Meli yang selesai membantu ibu di dapur...biasa masak gitu. Meli ke ruang tengah untuk menonton Tv. Duduk Meli dan ingin mengambil remot di meja. Ternyata ada buku yang belum ia baca, ya padahal itu buku di pinjam dari Rara....teman baiknya Meli gitu. Meli mengambil buku tersebut dan membaca judul buku tersebut "Kisah Leila Dan Ratu Malam."
Meli membuka buku tersebut da segera di bacanya dengan baik banget.
Isi buku yang di baca Meli :
Suatu masa, di sebuah daerah pedesaan Turki yang dipenuhi oleh barisan rapi kebun-kebun anggur para petani, hiduplah seorang lelaki tua bersama tiga orang anak gadisnya. Dua anak pertamanya, si kembar Ayla dan Aylin.
“Tuan Aslan mempunyai putri-putri yang sangat cantik,” kata orang-orang desa di suatu pesta panen anggur.
“Lihatlah Ayla dan Aylin. Mereka berdua bagaikan dua kuntum bunga tulip merah yang segar. Masing-masing merupakan cermin kecantikan bagi yang lain. Mereka benar-benar mempunyai pesona kecantikan yang sama.”
“Dua gadis itu pastilah gadis tercantik di seluruh desa ini. Bahkan, di seluruh tanah Turki.”
Mendengar perkataan orang-orang tentang mereka, Ayla dan Aylin sangat senang. Mereka begitu bangga dengan kecantikan mereka dan berusaha merawatnya sebaik mungkin. Setiap hari yang mereka lakukan hanyalah mematut diri di cermin dan bersantai-santai.
“Pagi ini, kita akan berjalan-jalan ke kebun anggur sebelah barat,” ajak Ayla ketika menyisir rambut coklatnya yang panjang berkilau.
“Ya. Para penduduk di sebelah barat sudah lama tidak melihat kecantikan kita, bukan?” Aylin merapikan gaun kaftan sutranya yang lembut dan indah.
Setelah Ayla dan Aylin siap, mereka melangkah keluar rumah dan menyapa matahari. “Wahai, Sang Matahari yang bersinar, siapakah yang paling cantik di negeri ini?” Ayla dan Aylin mendongakkan kepala ke langit.
Dengan sinarnya yang hangat, Sang Matahari menjawab, “Aku cantik. Kalian juga cantik. Memang, Ayla dan Aylin yang tercantik di negeri ini.” Ayla dan Aylin tersenyum puas mendengar jawaban Sang Matahari.
Hingga suatu malam, pada pesta panen berikutnya, semua mata beralih kepada seorang gadis lain. Gadis itu adalah Leila, si putri bungsu. Kini, ia telah tumbuh menjadi seorang gadis remaja. Leila yang baik hati dan rajin membantu ayahnya di kebun anggur. Meski ia sering bekerja di kebun anggur bersama ayahnya, namun kecantikannya tidak berkurang sedikit pun. Bahkan, karena sifatnya yang rajin dan menyenangkan, para penduduk semakin kagum kepadanya.
“Hanya lewat satu musim panen dan tiba-tiba Leila muncul bagai rembulan purnama di malam kelabu,” bisik orang-orang itu.
“Dia pasti gadis tercantik di desa ini. Oh, tidak, bahkan di seluruh tanah Turki. Dia telah menenggelamkan sinar kecantikan Ayla dan Aylin,” komentar yang lain.
Hal tersebut membuat Ayla dan Aylin kecewa. Di pesta-pesta panen sebelumnya, mereka yang selalu mendapatkan pujian sebagai gadis tercantik. Kenapa sekarang Leila yang mendapatkannya?
Suatu pagi, Ayla dan Aylin mendongakkan kepala ke langit, mencari matahari terbit untuk bertanya, “Wahai Sang Matahari yang bersinar, siapakah gadis paling cantik di negeri ini?”
Sang Matahari menjawab sambil bersinar lembut, “Aku cantik. Kalian cantik. Tetapi, Leila lebih cantik. Kebaikan hatinya membuat Leila menjadi gadis tercantik di negeri ini.”
