CAMPUR ADUK

Monday, June 21, 2021

KISAH SERIBU SATU MALAM

Selfi teringat dengan buku yang ia pinjem buku sama Rara, ya buku cerita gitu karena Selfi tertarik dengan judul cerita dan juga isinya juga. Selfi duduk di ruang tamu mau membaca buku dengan baik.

Isinya buku yang di baca Selfi :

Sudah cukup lama penduduk kerajaan hidup dalam kecemasan. Setiap malam para orang tua yang memiliki anak perempuan menangis. Semua ini karena ulah sultan mereka, Sultan Syahriar. Dahulu Sultan Syahriar sangat dihormati dan dicintai rakyatnya. Namun kini Sultan telah berubah menjadi seorang yang kejam dan berhati dingin. Setiap hari ia menikahi seorang gadis. Keesokan harinya ia mengirim gadis itu kepada algojo istana untuk diakhiri hidupnya. Tindakan Sultan menjadi teror bagi penduduk kerajaan. Perangai Sultan Syahriar berubah sejak istrinya berkhianat, padahal Sultan sangat mencintainya. Sultan bahkan menghujani istrinya dengan kemewahan. 

Setiap keinginannya dituruti dan semua kebutuhannya tak satu pun terlewatkan. Namun ternyata sang istri terlalu tamak. Semua kebaikan yang diberikan Sultan tak cukup baginya. Ia hendak membunuh Sultan dan merebut tahta kerajaan. Beruntung sebelum semua itu terjadi, Sultan mengetahuinya. Sultan menjadi kecewa. Ia kehilangan kepercayaan kepada wanita. Ia menganggap semua wanita culas seperti istrinya yang terdahulu. Karena itulah Sultan akhirnya menikahi para gadis hanya untuk satu malam saja. 

Perdana menteri dan para penasihat kerajaan sudah berusaha menasihati Sultan. Tapi tak satu pun dari mereka yang di dengar. Sultan tetap pada keputusannya. Bahkan ia tak segan mengirim algojo kepada siapa pun yang berani menentangnya. Akhirnya semua memilih diam. Perdana menteri menjadi orang yang paling bersedih. Di satu sisi ia tidak setuju dengan perbuatan Sultan, namun Sultan justru menugaskannya untuk mencari gadis yang akan dijadikan pengantin satu malam. Apalagi ia juga mempunyai anak perempuan. Ia bisa merasakan kesedihan para ayah yang kehilangan putrinya. Juga kecemasan para ibu akan nasib anak gadisnya. 

“Ayah, apa tidak ada cara untuk menghentikan tindakan Sultan?” tanya Sarah, anak tertua perdana menteri. 

Perdana menteri menggeleng lesu. 

“Bagaimana bila semua gadis di kerajaan ini telah habis di tangan algojo Sultan? Bagaimana bila yang tersisa hanya aku dan Dinar? Ayah juga akan mengirim kami kepada maut?”

Sarah terus mendesak ayahnya.

“Bagaimana mungkin seorang ayah rela kehilangan anaknya?” jawab Perdana Menteri balik bertanya.

“Ayah tetap sebagai perdana menteri atau pun tidak, tak akan bisa mengubah takdir bila memang kalian harus berhadapan dengan maut,” lanjutnya sedih. 

Sarah terus berpikir. Ia ingin menyelamatkan para gadis dari kekejaman Sultan. Ia tidak ingin mati konyol seperti gadis-gadis yang lain. Namun, ia tak mau melarikan diri dari tanah kelahiran yang dicintainya. Apalagi bila harus meninggalkan ayah dan keluarganya. Sarah memang gadis yang cerdas dan pemberani. Perdana menteri telah mengirimnya untuk belajar berbagai bidang ilmu. Sarah pernah belajar ilmu filsafat, sejarah, seni, bahkan kedokteran. Karena itu, pengetahuannya sangat luas. 

