CAMPUR ADUK

Wednesday, September 22, 2021

BAWANG MERAH DAN BAWANG PUTIH

Lakmi siswi SMP sih, ya selesai urusan aktivitas sekolah segera pulang ke rumah. Di jalan menuju rumah, ya Lakmi bersama dengan Tia teman sekelasnya, ya satu arah sih menuju rumah masing-masing. Keduanya ngobrol, ya biasalah masih urusan pelajaran yang di berikan guru dengan baik dan juga ada sih obrolan tentang pandemi covid-19, ya masih di tanggulangi dengan baik dan penerapan protokol kesehatan di terapkan di sekolah dengan baik,  ya pokoknya sama aja ceritanya dengan berita di Tv sih. Selang berapa saat. Lakmi sampai di rumahnya, ya Tia masih melanjutkan jalannya menuju rumahnya. 

Lakmi beres-beres diri di kamarnya, ya setelah itu makan di ruang makan untuk mengisi perut dari tadi bunyi sih. Dengan santai Lakmi makan, ya di temanin ibu sih. Sampai kenyang si Lakshmi. Seperti biasa sih Lakmi mencuci piring dan gelas yang di gunakan di belakang karena ibu mengajarkan Lakmi untuk cewek rajin, ya tidak boleh males. 

Selesai mencuci piring dan gelas dan telah di taruh di rak, ya Lakmi ke kamarnya dan membuka tas untuk mengambil buku yang ia pinjam di perpustakaan sekolah. Lakmi keluar dari kamar, ya menuju ruang tengah. Duduk dengan baik Lakmi di ruang tengah, ya baca buku cerita sih. 

Isi buku cerita yang di baca Lakmi :

Bawang Merah-Bawang Putih merupakan cerita rakyat Riau. Bawang Merah-Bawang Putih merupakan kisah klasik bagi masyarakat Indonesia, menceritakan tentang dua orang anak gadis bernama Bawang Merah & Bawang Putih.

Konon, dahulu kala di sebuah desa, hidup seorang anak gadis bernama Bawang Putih tinggal bersama ayahnya. Ibu Bawang Putih telah meninggal dunia setelah menderita sakit keras. Tidak jauh dari rumah mereka, tinggal seorang janda yang memiliki seorang anak gadis bernama Bawang Merah.

Alkisah, setelah ibu Bawang Putih meninggal, Bawang Merah beserta ibunya sering berkunjung ke rumah Bawang Putih. Karena sering bertemu, ayah Bawang Putih dan ibu Bawang Merah saling jatuh cinta. Mereka berdua akhirnya memutuskan menikah. 

Mereka kemudian tinggal satu rumah hidup berbahagia sebagai sebuah keluarga. Malang bagi Bawang Putih, kebahagiaan tersebut tidak berlangsung lama. Ayahnya meninggal dunia karena sakit. Setelah ayahnya tiada, sikap Bawang Merah & ibunya berubah drastis. Mereka berdua selalu menyuruh Bawang Putih melakukan pekerjaan rumah. 

Tiap hari Bawang Putih bertugas mengerjakan semua pekerjaan rumah tangga sementara Bawang Merah dan ibunya kerjanya hanya bermalas-malasan. Suatu hari, Bawang Putih tengah mencuci pakaian di sebuah sungai di dekat rumah. Karena terlalu banyak pakaian yang ia cuci, Bawang Putih tidak menyadari ada sebuah pakaian milik ibu tirinya hanyut terbawa arus sungai. Sesampainya di rumah, sang ibu memarahi keteledorannya. Ia meminta Bawang Putih untuk mencari pakaiannya sampai ketemu.

"Kamu memang anak bodoh Bawang Putih! Kau cari sana pakaianku! Jangan pulang jika belum dapat menemukannya!" sang ibu memarahinya. 

"Maaf ibu, aku tidak tahu kalau ada pakaian yang hanyut. Aku akan mencarinya segera." kata Bawang Putih.

Bawang Putih segera pergi menyusuri sungai mencari pakaian ibu tirinya. Hari telah menjelang petang, kesana-kemari ia mencari tapi tidak kunjung menemukan pakaian ibu tirinya. Sampai di suatu tempat, Bawang Putih melihat sebuah gubuk tua ditinggali oleh seorang nenek tua. Nenek tersebut terlihat tengah mengumpulkan kayu bakar. Bawang Putih kemudian mendekati si nenek tua untuk menanyakan arah jalan.

