CAMPUR ADUK

Friday, November 5, 2021

SESUAI DENGAN RENCANA

Abdul duduk depan rumah sedang baca koran, ya sambil menikmati makan gorengan dan juga minum teh gelas. Budi dan Eko memang bersama ke rumah Abdul dengan menggunakan motor. Eko dapet telpon dari Purnama, ya jadinya Eko memutuskan ke rumah Purnama. Budi tetap dengan tujuannya ke rumah Abdul. Singkat waktu, ya Budi sampai di rumah Abdul. Ya Budi memarkirkan motornya dengan baik, ya di depan rumahnya Abdul. Budi pun duduk di sebelah Abdul. 

Abdul menghentikan baca korannya, ya koran di taruh di meja. 

"Eko mana Budi?!" kata Abdul. 

"Eko ada urusan dengan Purnama, ya tidak jadi main ke rumah Abdul," kata Budi. 

Budi mengambil tempe goreng di meja, ya di makan dengan baik tempe goreng. Abdul mengambil tempe goreng di piring, ya di makan dengan baik tempe goreng lah. 

"Hidup sesuai dengan rencana masing- masing, ya kan Abdul," kata Budi. 

"Memang hidup sesuai dengan rencana masing-masing. Seperti aku lulus sekolah SMA, ya kerjanya membangun usaha sendiri. Sampai urusan cinta, ya aku memilih cewek yang aku sukai.....Putri," kata Abdul. 

"Sampai-sampai urusan kematian pun, ya di sesuaikan dengan rencana agama yang kita jalanin kan Abdul?!" kata Budi. 

"Budi. Kok ngomongin mati," kata Abdul. 

"Jadi Abdul takut mati?!" kata Budi. 

Budi mengambil teh gelas di meja, ya di minum dengan baik teh gelas. 

"Ya takut mati lumrah lah. Karena masih ingin menikmati hidup. Kan banyak manusia berusaha sehat dari penyakitnya, ya agar bisa hidup lebih lama, ya menikmati hidup lebih lama lagi. Sampai-sampai berobatnya keluar negeri," kata Abdul. 

Abdul mengambil teh gelas di meja, ya di minum dengan baik teh gelas. Budi menaruh teh gelas di meja. 

"Ya sebenarnya aku juga takut mati. Karena masih ingin menikmati hidup ini lebih lama. Tapi ada yang berani mati, ya membela agama," kata Budi. 

Abdul menaruh teh gelas di meja. 

"Boleh-boleh saja berani mati demi membela agama. Tapi harus benar membelanya. Kan ada yang membela agama, ya mati koyol. Jalan salah," kata Abdul. 

"Iya sih ada jalan yang salah bisa terjadi. Karena kurang pemahaman keilmuan," kata Budi. 

"Emmmm," kata Abdul. 

"Oiya Abdul. Orang agama islam itu kalau mati, ya pake peti mati apa enggak?!" kata Budi. 

"Setahu aku sih, ya enggak sih," kata Abdul. 

"Jadi tidak pake peti mati. Berarti yang pake peti mati, ya agama kristen, ya kan Abdul," kata Budi. 

"Iya sih. Di film banyak cerita agama kristen, ya tentang orang mati pake peti mati. Di kubur bersama peti mati," kata Abdul. 

"Ekonomi," kata Budi. 

"Zaman sekarang, ya jadinya sih di kaitkan ekonomi. Ya kan peti mati di jual dengan baik," kata Abdul. 

"Peti mati itu. Identik dengan film drakula kan Abdul?!" kata Budi. 

"Ya memang identik banget sih peti mati dengan film drakula dan juga film lainnya yang bentuk film horror," kata Abdul. 

"Film drakula memang bagus sih," kata Budi. 

"Memang bagus film drakula," kata Abdul menegaskan omongan Budi. 

"Kenapa orang agama islam yang meninggal di berita di Tv, ya pake peti mati ya?!" kata Budi. 

"Mana aku tahu?!" kata Abdul. 

"Mungkin karena mayatnya hancur, ya akibat dari kecelakaan, ya jadi masukkan dalam peti atau ada kaitan dengan covid-19," kata Budi. 

