CAMPUR ADUK

Monday, June 21, 2021

KISAH SEPASANG PENDEKAR KEMAYORAN

Dono di ruang tamu mengambil buku di meja dan segera di baca judul buku "Kisah Sepasang Pendekar Kemayoran."

Dono membuka buku dengan baik dan segera membaca buku dengan baik.

Isi buku yang di baca Dono :

Pada zaman dahulu, ketika Jakarta masih bernama Batavia dan masih dijajah Belanda, terjadi sebuah perampokan di rumah Babah Yong. Babah Yong merupakan keturunan etnis Tionghoa yang sangat kaya raya di daerah Kemayoran. Peristiwa perampokan itu menyebabkan kegemparan bagi masyarakat Kemayoran. Peristiwa ini akhirnya ditangani oleh pihak yang berwajib.

Seorang lurah dan pemimpin Belanda saat itu, Tuan Ruys, menyelidiki kasus perampokan di rumah Babah Yong. Tuan Ruys yang menyimpan dendam terhadap anak muda yang berama Asni langsung beranggapan bahwa Asni lah dalang dari perampokan tersebut. Asni adalah pemuda gagah perkasa, dia adalah seorang pemuda Kemayoran yang berani terhadap Belanda. Sikapnya yang tegas dianggap sebagai pembangkangan kepada Belanda. Menurut Asni, Belanda adalah kaum penjajah yang mesti angkat kaki dari daerahnya. Sehingga, Asni tidak segan-segan untuk tidak bersikap hormat terhadap Belanda yang berada di kampungnya.

“Aku sudah tau siapa pelakunya, pelakunya adalah Asni. Tangkap Asni sekarang juga !” perintah Tuan Ruys.

“Baik Tuan Ruys,” jawab sang lurah.

Seketika, Asni pun ditangkap di rumahya. Asni sempat memberontak dan menepis bahwa dia bukanlah dalang dari perampokan tersebut.

“Saya bukanlah perampok di rumah Babah Yong. Malam itu saya hanya berada di rumah !” jawab Asni dengan tegas.

“Anda sebaiknya kami bawa ke kantor untuk menemui Tuan Ruys. Ayo cepat !” kata petugas kepolisian Belanda sambil menodongkan senjata dan memborgol kedua tangan Asni.

Akhirnya, Asni mengikuti perintah mereka untuk menemui Tuan Ruys di kantornya. Asni pun sudah mengetahui bahwa Tuan Ruys tidak menyukai keberadaannya di Kemayoran. Setelah sampai di kantor Tuan Ruys, Asni ditodong dengan berbagai pertanyaan, agar Asni harus mengakui perbuatannya. Namun Asni tetap menyanggah tuduhan-tuduhan itu. Dia tetap mengatakan bahwa dirinya berada di rumah dan banyak saksi yang melihat dirinya di rumah. Pernyataan tersebut membuat Tuan Ruys geram dan menyuruh petugas opas untuk menjebloskan Asni ke dalam penjara. Terlebih, ketika Asni sempat membantah dengan suara yang keras sambil memukul meja Tuan Ruys. Tuan Ruys sangat geram dengan sikap Asni. Perlawanan Asni tidak sendiri. Ternyata, di luar kantor, banyak masyarakat Kemayoran yang membantah tuduhan Tuan Ruys. Mereka berteriak untuk membebaskan pemuda yang bernama Asni.

“Bebaskan Asni sekarang juga....! bebaskan Asni sekarang juga ....!” mereka serempak berteriak di luar gedung.

Melihat kejadian tersebut, Tuan Ruys keluar dari kantornya. “Ada apa kalian ?” tanya Tuan Ruys.

“Tuan Ruys, kami mengetahui bahwa Asni bukanlah pelakunya. Tadi malam, kami melihat Asni berada di rumahnya,” jelas salah satu warga Kemayoran.

“Ahhhhhh tidak mungkin,” sergah Tuan Ruys.

Namun, massa yang datang pada saat itu cukup banyak dan selalu meneriakan kalimat “Bebaskan Asni....bebaskan Asni...pemuda yang tidak bersalah.” Hal tersebut membuat Tuan Ruys merasa malu hingga akhirnya menimbang keputusannya untuk tidak menjebloskan Asni ke dalam penjara. Terlebih, tuduhan tersebut tidak ada bukti sama sekali.

Tuan Ruys menyuruh opas untuk membuka borgol di tangan Asni, sebagai tanda bahwa Asni dibebaskan. Namun, kebencian Tuan Ruys semakin memuncak, dia menghampiri Asni dengan perlahan.

“Asni, kamu boleh bebas saat ini. Tapi kamu harus bisa memenuhi syarat yang saya ajukan !” jelas Tuan Ruys sambil menatap kedua bola mata Asni.

“Syarat apa Tuan ?” tanya Asni sambil menatap wajah Tuan Ruys.

“Kau harus menangkap siapa perampoknya ! Jika tidak, kau akan kujebloskan lagi ke penjara,” kata Tuan Ruys.

Asni menyanggupi, dia akhirnya dibebaskan. Meskipun kesal dengan sikap Tuan Ruys yang semena-mena memenjarakan dirinya, dia pun penasaran terhadap siapa yang melakukan perampokan di rumah Babah Yong.

“Saya harus mengetahui siapa yang melakukan perampokan tersebut. Jangan-jangan bukan orang kampung sini,” gumam Asni.

Keesokan harinya, Asni berniat ke Kampung Marunda. Dia berjalan kaki ke kampung tetangganya untuk mencari infomasi mengenai siapa pelaku perampokan di rumah Babah Yong. Kampung Marunda adalah kampung tetangga dari Kemayoran.

Ketika sampai di perbatasan antara Kampung Kemayoran dengan Kampung Marunda, Asni dihadang oleh sekelompok orang. Sekelompok orang tersebut berasal dari Kampung Marunda. Asni tidak melihat orang-orang tersebut, hingga akhirnya sekelompok orang dari Kampung Marunda merasa kesal dengan sikap Asni.