Jawaban Sang Matahari merebakkan rasa iri di hati Ayla dan Aylin. Mereka tidak suka jika Leila menyaingi keelokan paras mereka. Maka, dengan penuh dengki, mereka merencanakan sesuatu untuk menyingkirkan Leila.
“Oh, Leila, adik kami tersayang. Maukah engkau ikut memetik beberapa tanaman obat di hutan? Ayah kita pasti akan senang jika kita membuat beberapa botol minuman tonik untuk kesehatannya,” ajak Ayla dan Aylin suatu hari.
Tanpa berpikir panjang, Leila pun menyetujuinya. “Tentu saja, kakak-kakakku. Apa pun akan aku lakukan untuk membuat ayah senang.”
Sesampai di tengah hutan, Ayla dan Aylin berkata, “Leila, Sayang. Carilah tanaman obat di sini. Sementara itu, kami akan memetiknya di sebelah sana. Tunggulah hingga kami datang menjemputmu. Kemudian, kita akan pulang bersama-sama.”
Leila sama sekali tidak menaruh curiga terhadap kakak-kakaknya itu. Jadi, ia percaya saja terhadap janji mereka. Namun, ketika matahari beranjak turun ke langit barat dan keranjangnya telah penuh dengan tanaman-tanaman obat, Ayla dan Aylin tidak kunjung menjemputnya. Matahari akhirnya benar-benar tenggelam dan Leila tertinggal sendirian di dalam hutan yang asing dan gelap.
“Oh, kakak-kakakku tersayang! Kemanakah kalian? Jemputlah aku!” Leila berbisik dalam rasa takut. Ia melihat sekelilingnya. Ranting-ranting pepohonan yang kurus menjulur ke arahnya, seperti jemari penyihir yang hendak mencengkeramnya. Angin dingin yang berhembus, menambah rasa takutnya. Tubuh Leila menggigil. Ia pun menangis tersedu-sedu di atas batang pohon tua yang telah tumbang.
Tiba-tiba, seberkas sinar meluncur turun dari langit malam, mendarat di dekat Leila. Dari sinar itu tampak sebuah kereta tanpa kuda yang berkilauan oleh taburan bintang-bintang. Tiba-tiba seorang wanita anggun nan berwibawa, memakai jubah hitam gemerlap dan mahkota mutiara hitam turun dari kereta.
”Gadis yang malang, mengapa engkau menangis sendirian di tengah hutan?” Suara lembut wanita itu memecah keheningan.
“Anda siapa?” tanya Leila penuh ketakjuban melihat wanita di depannya.
“Aku, Sang Ratu Malam,” jawab wanita itu.
Leila sangat terkejut mendengar jawaban itu. Rasa takutnya kian membesar.
“Jangan takut, anakku. Aku tidak akan menyakitimu. Apa yang sedang menimpa dirimu?” Ratu Malam membelai rambut Leila dengan halus. Membuat Leila teringat ibunya yang telah meninggal. Ibu yang sangat ia rindukan.
“Oh, Ratu Malam yang lembut hati. Kakak-kakak yang kusayangi meninggalkanku sendirian di hutan ini. Jika aku tidak kembali ke rumah, siapa yang akan membantu ayahku?” ucap Leila sedih.
Terpesona oleh kecantikan dan kebaikan hati Leila, Ratu Malam berkata, “Jika kau kembali ke rumah, aku khawatir, kakak-kakakmu akan melakukan sesuatu yang lebih buruk. Lebih baik, kau tinggal di istanaku. Aku akan merawatmu seperti putriku sendiri.”
Leila menuruti ajakan Ratu Malam. Sejak malam itu, ia tinggal di istana Ratu Malam yang terletak di balik barisan awan-awan kelabu, berhiaskan bintang-bintang dan bulan purnama. Leila hidup dengan bahagia, penuh kasih sayang dari Ratu Malam, tanpa pernah kekurangan apa pun.
