CAMPUR ADUK

Monday, July 25, 2022

SURI IKUN DAN DUA BURUNG

Budi dan Eko duduk di depan rumah Budi, ya sambil menikmati minum kopi dan makan gorengan, ya gorengannya beli lah. Ya keduanya mendengarkan radionya Budi. Isi acara radio yang di dengarkan Budi dan Eko, ya dari berita urusan dalam negeri dan luar negeri, ya promosi barang ini dan itu, obrolan ini dan itu, ya sampai dengan musik berbagai genre. 

"Acara radio. Bagus, ya kan Eko?" kata Budi.

"Ya realitanya begitu," kata Eko.

"Hidup ini lebih baik ngomong manis apa pahit, ya bisa di bilang komentar gitu?" kata Budi.

"Tergantung keadaan saja," kata Eko.

"Kalau tergantung sih? Ya pahit tidak masalah. Contoh saja : sinetron di Tv yang di tonton atau acara cerita di radio, ya membosankan gitu, ya ceritanya begitu-begitu saja. Pastinya di komentarnya begini......buat saja sendiri cerita yang sesuai dengan keinginan mu!" kata Budi.

"Wah.....komentarnya...pahit banget," kata Eko.

"Pahit. Seperti rasa jamu pahit," kata Budi.

"Seperti biasanya Budi buat cerita kan?" kata Eko.

"Ya cerita yang di ambil kehidupan sehari-hari. Contoh : setiap orang inginnya karakter cewek Lampung itu baik. Ternyata kan ada karakternya buruk, ya akhlaknya buruk gitu, ya di pengaruhi keadaan lingkungan dan juga suku gitu," kata Budi.

"Realita kehidupan ini kan antara baik dan buruk. Karakter cewek di cerita Budi, ya ada yang baik dan buruk, ya berdasarkan kehidupan sehari-hari," kata Eko.

"Intrik cerita, ya di sesuai dengan baik," kata Budi.

"Aku kalau berpikir baik sih. Untuk proses perjalan hidup ku, ya memilih cewek untuk pendamping hidup gitu. Ya memilih cewek yang karakternya sudah jadi di didik orang tuanya, ya tuh cewek tidak terpengaruhi lagi dari lingkungan dan suku, ya tradisi yang gak penting gitu. Dari pada yang belum jadi karakternya, ya buruk gitu," kata Budi.

"Kepribadian cewek yang baik, ya mudah menjalankan hidup ini. Kepribadian cewek buruk, ya repot mendidiknya, ya jadi suami pusing deh membimbingnya dan di tambah lagi repot urusan kerjaan. Kerjaan butuh fokus, ya agar kerjaan berjalan lancar. Hasilnya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari," kata Eko.

"Punya kerjaan yang mapan, ya hidup jadi mudah menjalankannya. Banyak cerita tentang orang-orang yang telah menikah, ya kerjaannya nanggung-nanggung gitu. Urusan rumah tangganya kacau dan akhirnya cerai karena tidak kuat menjalankan keadaan yang ke kurangan ini dan itu, ya hidup di kota lagi," kata Budi.

"Sekali berhasil dari kerjaan. Cerita orang-orang, ya inginnya punya istri dua. Nama juga manusia, ya pake topeng ini dan itu untuk menutupi kebenaran di dalam dirinya," kata Eko.

"Ya sudah ah. Sekedar obrolan lulusan SMA. Seperti biasa aku bercerita pake wayang terbuat dari kardus bekas, ya kreatif dan sekedar cerita. Jadi radio aku matikan!" kata Budi.

"Emmmmmm. Kalau begitu aku jadi penonton yang baik!" kata Eko.

Budi yang telah mematikan radio, ya mengambil wayang yang di taruh di kursi dan wayang di mainkan dengan baik. Eko menonton pertunjukkan wayang Budi dengan baik.

Isi cerita yang ceritakan Budi :

Cerita rakyat, ya Suri Ikun dan Dua Burung dari daerah Nusa Tenggara Timur. 

Alkisah jaman dahulu, di pulau Timor, Nusa Tenggara Timur, hidup seorang petani dengan isteri beserta empat belas anaknya. Dari keempat belas anaknya, tujuh orang merupakan anak laki-laki & tujuh orang merupakan anak perempuan. Keluarga besar ini hidup dari hasil kebun mereka yang cukup besar. Namun, kendati mereka memiliki kebun besar, hasil kebun tersebut tidak bisa mencukupi kebutuhan keluarga tersebut. 