“Hei, berani-beraninya kamu masuk tanpa meminta izin dari kami !” kata salah seorang penjaga Kampung Marunda kepada Asni.

“Maaf Bang, saya tidak melihat abang-abang semua,” jawab Asni.

“Ahhhh alasan, kamu sebenarnya ingin menyepelekan kami kan ?” sanggah salah satu dari mereka.

Akibat kesalahpahaman itu, terjadilah perkelahian antara Asni dengan penjaga kampung sebelah. Mereka berjumlah 5 orang dan siap menyerang Asni secara membabi-buta. Namun Asni memiliki keahlian bela diri yang tinggi. Asni dapat menangkis serangan-seragan dari mereka, pukulan dan tendangan Asni dapat membuat mereka roboh tidak berdaya. Penjaga Kampung Marunda akhirnya lari tunggang langgang karena Asni dapat mengalahkan mereka.

Mereka akhirnya mengadu kepada Kang Bodong, Kang Bodong adalah pendekar tersohor dan dianggap senior di Kampung Marunda. Mendengar kejadian tersebut, Kang Bodong akhirnya mencari pemuda yang berusaha masuk ke kampungnya. Sang pemuda itu ditemukan Kang Bodong tidak jauh dari tempat kejadian perkelahian.

Tanpa pikir panjang, Kang Bodong menyerang pemuda yang bernama Asni itu. Pukulan serta tendangan yang dilancarkan Kang Bodong hanya ditangkis oleh Asni. Asni tau, Kang Bodong adalah pendekar sepuh yang harus dihormati, untuk itu Asni tidak melakukan pukulan dan serangan terhadap Kang Bodong.

Kang Bodong akhirnya berhenti untuk melakukan serangan karena dirinya kehabisan tenaga setelah menghadapi Asni. Akhirnya Asni angkat bicara bahwa dirinya bermaksud datang ke Kampung Marunda untuk mencari siapa perampok di rumah Babah Yong.

Sebelum Kang Bodong menanggapi pernyataan Asni, munculah serangan tiba-tiba dari seorang gadis. Sang gadis menyerang Asni dengan cukup lincah dan gerakan silat yang menipu. Asni lumayan kewalahan dengan serangan seorang gadis itu. Namun, akhirnya Asni dapat menguasai serangan dari gadis tersebut. Terlebih ketika baju sang gadis sempat tersangkut di dahan pohon, Asni pun menebas dahan pohon itu hingga tubuh sang gadis dapat ditangkap oleh Asni.


“Lepaskan saya.... !” perintah sang gadis kepada Asni.

Asni hanya terpaku melihat rupa si gadis “cantik juga nih,” gumam Asni.

“Apa..?” tanya sang gadis dengan raut merah padam.

“Eh... ngga,” Asni pun malu dengan ucapannya tadi. Dia mulai salah tingkah.

“Mirah.... Mirah....,” seru Kang Bodong sambil tertawa. “Ternyata ada seorang pemuda yang bisa menaklukan ilmu silat putri saya.”

Asni terkejut, ternyata gadis itu adalah putri dari Kang Bodong yang bernama Mirah. Mirah adalah seorang pendekar wanita yang memiliki ilmu silat yag cukup tinggi. Di Kampung Marunda, belum ada yang bisa mengalahkan kemampuan silat Mirah.

“Asni, kau berhak untuk menikahi anak gadisku,” kata Kang Bodong sambil tersenyum.

Asni pun tertunduk malu, dia rupanya menaruh hati kepada gadis yang baru saja ditemuinya, Mirah. “Kalau Mirah mau, saya setuju saja,” jawab Asni sambil tertunduk malu.

“Saya sudah berjanji, jika ada pemuda yang mampu mengalahkan silatnya, maka pemuda itu berhak untuk menikahi Mirah,” lanjut Kang Bodong.

Mirah yang cantik dan pemberani semakin tertunduk malu. Demikian pula dengan Asni, dia tidak menyangka bahwa akan menemukan jodohnya di Kampung Marunda. Padahal, tujuan utamanya yaitu mencari kawanan perampok yang mencuri di rumah Babah Yong.

Kang Bodong akhirnya mengajak Asni untuk menceritakan perihal perampokan di rumah Babah Yong. Konon, Babah Yong terkenal hingga di luar daerah kemayoran. Mendengar penjelasan dari Asni, Kang Bodong akhirnya yakin bahwa pelaku perampokan adalah Tirta. Sebab Tirta dikenal sebagai berandalan Marunda yang sudah sejak lama berniat merampok rumah Babah Yong.

Beberapa waktu kemudian, pernikahan Asni dengan Mirah dilangsungkan. Banyak tamu undangan berdatangan, termasuk Tuan Ruys, lurah, dan Babah Yong. Ternyata Tirta juga ikut dalam pesta hajatan pernikahan Asni dan Mirah. Tirta ternyata memiliki niat buruk. Dia akan membunuh Asni karena telah mengetahui bahwa pemuda tersebut akan menangkapnya untuk di bawa ke opas Kemayoran.

Gerak-gerik Tirta akhirnya diketahui oleh Kang Bodong. Kang Bodong terus memperhatikan apa yang dilakukan oleh Tirta. Dengan pelan, Tirta mempersiapkan sesuatu di balik saku bajunya. Kang Bodong yakin bahwa di balik saku baju Tirta adalah pistol. Dengan sigap, Kang Bodong menghentikan gerakan Tirta, tarik-menarik terjadi antara Kang Bodong dengan Tirta. Hingga akhirnya, pistol tersebut mengeluarkan peluru dan menghujani salah satu tubuh mereka.

Suara senjata api tersebut menimbulkan keributan. Para undangan saling berlari menyelamatkan diri. Mereka berteriak dan terkejut mendengarkan ledakan pistol. Tidak disangka, ternyata peluru bersarang di tubuh Tirta. Akhirnya Tirta dilarikan ke rumah sakit. Karena kehabisan darah, Tirta meninggal dunia di perjalanan.