"Maaf Nek mengganggu. Nama saya Bawang Putih. Saya tersesat setelah sehari penuh mencari pakaian ibu saya yang hilang terbawa arus sungai." kata Bawang Putih.

 "Oh sedang mencari pakaian rupanya kau Nak? Apa pakaiannya berwarna merah?" tanya nenek tua.

"Iya betul Nek, pakaian ibu saya berwarna merah. Bagaimana nenek tahu?" tanya Bawang Putih.

"Pakaian itu tersangkut di depan rumah Nenek. Sini masuk ke rumah, Nenek ambilkan pakaiannya." nenek tua mengajak Bawang Putih masuk ke dalam rumah.

Setelah menyerahkan pakaian, nenek tersebut meminta Bawang Putih untuk tinggal di rumahnya selama satu minggu menemaninya, karena sang nenek sudah lama tinggal sendirian. Bawang Putih menyanggupi permintaan nenek tua. Selama satu minggu Bawang Putih tinggal di rumah nenek sambil membantu pekerjaan rumah. Mulai dari mencuci pakaian, membersihkan rumah, memasak sampai mencari kayu bakar. 

Bawang Putih melakukannya dengan ikhlas. Si Nenek merasa sangat menyayangi Bawang Putih. Setelah satu minggu, Bawang Putih pun pamit pulang ke rumahnya. Sang nenek mengucapkan terima kasih kepada Bawang Putih. Ia memberikan hadiah buah labu. Nenek tua menunjukan dua buah labu, satu labu berukuran besar, sedang satu lagi labu berukuran kecil. Sang nenek meminta Bawang Putih membawa pulang salah satu labu. 

Setelah mengucapkan terima kasih, Bawang Putih kemudian pulang membawa labu berukuran kecil. Bawang Putih beralasan lebih mudah membawanya. Setelah tiba di rumah, Bawang Putih menyerahkan pakaian pada ibu tirinya seraya menjelaskan bahwa ia tinggal selama satu minggu di rumah seorang nenek. Ia kemudian pergi ke dapur untuk membelah labu yang ia bawa. Alangkah terkejutnya Bawang Putih, ternyata labu tersebut berisi perhiasan emas permata.

"Ya ampun..apa ini? Kenapa labu ini berisi perhiasan emas permata?" Bawang Putih berteriak kaget.

Bawang Merah beserta ibunya segera pergi ke dapur ingin mengetahui apa yang terjadi.

"Ya ampun perhiasan emas permata! Inikah labu pemberian nenek tua itu hai Bawang Putih?" tanya ibu tirinya.

"Iya bu, ini hadiah dari nenek." kata Bawang Putih.

Ibu tirinya kemudian memiliki ide untuk mendatangi rumah nenek tua. Ia berencana tinggal disana selama satu minggu, tujuannya agar bisa mendapat hadiah labu berisi emas permata. Mereka berdua kemudian pergi menyusuri sungai dan berhasil menemukan rumah nenek tua. Nenek tua pun menyambut mereka dengan baik. 

Nenek tua meminta mereka tinggal di rumahnya selama satu minggu. Tidak seperti Bawang Putih yang rajin membantu pekerjaan sang nenek, Bawang Merah tiap hari kerjanya hanya bermalas-malasan. Satu minggu berlalu, Bawang Merah beserta ibunya kemudian pamit pulang. Sebelum pulang, nenek tua memberikan pilihan hadiah berupa sebuah labu berukuran besar sedang satu lagi sebuah labu berukuran kecil. 

Bawang Merah & ibunya tanpa pikir panjang memilih labu berukuran besar. Diliputi kegembiraan, Bawang Merah dan ibunya segera pulang ke rumah, tidak sabar untuk membelah labu hadiah nenek tua. Di dapur, Bawang Merah segera membelah labu tersebut menggunakan pisau. Bawang Merah berharap mendapatkan emas permata lebih banyak dari Bawang Putih. Tapi alangkah kagetnya mereka berdua, ternyata di dalam labu tersebut muncul seekor ular berbisa. Ular tersebut menggigit Bawang Merah dan ibunya hingga tewas. Begitulah nasib ibu dan anak yang memiliki sifat culas lagi serakah berakhir mengenaskan.

***

Lakmi selesai baca bukunya, ya buku di taruh di meja. Lakmi pun mengambil remot di meja dan di hidupkan Tv dengan baik. Remot di taruh di meja sama Lakmi. Acara TV acara film kartun. Lakmi menonton dengan baik film kartun yang bagus itu. 