Perdana menteri sangat menyayanginya. Sedangkan adiknya, Dinar, seorang gadis pemalu yang cantik jelita. Tak seperti kakaknya yang selalu haus ilmu, ia lebih suka di rumah. Ia pandai menenun dan memasak. Selama ini, dialah yang menyiapkan semua keperluan ayah dan kakaknya. Kedua putri perdana menteri memang istimewa. Karena itu, perdana menteri tak mungkin sanggup kehilangan mereka. Setiap hari wajahnya diliputi kecemasan. Ia tak lagi tampak gagah karena menanggung beban berat dari Sultan. Ia merasa bersalah pada para penduduk kerajaan. Namun, ia pun harus mematuhi perintah Sultan bila ingin tetap hidup. Sarah sangat prihatin dengan keadaan ini.

“Ayah, saya ingin meminta sesuatu dari Ayah. Apakah Ayah mau memberikannya untuk saya?” tanya Sarah pada suatu hari.

“Jika Ayah bisa, tentu akan Ayah penuhi. Apa yang kau minta, Sarah?” 

“Aku bertekad untuk menghentikan tindakan Sultan yang meresahkan rakyat. Aku ingin membebaskan para ibu dan para gadis dari kecemasan akan nasib mereka.” 

“Bila kau bisa melakukannya, hal itu sangat baik, Sayang. Tapi bagaimana caramu melakukannya?” tanya perdana menteri pada putrinya itu. 

“Setiap hari Ayahlah yang harus menyediakan gadis untuk dinikahi Sultan. Karena itu, kumohon kerelaanmu, ajukanlah diri saya kepada Sultan.” 

Perdana menteri terkejut. Ia langsung naik pitam mendengar permintaan Sarah. Ia berdiri dari kursinya.

 “Apa kau sudah kehilangan akal sehatmu?” teriaknya pada Sarah.

 “Apa yang telah membuatmu berpikir seperti itu, Sarah? Kau tahu apa yang akan terjadi padamu bila kau menjadi pengantin Sultan?” ucap perdana menteri penuh emosi.

“Saya tahu risikonya, Yah. Saya tidak takut dengan kematian. Setiap orang pasti akan mati entah dengan cara apa. Bila memang saya gagal dan harus mati, paling tidak saya telah mencoba melakukan hal yang mulia. Bila saya berhasil, saya telah memberikan pengabdian besar untuk kerajaan ini.” Sarah menjelaskan dengan penuh keyakinan.

“Ayah tetap tidak setuju. Bagaimana mungkin seorang ayah mengirim putrinya sendiri ke algojo yang kejam. Apa yang kau lakukan tak akan ada gunanya.” 

Perdana menteri tetap keberatan dengan permintaan Sarah. 

“Kalau kau tidak takut pada kematian, cobalah khawatirkan Ayah. Tindakan bodohmu akan membuat Ayah sedih dan menderita sepanjang hidup Ayah. Mengertilah, Sarah,” lanjut perdana menteri lalu pergi meninggalkan Sarah. 

Dinar yang mendengar percakapan ayah dan kakaknya datang mendekat. Sama seperti ayahnya, wajahnya pun tampak cemas. 

“Kak, apa Kakak yakin dengan tindakan Kakak? Jangan mengorbankan dirimu untuk hal yang sia-sia, Kak,” ujar Dinar berusaha menasihati kakaknya.

“Semua kulakukan bukan tanpa perhitungan, Dinar.” 

“Kalau memang Kakak punya cara untuk menghentikan Sultan, apakah tidak bisa Kakak lakukan tanpa menjadi pengantin Sultan?” tanya Dinar lagi. 

Sarah menggeleng. 

“Tak bisa, Dinar. Sultan tak lagi mau mendengar nasihat siapa pun. Bahkan nasihat Ayah sebagai perdana menterinya, juga nasihat para sesepuh kerajaan tidak ada yang dihiraukan. Harus dengan cara lain untuk menasihati dan menyadarkan Sultan.” 

“Tapi Ayah tak setuju dengan caramu. Lalu bagaimana?”

“Aku akan tetap berusaha menjadi pengantin Sultan. Kalau Ayah tak bersedia mengajukan diriku, aku akan menghadap Sultan sendiri.” 

Tekad Sarah rupanya sudah bulat. 

“Tapi, saat aku menjalankan rencanaku ini, aku butuh bantuanmu. Kau mau membantuku?” lanjut Sarah. 