Setelah kematian Tirta, warga Kemayoran merasa aman, karena tidak ada lagi gangguan seperti perampokan dan pencurian. Terlebih ketika Asni dan Mirah telah menikah, Asni membawa istrinya ke Kemayoran. Sehingga Kemayoran memiliki sepasang pendekar yang merupakan suami istri, yaitu Asni dan Mirah.

***

Dono berhenti baca bukunya.

"Cerita yang bagus. Pandai yang membuat ceritanya," kata Dono.

Dono membaca hikmah yang dapat diambil dari cerita tersebut  "Jadilah orang yang pemberani menegakan kebenaran, maka suasana aman dan damai akan tercipta." 

Dono menutup bukunya dengan baik dan di taruh di meja.

"Main game ah!" kata Dono.

Dono mau main game di Hp-nya, tapi teringat dengan sinetron tentang suami yang kecanduan main game terus sampai lupa urusan rumah tangganya. Dono berpikir dengan baik banget.

"Aku belum menikah. Jadi tidak ada masalah main game. Kalau sudah menikah, ya mungkin di kurangin atau aku tinggalkan main game. Tanggungjawab ku membimbing istri dan anak dengan baik banget, ya kewajiban sebagai pemimpin rumah tangga yang baik," kata Dono.

Dono memahami benar dirinya, ya main gamelah di Hp-nya. Sedangkan Kasino dan Indro sedang nonton Tv di ruang tengah karena acara Tv bagus banget. Acara Tv yang di tonton, ya berita ini dan itu sih. 

"Oooo hari ini ulang tahun kota Jakarta toh!" kata Indro.

"Berita memberitakan seperti itu sih," kata Kasino.

"Selamat ulang tahun kota Jakarta," kata Indro.

"Aku...ikutan juga. Selamat ulang tahun kota Jakarta," kata Kasino.

"Kita ini kan orang pendatang yang tinggal di kota Jakarta. Jadi kita menghormati daerah yang kita tinggalin ini," kata Indro.

"Emmmm," kata Kasino.

"Kalau kita pindah ke kota lain. Ya di hormati juga sih," kata Indro.

"Emmmm," kata Kasino.

Kasino dan Indro fokus nonton Tv, ya acara menarik banget untuk di tonton sih.

YONG TU DAN BENIH TANAMAN DARI RAJA

Indro telah menyelesaikan kerjaanya, ya keluar dari kamarnya ke ruang tengah Indro duduk di ruang tengah ingin menonton Tv. Saat ingin menghidupkan Tv pake remot dan remot ada di meja, ya Indro memang melihat buku di meja. Biasa sih bukunya Dono. Indro tertarik dengan judul buku tersebut " Yong Tu Dan Benih Tanaman Dari Raja." 

Indro mengambil buku tersebut. 

"Kalau dari nama tokohnya kayanya ceritanya asalnya dari Korea. Artis Indonesia yang asal dari Korea siapa ya?" kata Indro.

Indro membuka buku sambil mengingat nama artis Indonesia yang asalnya Korea.

"Ooooo iya aku ingat. Artis Indonesia yang asalnya Korea....Lee Jeong Hoon. Artis di Indonesia ini banyak banget sih, ya kadang lupa sih," kata Indro.

Indro mulai membaca buku itu dengan baik banget.

Isi buku yang di baca Indro :

Pada zaman dahulu kala, berdirilah sebuah kerajaan yang dipimpin oleh seorang raja. Raja tersebut mengalami gundah gulana. Dimana dia tidak memiliki anak laki-laki. Semua anaknya adalah perempuan. Dia berniat ingin mengangkat seorang anak laki-laki. Namun, dia berharap, agar anak laki-laki tersebut memiliki kepribadian yang baik serta penuh dengan kejujuran.

Sang raja akhirnya bermusyawarah dengan para penasehat, apakah yang harus dia lakukan untuk mencari anak angkat yang berhati jujur. Para penasehat raja menganjurkan agar sang raja menyelenggarakan sayembara untuk memilih rakyatnya yang patut diangkat menjadi seorang anak laki-laki. 

 Akhirnya, sang raja pun menyelenggarakan sayembara untuk memilih putra angkatnya. Sayembara tersebut terbilang cukup unik. Sang raja memberikan benih tanaman untuk ditanam kepada anak-anak muda di negeri itu. Banyak para pemuda yang berdatangan ke istana untuk mengambil benih tanaman yang telah ditanam di dalam pot tersebut. Mereka berharap agar menjadi anak angkat sang raja.

Salah seorang pemuda desa yang berama Yong Tu, ikut mengikuti sayembara tersebut. Dia juga menerima benih tanaman yang telah di tanam ke dalam pot.

“Dengarlah wahai sekalian, saya mengharapkan kalian untuk memelihara benih tanaman tersebut sehingga menjadi tanaman yang tumbuh lebat dan bagus. Dengan waktu yang telah disesuaikan, kalian akan berkumpul kembali untuk menunjukkan hasil tanaman yang telah kalian rawat tersebut. Jika kalian sukses merawatnya, kalian akan aku jadikan anak angkat sebagai penggantiku nanti !” seru sang raja di hadapan para pemuda.

Yong Tu pun membawa pulang benih tanaman tersebut ke rumahnya. Dengan telaten, dia merawat benih tersebut untuk menjadi sebuah tanaman yang bagus dan indah. Namun, benih tersebut tidak kunjung tumbuh. Padahal dia telah merawat tanaman tersebut satu bulan lamanya.

Sang ibu yang melihat Yong Tu sedang kebingungan akhirnya menyarankan agar mengganti wadah benih tanaman tersebut.

“Yong Tu, cobalah ganti wadahnya dengan wadah yang lebih luas. Mungkin wadah tersebut terlalu kecil untuk tanaman itu,” saran sang ibu.