KERA DAN KURA-KURA

Amihan sedang membaca bukunya dengan baik, ya cerita yang katanya asalnya dari Filipina karena memang tertulis di buku sih. 

Isi buku yang di baca Amihan :

Kera dan kura-kura adalah dua binatang yang mempunyai habitat berbeda. Kera hidup di hutan sedangkan kura-kura hidup di air. Namun jauh sebelum mereka mempunyai habitat yang berbeda, keduanya hidup bersama-sama dengan rukun dan bersahabat baik. Kera dan kura-kura dahulu hidup bersama di sebuah hutan. Mereka hidup bersama dengan binatang-binatang yang lain di hutan. Suatu pagi yang amat cerah seekor kera sedang berjalan sendiri di antara rombongan binatang di hutan. Melihat hal ini seekor kura-kura menghampirinya. Ia menyapa kera yang sedang berjalan sambil memegangi perutnya. 

“Selamat pagi, Kera! Kenapa kamu memegangi perutmu?”

“Aku kelaparan. Semua buah pisang yang ada di hutan ini telah dimakan oleh kera-kera yang lain,” dengan suara yang terlihat tidak bersemangat kera itu pun menjawab. “Tenang, ikutlah denganku!” kata Kura-kura sambil meminta Kera untuk mengikutinya. 

Kera pun mengikuti Kura-kura. Ia tidak dapat menduga-duga ke mana Kura-kura hendak membawanya. Hutan masih terlihat sepi. Tampaknya masih banyak penghuninya yang belum menampakkan diri. Ketika sampai di sebuah pohon pisang, Kura-kura menghentikan langkahnya. Kera pun berhenti di belakangnya. 

“Lihatlah!”

Kura-kura menunjukkan sebuah pohon pisang dengan tunas yang telah tumbuh banyak.

“Kita akan menanam pohon pisang sendiri. Dengan begitu kita bisa makan pisang sepuasnya,” lanjut Kura-kura kepada Kera.

Mereka berdua pun kemudian mengambil masing-masing sebuah tunas pohon pisang. Setelah itu mereka membawanya pergi. Mereka menanam tunas pohon pisang di sebuah tempat yang tidak jauh dari rumah Kera. Kura-kura menanam tunasnya di sebelah kiri dan Kera di sebelah kanan. Mereka berdua sangat senang dan tidak sabar menanti pohon pisang untuk berbuah dan segera memakannya. Setelah menanam tunas pohon pisang itu Kera segera kembali bermain bersama teman-temannya. Semua penghuni hutan terlihat telah menampakkan diri dan saling menyapa satu sama lain. Kura-kura pun segera bergabung bersama teman-temannya yang sedang bermain. 

Keduanya berjanji akan bertemu kembali esok hari untuk menyirami pohon pisang mereka. Seperti yang telah dijanjikan sebelumnya, Kera dan Kura-kura pun segera bertemu di tempat mereka menanam pohon pisang keesokan paginya. Kera berangkat dari rumahnya dengan sangat bersemangat. Kura-kura pun sudah terlihat berjalan ke tempat yang sama. Keduanya sampai pada saat yang bersamaan. Setelah saling sapa, keduanya lalu melihat-lihat tunas pisangnya masing-masing. 

“Apakah tunas ini bisa tumbuh menjadi pohon pisang?” tanya Kera kepada Kura-kura. 

“Tentu saja! Asalkan kamu merawatnya dengan baik,” jawab Kura-kura. 

Mereka berdua pun merawat tunas pisang masing-masing dengan baik. Kera merawat tunasnya dan berharap bisa segera melihat tunas itu tumbuh menjadi pohon pisang yang berbuah banyak. Ia tak sabar menantikan buah-buah pisang dari tunas yang ia tanam. Kura-kura pun tidak mau kalah merawat tunas pisangnya. Mereka berdua setiap hari datang ke tempat itu dan bersama-sama berusaha untuk membuat tunas pisang mereka tumbuh dengan subur. Akhirnya saat yang ditunggu telah tiba. Setelah sekian lama menunggu, Kera dan Kura-kura melihat tunas pisang mereka telah tumbuh besar menjadi pohon pisang. Keduanya pun bersorak gembira. 