"Bisa jadi.....bisa jadi," kata Abdul. 

"Ya lah kemungkinan," kata Budi. 

"Ya sudah lah tidak perlu di bahas lagi, ya lebih baik main catur!" kata Abdul. 

"Ya main catur," kata Budi. 

Abdul telah mengambil papan catur di bawah meja, ya di taruh di atas meja, ya papan catur. Abdul dan Budi, ya menyusun bidak catur di atas papan catur. Keduanya main catur dengan baik. 

KECELAKAAN

Budi duduk di depan rumah, ya sedang baca koran. Budi sambil menikmati makan gorengan dan juga minum minuman botol rasa soda gitu. Eko sampai di rumah Budi, ya memarkirkan motor dengan baik di halaman depan rumah Budi. Eko pun duduk dengan baik.

"'Serius amat baca korannya," kata Eko.

Eko mengambil tahu goreng di piring, ya di makan dengan baik tahu goreng lah. Budi menghentikan baca korannya, ya koran di taruh di meja.

"Biasa aja sih Eko baca korannya," kata Budi.

Budi mengambil tempe goreng di piring, ya di makan dengan baik lah tempe goreng.

"Tahu goreng enak yang aku makan. Oooo iya. Beritanya tentang minyak goreng katanya naik harganya?!" Eko.

"Memang berita seperti itu," kata Budi.

Eko mengambil tahu goreng lagi di piring. Eko melihat gambar di koran, ya foto mobil yang mengalami kecelakaan, ya pokoknya keadaan mobil hancur gitu. Eko memakan tahu gorengnya lah.

"Walau harga minyak goreng naik kata di berita, ya tetap di beli dengan baik karena kebutuhan sih," kata Budi.

"Sayang banget ya hal yang cantik dan bagus hancur," kata Eko.

Budi terkejut dengan omongan Eko, ya karena awal pembicaraan masih  membicarakan urusan minyak goreng yang harganya naik, ya kata berita sih.

"Eko ngomongin apa?!" kata Budi.

"Aku ngomongin tentang mobil, ya gambar mobil di koran yang hancur berantakan tuh mobil karena kecelakaan," kata Eko.

Eko mengambil minuman botol di meja, ya di minum dengan baik minuman botol.

"Oooo ngomongin tentang mobil toh. Ya memang sih berita di koran tentang mobil yang mengalami kecelakaan," kata Budi.

Budi mengambil botol minuman di meja, ya di minum dengan baik minuman botol lah. Eko menaruh minuman botol di meja. 

"Mobil bagus hancur. Sayang banget," kata Eko.

Budi menaruh minuman botol di meja. 

"Memang sih mobil bagus hancur, ya sayang banget sih," kata Budi.

"Mobil yang mengalami kecelakaan di asurasiin apa tidak ya?!" kata Eko. 

"Ya di berita tidak di jelasin sih. Mobil yang mengalami kecelakaan itu di asuransikan apa tidak?!" kata Budi. 

"Ya kalau tidak di jelaskan di berita, ya mobil itu asurasikan apa tidak? Ya tidak ada masalah sih. Kan bukan urusan aku," kata Eko. 

"Emmmm!" kata Budi. 

"Orang meninggal karena kecelakaan itu, ya kasihan juga sih," kata Eko. 

"Memang kasihan sih," kata Budi. 

"Ada cerita tentang kecelakaan," kata Eko. 

"Hamil maksudnya?!" kata Budi niat becanda. 

"Emmm malah di alihkan ke urusan kecelakaan hubungan terlarang sampai jadi ya hamil," kata Eko. 

"Becanda," kata Budi. 

"Ya ceritanya tentang orang yang mengalami kecelakaan, ya sampai mati. Keluarganya bersedih banget dengan orang yang mengalami kecelakaan sampai mati," kata Eko. 

"Oooo cerita itu. Suaminya meninggal karena kecelakaan. Ya istrinya jadi janda, ya belum punya anak lagi. Pernikahannya baru sih," kata Budi. 