Yong Tu akhirnya mengikuti saran ibunya. Dia mengganti wadah atau pot tanaman tersebut dengan wadah yang lebih besar. Malangnya, tanaman tersebut belum juga tumbuh. Yong Tu merasa sedih dengan hasil tanaman yang dirawatnya. Dia merasa gagal untuk merawat tanaman tersebut. Namun dia menyadari, mau tidak mau dia harus lapang dada untuk menghadapi kenyataan bahwa benih tanamannya tidak tumbuh.

Beberapa hari kemudian, hari yang ditetapkan pun telah tiba. Yong Tu akhirnya berangkat menuju istana sang raja. Sebelum berangkat, Yong Tu berpamitan dengan ibunya.

“Ibu, aku berangkat dulu. Benih tanaman yang aku rawat memang tidak tumbuh, dan mau tidak mau aku harus membawanya ke hadapan raja,” kata Yong Tu sambil tertunduk sedih.

“Tidak apa-apa nak, yang penting kamu telah berusaha merawatnya,” kata ibu Yong Tu sambil tersenyum.

Yong Tu akhirnya pergi ke istana. Sesampainya di istana, dia menemukan betapa banyak pemuda sepantarannya membawa tanaman yang sangat subur dan indah. Beberapa dari mereka bahkan terlihat mengejek Yong Tu yang hanya membawa sebuah pot yang berisikan tanah tanpa ditumbuhi oleh tanaman.

“Hei Yong Tu, apa yang kamu bawa ? raja tidak akan senang dan bahkan tidak akan mengangkatmu menjadi anaknya,” kata salah seorang pemuda menyapa Yong Tu sambil tersenyum mengejek.

“Ha... ha ha, kamu bernasib sial Yong Tu. Dengarlah, raja pasti merasa jijik dengan hasil tanamanmu,” kata pemuda yang lainnya.

Para pemuda tersebut tertawa terpingkal-pingkal mengejek Yong Tu. Yong Tu hanya terdiam. Dia hanya mematuhi perintah sang raja, itu saja. Hingga tibalah saatnya para pemuda berkumpul dalam sebuah lapangan di dekat istana. Sang raja akhirnya datang, memeriksa satu demi satu tanaman para pemuda tersebut. Wajah raja tampak tidak senang, bahkan terlihat sedikit marah.

Di sudut barisan paling belakang, tampaklah Yong Tu yang berdiri sambil tertunduk sedih. Raja akhirnya melihat Yong Tu. Dengan langkah perlahan, sang raja berjalan menuju seorang pemuda yang bernama Yong Tu.

“Kenapa kamu sedih wahai anak muda ? mana tanamanmu ?” dengan tenang, sang raja bertanya kepada Yong Tu.

“Begini baginda, hamba telah merawat tanaman ini dengan sepenuh hati. Namun, tanaman ini tidak bisa tumbuh sesuai dengan yang dikehendaki. Hingga akhirnya saya membawa benih tanaman tersebut tanpa ditumbuhi oleh tanaman,” jawab Yong Tu.

Paduka raja tampak tersenyum. Wajahnya kembali berseri-seri. Dia menatap Yong Tu penuh dengan bangga.

Dengan lantang, sang raja berkata “Aku telah menemukan siapa yang akan menjadi anak angkatku !”

Yong Tu dan semua hadirin yang mendengarkan serempak terkejut. Mereka tidak menyangka raja akan mengatakan demikian.

“Maaf paduka yang mulia, mana mungkin engkau mengangkat seorang anak muda yang telah gagal merawat tanamannya, hingga tidak satu pun tanamannya tumbuh dalam pot itu,” kata salah seorang pemuda.

Sang raja yang mendengarkan kritikan pemuda tersebut tersenyum lalu berkata “Tahukah kalian ? bahwa biji tanaman yang aku berikan kepada kalian di dalam pot itu telah kurebus sebelumnya ?, biji tanaman tersebut tidak mungkin tumbuh. Anak muda ini telah teruji kejujurannya.”

Semua peserta sayembara akhirnya terkejut. Mereka tertunduk lesu mendengar penjelasan dari sang raja, kecuali seorang pemuda yang bernama Yong Tu. Mereka menyadari bahwa mereka telah melakukan perbuatan dusta demi memenangkan sayembara. Kebohongan mereka akhirnya terbongkar. Mereka telah menggantinya dengan tanaman lain demi memenangkan sayembara.

Yong Tu akhirnya diangkat menjadi anak angkat sang raja. Yong Tu adalah seorang anak yang jujur. Di istana, Yong Tu akhirnya dididik untuk mengasah kecakapan sebagai seorang pemimpin. Meski demikian, Yong Tu tetap menjadi pemuda yang jujur dan disenangi oleh semua kalangan.

***

Indro berhenti baca bukunya.

"Cerita bangus. Pinter yang membuatnya," kata Indro.

Indro membaca dengan baik hikmah dari cerita yang ia baca "Kejujuran akan mendatangkan keberuntungan, dan kebohongan akan mendatangkan malapetaka."

Indro memahaminya dengan baik dan buku di tutup dengan baik, ya di taruh ke meja tuh buku. Indro mengambil remot di meja dan menghidupkan Tv. Dengan remot memilih chenel Tv yang acaranya menarik. Indro memilih chenel Tv yang menayangkan Drama Korea. Dengan santai Indro menonton Drama Korea yang bagus banget gitu. Kasino masih sibuk di kamarnya, ya urusan kerjaannya...pembukuan. Dono di dalam kamarnya, ya sedang mengetik di leptopnya dengan baik banget. 

KISAH SERIBU SATU MALAM

Selfi teringat dengan buku yang ia pinjem buku sama Rara, ya buku cerita gitu karena Selfi tertarik dengan judul cerita dan juga isinya juga. Selfi duduk di ruang tamu mau membaca buku dengan baik.