“Apa yang harus kulakukan, Kak?”

“Nanti akan kuberi tahu bila saatnya tiba.” 

Sarah masih berusaha membujuk ayahnya sebelum memutuskan menghadap Sultan sendiri. Ia terus meyakinkan ayahnya bahwa upayanya akan berhasil. Sarah terus mendesak perdana menteri.

“Kenapa kau begitu keras kepala, Sarah?” ujar perdana menteri putus asa. 

Kemauan Sarah tak bisa ia halangi lagi.

“Maafkan Sarah, Ayah. Semua ini demi kebaikan rakyat yang juga Ayah cintai. Sarah akan menemui Sultan bila Ayah tidak berkenan mengajukan Sarah menjadi pengantinnya.” 

Perdana menteri menyerah. Dengan berat hati ia menuruti permintaan anaknya. Ia akan menemui Sultan untuk menyampaikan pengajuan diri Sarah. Perdana menteri sangat bersedih. Keesokan paginya, setelah Sultan mengirim istri terakhirnya kepada algojo, perdana menteri datang menemuinya. Sultan sudah menunggu-nunggu dengan tak sabar. 

“Sultan Yang Mulia, seorang gadis cendikia mengajukan dirinya untuk menjadi pengantin Anda.”

“O ya? Siapa dia, Perdana Menteri?”

“Sarah. Putri tertua saya,” ucap perdana menteri terbata-bata. 

Lidahnya terasa kelu mengucapkan nama putrinya sendiri di hadapan Sultan. Sultan merasa takjub mendengar berita tersebut. 

“Apa yang membuatmu rela mengorbankan putrimu sendiri, Perdana Menteri?” tanya Sultan ingin tahu.

“Ini adalah keinginannya sendiri, Baginda. Saya bahkan tidak bisa lagi menahan niatnya ini.” 

“Kau yang setiap hari bertugas mengantar istri-istriku kepada algojo istana. Kali ini, kau harus bersumpah tak akan mengkir dari tugasmu. Tetap kau sendiri yang harus mengantar putrimu ke algojo. Kalau kau tak menaati perintahku, nyawamulah yang melayang.” 

Ancaman Sultan semakin membuat perdana menteri sedih. 

“Baik, Baginda. Apapun risikonya, saya akan mematuhi Anda. Saya memang ayahnya. Tetapi saya adalah pelayan Anda,” jawab perdana menteri. 

Meskipun ia berucap demikian, sebenarnya terbersit niatan menyelamatkan Sarah. Karena Sarah begitu keras kepala, perdana menteri tadinya ingin menggantikan Sarah bila ia dikirim ke algojo. Ia sudah merencanakannya sejak awal tanpa memberi tahu Sarah. Dan tentu saja ia tak bisa berterus terang pada Sultan. 

“Kalau begitu, segera bawa putrimu menghadapku!” ujar Sultan. 

Perdana menteri pun berlalu. Ia pulang ke rumah untuk memberi tahu Sarah bahwa Sultan bersedia menerima permintaannya. 

“Sungguh, Ayah? Terima kasih, Yah!” ucap Sarah senang. 

“Tapi ingat, Sarah. Jangan sampai kau menyesali keputusanmu ini. Kau tak bisa mundur lagi walau selangkah.”

“Ya, Ayah. Tekadku sudah bulat. Kumohon, apa pun yang terjadi padaku, Ayah jangan bersedih. Masih ada Dinar yang akan menemani Ayah.”

“Ayah mana yang tidak akan bersedih?” jawab perdana menteri sedikit kesal. 

Sarah menerima kabar tersebut seolah-olah yang didengarnya adalah berita gembira. Padahal, berita itu sangat menyayat hati perdana menteri. Dinar pun bersedih. Namun ia yakin pada rencana kakaknya. Sarah pun segera masuk ke kamar adiknya. Ia ingin memberitahukan rencananya pada Dinar. Ia membutuhkan bantuan Dinar. Ia tak memberi tahu ayahnya kalau melibatkan Dinar dalam rencana berisiko ini. Ia tak ingin membuat ayahnya semakin khawatir. 

“Dinar, Sultan telah bersedia menerimaku,” ujar Sarah. 