"Sudah takdir kematian seperti itu mau di bilang apa ya?!" kata Eko. 

"Mau di bilang apa? Ya kejadiannya seperti itu!" kata Budi. 

"Ya sudahlah. Lebih baik main catur saja!" kata Eko. 

"Ok. Main catur!" kata Budi. 

Budi mengambil papan catur di bawah meja, ya di taruh di atas meja papan catur. Budi dan Eko menyusun dengan baik, ya bidak catur di atas papan catur. 

"Berita tentang kecelakaan ini dan itu, ya selalu heboh," kata Eko. 

"Seperti biasanya, ya berita. Ya heboh jadinya," kata Budi. 

Budi dan Eko main catur dengan baik. 

MALAIKAT

Budi duduk di depan rumahnya, ya sedang membaca koran. Abdul sampai di rumah Budi, ya memarkirkan motor dengan baik di halaman depan rumahnya Budi lah. Abdul duduk sambil menaruh seplastik es dugan dan satu plastik es dugan, ya di minum Abdul lah.

"Budi es dugan," kata Abdul.

Budi menghentikan baca korannya, ya koran di taruh di atas meja. Budi mengambil plastik es dugan, ya di minum dengan baik es dugan. Budi dan Abdul menikmati minum es dugan lah.

"Hidup cuma begini-begini saja," kata Budi.

"Memang hidup begini-begini saja," kata Abdul.

"Manusia membangun peradaban dunia ini, ya manusia berevolusi," kata Budi.

"Oooo ilmu evolusi. Manusia bilang binatang sih....dari ilmu evolusi sih," kata Abdul.

"Hidup kan jadi sia-sia kan....kalau manusia itu adalah bintang," kata Budi.

"Memang sia-sia," kata Abdul menegaskan omongan Budi.

"Maka itu manusia di katakan binatang, ya tidak ada masalah. Ya untuk apa marah? Karena memang manusia itu binatang!" kata Budi.

"Manusia yang merasa dirinya manusia, ya marah. Tapi kelakuannya sama dengan binatang. Aneh!!!!" kata Abdul.

"Dengan belajar ilmu agama, ya membimbing manusia menjadi makluk yang memiliki budi pekerti yang baik. Derajat manusia lebih baik dari pada derajat bintang. Maka itu harus mengikuti aturan agama," kata Budi. 

"Memang harus mengikuti aturan agama, ya bagi yang meyakini dan di jalankan dengan baik. Tapi beda dengan orang-orang yang meninggalkan agama, ya sekedar saja status di KTP. Hidup yang di kejar setiap hari, ya kebutaan hidup. Ekonomi terus, ya demi menanggulangi masalah ekonomi, " kata Abdul. 

"Sia-sia sampai mati," kata Budi. 

"Memang sia-sia sampai mati," kata Abdul menegaskan omongan Budi. 

"Jika agama hancur karena orang-orang meninggalkan agama. Sampai kitab-kitab ajaran jadi musnah semua....jadi gimana ya?!" kata Budi. 

"Ya kalau hancur, ya sudah hancur. Mau di bilang apa?!" kata Abdul. 

"Mau di bilang apa? Kalau sudah hancur!" kata Budi. 

"Untung saja. Ada pemuda, yang sering di omongin Budi dan Eko. Ya pemuda itu telah berhasil dengan ilmu akherat. Pemuda itu telah mendengar suara roh. Pemuda itu di bimbing dengan baik," kata Abdul. 

"Iya juga. Kitab-kitab agama hancur semua, ya tidak ada masalah. Selama ada pemuda yang bisa mendengarkan roh. Roh itu malaikat," kata Budi. 

"Ngomong-ngomong nama roh itu siapa?!" kata Abdul. 

"Nama roh itu. Ya di larang untuk di sebutkan namanya. Karena dapat menunjukkan kebenaran dari pemuda itu, ya di jalan benar. Agama ya benar, ya jujur," kata Budi. 

"Ooooo di larang untuk di sebutkan namanya toh," kata Abdul. 

"Semua ini sekedar obrolan," kata Budi. 

"Emmmm," kata Abdul. 