Isinya buku yang di baca Selfi :

Sudah cukup lama penduduk kerajaan hidup dalam kecemasan. Setiap malam para orang tua yang memiliki anak perempuan menangis. Semua ini karena ulah sultan mereka, Sultan Syahriar. Dahulu Sultan Syahriar sangat dihormati dan dicintai rakyatnya. Namun kini Sultan telah berubah menjadi seorang yang kejam dan berhati dingin. Setiap hari ia menikahi seorang gadis. Keesokan harinya ia mengirim gadis itu kepada algojo istana untuk diakhiri hidupnya. Tindakan Sultan menjadi teror bagi penduduk kerajaan. Perangai Sultan Syahriar berubah sejak istrinya berkhianat, padahal Sultan sangat mencintainya. Sultan bahkan menghujani istrinya dengan kemewahan. 

Setiap keinginannya dituruti dan semua kebutuhannya tak satu pun terlewatkan. Namun ternyata sang istri terlalu tamak. Semua kebaikan yang diberikan Sultan tak cukup baginya. Ia hendak membunuh Sultan dan merebut tahta kerajaan. Beruntung sebelum semua itu terjadi, Sultan mengetahuinya. Sultan menjadi kecewa. Ia kehilangan kepercayaan kepada wanita. Ia menganggap semua wanita culas seperti istrinya yang terdahulu. Karena itulah Sultan akhirnya menikahi para gadis hanya untuk satu malam saja. 

Perdana menteri dan para penasihat kerajaan sudah berusaha menasihati Sultan. Tapi tak satu pun dari mereka yang di dengar. Sultan tetap pada keputusannya. Bahkan ia tak segan mengirim algojo kepada siapa pun yang berani menentangnya. Akhirnya semua memilih diam. Perdana menteri menjadi orang yang paling bersedih. Di satu sisi ia tidak setuju dengan perbuatan Sultan, namun Sultan justru menugaskannya untuk mencari gadis yang akan dijadikan pengantin satu malam. Apalagi ia juga mempunyai anak perempuan. Ia bisa merasakan kesedihan para ayah yang kehilangan putrinya. Juga kecemasan para ibu akan nasib anak gadisnya. 

“Ayah, apa tidak ada cara untuk menghentikan tindakan Sultan?” tanya Sarah, anak tertua perdana menteri. 

Perdana menteri menggeleng lesu. 

“Bagaimana bila semua gadis di kerajaan ini telah habis di tangan algojo Sultan? Bagaimana bila yang tersisa hanya aku dan Dinar? Ayah juga akan mengirim kami kepada maut?”

Sarah terus mendesak ayahnya.

“Bagaimana mungkin seorang ayah rela kehilangan anaknya?” jawab Perdana Menteri balik bertanya.

“Ayah tetap sebagai perdana menteri atau pun tidak, tak akan bisa mengubah takdir bila memang kalian harus berhadapan dengan maut,” lanjutnya sedih. 

Sarah terus berpikir. Ia ingin menyelamatkan para gadis dari kekejaman Sultan. Ia tidak ingin mati konyol seperti gadis-gadis yang lain. Namun, ia tak mau melarikan diri dari tanah kelahiran yang dicintainya. Apalagi bila harus meninggalkan ayah dan keluarganya. Sarah memang gadis yang cerdas dan pemberani. Perdana menteri telah mengirimnya untuk belajar berbagai bidang ilmu. Sarah pernah belajar ilmu filsafat, sejarah, seni, bahkan kedokteran. Karena itu, pengetahuannya sangat luas. 

Perdana menteri sangat menyayanginya. Sedangkan adiknya, Dinar, seorang gadis pemalu yang cantik jelita. Tak seperti kakaknya yang selalu haus ilmu, ia lebih suka di rumah. Ia pandai menenun dan memasak. Selama ini, dialah yang menyiapkan semua keperluan ayah dan kakaknya. Kedua putri perdana menteri memang istimewa. Karena itu, perdana menteri tak mungkin sanggup kehilangan mereka. Setiap hari wajahnya diliputi kecemasan. Ia tak lagi tampak gagah karena menanggung beban berat dari Sultan. Ia merasa bersalah pada para penduduk kerajaan. Namun, ia pun harus mematuhi perintah Sultan bila ingin tetap hidup. Sarah sangat prihatin dengan keadaan ini.

“Ayah, saya ingin meminta sesuatu dari Ayah. Apakah Ayah mau memberikannya untuk saya?” tanya Sarah pada suatu hari.

“Jika Ayah bisa, tentu akan Ayah penuhi. Apa yang kau minta, Sarah?” 

“Aku bertekad untuk menghentikan tindakan Sultan yang meresahkan rakyat. Aku ingin membebaskan para ibu dan para gadis dari kecemasan akan nasib mereka.” 

“Bila kau bisa melakukannya, hal itu sangat baik, Sayang. Tapi bagaimana caramu melakukannya?” tanya perdana menteri pada putrinya itu. 

“Setiap hari Ayahlah yang harus menyediakan gadis untuk dinikahi Sultan. Karena itu, kumohon kerelaanmu, ajukanlah diri saya kepada Sultan.” 

Perdana menteri terkejut. Ia langsung naik pitam mendengar permintaan Sarah. Ia berdiri dari kursinya.

 “Apa kau sudah kehilangan akal sehatmu?” teriaknya pada Sarah.

 “Apa yang telah membuatmu berpikir seperti itu, Sarah? Kau tahu apa yang akan terjadi padamu bila kau menjadi pengantin Sultan?” ucap perdana menteri penuh emosi.

“Saya tahu risikonya, Yah. Saya tidak takut dengan kematian. Setiap orang pasti akan mati entah dengan cara apa. Bila memang saya gagal dan harus mati, paling tidak saya telah mencoba melakukan hal yang mulia. Bila saya berhasil, saya telah memberikan pengabdian besar untuk kerajaan ini.” Sarah menjelaskan dengan penuh keyakinan.

“Ayah tetap tidak setuju. Bagaimana mungkin seorang ayah mengirim putrinya sendiri ke algojo yang kejam. Apa yang kau lakukan tak akan ada gunanya.” 

Perdana menteri tetap keberatan dengan permintaan Sarah. 

“Kalau kau tidak takut pada kematian, cobalah khawatirkan Ayah. Tindakan bodohmu akan membuat Ayah sedih dan menderita sepanjang hidup Ayah. Mengertilah, Sarah,” lanjut perdana menteri lalu pergi meninggalkan Sarah. 