Matanya berbinar-binar karena gembira. 

“Ya, Kak. Aku tadi mendengar percakapanmu dengan Ayah. Apa kau benar-benar sudah mantap?”

 Sarah mengangguk.

“Lalu apa rencanamu?” tanya Dinar lagi.

“Begini, Dinar. Saat aku menikah nanti, aku akan mengajukan permintaan terakhir pada Sultan.”

“Apa permintaan terakhir Kakak? Meminta Sultan mengakhiri kebiasaannya?” “Tidak. Sultan tak akan mengabulkan jika itu yang Kakak minta. Bisa-bisa ia langsung mengirim Kakak pada algojo.”

“Lalu apa yang akan Kakak minta?”

“Kakak akan minta kau diizinkan menginap di istana. Di kamar yang terdekat dengan kamar Sultan. Aku berharap semua berjalan sesuai rencana, ia mau memberi izin. Jika demikian, kuminta kau membangunkanku sesaat sebelum fajar tiba.”

“Untuk apa? Kakak akan melarikan diri?”

“Tidak. Ketuklah pintu kamar kami dan katakan kau ingin mendengar cerita dariku sebelum hidupku berakhir.” 

“Setelah itu?” 

“Setelah itu, kita akan lihat dulu apakah aku selamat atau tidak di hari itu. Kalau aku selamat, rencana berikutnya sudah siap dijalankan.” 

“Baiklah, Kak. Aku akan membantumu semampuku.” 

“Terima kasih, Dinar.”

Sarah tersenyum senang. Sarah pun kemudian disibukkan dengan rencana pernikahannya. Kali ini Sultan ingin menggelar pesta yang meriah. Yang ia nikahi bukan gadis biasa. Yang ia nikahi adalah putri perdana menteri. Sebagai bentuk penghargaan dan penghormatan, ia membuat pesta khusus di pernikahannya kali ini. Namun bagi perdana menteri, pesta ini terasa seperti perayaan kematian. Sebuah pesta perpisahan antara dirinya dan Sarah. Rakyat terkejut mendengar berita dari istana. Sultan akan menikahi putri perdana menteri yang setiap hari mencarikan gadis dan mengirimnya ke algojo. Mereka hampir tak percaya. Mereka beramai-ramai mendatangi istana karena ingin mendapatkan kepastian berita tersebut. Dan mereka mendapati kebenaran. Sarah, putri perdana menteri, duduk di pelaminan bersama Sultan. Sultan tampak gembira. Namun, hadirin yang kebanyakan para bangsawan justru kurang bersemangat. Mereka hadir hanya untuk memenuhi undangan Sultan. Sebenarnya mereka ikut menanggung kesedihan yang dirasakan perdana menteri. Mereka yang memiliki anak gadis semakin khawatir. Mereka takut giliran itu akan sampai kepada anak-anak gadis mereka. Setelah pesta usai, Sarah ditinggalkan berdua dengan Sultan. Sarah memakai pakaian yang indah dan perhiasan yang gemerlapan. Semua itu pemberian Sultan. Tibalah saat Sarah menjalankan rencananya. Sarah duduk di kursi empuk di kamar Sultan. Sultan lalu menghampiri Sarah dan mengangkat kerudung yang menutupi wajahnya. Sultan kagum akan kecantikan Sarah. Namun Sarah justru sedang berlinangan air mata.

“Ada apa, Sarah? Kenapa kau menangis?” tanya Sultan. 

“Baginda, saya memiliki adik yang sangat saya sayangi. Saya sedih harus berpisah dengannya. Saya tahu akan seperti apa nasib saya esok hari. Karena itu, saya ingin menghabiskan malam tak jauh darinya.”

“Lalu?”

“Jika Baginda mengizinkan, saya mempunyai permintaan terakhir kepada Baginda.” 

“Apa itu? Kau ingin perhiasan? Pakaian yang indah? Jamuan yang lezat? Katakan.” Sarah menggeleng.

“Saya hanya minta Anda mengizinkan adik saya menginap di istana. Tempatkan dia di kamar terdekat dengan kamar ini agar saya merasa dekat dengannya.” 