Tetapi, kisah ini belum berakhir. Bagaimana dengan Ayla dan Aylin? Setelah merasa berhasil menyingkirkan adiknya di hutan, mereka bertanya lagi kepada Sang Matahari.
“Wahai yang menyinari bumi, yang selalu bepergian mengelilingi dunia. Katakan pada kami, Sang Matahari, siapakah kini gadis tercantik di tanah Turki?”
Sang Matahari menjawab sambil bersinar lembut, “Aku cantik. Kalian juga cantik. Tetapi, Leila lebih cantik. Kebaikan hatinya membuat Leila menjadi gadis tercantik di negeri ini.”
Ayla dan Aylin kaget mendengar jawaban Sang Matahari. “Tidak mungkin, kau pasti salah menilai. Adik kami, Leila, telah meninggal di tengah hutan. Tidak mungkin ada manusia yang dapat bertahan hidup di tengah hutan. Nasibnya pasti telah berakhir karena kelaparan atau masuk ke dalam perut binatang buas.”
“Leila masih hidup. Bahagia bersama Sang Ratu Malam,” jawab Sang Matahari.
Kedengkian semakin tumbuh berlipat ganda dalam hati Ayla dan Aylin. Mereka pun menemui seorang wanita penyihir untuk menemukan letak istana Ratu Malam dan membuat rencana untuk menyingkirkan Leila.
“Tolong, katakan pada kami, di mana istana Ratu Malam berada. Kami akan membayarmu dengan uang yang sangat banyak,” kata Ayla dan Aylin kepada Wanita Penyihir.
“Hmmm….” Wanita Penyihir menggeram pelan, melemparkan beberapa jenis wewangian ke dalam tempat dupa yang terbuat dari emas. Asap segera mengepul keluar. Bau harum yang ganjil menyebar ke seluruh ruangan, menyesakkan pernapasan.
“Bacalah mantra ini dan pejamkan mata kalian. Dalam hitungan kelima, kalian akan sampai di depan istana Sang Ratu Malam. Datanglah pada malam hari, ketika Sang Ratu Malam sedang berada di luar istana,” perintah Wanita Penyihir.
“Akan tetapi, dengan cara apakah kami harus melenyapkan adik kami, Leila?” tanya Ayla.
Wanita penyihir itu terkekeh, mengeluarkan suara melengking yang aneh. “Wahai gadis-gadis berhati hitam, cara paling cepat adalah dengan memberinya selembar syal yang telah dibubuhi racun.”
Ayla dan Aylin tersenyum jahat kepada satu sama lain. Mereka menyetujui saran si penyihir wanita. “Baiklah, ajari kami mengucap mantra dan berikan syal itu.” Angan-angan menjadi yang tercantik sudah semakin nyata di depan mata.
Beberapa hari kemudian, mereka berdua merapalkan mantra pemberian si penyihir wanita di saat Ratu Malam tak ada di istana. Bwuuss! Asap hitam pekat menyelimuti Ayla dan Aylin, membawa mereka ke istana Ratu Malam dengan cara yang ajaib. Dalam lima hitungan, mereka telah sampai di depan gerbang yang tinggi, besar, dan berwarna hitam.
“Wahai penjaga pintu gerbang istana Ratu Malam yang mulia! Bisakah kami bertemu dengan adik kami tersayang, Leila?” seru mereka berdua.
Saat itu, Leila sedang tekun menyulam di atas kursi panjang yang empuk. Begitu mendengar suara kedua kakaknya, ia segera melongok ke luar jendela istana.
“Oh! Kakak-kakakku tersayang!” seru Leila gembira. Ia tidak menyangka mendapatkan kunjungan dari kedua kakaknya. Meski dulu Ayla dan Aylin pernah meninggalkannya sendirian di hutan, namun Leila tetap menyayangi kedua saudaranya itu. “Penjaga, tolong biarkan mereka masuk,” pinta Leila.
Penjaga gerbang istana segera membuka gerbang dan membiarkan Ayla dan Aylin masuk menemui Leila. Tiga saudara itu berpelukan erat.