Dinar yang mendengar percakapan ayah dan kakaknya datang mendekat. Sama seperti ayahnya, wajahnya pun tampak cemas. 

“Kak, apa Kakak yakin dengan tindakan Kakak? Jangan mengorbankan dirimu untuk hal yang sia-sia, Kak,” ujar Dinar berusaha menasihati kakaknya.

“Semua kulakukan bukan tanpa perhitungan, Dinar.” 

“Kalau memang Kakak punya cara untuk menghentikan Sultan, apakah tidak bisa Kakak lakukan tanpa menjadi pengantin Sultan?” tanya Dinar lagi. 

Sarah menggeleng. 

“Tak bisa, Dinar. Sultan tak lagi mau mendengar nasihat siapa pun. Bahkan nasihat Ayah sebagai perdana menterinya, juga nasihat para sesepuh kerajaan tidak ada yang dihiraukan. Harus dengan cara lain untuk menasihati dan menyadarkan Sultan.” 

“Tapi Ayah tak setuju dengan caramu. Lalu bagaimana?”

“Aku akan tetap berusaha menjadi pengantin Sultan. Kalau Ayah tak bersedia mengajukan diriku, aku akan menghadap Sultan sendiri.” 

Tekad Sarah rupanya sudah bulat. 

“Tapi, saat aku menjalankan rencanaku ini, aku butuh bantuanmu. Kau mau membantuku?” lanjut Sarah. 

“Apa yang harus kulakukan, Kak?”

“Nanti akan kuberi tahu bila saatnya tiba.” 

Sarah masih berusaha membujuk ayahnya sebelum memutuskan menghadap Sultan sendiri. Ia terus meyakinkan ayahnya bahwa upayanya akan berhasil. Sarah terus mendesak perdana menteri.

“Kenapa kau begitu keras kepala, Sarah?” ujar perdana menteri putus asa. 

Kemauan Sarah tak bisa ia halangi lagi.

“Maafkan Sarah, Ayah. Semua ini demi kebaikan rakyat yang juga Ayah cintai. Sarah akan menemui Sultan bila Ayah tidak berkenan mengajukan Sarah menjadi pengantinnya.” 

Perdana menteri menyerah. Dengan berat hati ia menuruti permintaan anaknya. Ia akan menemui Sultan untuk menyampaikan pengajuan diri Sarah. Perdana menteri sangat bersedih. Keesokan paginya, setelah Sultan mengirim istri terakhirnya kepada algojo, perdana menteri datang menemuinya. Sultan sudah menunggu-nunggu dengan tak sabar. 

“Sultan Yang Mulia, seorang gadis cendikia mengajukan dirinya untuk menjadi pengantin Anda.”

“O ya? Siapa dia, Perdana Menteri?”

“Sarah. Putri tertua saya,” ucap perdana menteri terbata-bata. 

Lidahnya terasa kelu mengucapkan nama putrinya sendiri di hadapan Sultan. Sultan merasa takjub mendengar berita tersebut. 

“Apa yang membuatmu rela mengorbankan putrimu sendiri, Perdana Menteri?” tanya Sultan ingin tahu.

“Ini adalah keinginannya sendiri, Baginda. Saya bahkan tidak bisa lagi menahan niatnya ini.” 

“Kau yang setiap hari bertugas mengantar istri-istriku kepada algojo istana. Kali ini, kau harus bersumpah tak akan mengkir dari tugasmu. Tetap kau sendiri yang harus mengantar putrimu ke algojo. Kalau kau tak menaati perintahku, nyawamulah yang melayang.” 

Ancaman Sultan semakin membuat perdana menteri sedih. 

“Baik, Baginda. Apapun risikonya, saya akan mematuhi Anda. Saya memang ayahnya. Tetapi saya adalah pelayan Anda,” jawab perdana menteri. 

Meskipun ia berucap demikian, sebenarnya terbersit niatan menyelamatkan Sarah. Karena Sarah begitu keras kepala, perdana menteri tadinya ingin menggantikan Sarah bila ia dikirim ke algojo. Ia sudah merencanakannya sejak awal tanpa memberi tahu Sarah. Dan tentu saja ia tak bisa berterus terang pada Sultan. 

“Kalau begitu, segera bawa putrimu menghadapku!” ujar Sultan. 

Perdana menteri pun berlalu. Ia pulang ke rumah untuk memberi tahu Sarah bahwa Sultan bersedia menerima permintaannya. 

“Sungguh, Ayah? Terima kasih, Yah!” ucap Sarah senang. 

“Tapi ingat, Sarah. Jangan sampai kau menyesali keputusanmu ini. Kau tak bisa mundur lagi walau selangkah.”

“Ya, Ayah. Tekadku sudah bulat. Kumohon, apa pun yang terjadi padaku, Ayah jangan bersedih. Masih ada Dinar yang akan menemani Ayah.”

“Ayah mana yang tidak akan bersedih?” jawab perdana menteri sedikit kesal. 

Sarah menerima kabar tersebut seolah-olah yang didengarnya adalah berita gembira. Padahal, berita itu sangat menyayat hati perdana menteri. Dinar pun bersedih. Namun ia yakin pada rencana kakaknya. Sarah pun segera masuk ke kamar adiknya. Ia ingin memberitahukan rencananya pada Dinar. Ia membutuhkan bantuan Dinar. Ia tak memberi tahu ayahnya kalau melibatkan Dinar dalam rencana berisiko ini. Ia tak ingin membuat ayahnya semakin khawatir. 

“Dinar, Sultan telah bersedia menerimaku,” ujar Sarah. 

Matanya berbinar-binar karena gembira. 

“Ya, Kak. Aku tadi mendengar percakapanmu dengan Ayah. Apa kau benar-benar sudah mantap?”

 Sarah mengangguk.

“Lalu apa rencanamu?” tanya Dinar lagi.