Abdul dan Budi, ya selesai minum es dugan, ya plastiknya di buang di tempat sampah yang ada tutupnya lah. 

"Kalau begitu main catur saja!" kata Abdul. 

"Ok!" kata Budi. 

Budi mengambil papan catur di atas meja, ya papan catur di taruh di atas meja. Budi dan Abdul, ya menyusun dengan baik bidak catur di atas papan catur. Keduanya main catur dengan baik. 

LEGENDA ULAR KEPALA TUJUH

Randa selesai bermain bulu tangkis bersama Hari, ya mainnya sih di lapangan. Hari pulang ke rumah dan Randa pulang ke rumahnya. Permainan bulu tangkis yang menang, ya Randa sih. Di rumah, ya Randa duduk santai lah di ruang tamu sambil menikmati minum sirup rasa jeruk dan juga makan kue. 

"Santai," kata Randa. 

Randa menikmati kesantaiannya dengan baik. Randa mengambil buku di meja, ya di baca dengan baik buku lah. 

Isi buku yang di baca Randa :

Legenda Tujuh Headed Snake adalah sebuah  Bengkulu cerita rakyat,  tepatnya dari Kabupaten Lebong. Menceritakan petualangan Gajah Merik, putra bungsu Raja Bikau Bermano mengalahkan Ular Tujuh Kepala yang menjaga Danau Tes. Ular tersebut dipercaya oleh masyarakat Lebong sebagai penjaga Danau Tes. Sarangnya ada di Teluk Lem sampai ke dasar Pondok Lucuk. Karena itu, jika warga menyeberangi danau Tes menggunakan perahu, mereka tidak berani berkata sembarangan.

Alkisah, pernah berdiri sebuah kerajaan bernama Kutai Rukam yang dipimpin oleh Raja Bikau Bermano. Raja memiliki delapan putra. Pada suatu ketika, Raja Bikau Bermano ingin mengadakan upacara pernikahan putranya yang bernama Gajah Meram dengan seorang putri dari Kerajaan Suka Negeri bernama Putri Jinggai. Keraton Kutai Rukam kemudian mempersiapkan segala sesuatunya untuk melangsungkan pernikahan semeriah mungkin.

Hari pernikahan Pangeran Gajah Meram dan Putri Jinggai pun tiba. Awalnya, upacara pernikahan berjalan lancar. Namun, tiba-tiba hal aneh terjadi. Pangeran Gajah Meram dan Putri Jinggai tiba-tiba menghilang entah kemana. Saat itu, keduanya sedang melakukan prosesi upacara mandi bersama di Pemandian Aket di tepi Danau Tes. Tidak ada yang tahu di mana pasangan itu hilang.

Tiba-tiba Raja Bikau Bermano dan ratu menjadi cemas. Khawatir terjadi sesuatu pada putranya dan calon menantunya, Raja segera mengirim beberapa panglima perang untuk mencari mereka. Para hulubalang segera mencari di sekitar Danau Tepi, tetapi tidak menemukan keduanya. Akhirnya para panglima perang kembali ke istana.

"Maafkan kami, Yang Mulia Raja. Kami tidak berhasil menemukan putra mahkota dan Putri Jinggai di sekitar Danau Tes.” para panglima perang melaporkan.

"Kau tidak berhasil menemukan mereka?" tanya Raja yang panik.

“Benar, Yang Mulia Raja! Kami mencoba mencari di sekitar danau, tetapi kami tidak dapat menemukannya." jawab panglima perang lainnya.

Raja Bikau Bermano kemudian mengumpulkan semua penghuni istana. Di depan semua penghuni istana, Raja bertanya apakah ada di antara mereka yang tahu ke mana perginya Pangeran Gajah Meram dan Putri Jinggai.

"Apakah ada di antara kalian yang mengetahui keberadaan putra dan menantuku?" tanya Raja Bikau Bermano.

Tak satu pun penghuni istana menjawab pertanyaan Raja. Semua orang hanya bisa diam. Dalam diam, tiba-tiba seorang lelaki tua kerabat Putri Jinggai dari Kerajaan Suka Negeri menjawab, “Hamba yang terhormat, Baginda Raja. Biarkan saya mengatakan sesuatu. ”

"Tolong beri tahu saya, orang tua!" jawab Raja.