“Maafkan kami, Leila. Kami telah meninggalkanmu sendirian di tengah hutan. Waktu itu, kami tersesat saat ingin menjemputmu. Ketika kami sampai di tempatmu, kau telah menghilang. Kami sangat sedih dan mengkhawatirkanmu.” Ayla dan Aylin pura-pura khawatir.
“Iya, tentu saja aku maafkan. Kalian adalah kakak-kakakku tersayang. Jangan khawatir, Ratu Malam sangat baik kepadaku. Bagaimanakah kabar Ayah? Aku sangat merindukannya,” tanya Leila.
“Ayah kita telah meninggal, Leila,” kata Ayla dan Aylin bersamaan. Leila terkejut mendengar pemberitahuan kedua kakaknya. Dia pun menangis karena merasa kehilangan dan menyesal, tidak bisa bertemu dengannya lagi.
Setelah Leila cukup tenang, ketiga saudara itu bercakap-cakap cukup lama sebelum berpamitan pulang.
“Leila, Sayang. Hapuslah jangan sedih lagi. Pakailah syal ini supaya kau selalu mengingat bahwa kami menyayangimu,” kata Ayla.
Aylin segera menyambar syal itu dan segera melingkarkannya di leher Leila, “Biar aku pakaikan,” katanya.
“Terima kasih, kakak-kakakku!” seru Leila bahagia.
Tak berapa lama setelah kedua kakaknya pulang, Leila kembali menyulam di atas kursi panjang. Tetapi, keanehan mulai terjadi, badan Leila terasa lemas, dan kemudian limbung, hingga jatuh terkulai di atas kursi. Racun dari syal pemberian si penyihir telah bekerja!
“Oh! Putriku yang malang!” seru Ratu Malam, ketika pulang ke istana dan menemukan Leila tak sadarkan diri. Ia segera mencari tahu penyebabnya. Saat melihat syal yang melingkar di leher Leila, Ratu Malam segera melepasnya. Ia tahu jika syal itu beracun.
Setelah Leila pulih dan menceritakan kejadian yang dialaminya, Ratu Malam berkata, “Kakak-kakakmu sangat baik mau berkunjung kemari. Tetapi, sepertinya mereka memasang syal ini terlalu rapat, hingga membuatmu pingsan.”
Ratu Malam tidak tega untuk mengatakan hal yang sebenarnya. Ia khawatir hal itu akan menyakiti hati Leila. Tetapi, ia berpesan kepada para penjaganya untuk tidak membiarkan siapa pun masuk selama dirinya pergi.
Ketika Ayla dan Aylin mebgetahui jika rencana mereka gagal, mereka segera mencari cara lain. Kali ini, mereka membawa sekeranjang manisan buah plum beracun untuk Leila.
“Oh, kakak-kakakku tersayang! Pintu gerbang tidak boleh dibuka selama Ratu Malam pergi. Apa yang harus aku lakukan?” tanya Leila dari jendelanya yang berada tinggi di atas.
“Turunkanlah seutas tali, Leila! Supaya kami bisa mengikatkannya pada keranjang ini, dan kau bisa menariknya ke atas,” saran Ayla dan Aylin.
Leila segera menuruti perintah kakanya. Keranjang berisi manisan buah plum itu pun diterima Leila dengan senang hati. Saat ia memakan satu buah plum, racunnya mulai bekerja. Leila jatuh tak sadarkan diri. Tubuhnya dingin dan kaku seperti orang yang sudah meninggal. Namun, wajahnya tetap berseri bagaikan bunga tulip merah yang merekah.
Ratu Malam sangat sedih kehilangan Leila. Ia mengutus seorang pengrajin istana membuat sebuah peti perak yang berukiran indah untuk menyimpan tubuh Leila. Seekor kuda putih tercantik yang ada di istana dipasang di bagian depan peti. Kuda itu dibiarkan lepas bebas membawa tubuh Leila dalam peti, kemanapun binatang itu suka.