Penyebabnya adalah seekor babi hutan sering merusak tanaman di kebun mereka. Untuk mengatasi masalah babi hutan, Si Petani kemudian menugaskan para anak laki-lakinya untuk bergiliran menjaga kebun mereka dari gangguan babi hutan. Sayangnya, dari ketujuh anak laki-laki Pak Tani hanya anak laki-laki bernama Suri Ikun saja yang pemberani. 

Keenam saudara laki-laki Suri Ikun adalah anak-anak penakut lagi pendengki. Hanya karena mendengar dengusan babi hutan saja mereka akan lari tunggang langgang meninggalkan kebun. Berbeda halnya dengan Suri Ikun, jika mendengar suara dengusan babi hutan, ia akan dengan cekatan mengambil busur & memanahnya.

Jika Suri Ikun berhasil membunuh seekor babi hutan, ia akan membawanya kerumah. Di rumah sudah menunggu saudara-saudaranya. Biasanya, saudara laki-laki tertua Suri Ikun bertugas membagi-bagikan daging babi hutan tersebut. Karena penyakit dengkinya, ia biasa hanya memberi Suri Ikun kepala dari babi hutan. Sudah tentu tidak banyak daging bisa diperoleh dari bagian kepala. 

Namun demikian, Suri Ikun selalu berbesar hati. Suri Ikun tetap menghormati saudara-saudaranya. Suatu ketika, gerinda milik Pak Tani tertinggal di tengah hutan. Ia kemudian menyuruh anaknya tertuanya untuk mengambil gerinda miliknya di hutan. 

Suri Ikun kemudian diminta oleh kakak laki-laki tertua untuk ikut mencari gerinda milik ayahnya yang tertinggal di tengah hutan. Hari sudah mulai malam. Menurut cerita, hutan tersebut di malam hari dihuni oleh para hantu jahat. Dengan perasaan takut Suri Ikun berjalan mengikuti kakaknya. Ia tidak tahu bahwa kakaknya yang penakut itu malah mengambil jalan lain untuk pulang kerumah. 

Tinggallah Suri Ikun seorang diri di tengah hutan lebat. Ia berjalan tak tentu arah semakin lama semakin masuk ke tengah hutan. Berulang kali ia memanggil-manggil nama kakaknya. Panggilan Suri Ikun terdengar oleh hantu-hantu jahat di hutan. Para hantu jahat kemudian menjawab pangilan Suri Ikun. Mereka menjawab seolah-olah mereka adalah kakak Suri Ikun. Mereka sengaja menyesatkan Suri Ikun dengan tujuan ingin menangkapnya. 

Setelah Suri Ikun berada ditengah-tengah hutan, lalu hantu-hantu tersebut menangkapnya. Suri Ikun terkejut menyadari bahwa yang menjawab panggilannya ternyata hantu-hantu jahat. Untungnya Ia tidak langsung dimakan, karena menurut hantu-hantu itu ia masih terlalu kurus. Ia kemudian dibawa oleh para hantu untuk dikurung ditengah gua. 

Ia diberi makan dengan teratur oleh para hantu jahat. Gua itu gelap sekali. Namun untunglah di dalam gua tersebut ada celah disampingnya, sehingga Suri Ikun masih bisa melihat ada sinar masuk ke dalam gua. Dari celah gua, Suri Ikun melihat ada dua ekor anak burung kelaparan. Ia kemudian membagi makanan miliknya dengan anak-anak burung.

Setelah sekian tahun Suri Ikun ditawan di dalam gua gelap, anak-anak burung itupun tumbuh menjadi burung sangat besar & kuat. Burung-burung tersebut merasa kasihan dengan nasib Suri Ikun. Para burung ingin membebaskannya dari hantu jahat. Pada suatu ketika, hantu-hantu itu membuka pintu gua, dua burung segera mengambil kesempatan itu untuk menyerang dan mencederai hantu hantu tersebut. 

Lalu mereka membawa dan menerbangkan Suri Ikun ke suatu daerah berbukit-bukit & tinggi. Ternyata kedua burung yang ditolong Suri Ikun selama ini adalah burung sakti. Dengan kekuatan saktinya, burung-burung besar tersebut membangun sebuah istana megah lengkap dengan para pengawal & pelayan istana. 

Akhirnya Suri Ikun kini tinggal bahagia di sebuah istana megah lengkap beserta pengawal & pelayan istana.