Mereka semakin rajin merawat pohon pisang itu. Setelah melihat pohon pisang yang tumbuh subur, keduanya berjanji untuk bertemu kembali dalam beberapa hari. Setelah satu minggu tidak datang ke tempat pohon pisang itu berada, Kera dan Kura-kura pun kembali melihat pohon pisang sesuai janji mereka. Akan tetapi, betapa terkejutnya Kera ketika melihat pohon pisangnya. Ia melihat pohon pisangnya telah layu dan mati. Sedangkan pohon pisang milik Kura-kura terlihat tumbuh semakin tinggi dan subur. Kera pun sangat bersedih. Kura-kura berusaha untuk menghiburnya. 

“Sudahlah, Kera, jangan bersedih! Lihatlah pohon pisangku! Ketika nanti sudah berbuah, kita akan memakannya bersama-sama,” Kura-kura berusaha menghibur Kera agar tidak bersedih. 

Kera pun merasa senang karena Kura-kura telah mengizinkannya untuk memakan buah pisangnya apabila telah berbuah nanti. Kura-kura dan Kera kemudian meninggalkan tempat itu. Kura-kura pergi menemui teman-temannya dan menceritakan tentang pohon pisang yang ia tanam bersama Kera. Salah seorang dari mereka mengatakan padanya agar tidak begitu saja percaya kepada Kera. Ia memperingatkan bahwa bisa saja Kera nanti mencuri buah pisangnya apabila telah berbuah. Namun, Kura-kura menyangkalnya dan berkata bahwa ia telah bersahabat baik dengan Kera sehingga ia bisa memercayainya. 

Pohon pisang milik Kura-kura tumbuh semakin besar. Kini Kura-kura dan Kera merawat pohon pisang itu bersama-sama. Hingga suatu hari pohon pisang itu berbuah. Sebagian besar buahnya telah menguning dan telah siap dipetik. Hanya sedikit saja buah yang masih berwarna hijau. Meskipun begitu, Kura-kura telah berniat untuk memetik saja buah pisangnya. Kura-kura mengajak Kera untuk memetik buah pisang. Kera pun dengan senang hati pergi bersama Kura-kura. Sesampainya di tempat pohon pisang itu berada, Kura-kura tampak bingung. Ia tidak bisa memanjat pohon pisang untuk memetik buah miliknya. Untunglah Kera sangat pandai dalam memanjat pohon. Kura-kura lalu meminta bantuan kepada Kera untuk membantunya memetik buah pisang. 

Kera segera memanjat pohon pisang. Ia terlihat sangat terampil dan dalam sekejap sudah berhasil sampai di atas. Ia melihat buah pisang yang kini berada di depannya. Buah pisang itu terlihat sangat lezat. Kera hampir saja meneteskan air liurnya. Secepat kilat ia memetik pisang yang telah berwarna kuning. Karena sudah tidak tahan melihat pisang yang menguning dan terlihat sangat lezat, ia segera mengupas dan memakannya. Kera sangat gembira. Pisang itu sangat lezat. Ia pun kembali memetik pisang-pisang lain dan memakannya. Melihat Kera yang tidak henti-hentinya memakan pisang di atas pohon, Kura-kura sedikit cemas. Ia juga ingin segera memakan pisang itu. Maka ia langsung berteriak pada Kera yang sedang berada di atas pohon pisang. 

“Hei, Kera! Aku juga ingin memakan pisang itu. Lemparkan padaku!” Kera tidak mengindahkan teriakan Kura-kura. 

Ia sangat asyik dengan buah pisang ranum yang ada di hadapannya. Ia terus memetik dan memakan pisang yang berwarna kuning dan melempar pisang-pisang berwarna hijau yang belum matang kepada Kura-kura. Setelah memakan semua pisang yang telah matang, Kera pun tertidur di atas pohon pisang. Melihat kejadian itu, Kura-kura yang berada di bawah merasa sangat marah. Ia merasa telah ditipu oleh Kera. Ia pun segera mencari akal untuk memberi pelajaran kepada Kera. Kura-kura pergi mencari bambu dan memotongnya lalu meruncingkan bagian ujungnya. Setelah itu, ia kembali ke tempat pohon pisang berada. Dilihatnya Kera masih tertidur di atas pohon pisang. Kura-kura kemudian menancapkan bambu-bambu berujung runcing itu di sekeliling pohon pisang. 

“Ada buaya datang! Ada buaya datang!” Kura-kura berteriak dengan kencang. 

