua demi hidup ini," kata Budi.

"Harapan ku di masa depan. Aku ingin sukses dengan usaha yang aku bangun dan menikah cewek yang aku sukai dari SMA, ya sampai sekarang, ya Putri. Kalau gagal mendapat Putri. Ya Putri yang lain banyak lah bisa ku jadikan istri," kata Abdul.

"Aku paham omongan Abdul," kata Budi.

"Kalau begitu. Aku ingin bercerita jugalah kaya Budi, jadi dalang. Main wayang yang terbuat dari kardus bekas, ya kreatif gitu. Cerita lama sih!" kata Abdul.

"Aku jadi penonton yang baik gitu!" kata Budi.

Abdul mengambil wayang yang di taruh kursi dan mau di mainkan dengan baik wayang gitu. Eko dateng memarkirkan motornya dengan baik di rumah Abdul. Eko duduk dekat Budi, ya nonton pertunjukkan wayangnya Abdul dengan baik gitu.

Isi cerita yang di ceritakan Abdul :

Di kota pantai New England di Amity Island, seorang wanita muda, Chrissie Watkins, berenang dengan kurus di laut. Saat menginjak air, dia diserang dan ditarik ke bawah air oleh kekuatan yang tak terlihat. Keesokan harinya, sebagian sisa tubuhnya ditemukan di pantai. Kesimpulan pemeriksa medis bahwa kematian itu karena serangan hiu membuat kepala polisi Martin Brody menutup pantai. Walikota Larry Vaughn membujuknya untuk membatalkan keputusannya, karena khawatir ekonomi musim panas kota akan hancur. Pemeriksa sementara setuju dengan teori walikota bahwa Chrissie tewas dalam kecelakaan berperahu. Brody dengan enggan menerima kesimpulan mereka sampai hiu membunuh seorang anak laki-laki, Alex Kintner, di depan pantai yang ramai. Hiu diberikan hadiah, menyebabkan hiruk-pikuk perburuan hiu amatir, dan nelayan hiu profesional lokal Quint menawarkan jasanya seharga $10.000. Sementara itu, konsultan ahli kelautan Matt Hooper memeriksa Chrissie.

Ketika nelayan setempat menangkap hiu macan, ya walikota menyatakan bahwa pantai itu aman. Mrs Kintner, ibu Alex, menghadapkan Brody dan menyalahkan dia atas kematian putranya. Hooper mengungkapkan keraguan bahwa hiu macan bertanggung jawab atas serangan itu, dan kecurigaannya dikonfirmasi ketika tidak ada sisa-sisa manusia yang ditemukan di dalam perutnya setelah pembedahan. Hooper dan Brody menemukan kapal yang setengah tenggelam saat mencari perairan malam di kapal Hooper. Di bawah air, Hooper mencabut gigi hiu putih besar yang cukup besar dari lambung kapal, tetapi menjatuhkannya karena ketakutan setelah menemukan sebagian mayat nelayan lokal Ben Gardner. Vaughn menolak pernyataan Brody dan Hooper bahwa hiu putih besar besar bertanggung jawab atas kematian, dan menolak untuk menutup pantai, hanya mengizinkan peningkatan tindakan pencegahan keamanan. Pada akhir pekan Empat Juli, wisatawan memadati pantai. Setelah lelucon remaja dengan hiu palsu, hiu asli memasuki laguna terdekat, membunuh seorang pendayung dan menyebabkan putra tertua Brody, Michael, syok. Brody kemudian meyakinkan Vaughn yang merasa bersalah untuk mempekerjakan Quint.

Quint, Brody, dan Hooper berangkat dengan kapal Quint, Orca, untuk berburu hiu. Sementara Brody meletakkan tali persahabatan, ya Quint menunggu kesempatan untuk menangkap hiu. Tanpa peringatan, ia muncul di belakang perahu. Quint, memperkirakan panjangnya pada 25 kaki (7,6 m) dan berat pada 3 ton (3,0 ton panjang; 3,3 ton pendek), menombaknya dengan tali yang melekat pada tong flotasi, tetapi hiu menarik laras di bawah air dan menghilang.

Saat malam tiba, Quint dan Hooper dengan mabuk bertukar cerita tentang berbagai macam bekas luka mereka, dan Quint mengungkapkan bahwa dia selamat dari serangan di UUS Indianapolis. Hiu itu kembali secara tak terduga, menabrak lambung kapal, dan mematikan daya. Orang-orang bekerja sepanjang malam, memperbaiki mesin. Di pagi hari, Brody mencoba menelepon Penjaga Pantai, tetapi Quint, yang terobsesi untuk membunuh hiu tanpa bantuan dari luar, menghancurkan radio. Setelah pengejaran yang lama, Quint menombak hiu dengan tong lain. Tali diikat ke gerigi buritan, tetapi hiu menyeret perahu ke belakang, membanjiri geladak dan membanjiri kompartemen mesin. Quint bersiap untuk memutuskan tali untuk mencegah jendela di atas ditarik keluar tetapi geriginya putus, menjaga tong tetap menempel pada hiu. Quint menuju ke pantai untuk menarik hiu ke perairan yang lebih dangkal, tetapi dia membebani mesin yang rusak dan gagal.

Saat Orca perlahan tenggelam, ketiganya mencoba pendekatan yang lebih berisiko. Hooper memasuki air dalam kandang anti hiu, ya berniat untuk menyuntikkan hiu dengan strychnune, ya menggunakan tombak hipodermik. Hiu menyerang kandang, menyebabkan Hooper menjatuhkan tombak, yang tenggelam dan hilang. Sementara hiu meronta-ronta di sisa-sisa kandang yang kusut, Hooper berhasil melarikan diri ke dasar laut. Hiu itu melepaskan diri dan melompat ke perahu, melahap Quint dalam prosesnya. Terperangkap di kapal yang tenggelam, Brody mendorong tangki scuba bertekanan ke dalam mulut hiu dan naik ke sarang gagak. Dia menembak tank dengan senapan Quint, membunuh hiu dengan ledakan yang dihasilkan. Hooper muncul kembali dan mendayung kembali ke Pulau Amity dengan Brody, berpegangan pada tong yang tersisa.

***

Abdul memainkan wayangnya cukup lama dan akhirnya selesai juga gitu. Eko dan Budi memuji pertunjukkan wayangnya Abdul dan juga ceritanya. Abdul menaruh wayangnya di kursi kosong. Acara selanjutnya main kartu remi lah.

CAMPUR ADUK

MUMBAI XPRESS

Malam gelap bertabur bintang di langit. Setelah nonton Tv yang acara sepak bola. Budi duduk dengan santai di depan rumahnya sedang baca cerp...

CAMPUR ADUK