Beberapa hari kemudian, kuda itu ditemukan oleh seorang Sultan Muda yang sedang berburu di hutan. Dibukanya peti di belakang binatang tersebut. Sang Sultan Muda menemukan seorang putri yang sangat cantik di dalamnya. Wajahnya seolah masih hidup dan menyinarkan kecantikan yang memesona.
“Aku akan membawa kuda dan peti ini ke istanaku,” pikir Sultan Muda yang terpikat pada kecantikan Leila.
Sejak menemukan Leila, Sultan Muda tidak lagi tertarik melakukan apa pun yang biasa ia lakukan. Ia tidak lagi tertarik berburu, tidak tertarik dengan masakan lezat koki istana, bahkan ia sering merenung. Satu-satunya hal yang sering ia lakukan adalah memandangi Leila yang berada di dalam peti perak.
“Sungguh sayang, gadis cantik ini telah meninggal. Jika tidak, aku akan menjadikannya sebagai permaisuriku,” gumam Sang Sultan Muda.
Ibu Suri diam-diam mengetahui hal tersebut. Ketika Sultan Muda sedang tidak berada di dekat peti itu, beliau memegang tubuh Leila dan mengguncang-guncangkannya, seraya berkata, “Oh, putri yang malang! Bangunlah! Bangunlah!”
Seketika itu juga, manisan plum beracun yang berada dalam mulut Leila terlompat keluar. Leila pun membuka matanya dan hidup kembali. Selang beberapa waktu kemudian, ia menikah dengan Sang Sultan Muda dan melahirkan seorang bayi laki-laki.
Seluruh kerajaan bergembira menyambut kelahiran sang putra mahkota. Kabar itu juga terdengar oleh Ayla dan Aylin. Mereka tidak menyangka jika Leila berhasil selamat lagi dari kematian. Rasa iri dengki yang telah menguasai dua gadis itu membuat mereka kembali merencanakan kejahatan. Mereka menyamar menjadi pengasuh bayi untuk sang putra mahkota. Ketika Leila sedang tidur, mereka mendekatinya dan menusukkan sebuah peniti bermantra jahat di kepalanya. Mantra jahat itu mengubah Leila menjadi seekor burung yang indah.
“Huss! Pergi kau burung pembawa sial!” usir Ayla dan Aylin.
Leila yang telah berubah menjadi burung merasa terluka oleh perbuatan kedua kakaknya itu. Ia pun terbang menjauh dari istana.
“Permaisuriku, mengapa engkau tampak berbeda?” tanya Sultan Muda yang datang menjenguk.
Ayla yang sedang menyamar menjadi Leila, berkata, “Oh, Sultan. Ini pasti karena aku terlalu lelah melahirkan dan merawat Putra Mahkota.”
Sultan Muda tahu bahwa wanita muda itu bukan permaisurinya. Dalam diamnya, ia berencana untuk membongkar rahasia di balik penipuan itu. Suatu hari, seekor burung yang sangat indah bertengger pada dahan rendah salah satu pohon di taman istana.
“Katakan padaku, Yang Mulia. Apakah engkau, Ibu Suri, dan Putra Mahkota bisa tidur nyenyak?” tanya burung itu kepada Sultan Muda.
Sultan Muda terkejut melihat burung cantik itu bisa berbicara layaknya manusia. “Ya, kami semua bisa tidur dengan nyenyak,” jawabnya.
Aku senang mendengarnya. Tetapi, aku sangat sedih melihat Permaisuri itu tinggal bersama kalian,” ucap Sang Burung. Selesai berbicara demikian, ia terbang mengelilingi taman istana. Namun, semua tanaman yang dilewatinya menjadi layu, dan tanahnya yang subur menjadi pasir tandus.
Sultan Muda keheranan melihat hal itu. Ketika burung itu akhirnya hinggap di lengannya, Sultan Muda melihat sebuah peniti menancap pada kepala burung itu. Ia pun mencabut peniti itu karena merasa kasihan. Seiring dengan tercabutnya peniti itu, burung itu berubah menjadi Leila, permaisurinya yang telah hilang.