***

Budi cukup lama main wayangnya dan akhirnya, ya selesai juga gitu. Eko memuji pertunjukkan wayang Budi, ya begitu juga ceritanya bagus gitu. Budi menaruh wayang di kursi kosong.

"Melanjutkan omongan kita yang tadi. Kadang lebih baik sih, ya baik-baik saja omongannya atau komentar ini dan itu, ya manis gitu dari pahit, ya bisa menyinggung gitu," kata Budi.

"Omongan baik-baik, ya manis, ya baik sih. Dari pada pahit. Berkata manis-manis itu seperti pedagang, ya agar barang dagangan laku," kata Eko.

"Memang pedagang itu berkata manis, ya agar barang dagangannya laku. Jadi ekonomi berjalan dengan baik, ya barang dagangannya laku," kata Budi.

"Emmmm," kata Eko.

Eko dan Budi, ya melanjutkan acaranya main catur lah. Sedangkan Abdul, ya tidak main ke rumah Budi, ya Abdul sedang mendengarkan musik di radio, di Hp-nya.....sambil menikmati minum kopi dan makan rotilah.

BUJANG AWANG TABUANG

Budi dan Eko duduk di depan rumahnya Budi, ya sambil menikmati minum kopi dan juga makan gorengan, ya gorengannya beli lah.

"Kalau di pikir dengan baik, ya banyak orang yang lebih baik cerita, ya dari pada aku, ya kan Eko?" kata Budi.

"Kenyataannya begitu. Ya banyak orang bercerita, ya lebih baik dari Budi. Yang buat cerita terkenal dari bentuk novel atau cerpen, ya di angkat ke sinetron, komedi dan film, ya tujuannya nilai ekonomi, ya uang. Ya tayangnya di Tv, bioskop dan Youtobe," kata Eko.

"Tambahan Eko. Cerita cerita di radio," kata Budi.

"Ya cerita cerita di radio, ya kaya zaman dulu saja," kata Eko.

"Maka itu. Aku cuma sekedar cerita saja!" kata Budi.

"Aku paham omongan Budi!" kata Eko.

"Ngomong-ngomong aku pernah menggombal sama cewek," kata Budi.

"Terus!!!" kata Eko.

"Ceweknya susah untuk di taklukin," kata Budi.

"Cewek punya pertahan yang hebat, ya tidak bisa di taklukkan," kata Eko.

"Ya gimana enggak hebat tuh cewek. Cowoknya tuh cewek ada," kata Budi.

"Cewek yang di gombalin Budi ternyata sudah punya cowok. Ya pantes tidak mudah di taklukin," kata Eko.

"Untungnya cewek yang aku gombalin baik. Cowoknya cewek itu baik. Karena niat ku kan cuma membuktikan gombalan aku saja," kata Budi.

"Coba ke cewek jomlo. Kemungkinan Budi di terima gombalan Budi sama cewek jomlo," kata Eko.

"Kemungkinan sih. Kan ada cerita tentang cowok yang gombalin cewek jomlo. Eeeeeee cowok mau di hajar sama cewek itu, ya di kirain cewek itu...cowok penggangu gitu," kata Budi.

"Kalau gitu sih salah sasaran target," kata Eko.

"Sifat tuh cewek liar banget. Sangking beraninya gitu," kata Budi.

"Kalau tahu sifat cewek seperti itu sih. Lebih baik menghindar lah. Kena pukul tuh cewek, ya sakit  juga lah," kata Eko.

"Ya aku sih, ya jadinya aku masih menikmati keadaan ku.... jomlo lah," kata Budi.

"Emmmm," kata Eko.

"Ya seperti biasanya saja. Aku bercerita pake wayang yang aku buat dari kardus, ya kreatif. Ya sekedar hiburan kita, ya kan Eko?!" kata Budi.

"Sekedar hiburan kita. Jadinya aku jadi penonton yang baik!" kata Eko.

Budi telah mengambil wayang yang di taruh di kursi, ya wayang di mainkan dengan baik gitu. Eko, ya menonton pertunjukkan Budi dengan baik gitu.

Cerita yang di ceritakan Budi :

Bujang Awang Tabuang, bercerita tentang seorang pemuda tampan dengan sihir mandraguna. Ia adalah putra Raja Kramo Kratu Agung dan permaisurinya Putri Rimas Bangesu. Karena dianggap tidak bisa melahirkan, Putri Rimas Bangesu diasingkan ke tengah hutan oleh suaminya sendiri atas saran seorang penasehat kerajaan.