"Permisi, Yang Mulia Raja. Sejauh yang saya tahu, putra mahkota dan Putri Jinggai diculik oleh Raja Ular yang memerintah di bawah Danau Tes. Ular Tujuh Kepala sangat sakti dan sangat licik, kejam, dan suka mengganggu orang yang sedang mandi di Danau Tes.” jawab orang tua itu.

"Jika itu benar, maka kita harus menyelamatkan mereka sekarang. Kita harus memikirkan cara untuk mengalahkan ular berkepala tujuh .” kata Raja Bikau Bermano.

“Tolong maafkan aku, Ayah. Biarkan Ananda pergi membebaskan saudara Gajah Meram dan calon istrinya.” kata Gajah Merik, putra bungsu raja.

Semua orang di istana kaget, karena Pangeran Gajah Merik baru berusia 13 tahun. Raja Bikau Bermano tentu saja tidak menyetujui permintaan putra bungsunya itu. Dia tidak ingin kehilangan putranya yang lain. Tapi Gajah Merik bersikeras dengan mengatakan bahwa sejak dia berusia 10 tahun, hampir setiap malam dia bermimpi dikunjungi oleh seorang kakek yang mengajarinya ilmu sihir.

“Baiklah, anakku tercinta Gajah Merik. Besok kamu bisa pergi ke Danau Tes untuk membebaskan saudaramu. Tapi pertama-tama kamu harus pergi ke pertapaan di Tepat Topes untuk mendapatkan senjata warisan.” kata Raja.

"Ayah yang baik." jawab Gajah Merik.

Keesokan harinya, Gajah Merik pergi ke Tepat Topos untuk bertapa. Tempat tersebut terletak di antara ibu kota Pemerintahan Suka Negeri dan desa baru. Selama tujuh hari tujuh malam, Gajah Merik menjadi pertapa dengan konsentrasi penuh, tidak makan dan minum. Setelah melakukan pertapaan, Gajah Merik akhirnya berhasil memperoleh senjata pusaka berupa keris dan selendang. Keris pusaka mampu membuat jalannya di dalam air sehingga bisa dilewati tanpa harus menyelam. Sedangkan selendang ajaib, bisa menjelma menjadi pedang.

Selanjutnya, Gajah Merik kembali ke keraton dengan membawa dua senjata warisannya. Saat tiba di desa Telang Macang, ia melihat beberapa tentara pusat menjaga daerah perbatasan Kerajaan Kutai Rukam dengan Kerajaan Suka Negeri. Tidak ingin terlihat oleh para prajurit, Gajah Merik segera melompat ke Sungai Air Ketahun menuju Danau Tes sambil memegang keris pusakanya. Gajah Merik terkejut karena dia sama sekali tidak tersentuh oleh air sungai.

Awalnya Gajah Merik berniat untuk kembali ke istana terlebih dahulu, namun saat melewati Danau Tes, ia berubah pikiran untuk segera mencari Raja Ular. Gajah Merik kemudian menyelam ke dasar danau. Tak lama kemudian, ia berhasil menemukan tempat persembunyian Raja Ular Ajaib. Gajah Merik melihat sebuah gerbang di depan mulut sebuah gua besar. Saat hendak memasuki mulut gua, tiba-tiba ia dihadang oleh dua ekor ular besar.

“Hai, bung! Kamu siapa? Beraninya kamu datang ke sini! ” teriak seekor ular.

"Nama saya Gajah Merik. Saya ingin membebaskan saudara saya, Gajah Meram.” jawab Gajah Merik.

"Kamu tidak bisa masuk!" Cegat ular itu.

