Budi duduk santai di depan rumahnya, ya melihat langit malam yang gelap bertabur bintang di langit, ya sambil menikmati minum kopi dan makan singkong rebus gitu.
"Baca cerpen saja!" kata Budi.
Budi mengambil buku di bawah meja, ya buku di buka dengan baik dan cerpen di baca dengan baik gitu.
Isi cerita yang di baca Budi :
Thee, seorang petugas pemasaran berusia 40 tahun yang sedang berjuang, pindah dari Bangkok ke Laddaland, sebuah perumahan kelas atas yang terletak di Chiang Mai, yaaa membawa serta istrinya, Parn, putri remaja pemberontaknya, Nan, dan putranya yang masih muda, Nat. Anda yakin bahwa langkah itu adalah pilihan terbaik untuk menjawab semua masalah keuangannya yang berkaitan dengan perusahaan tempat dia bekerja, yang menjual suplemen makanan, meskipun istrinya mengkhawatirkan pembayaran hipotek yang besar dan kuat yang diperlukan untuk membeli rumah baru.
Thee juga berharap untuk memperbaiki hubungannya dengan Nan, yang membenci orang tuanya karena menghabiskan sebagian besar hidupnya dengan nenek dari pihak ibu sesuai kesepakatan antara Thee dan ibu Parn — Nan lahir di luar nikah ketika orang tuanya masih tinggi. sekolah, dan ibu Parn, yang tidak pernah menerima hubungan Parn dengan Thee, menuntut Nan sebagai imbalan atas kelanjutan hubungan mereka. Nan tidak terkesan meskipun Anda telah melakukan upaya terbaik untuk memperbaiki situasi dan ingin kembali ke neneknya.
Sementara Laddaland tampaknya relatif biasa, jika tenang, lingkungan, Thee dan keluarganya menyadari bahwa ada sesuatu yang salah dengan lingkungan, karena tempat tampaknya menabur perselisihan pada keluarga untuk melakukan kekerasan. Seorang pembantu rumah tangga Burma ditemukan tewas dalam pembunuhan yang mengerikan. Somkiat, tetangga sebelah Thee, secara teratur memukuli istrinya dan putranya sambil menganiaya Ibunya yang sudah lanjut usia ; seluruh keluarga akhirnya binasa ketika Somkiat melakukan pembunuhan bunuh diri, yaaa dengan kematian putranya menjadi yang paling mengerikan saat dia merusak wajahnya dengan memotongnya secara vertikal. Sementara itu, Nan mengalami fenomena supranatural ketika dia dibujuk oleh teman-temannya untuk mengunjungi rumah di mana pelayan Burma dibunuh, tetapi ketidakmampuan Thee untuk mempercayai mereka menyebabkan dia pindah ke rumahnya pesantren sampai akhir masa jabatannya.
Thee dan Parn juga akhirnya menyerah pada perselisihan, Thee karena penemuannya bahwa perusahaannya adalah penipuan dan bosnya mengambil semua uangnya, memaksanya untuk bekerja di pekerjaan sampingan seperti menjadi pegawai toko, dan Parn karena tekanan ketidakhadiran Nan dan pengalaman supernaturalnya sendiri. Nat adalah satu-satunya yang tetap bersih dari kekerasan dan senang tinggal di sana, tetapi persahabatannya dengan teman imajiner yang ternyata adalah putra almarhum Somkiat hanya membuat Parn semakin khawatir.
Disfungsi mencapai titik nadir ketika Nan, pada hari kepulangannya dari pesantren, dihantui oleh arwah istri dan ibu Somkiat di sebelah dan harus tinggal di rumah sakit jiwa agar bisa tenang. Parn menyerang Engkau dan mengatakan bahwa dia dan anak-anak akan kembali ke ibunya. Kamu menemukan Nat hilang malam itu dan menggeledah rumah Somkiat, di mana dia dihantui oleh arwah putra Somkiat. Dia diikuti oleh Parn, yang menemukan Thee menembaki lemari tempat Nat bersembunyi dalam permainan petak umpet dengan putra Somkiat. Nat selamat dari tembakan, tetapi Thee, berpikir bahwa dia telah membunuh putranya, bunuh diri.
Parn mengantar anak-anaknya kembali ke ibunya di Bangkok setelah tragedi itu. Dia menceritakan kepada Nan bagaimana dia menjadi terbiasa dengan-Mu, bagaimana dia kehilangan mimpinya ketika dia mengetahui kehamilannya, dan bagaimana terlepas dari segalanya, Engkau selalu berusaha melakukan yang terbaik dan mencintai keluarganya. Film berakhir dengan kilas balik yang menunjukkan Anda dan keluarganya di saat-saat yang lebih bahagia.
