Malam hari yang tenang. Setelah nonton Tv yang acara menarik dan bagus tentang seni dan kebudayaan Bali di chenel TVRI gitu, ya seperti biasa....Budi duduk santai di depan rumahnya sambil menikmati minum kopi dan makan singkong goreng gitu.
"Baca cerpen saja!" kata Budi.
Budi mengambil buku di bawah meja, ya buku di buka dengan baik dan cerpen di baca dengan baik gitu.
Isi cerita yang di baca Budi :
Pada bulan Oktober 1944, di kamp pemusnahan Auschwitz-Birkenau, sekelompok kecil Sonderkommando —narapidana yang ditugaskan untuk membuang mayat tahanan lain yang telah meninggal—sedang merencanakan pemberontakan yang mereka harapkan akan menghancurkan setidaknya satu dari empat krematorium dan kamar gas di kamp tersebut. Mereka menerima senjata api dari warga Polandia di desa terdekat dan bubuk mesiu dari pabrik amunisi UNIO; para tahanan wanita yang bekerja di UNIO menyelundupkan bubuk tersebut ke kamp pria di tengah mayat pekerja mereka yang telah meninggal. Ketika aktivitas para wanita tersebut akhirnya diketahui oleh Jerman, mereka disiksa dengan kejam tetapi mereka tidak mengungkapkan rencana tersebut. Seorang dokter Yahudi-Hongaria, Miklos Nyiszli, yang bekerja untuk dokter Nazi Josef Mengele di sebuah laboratorium medis eksperimental, telah menerima izin dari Mengele untuk mengunjungi istri dan putrinya di kamp buruh wanita. Nyiszli mengkhawatirkan keselamatan keluarganya dan yakin bahwa perintah Mengele akan menjauhkan mereka dari kamar gas.
Kereta baru yang penuh dengan tahanan Yahudi Hungaria tiba dan dikirim ke kamar gas. Saat kelompok tersebut diberi instruksi tentang "pembersihan kutu", seorang pria yang ketakutan dan marah dalam kelompok tersebut mulai meneriakkan pertanyaan kepada salah satu Sonderkommando, Hoffman, yang telah mengeluarkan instruksi tersebut. Hoffman memukulinya hingga mati karena frustrasi, untuk membuat pria itu berhenti bicara. Setelah kelompok ini digas, Hoffman yang sangat terguncang menemukan seorang gadis muda hidup di bawah tumpukan mayat. Dia mengeluarkannya dari kamar dan setelah memberi tahu pemimpin pemberontakan, Schlermer, membawanya ke ruang penyimpanan dan memanggil Nyiszli, yang menghidupkannya kembali. Kelompok tersebut memutuskan untuk menyembunyikannya di kamp anak-anak. Sementara para tahanan menyembunyikannya di ruang ganti, SS - Oberschsrfuhrer Eric Muhsfeldt tiba-tiba masuk. Menyadari bahwa salah satu tahanan yang hadir, Abramowics, ada di sana secara ilegal, dia menembaknya, mendorong gadis itu berteriak dan ditemukan. Nyiszli kemudian membawa Muhsfeldt keluar dan memberi tahu dia tentang pemberontakan tersebut, tetapi tidak dapat memberi tahu dia di mana atau kapan pemberontakan akan dimulai. Muhsfeldt setuju untuk melindungi gadis muda itu setelah pemberontakan dipadamkan.
Pemberontakan dimulai dan Krematorium IV dihancurkan dengan bahan peledak selundupan. Semua tahanan Sonderkommando yang selamat dari ledakan dan baku tembak dengan SS ditangkap. Mereka ditahan sampai api di krematorium padam, setelah itu mereka dieksekusi. Hoffmann dan sesama tahanan, Rosenthal, menyimpulkan bahwa gadis itu tidak akan dibebaskan setelah dia dipaksa untuk menyaksikan eksekusi. Setelah semua tawanan ditembak, gadis itu dibiarkan melarikan diri menuju gerbang utama kamp. Sebelum dia bisa berlari terlalu jauh, Muhsfeldt menarik pistolnya dan menembaknya. Film ditutup dengan pembacaan suara oleh gadis yang sudah meninggal, dan teks di layar yang memberi tahu penonton bahwa Muhsfeldt digantung karena kejahatan perang setelah pengadilan Auschwitz dan Nyiszli selamat dari perang tetapi tidak pernah berpraktik kedokteran lagi.
***
Budi selesai baca cerpen yang ceritanya bagus, ya buku di tutup dan buku di taruh di bawah meja gitu.
"Emmm," kata Budi.
Budi menikmati minum kopi dan makan singkong goreng gitu. Eko datang ke rumah Budi, ya Eko memarkirkan motornya dengan baik di depan rumah Budi gitu. Eko duduk dengan baik, ya dekat Budi gitu. Di meja Eko melihat dengan baik ada anglo kecil yang di atasnya ada tekok kaleng yang berisi air panas, ya piring yang ada singkong goreng, ya dan boneka Ogoh-ogoh gitu.
"Ogoh-ogoh," kata Eko.
"Emmm," kata Budi.
"Budi buat boneka Ogoh-ogoh, ya Budi?" kata Eko.