“Begini, Dinar. Saat aku menikah nanti, aku akan mengajukan permintaan terakhir pada Sultan.”

“Apa permintaan terakhir Kakak? Meminta Sultan mengakhiri kebiasaannya?” “Tidak. Sultan tak akan mengabulkan jika itu yang Kakak minta. Bisa-bisa ia langsung mengirim Kakak pada algojo.”

“Lalu apa yang akan Kakak minta?”

“Kakak akan minta kau diizinkan menginap di istana. Di kamar yang terdekat dengan kamar Sultan. Aku berharap semua berjalan sesuai rencana, ia mau memberi izin. Jika demikian, kuminta kau membangunkanku sesaat sebelum fajar tiba.”

“Untuk apa? Kakak akan melarikan diri?”

“Tidak. Ketuklah pintu kamar kami dan katakan kau ingin mendengar cerita dariku sebelum hidupku berakhir.” 

“Setelah itu?” 

“Setelah itu, kita akan lihat dulu apakah aku selamat atau tidak di hari itu. Kalau aku selamat, rencana berikutnya sudah siap dijalankan.” 

“Baiklah, Kak. Aku akan membantumu semampuku.” 

“Terima kasih, Dinar.”

Sarah tersenyum senang. Sarah pun kemudian disibukkan dengan rencana pernikahannya. Kali ini Sultan ingin menggelar pesta yang meriah. Yang ia nikahi bukan gadis biasa. Yang ia nikahi adalah putri perdana menteri. Sebagai bentuk penghargaan dan penghormatan, ia membuat pesta khusus di pernikahannya kali ini. Namun bagi perdana menteri, pesta ini terasa seperti perayaan kematian. Sebuah pesta perpisahan antara dirinya dan Sarah. Rakyat terkejut mendengar berita dari istana. Sultan akan menikahi putri perdana menteri yang setiap hari mencarikan gadis dan mengirimnya ke algojo. Mereka hampir tak percaya. Mereka beramai-ramai mendatangi istana karena ingin mendapatkan kepastian berita tersebut. Dan mereka mendapati kebenaran. Sarah, putri perdana menteri, duduk di pelaminan bersama Sultan. Sultan tampak gembira. Namun, hadirin yang kebanyakan para bangsawan justru kurang bersemangat. Mereka hadir hanya untuk memenuhi undangan Sultan. Sebenarnya mereka ikut menanggung kesedihan yang dirasakan perdana menteri. Mereka yang memiliki anak gadis semakin khawatir. Mereka takut giliran itu akan sampai kepada anak-anak gadis mereka. Setelah pesta usai, Sarah ditinggalkan berdua dengan Sultan. Sarah memakai pakaian yang indah dan perhiasan yang gemerlapan. Semua itu pemberian Sultan. Tibalah saat Sarah menjalankan rencananya. Sarah duduk di kursi empuk di kamar Sultan. Sultan lalu menghampiri Sarah dan mengangkat kerudung yang menutupi wajahnya. Sultan kagum akan kecantikan Sarah. Namun Sarah justru sedang berlinangan air mata.

“Ada apa, Sarah? Kenapa kau menangis?” tanya Sultan. 

“Baginda, saya memiliki adik yang sangat saya sayangi. Saya sedih harus berpisah dengannya. Saya tahu akan seperti apa nasib saya esok hari. Karena itu, saya ingin menghabiskan malam tak jauh darinya.”

“Lalu?”

“Jika Baginda mengizinkan, saya mempunyai permintaan terakhir kepada Baginda.” 

“Apa itu? Kau ingin perhiasan? Pakaian yang indah? Jamuan yang lezat? Katakan.” Sarah menggeleng.

“Saya hanya minta Anda mengizinkan adik saya menginap di istana. Tempatkan dia di kamar terdekat dengan kamar ini agar saya merasa dekat dengannya.” 

Sultan terdiam dan tampak menimbang-nimbang. Permintaan Sarah memang tidak biasa. Sebelumnya, pengantin-pengantinnya lebih memilih perhiasan atau gaun indah yang bisa mereka tinggalkan untuk keluarga mereka setelah ia dikirim ke algojo. Namun Sultan tidak menaruh kecurigaan apa-apa. 

“Baiklah. Akan kusuruh pengawal menjemput adikmu,” ucap Sultan. 

“Terima kasih, Sultan.” Sarah senang. 

Sebagian kecil rencananya sudah berhasil. Kini ia bersiap untuk rencana selanjutnya. Tak lama kemudian, Dinar tiba di istana. Ia ditempatkan di kamar yang tak jauh dari kamar kakaknya. Ia pun diberikan pelayanan yang baik. Sarah sempat menemui Dinar sejenak, tetapi mereka tidak membicarakan rencana mereka. Sarah hanya mengucapkan selamat malam. 

“Jangan lupa, Sayang,” ujar Sarah sebelum ia keluar dari kamar Dinar. 

Sarah pun kembali ke kamar Sultan. Dinar semalaman terus terjaga. Selain karena tidak bisa tidur, Dinar juga tidak ingin terlelap ketika fajar tiba. Sebentar-sebentar ia menengok ke luar jendela. Dinar memeriksa apakah saatnya sudah tiba. Ketika bulan sudah hampir tak tampak lagi di langit, Dinar keluar dari kamarnya. Ia mengetuk pintu kamar kakaknya dan membisikkan sesuatu. 

“Kakak, jika kau tak tidur, kumohon temui aku. Sebelum matahari terbit, aku ingin mendengarkan cerita-cerita menarikmu. Ini terakhir kalinya aku bisa mendengarnya darimu.” 

Sarah yang juga terjaga semalaman mendengar suara adiknya. Ia pun membangunkan Sultan. Dinar mengulang permintaannya lagi. Dia akan terus mengulangnya hingga pintu kamar kakaknya terbuka.

“Sultan, apakah Anda mendengar bisikan Dinar di luar?” tanya Sarah. 

Sultan yang masih mengantuk mengangguk.