“Siapakah yang melakukan perbuatan jahat ini kepadamu, Permaisuri?” tanya Sultan Muda prihatin.
“Gadis yang sekarang menyamar menjadi aku dan seorang lagi menyamar menjadi pengasuh Putra Mahkota. Mereka berdua adalah kakak-kakakku.” Leila pun menceritakan semua yang dialaminya dari awal. Sultan Muda geram mendengar penuturan Leila. Ia memutuskan untuk menghukum Ayla dan Aylin.
Ketika matahari telah tenggelam, Ayla dan Aylin dibawa ke tempat pelaksanaan hukuman.
“Ampuni kami, Yang Mulia! Ampuni kami, Leila! Kami tidak akan berbuat jahat lagi. Tolong jangan jatuhkan hukuman berat kepada kami. Bukankah, kami berdua adalah kakak-kakakmu tersayang?” seru Ayla dan Aylin ketakutan.
Leila yang berhati lembut tidak tega menyaksikan kakak-kakaknya dihukum. Meski mereka sering berlaku jahatnya terhadap dirinya, Leila tetap menyayangi mereka.
“Yang Mulia, tolong batalkan hukuman ini. Demi saya,” pinta Leila.
Tetapi, Sultan Muda tetap pada keputusannya, “Tidak. Kejahatan tetaplah kejahatan. Hukum harus ditegakkan supaya keadilan tetap berdiri di atas kejahatan.”
Leila menangis sedih, “Oh, Ratu Malam. Seandainya engkau bisa datang ke sini. Tolong, hiburlah putri angkatmu yang sedang berduka ini…”
Seperti dulu ketika Leila menangis sendirian di tengah hutan, Ratu Malam yang kebetulan lewat di atas langit kerajaan, segera turun ke bumi. Kereta tanpa kudanya yang berkilauan bertaburan bintang-bintang, berhenti di sana.
“Tahan, Sultan Muda yang bijaksana. Aku adalah Ratu Malam, ibu angkat dari permaisurimu. Bersediakah engkau mendengarkan nasihatku? Berikanlah dua pilihan yang bijak sebagai hukuman kedua wanita jahat ini.”
Sultan Muda menunduk hormat. “Jika itu kehendak Sang Ratu Malam, silakan berikan dua pilihan itu kepada mereka.”
Ratu Malam mengangguk lega, begitu juga dengan Leila. Ia percaya, ibu angkatnya akan menyelamatkan hidup kedua kakaknya. “Wahai, dua gadis berhati hitam dan berpikiran picik! Pilihlah salah satu dari dua perkataanku. Apakah kalian ingin hukuman mati atau tetap hidup dalam penjara istana dan menyaksikan Leila berbahagia dengan keluarganya?” tawar Ratu Malam.
“Tolong biarkanlah kami hidup.” Ayla dan Aylin pun membuat pilihan.
Setelah hari itu, Ayla dan Aylin tinggal di penjara istana. Di sana mereka terus menerus tersiksa oleh perasaan iri dan dengki yang semakin lama semakin berkobar dalam dada. Mereka tak menyangka jika menyaksikan kebahagiaan Leila sama buruknya dengan sebuah hukuman mati.Sementara itu, Leila hidup bahagia bersama keluarganya, kerajaannya, dan juga ibu angkatnya, Sang Ratu Malam.
***
Meli menghentikan baca bukunya.
"Cerita yang bagus. Pinter yang membuat cerita," pujian Meli.
Meli menutup bukuya dengan baik dan di taruh di meja. Meli mengambil remot di meja dan segera menghidupkan Tv. Di pilihlah chenel Tv yang acaranya bagus untuk di tonton. Acara Tv yang di pilih adalah acara musik. Meli dengan asik nonton acara Tv yang bagus itu. Apalagi artis idolanya, ya menyanyi di acara musik di Tv tersebut. Senanglah Meli menonton acara musik di Tv.