Sultan terdiam dan tampak menimbang-nimbang. Permintaan Sarah memang tidak biasa. Sebelumnya, pengantin-pengantinnya lebih memilih perhiasan atau gaun indah yang bisa mereka tinggalkan untuk keluarga mereka setelah ia dikirim ke algojo. Namun Sultan tidak menaruh kecurigaan apa-apa. 

“Baiklah. Akan kusuruh pengawal menjemput adikmu,” ucap Sultan. 

“Terima kasih, Sultan.” Sarah senang. 

Sebagian kecil rencananya sudah berhasil. Kini ia bersiap untuk rencana selanjutnya. Tak lama kemudian, Dinar tiba di istana. Ia ditempatkan di kamar yang tak jauh dari kamar kakaknya. Ia pun diberikan pelayanan yang baik. Sarah sempat menemui Dinar sejenak, tetapi mereka tidak membicarakan rencana mereka. Sarah hanya mengucapkan selamat malam. 

“Jangan lupa, Sayang,” ujar Sarah sebelum ia keluar dari kamar Dinar. 

Sarah pun kembali ke kamar Sultan. Dinar semalaman terus terjaga. Selain karena tidak bisa tidur, Dinar juga tidak ingin terlelap ketika fajar tiba. Sebentar-sebentar ia menengok ke luar jendela. Dinar memeriksa apakah saatnya sudah tiba. Ketika bulan sudah hampir tak tampak lagi di langit, Dinar keluar dari kamarnya. Ia mengetuk pintu kamar kakaknya dan membisikkan sesuatu. 

“Kakak, jika kau tak tidur, kumohon temui aku. Sebelum matahari terbit, aku ingin mendengarkan cerita-cerita menarikmu. Ini terakhir kalinya aku bisa mendengarnya darimu.” 

Sarah yang juga terjaga semalaman mendengar suara adiknya. Ia pun membangunkan Sultan. Dinar mengulang permintaannya lagi. Dia akan terus mengulangnya hingga pintu kamar kakaknya terbuka.

“Sultan, apakah Anda mendengar bisikan Dinar di luar?” tanya Sarah. 

Sultan yang masih mengantuk mengangguk.

“Apakah Anda mengizinkan saya keluar menemuinya? Ia ingin mendengar cerita saya untuk terakhir kalinya,” pinta Sarah. 

“Ya. Baiklah.” 

Sarah sangat senang ternyata Sultan mengizinkannya. Separuh rencananya telah berjalan baik. 

“Apakah Sultan tak ingin mendengarnya juga?” tanya Sarah. 

“Aku masih mengantuk, Sarah,” jawab Sultan. 

“Baiklah, saya akan ke kamar Dinar agar tidak mengganggu Anda,” ucap Sarah. 

Sultan hanya ber-ehem saja. Sarah keluar kamar dan menemui Dinar. Mereka pergi ke kamar di mana Dinar menginap. Sarah pun memulai ceritanya. Sarah telah membaca ratusan buku. Ia telah memilih cerita-cerita terbaik untuk rencananya kali ini. Sarah tahu Sultan juga sangat senang mendengarkan cerita. Sultan bahkan sering memanggil pendongeng dari luar kerajaan untuk bercerita. Sarah mengetahui itu semua dari ayahnya. Ayahnyalah yang diberi tugas oleh Sultan untuk memanggil para pendongeng. Sarah yakin Sultan akan tertarik mendengar ceritanya. Sarah bercerita perlahan-lahan. Pintu kamar Dinar sengaja tidak ditutup. Sarah menghadap ke pintu. Sesekali ekor matanya melirik ke pintu. Ia ingin memastikan apakah Sultan sudah bangun dan mencarinya. Ternyata benar perkiraan Sarah. Saat Sarah keluar, Sultan ternyata terbangun karena penasaran dengan cerita Sarah pada adiknya. Sultan pun mengendap-endap ke kamar Dinar. Ia mencuri dengar cerita Sarah dari luar. Ketika matahari mulai terbit, Sarah mengakhiri ceritanya. Namun, Sarah sengaja tidak menyelesaikan kisahnya. Ia membiarkan cerita itu menggantung. 