Dahulu di Kabupaten Bengkulu terdapat sebuah kerajaan yang bernama Peremban Panas. Kerajaan Peremban Panas diperintah oleh Raja Kramo Kratu Agung. Permaisuri bernama Putri Rimas Bangesu. Raja memerintah dengan adil dan bijaksana. Orang-orang Kerajaan Peremban Panas sangat menghormati dan mencintai raja mereka.

Namun, kebahagiaan Prabu Kramo Kratu Agung sedikit terganggu, karena setelah enam tahun menikah dengan Putri Rimas Bangesu, mereka belum juga dikaruniai seorang anak. Sang Raja khawatir, siapa yang akan melanjutkan tahta kerajaannya nanti. Kerabat pemerintah kemudian bertemu untuk membahas masalah ini. 

Setelah mereka berdiskusi, hasil diskusi keluarga kerajaan mengejutkan Putri Rimas Bangesu. Mereka memutuskan bahwa Raja harus menikahi wanita lain. Sedangkan Putri Rimas Bangesu harus diasingkan ke tengah hutan. Tak lama kemudian, Putri Rimas Bangesu diasingkan ke tengah hutan. Ia ditemani seekor harimau dan sepasang kera. Pemerintah membuat gubuk di tengah hutan sebagai tempat pengasingan Ratu. Bahkan, saat diasingkan, Permaisuri sedang hamil, hanya Raja Kramo Kratu Agung yang tidak tahu. 

Setelah tinggal di pengasingan begitu lama, seorang anak laki-laki tampan dan sehat lahir dari rahim Permaisuri. Permaisuri memberinya nama Bujang Awang Tabuang. Di bawah asuhan ibunya, ditemani oleh seekor harimau dan sepasang kera, Bujang Awang Tabuang tumbuh menjadi seorang pemuda yang kuat, tampan, tangguh dan sakti. Waktu terus bergulir hingga Bujang Awang Tabuang mencapai usia tujuh belas tahun. Ibunya selalu membohonginya, setiap kali Bujang menanyakan siapa ayahnya. Ibunya akan mengatakan bahwa ayahnya Bujang adalah Dewa.

Namun kini Bujang telah menjadi dewasa muda. Permaisuri merasa sudah saatnya Bujang mengetahui siapa ayah kandungnya. Putri Rimas Bangesu akhirnya mengatakan bahwa Raja Kramo Kratu Agung adalah ayah kandungnya. Ia pun menceritakan peristiwa yang menimpa dirinya diasingkan dari istana.

Mengetahui hal tersebut, Bujang meminta izin kepada ibunya untuk pergi ke istana Kerajaan Peremban Panas untuk mencari ayahnya. Meski merasa enggan, namun Putri Rimas Bangesu tetap mengizinkan. "Hati-hati kamu Bujang. Sebisa mungkin hindari pertengkaran atau pertengkaran di jalan. Aku akan terus berdoa untukmu.” kata Ibu.

Keesokan harinya, Bujang Awang Tabuang berangkat ke istana Kerajaan Peremban Panas. Dari hutan dia berjalan sendirian selama berhari-hari. Setiap kali bertemu dengan warga, dia akan menanyakan kemana arah Istana Pemerintah Peremban Panas. Akhirnya, Bujang tiba di istana Kerajaan Peremban Panas. Sesampainya di gapura keraton, Bujang langsung masuk ke dalam keraton. Tingkah lakunya membuat para pengawal istana berusaha menghentikannya. "Saya ingin bertemu Raja Kramo Kratu Agung." kata Bujang kepada para penjaga gerbang istana.

"Kamu tidak bisa begitu saja memasuki istana dengan perutmu. Baginda Raja Kramo Kratu Agung tidak bisa diganggu. Dia ingin menikahi Putri Rambut Perak dari Kerajaan Pinang Jarang.” kata para penjaga.

Namun, Bujang tetap memaksanya masuk, sehingga penjaga harus mengusirnya. Tidak diterima diusir, Single melawan penjaga. Alhasil, terjadilah perkelahian di antara mereka. Bujang Awang Tabuang tampaknya terlalu tangguh bagi para penjaga gerbang istana. Ketika tentara lain datang untuk menyerang Bujang, Bujang dengan mudah mengalahkan mereka semua. Para prajurit akhirnya melarikan diri dari Bujang. Beberapa prajurit segera melaporkannya ke Patih Kerajaan.