"Iya Eko....aku buat boneka Ogoh-ogoh!" kata Budi.
"Boneka Ogoh-ogoh terbuat dari apa Budi?" kata Eko.
"Boneka Ogoh-ogoh terbuat dari kardus gitu," kata Budi.
"Ooo boneka Ogoh-ogoh di buat dari kardus toh," kata Eko.
"Emmm," kata Budi.
"Budi buat boneka Ogoh-ogoh....nilai kreatifitas Budi," kata Eko.
"Memang sih Eko...buat boneka Ogoh-ogoh.....nilai kreatifitas!" kata Budi.
Eko memeriksa dengan baik boneka Ogoh-ogoh yang di buat Budi gitu.
"Boneka Ogoh-ogoh buatan Budi bagus!" kata Eko.
"Terima kasih Eko pujiannya!" kata Budi.
Eko menaruh boneka Ogoh-ogoh di meja gitu.
"Ada kemauan pasti bisa membuat boneka Ogoh-ogoh dari kardus," kata Eko.
"Omongan Eko...benar!" kata Budi.
"Emmm," kata Eko.
"Emmm," kata Budi.
"Main permain kartu remi saja Budi!" kata Eko.
"Okey main permainan kartu remi!" kata Budi.
Budi mengambil kartu remi di bawah meja, ya kartu remi di kocok dengan baik dan kartu remi di bagikan dengan baik gitu. Eko dan Budi main kartu remi dengan baik gitu, ya main cangkulan gitu.
"Ogoh-ogoh..kebudayaan Bali," kata Eko.
"Memang Eko...Ogoh-ogoh kebudayaan dari Bali," kata Budi.
"Ekonomi," kata Eko.
"Emmm," kata Budi.
"Berdasarkan berita Tv dan artikel di koran...seni dan kebudayaan Bali berkaitan dengan ekonomi," kata Eko.
"Omongan Eko bener sih!" kata Budi.
"Manusia mengerakkan roda ekonomi dengan baik demi hidup ini," kata Eko.
"Memang manusia yang tinggal di Bali menggerakkan dengan baik roda ekonomi yang berkaitan dengan seni dan kebudayaan demi hidup ini," kata Budi.
"Seperti biasa...kan Budi...apa yang di usahakan manusia? Ya hasil...rezeki masing-masing," kata Eko.
"Memang Eko...dari apa yang di usahakan? Ya rezeki masing-masing," kata Budi.
"Emmm," kata Eko.
"Seni dan kebudayaan, ya antar propinsi yang satu dengan lainnya terjadi dengan baik kompetisi," kata Budi.
"Memang terjadi kompetisi antar propinsi yang satu dengan lainnya....urusan seni dan kebudayaan," kata Eko.
"Benar-benar persaingan yang sengit," kata Budi.
"Memang sengit persaingan. Hidup ini kan Budi?" kata Eko.
"Hidup ini....Eko!" kata Budi.
"Ekonomi dan ekonomi," kata Eko.
"Emmm," kata Budi.
Budi dan Eko, ya asik main kartu remi, ya main cangkulan gitu.
"Ngomong-ngomong Budi masih kan mengumpulkan data ini dan itu, ya penelitian Budi?" kata Eko.
"Masih Eko aku mengumpulkan data ini dan itu," kata Budi.
"Tentang orang kepentingan. Masih kan orang kepentingan yang begini dan begitu dengan tujuan ini dan itu, ya Budi?" kata Eko.
"Masih lah kerjaan orang kepentingan yang begini dan begitu dengan tujuan ini dan itu," kata Budi.
"Kekerabatan tetap di jalankan dengan baik orang-orang Lampung dengan tujuan sanak familinya gitu," kata Eko.
"Realitanya memang begitu," kata Budi.
"Masih toh. Berarti tetap berjuang dengan baik menggapai apa yang diinginkan?" kata Eko.
"Eko berjuang dengan baik untuk menggapai yang diinginkan? Yaaa aku juga berjuang dengan baik untuk menggapai yang diinginkan gitu?" kata Budi.
"Kalau hidup di Lampung telah di usahain tapi ternyata tidak bisa berubah karena ini dan itu...jadi lebih baik seperti cerita orang-orang yang meninggalkan Lampung, ya kerja dengan baik di daerah lain sampai punya rumah sendiri," kata Eko.
"Hidup ini memang pilihan manusia yang menjalankan hidup ini. Karena ada hal-hal yang tidak bisa berubah karena tinggal di Lampung, ya jadi meninggalkan Lampung ke daerah lain dan akhirnya ada perubahan karena kerja sampai punya rumah gitu. Pilihan yang tepat sih...cerita orang-orang yang meninggalkan Lampung, ya Eko mau mengikuti juga," kata Budi.
"Jadi Budi ikutan juga?" kata Eko.
"Boleh juga sih...ikutan gitu," kata Budi.
"Emmm," kata Eko.
"Emmm," kata Budi.
"Sekedar bahan obrolan lulusan SMA!" kata Eko.
"Memang sekedar bahan obrolan lulusan SMA!" kata Budi.
"Emmm," kata Eko.
"Emmm," kata Budi.
Budi dan Eko tetap asik main permainan kartu remi, ya main cangkulan gitu.