“Matahari sudah terbit. Aku harus kembali kepada Sultan.”

 “Tapi ceritamu belum usai, Kak,” kata Dinar. 

“Ya. Sayangnya waktuku telah habis. Jika ada umur panjang, Kakak akan melanjutkan cerita ini untukmu.” 

Sarah pun meninggalkan kamar Dinar. Dinar tak tahu apa rencana Sarah berikutnya. Ia hanya berharap rencana kakaknya berhasil. Sultan yang mencuri dengar cerita sarah dari luar merasa kecewa. Ia penasaran dengan akhir kisah yang diceritakan Sarah.

“Yang Mulia, saya menjemput istri Anda untuk dibawa ke algojo istana,” ucap perdana menteri. 

Ia datang seperti biasanya untuk memenuhi tugasnya. Hari ini ia sudah bersiap menukar dirinya dengan Sarah untuk dibawa ke algojo. 

“Tidak hari ini, Perdana Menteri. Aku masih ada urusan dengan Sarah,” ujar Sultan. 

Perdana menteri sangat terkejut. Ia seakan bermimpi di siang hari. Nyawa putrinya selamat hari ini. Ia tak tahu apa yang telah dilakukan Sarah. Ia tak tahu urusan apa yang dimiliki Sarah dengan Sultan, tapi ia sangat bersyukur. Sarah pun gembira rencananya berjalan lancar. Setiap malam, Sarah mengajukan permintaan yang sama kepada Sultan seperti malam pertamanya. Sultan selalu menyanggupi permintaannya karena penasaran dengan cerita-cerita Sarah yang sangat menarik dan belum pernah ia dengar sebelumnya. Sarah pun sengaja tidak menyelesaikan ceritanya saat matahari terbit. Ia melanjutkan cerita itu di hari berikutnya dan menyambungnya dengan cerita baru. Telah berbulan-bulan Sarah selamat dari maut dengan cerita-ceritanya. Cerita yang dibawakan Sarah pun sarat dengan pesan kebaikan. Ia ingin Sultan sadar dengan sendirinya karena menangkap kebijaksanaan dalam cerita-cerita tersebut. Perdana menteri pun senang putrinya dapat terus bertahan hidup. Rakyat juga lega karena sudah lama tak ada lagi gadis yang menjadi korban Sultan. Suatu hari, Sultan memanggil Sarah. 

“Sarah, kuakui kau gadis yang cerdas. Mungkin kau tak tahu. Setiap malam aku mencuri dengar cerita-ceritamu. Kau telah membuatku percaya bahwa masih ada perempuan baik di dunia ini. Kau membuatku sadar kesalahan fatal yang telah kuperbuat sebelumnya. Aku ingin berterima kasih padamu,” ujar Sultan. 

Sarah tersenyum. 

“Aku akan memanggil juru tulis istana. Ceritakanlah kisah-kisahmu pada mereka agar mereka menulisnya. Aku berharap cerita-ceritamu bisa terhimpun menjadi sebuah buku untuk dibaca lebih banyak orang lagi agar mereka terhibur dan menemukan kebijaksanaan hidup.” 

Sarah sangat senang mendengar rencana Sultan. 

“Terima kasih, Sultan. Saya percaya Anda orang yang baik dan berjiwa luhur. Setiap orang bisa kembali ke jalan kebaikan bila ia mau.” 

“Satu lagi permintaanku, Sarah. Aku ingin kau menjadi permaisuriku selamanya sampai maut menjemputku.” 

Sarah tersenyum bahagia. Ia memenuhi permintaan Sultan. Mereka pun hidup dengan bahagia. 

***

Selfi berhenti membaca bukunya.

"Cerita yang bagus. Pinter yang buat ceritanya," kata Selfi.

Selfi menutup bukunya dan di taruh di meja. Selfi keluar dari rumah karena ada keperluan dengan Saskia.

No comments:

Post a Comment

CAMPUR ADUK

MUMBAI XPRESS

Malam gelap bertabur bintang di langit. Setelah nonton Tv yang acara sepak bola. Budi duduk dengan santai di depan rumahnya sedang baca cerp...

CAMPUR ADUK