***
Budi selesai baca cerpen yang ceritanya bagus, ya buku di tutup dan buku di taruh di bawah meja gitu.
"Emmm," kata Budi.
Budi menikmati minum kopi dan makan singkong rebus gitu. Eko datang ke rumah Budi, ya motor di parkirkan dengan baik di depan rumah Budi. Eko duduk dengan baik, ya dekat Budi.
"Emmm," kata Eko.
Eko mengambil sepotong singkong rebus di piring, ya di makan dengan baik gitu.
"Hidup ini...masih sama saja kan Eko?" kata Budi.
"Hidup ini. Masih sama aja sih!" kata Eko.
"Manusia yang memahami agama yang di yakini, ya menjalankan ibadahnya dengan baik dengan tujuan kebaikan diri, keluarga, dan orang lain gitu. Hidup di negeri ini di akui Undang-Undang 6 agama, ya sebenarnya ada ajaran kepercayaan ini dan itu sih, ya di yakini manusia di negeri ini berdasarkan suku keturunan gitu. Bagi manusia tidak memahami agama yang di yakini, ya meninggalkan segala ibadahnya, ya 6 ajaran agama," kata Budi.
"Realita hidup ini antara manusia menjalankan ibadah dan manusia tidak menjalankan ibadah toh!" kata Eko.
Eko selesai makan sepotong singkong rebus, ya mengambil aqua gelas di meja dan aqua gelas di minum dengan baik gitu.
"Hidup ini...keputusan manusia yang menjalankan hidup ini," kata Budi.
"Baik dan buruknya dalam menjalankan hidup ini...adalah keputusan manusia yang hidup di muka bumi ini," kata Eko.
"Emmm," kata Budi.
"Emmm," kata Eko.
Eko menaruh gelas aqua di meja dengan baik gitu.
"Di negara lain apa sama, ya urusan manusia yang meyakini agama yang di yakini, yaaaa antara menjalankan ibadah dan tidak menjalankan ibadah gitu?" kata Budi.
"Kalau negara lain. Yaaa sama aja sih....Budi, ya urusan manusia yang menyakini agama yang di yakini...antara menjalankan ibadah dan tidak menjalankan ibadah," kata Eko.
"Sama aja toh. Hidup ini pilihan majusia yang menjalankan hidup ini...baik dan buruknya," kata Budi.
"Emmm," kata Eko.
"Emmm," kata Budi.
"Main permainan ular tangga saja Budi!" kata Eko.
"Okey. Main permainan ular tangga saja!" kata Budi.
Budi mengambil permainan ular tangga di bawah meja, ya permainan ular tangga di taruh di atas meja gitu. Eko dan Budi main permainan ular tangga dengan baik gitu.
"Ngomong-ngomong Budi. Yaaa urusan berkaitan dengan pemerintahan gitu. Apakah sekarang ini, ya reformasi gitu... bisa terjadi lagi apa tidak?" kata Eko.
"Reformasi. Seperti reformasi 98, ya Eko?" kata Budi.
"Unjuk rasa besar-besaran seperti reformasi 98 gitu," kata Eko.
"Hidup ini kan antara baik dan buruk perilaku manusia gitu. Urusan pemerintahan. Yaaa mungkin bisa terjadi sih....unjuk rasa seperti reformasi 98," kata Budi.
"Baik dan buruk perilaku manusia jadi mungkin bisa terjadi unjuk rasa seperti reformasi 98," kata Eko.
"Emmm," kata Budi.
"Pro dan kontra," kata Eko.
"Yaaa jadinya pro dan kontra," kata Budi.
"Berita di media ini dan itu...jadinya penuh dengan kontraversi ini dan itu...kan Budi?" kata Eko.
"Memang sih.....berita media jadinya kontraversi ini dan itu....tentang unjuk rasa seperti reformasi 98 gitu," kata Budi.
"Sebaliknya itu...tidak terjadi lagi unjuk rasa seperti reformasi 98, ya kan Budi?" kata Eko.
"Sebaiknya...memang tidak terjadi lagi unjuk rasa seperti 98. Kerugian banyak gitu," kata Budi.
"Emmm," kata Eko.
"Emmm," kata Budi.
"Hidup damai lebih baik dengan pemerintahan yang baik karena pemimpin di pemerintahan yang amanah sesuai dengan Undang-Undang yang di sepakati karena pembentukan negara ini," kata Eko.
"Damai dan tenang karena pemerintahan baik," kata Budi.
"Emmm," kata Eko.
"Emmm," kata Budi.
"Sekedar bahan obrolan lulusan SMA, ya kan Budi?" kata Eko.
"Yaaa memang sekedar bahan obrolan lulusan SMA!" kata Budi.
"Emmm," kata Eko.
"Emmm," kata Budi.
Budi dan Eko tetap asik main permainan ular tangga gitu.