Kera yang tertidur di atas pohon pisang sangat kaget. Ia terbangun dan melepaskan kedua tangannya dari pohon pisang. Ia pun terjatuh dan tubuhnya menancap pada batang-batang bambu yang runcing. Kera pun mati seketika. Kura-kura segera meninggalkan tempat tersebut. Ia kembali pada teman-temannya dan menceritakan kejadian itu. Ia teringat dahulu salah satu temannya telah mengingatkan akan kejadian yang menimpanya. Menemukan temannya yang telah mati, kera-kera di hutan pun segera mencari tahu apa yang telah terjadi. Ketika mengetahui bahwa Kura-kura yang telah melakukan perbuatan itu, mereka pun menangkapnya dan membawanya ke tempat mereka berkumpul di hutan.

“Dia harus diberi pelajaran!” kata salah satu dari kera-kera tersebut. 

Kera-kera memutuskan untuk membunuh Kura-kura dengan sebuah kapak. Namun, Kura-kura sangat pintar. Sebelum kera-kera itu mengambil sebuah kapak, ia berkata bahwa kapak itu tidak akan sedikit pun bisa menembus kulitnya. Ia menunjukkan bahwa goresan-goresan di kulitnya adalah bekas pukulan kapak oleh binatang-binatang di hutan yang pernah berusaha membunuhnya. Kera-kera itu memerhatikan kulit Kura-kura. Mereka pun percaya dan merasa bahwa sia-sia saja jika mereka menggunakan kapak. 

“Kita tenggelamkan saja ia ke laut!”Salah satu dari kera-kera memberikan ide. 

Mereka lalu membawa Kura-kura ke pinggir laut dan menenggelamkannya di sana. Kura-kura terlihat telah tenggelam ke dalam air laut. Namun tidak berapa lama, ia muncul kembali dengan sebuah lobster yang sangat besar. Para kera itu pun terkejut dan bertanya bagaimana Kura-kura itu tidak tenggelam. Mereka melihat lobster yang sangat besar dan ingin memakannya. 

“Ikatkan tali ini pada pinggang kalian maka kalian tidak akan tenggelam,” Kura-kura memberikan saran kepada para kera yang juga ingin masuk ke dalam air laut untuk menangkap lobster. 

Para kera pun mengikuti saran yang diberikan oleh Kura-kura. Mereka mengikat pinggang mereka dengan seutas tali lalu masuk ke dalam air laut. Namun, malangnya kera-kera itu tidak bisa kembali ke permukaan laut. Mereka tenggelam bersama tali yang diikatkan ke pinggang mereka. Mengetahui kejadian ini, para kera lain yang berada di hutan sangat takut. Semenjak saat itu, kera-kera tidak berani memakan buah selain buah-buahan yang ada di hutan. Itulah asal-usul mengapa kera tidak memakan daging karena mereka teringat peristiwa yang menimpa nenek moyang mereka di masa lalu. 

***

Amihan selesai membaca buku cerita ya, ya buku di taruh di meja dengan baik. Amihan, ya keluar dari kamarnya langsung keluar rumah untuk bermain di halaman depan rumah, ya bisa di bilang sih taman. Amihan bermain dengan baik bersama saudara dan saudarinya. 

CITRA

Eko sedang duduk depan rumahnya, ya nungguin warung Ibunya kalau Eko tidak ada kerajaan lah. Budi yang telah selesai urusan kerajaannya, ya ke tempat Ekolah dengan motornya. Budi memang remaja yang kerja keraslah dalam urusan kerjaan, ya memang sih Budi mulai kerja setelah lulus SMA, ya sama dengan Eko. Masa Budi dan Eko lulus sekolah dari SMA, ya masa perkembangan jaringan internet masih proseslah, ya beda dengan sekarang terlalu maju sih perkembangan media infomasi. 

Budi kerjaan apapun di kerjakan dengan baik sampai impiannya tercapai, ya bisa beli motor dengan cara kredit, ya nama juga gaji kecil dengan lulusan SMA. Prinsip Budi tidak ingin merengek beli motor sama orang tua karena sebenarnya orang tua Budi, ya sederhana sih dari pada di bilang miskin kan masih ada usaha dengan baik, ya agar keluar dari kemiskinan. Kan Ada cerita kalau remaja anak orang Kaya, ya di beliin motor sama orang tua karena orang tuanya kaya, ya kerja di pemerintahan lah. 

Budi sampai di rumah Eko, ya memarkirkan motornya dengan baik. Eko ke dapur untuk membuat kopi satu gelas untuk Budi. Ya Budi duduk santai di depan rumah Eko. Eko selesai membuat kopi di dapur, ya di bawa dengan baik satu gelas kopi ke depan rumah.