“Apakah Anda mengizinkan saya keluar menemuinya? Ia ingin mendengar cerita saya untuk terakhir kalinya,” pinta Sarah. 

“Ya. Baiklah.” 

Sarah sangat senang ternyata Sultan mengizinkannya. Separuh rencananya telah berjalan baik. 

“Apakah Sultan tak ingin mendengarnya juga?” tanya Sarah. 

“Aku masih mengantuk, Sarah,” jawab Sultan. 

“Baiklah, saya akan ke kamar Dinar agar tidak mengganggu Anda,” ucap Sarah. 

Sultan hanya ber-ehem saja. Sarah keluar kamar dan menemui Dinar. Mereka pergi ke kamar di mana Dinar menginap. Sarah pun memulai ceritanya. Sarah telah membaca ratusan buku. Ia telah memilih cerita-cerita terbaik untuk rencananya kali ini. Sarah tahu Sultan juga sangat senang mendengarkan cerita. Sultan bahkan sering memanggil pendongeng dari luar kerajaan untuk bercerita. Sarah mengetahui itu semua dari ayahnya. Ayahnyalah yang diberi tugas oleh Sultan untuk memanggil para pendongeng. Sarah yakin Sultan akan tertarik mendengar ceritanya. Sarah bercerita perlahan-lahan. Pintu kamar Dinar sengaja tidak ditutup. Sarah menghadap ke pintu. Sesekali ekor matanya melirik ke pintu. Ia ingin memastikan apakah Sultan sudah bangun dan mencarinya. Ternyata benar perkiraan Sarah. Saat Sarah keluar, Sultan ternyata terbangun karena penasaran dengan cerita Sarah pada adiknya. Sultan pun mengendap-endap ke kamar Dinar. Ia mencuri dengar cerita Sarah dari luar. Ketika matahari mulai terbit, Sarah mengakhiri ceritanya. Namun, Sarah sengaja tidak menyelesaikan kisahnya. Ia membiarkan cerita itu menggantung. 

“Matahari sudah terbit. Aku harus kembali kepada Sultan.”

 “Tapi ceritamu belum usai, Kak,” kata Dinar. 

“Ya. Sayangnya waktuku telah habis. Jika ada umur panjang, Kakak akan melanjutkan cerita ini untukmu.” 

Sarah pun meninggalkan kamar Dinar. Dinar tak tahu apa rencana Sarah berikutnya. Ia hanya berharap rencana kakaknya berhasil. Sultan yang mencuri dengar cerita sarah dari luar merasa kecewa. Ia penasaran dengan akhir kisah yang diceritakan Sarah.

“Yang Mulia, saya menjemput istri Anda untuk dibawa ke algojo istana,” ucap perdana menteri. 

Ia datang seperti biasanya untuk memenuhi tugasnya. Hari ini ia sudah bersiap menukar dirinya dengan Sarah untuk dibawa ke algojo. 

“Tidak hari ini, Perdana Menteri. Aku masih ada urusan dengan Sarah,” ujar Sultan. 

Perdana menteri sangat terkejut. Ia seakan bermimpi di siang hari. Nyawa putrinya selamat hari ini. Ia tak tahu apa yang telah dilakukan Sarah. Ia tak tahu urusan apa yang dimiliki Sarah dengan Sultan, tapi ia sangat bersyukur. Sarah pun gembira rencananya berjalan lancar. Setiap malam, Sarah mengajukan permintaan yang sama kepada Sultan seperti malam pertamanya. Sultan selalu menyanggupi permintaannya karena penasaran dengan cerita-cerita Sarah yang sangat menarik dan belum pernah ia dengar sebelumnya. Sarah pun sengaja tidak menyelesaikan ceritanya saat matahari terbit. Ia melanjutkan cerita itu di hari berikutnya dan menyambungnya dengan cerita baru. Telah berbulan-bulan Sarah selamat dari maut dengan cerita-ceritanya. Cerita yang dibawakan Sarah pun sarat dengan pesan kebaikan. Ia ingin Sultan sadar dengan sendirinya karena menangkap kebijaksanaan dalam cerita-cerita tersebut. Perdana menteri pun senang putrinya dapat terus bertahan hidup. Rakyat juga lega karena sudah lama tak ada lagi gadis yang menjadi korban Sultan. Suatu hari, Sultan memanggil Sarah. 

“Sarah, kuakui kau gadis yang cerdas. Mungkin kau tak tahu. Setiap malam aku mencuri dengar cerita-ceritamu. Kau telah membuatku percaya bahwa masih ada perempuan baik di dunia ini. Kau membuatku sadar kesalahan fatal yang telah kuperbuat sebelumnya. Aku ingin berterima kasih padamu,” ujar Sultan. 

Sarah tersenyum. 

“Aku akan memanggil juru tulis istana. Ceritakanlah kisah-kisahmu pada mereka agar mereka menulisnya. Aku berharap cerita-ceritamu bisa terhimpun menjadi sebuah buku untuk dibaca lebih banyak orang lagi agar mereka terhibur dan menemukan kebijaksanaan hidup.” 

Sarah sangat senang mendengar rencana Sultan. 

“Terima kasih, Sultan. Saya percaya Anda orang yang baik dan berjiwa luhur. Setiap orang bisa kembali ke jalan kebaikan bila ia mau.” 

“Satu lagi permintaanku, Sarah. Aku ingin kau menjadi permaisuriku selamanya sampai maut menjemputku.” 

Sarah tersenyum bahagia. Ia memenuhi permintaan Sultan. Mereka pun hidup dengan bahagia. 

***

Selfi berhenti membaca bukunya.

"Cerita yang bagus. Pinter yang buat ceritanya," kata Selfi.

Selfi menutup bukunya dan di taruh di meja. Selfi keluar dari rumah karena ada keperluan dengan Saskia.

CAMPUR ADUK

MUMBAI XPRESS

Malam gelap bertabur bintang di langit. Setelah nonton Tv yang acara sepak bola. Budi duduk dengan santai di depan rumahnya sedang baca cerp...

CAMPUR ADUK