Merasa lelah setelah menempuh perjalanan jauh, Bujang kemudian tidur di bawah pohon di alun-alun keraton. Suara dengkurannya begitu keras hingga membuat istana kerajaan bergetar seperti baru saja diguncang gempa. Getaran seperti gempa bumi, membuat seluruh istana bergetar. Raden Tumenggung, Patih Kerajaan Peremban Panas segera keluar mencari sumber kekacauan. Dia menemukan Bujang Awang Tabuang tidur mendengkur di bawah pohon di alun-alun istana. "Hey bangun! Jangan membuat keributan di istana Pemerintah. Apa maksudmu membuat kekacauan! ” teriak Raden Tumenggung dengan kasar.

Bujangan itu bangun, lalu ia masuk ke dalam istana mencari Raja Kramo Kratu Agung. Dia sama sekali tidak peduli dengan Raden Tumenggung. Melihat sikapnya yang kasar, Raden Tumenggung langsung menyerang Bujang tanpa ragu. Terjadilah perkelahian antara keduanya. Lagi-lagi Bujang menunjukkan ketangguhannya dalam bertarung. Dalam waktu singkat ia mampu mengalahkan Raden Tumenggung.

Bujang Awang Tabuang kemudian memasuki istana. Di dalam istana dia mengamuk menghancurkan apa pun yang ada di depannya. Para prajurit istana dibuat berantakan karena tidak mampu menghadapinya. Raja Kramo Kratu Agung akhirnya turun tangan langsung menghadapi pemuda pembuat onar itu. Keduanya bertarung sengit selama satu hari satu malam. Keduanya belum tahu bahwa mereka berdua adalah ayah dan anak. Karena tidak ada tanda-tanda siapa yang menang dan siapa yang kalah, akhirnya Raja Kramo Kratu Agung meminta Bujang menghentikan pertarungan.

"Ayo, anak muda. Sepertinya perjuangan kita tidak akan pernah berakhir. Siapa yang berani membuat kekacauan di istana? Saya Raja Kramo Kratu Agung. Katakan padaku apa kebutuhanmu?” kata Raja.

Si bujangan terkejut bahwa lawannya adalah ayah yang dia cari. "Maaf, Raja. Pelayannya adalah Bujang Awang Tabuang, anak dari Putri Rimas Bangesu. Saat ibuku diasingkan ke hutan, ternyata ibuku sedang mengandung seorang budak.” kata Bujang.

"Jadi kamu anakku, anak muda?" kata Raja.

"Dia baik-baik saja. Sekarang ibuku masih di hutan.” kata Bujang.

Raja Kramo Kratu Agung segera memeluk putranya. Dia meminta maaf karena telah mengasingkan dan menyia-nyiakan ibunya. Raja mengaku tidak mengetahui bahwa Putri Rimas Bangesu saat diasingkan sedang hamil. Raja kemudian membatalkan pernikahannya dengan Putri Berambut Perak.

Keesokan harinya, Raja bersama Bujang Awang Tabuang dan para prajurit pergi ke hutan tempat Putri Rimas Bangesu diasingkan untuk menjemputnya. Kemudian Raja Karmo Kratu Agung bertemu kembali dengan istrinya Putri Rimas Bangesu. Keduanya berpelukan sambil menangis. Sang Raja kemudian membawa istrinya kembali ke istana Kerajaan Peremban Panas dengan menaiki kereta yang indah.

Akhirnya Bujang Awang Tabuang hidup bahagia bersama orang tuanya di istana Kerajaan Peremban Panas. Meski tinggal di keraton, Bujang Awang Tabuang tidak melupakan harimau dan kera yang menemaninya sejak kecil. Para lajang sering mengunjungi mereka di hutan. Dia biasa mengobrol dengan mereka seperti ketika dia masih kecil.

***

Budi cukup lama main wayang dan akhirnya selesai gitu. Ya Eko memuji pertunjukkan wayangnya Budi dan juga ceritanya, ya bagus gitu. Budi menaruh wayang di kursi kosong lah. Keduanya melanjutkan acara main caturlah. Sedangkan Abdul, ya tidak main ke rumah Budi. Ya Abdul sedang duduk santai di rumahnya, ya tepatnya ruang tengah, ya menikmati minum teh, makan gorengan dan mendengarkan musik radio di Hp lah.

CAMPUR ADUK

MUMBAI XPRESS

Malam gelap bertabur bintang di langit. Setelah nonton Tv yang acara sepak bola. Budi duduk dengan santai di depan rumahnya sedang baca cerp...

CAMPUR ADUK