Gelas kopi di taruh di meja dengan baik sama Eko dan Eko duduk dengan baik.

"Budi...kopinya!" kata Eko.

"Repot banget di sajikan kopi," kata Budi.

"Kebiasaan omongannya," kata Eko.

"Becanda....Eko!!!" kata Budi.

"Emmm," kata Eko.

Budi mengambil gelas berisi kopi dan di minum dengan baik banget.

"Gimana kerjaan Budi?!" kata Eko. 

Budi menaruh gelas berisi kopi, ya di meja. 

"Baik seperti biasanya," kata Budi. 

"Kita masih bersyukur kerjaan kita baik kan Budi?!" kata Eko. 

"Iya," kata Budi. 

"Hidup di kota Bandar Lampung ini harus kerja keras demi kelangsungan Hidup dengan baik," kata Eko. 

"Memang harus begitulah. Dari usaha sendiri sampai ikut orang dengan modal usahanya besar, ya mampu menggaji orang lain. Di jalanin dengan kesabaran dan juga kerja keras," kata Budi. 

"Hasilnya di nikmati dengan baik kan Budi?!" kata Eko. 

"Iyalah. Hasilnya di nikmati dengan baik!" kata Budi dengan tegas. 

"Oooo iya Budi. Citra....," kata Eko. 

Budi langsung motong omongan Eko "Citra itu anak mana ya?!" 

"Anak Pak Hamit," kata Eko. 

"Oooo anak Pak Hamit toh," kata Budi. 

"Budi serious!" kata Eko. 

"Ok....ok....ok!" kata Budi. 

"Maksud aku. Kota Bandar Lampung ini, jika di omongin. Harus membicarakan yang baik-baik, maka akan mencerminkan citra yang baik pada kota ini?!" kata Eko. 

"Iya Iyalah," kata Budi. 

"Kalau membicarakan sudut sebaliknya, ya jadinya citra yang buruk," kata Eko. 

"Iya lah. Contoh : Ada kejahatan pencurian, penipuan sampai perampokan di daerah sini. Maka jadi pertanyaannya....apa kerjaan, ya petugas keamanan yang di gaji sama pemerintahan dan juga swasta, ya sampai terjadi hal-hal yang di cegah?!" kata Budi. 

"Jadi daerah jadi rawan ini dan itu sih," kata Eko. 

"Karena rawan ini dan itu, ya jadinya citra daerah ini buruklah," kata Budi. 

"Padahal kalau di cari dengan baik, ya orang berbuat kejahatan ini dan itu sih....dari anak kecil sampai orang kaya dan juga berbagi jenis suku yang tinggal di daerah sini. Tegasnya sih, ya tetangga sendiri, teman sendiri sampai keluarga sendiri," kata Eko. 

"Ya mau di bilang apa ada itu datanya. Di daerah lain pun sama aja!" kata Budi. 

"Memang pendidikan dari awal orang tua ke anak. Agar anak didik dengan baik, ya berjalan di jalan kebaikan, ya jauhkan dari jalan yang merugikan diri dan orang lain," kata Eko. 

"Pergaulan juga yang mengubah anak. Banyak ceritanya," kata Budi. 

"Pergaulan yang salah mengubah sifat manusia," kata Eko. 

"Pemerintahan daerah dengan pemerintahan pusat," kata Budi. 

"Jangan ngomongin itu ah!" kata Eko. 

"Kenapa Eko?!" kata Budi. 

"Kita ini cuma lulusan SMA, ya beda dengan orang-orang yang lulusan Universitas yang kerjaannya ngomong di acara Tv dan juga kerja di pemerintahan," kata Eko. 

"Pemahaman keilmuan kita, ya kan Eko?!" kata Budi. 

"Iya. Pemahaman keilmuan," kata Budi menegaskan omongan Eko. 

"Emmmm," kata Eko. 

"Eko. Lebih baik main catur saja!" kata Budi. 

"Ok. Main catur saja!" kata Eko. 

Eko mengambil papan catur di bawah meja dan papan catur di taruh di atas meja. Eko dan Budi main catur dengan baik banget. 

CAMPUR ADUK

MUMBAI XPRESS

Malam gelap bertabur bintang di langit. Setelah nonton Tv yang acara sepak bola. Budi duduk dengan santai di depan rumahnya sedang baca cerp...

CAMPUR ADUK