Gajah Merik, tentu saja, terus membobol. Akibatnya, terjadilah pertarungan sengit antara Gajah Merik dengan kedua ular tersebut. Setelah pertarungan panjang, kedua ular itu akhirnya dikalahkan oleh Gajah Merik. Selanjutnya, Gajah Merik terus menyusuri lorong gua hingga masuk ke dalam. Setiap kali dia melewati pintu, dia selalu dihadang oleh dua ular besar. Namun, Gajah Merik selalu memenangkan pertarungan. Saat hendak melewati pintu ketujuh, tiba-tiba Gajah Merik mendengar suara tawa ular.

"Hei, Raja Ular itu jelek. Keluarlah padaku jika kamu berani! Saya Gajah Merik, putra Raja Bikau Bermano dari Kerajaan Kutai Rukam. Lepaskan adikku dan calon istrinya, atau aku akan menghancurkan istana ini!” seru Gajah Merik.

Merasa tertantang, Raja Ular mendesis. Desisannya mengeluarkan kepulan asap. Beberapa saat kemudian, kepulan asap berubah menjadi ular raksasa. Raja Ular berkata bahwa ia bersedia membebaskan Gajah Meram dengan syarat Gajah Merik mampu menghidupkan kembali ular penjaga yang ia bunuh dan Gajah Merik juga harus mampu mengalahkan Raja Ular Ajaib. Dengan kesaktian yang didapat dari kakeknya dalam mimpinya, Gajah Merik segera mengusap satu persatu mata ular yang telah dibunuhnya sambil membaca mantra. Dalam sekejap, ular-ular itu hidup kembali.

Raja Ular kaget melihat kesaktian anak kecil itu. "Sekarang lawan aku. Tunjukkan sihirmu, jika kamu berani! ” jawab Ular Ajaib berkepala tujuh.

Tanpa berpikir panjang, Raja Ular segera menjentikkan ekornya ke arah Gajah Merik. Gajah Merik yang sudah siap, segera mengejang dengan lincah, untuk menghindari terjepitnya ekor Raja Ular. Pertarungan sengit pun terjadi. Keduanya bergantian menyerang dengan melakukan jurus sihir masing-masing. Pertarungan antara manusia dan binatang itu seimbang.

Sudah lima hari lima malam, tetapi belum ada yang dikalahkan. Memasuki hari keenam, Raja Ular mulai lelah. Dia hampir kehabisan energi. Kesempatan itu tidak disia-siakan oleh Gajah Merik. Ia terus menyerang hingga akhirnya Raja Ular Ajaib putus asa. Di saat yang tepat, Gajah Merik langsung menusukkan selendangnya yang sudah menjelma menjadi pedang ke perut Raja Ular.

"Aduuuhh... sakiiit!" Raja Ular menjerit kesakitan.

Melihat Raja Ular tidak berdaya, Gajah Merik mundur beberapa langkah untuk berhati-hati siapa tahu raja ular sakti itu tiba-tiba menyerangnya lagi. “Kamu hebat, anak kecil! Saya mengaku kalah,” kata Raja Ular. Mendengar pengakuan Raja Ular Ajaib, Gajah Merik segera membebaskan adiknya dan Putri Jinggai yang dikurung di sebuah ruangan.

Saat berada di istana, Raja Bikau Bermano merasa. Sudah dua minggu Gajah Merik kembali dari pertapaannya. Oleh karena itu, Raja memerintahkan beberapa panglima perang untuk mengikuti Gajah Merik di Tepat Topos. Namun, sebelum para hulubalang pergi ke pertapaan Tepat Topos, tiba-tiba salah satu hulubalang yang ditugaskan untuk menjaga tempat pemandian di tepi Danau Tes datang dengan tergesa-gesa, mengumumkan bahwa Gajah Merik, Gajah Meram, dan Putri Jinggai telah kembali dengan selamat.

“Maafkan saya, Yang Mulia! Kami yang berjaga di danau juga kaget, tiba-tiba muncul Gajah Merik dari dalam danau bersama Gajah Meram dan Putri Jinggai. Ternyata, setelah bertapa selama tujuh hari tujuh malam, Gajah Merik langsung pergi ke istana Raja Ular dan berhasil membebaskan Gajah Meram dan Putri Jinggai.” hulubalang menjelaskan.

Tidak lama kemudian, Gajah Merik, Gajah Meram, dan Putri Jinggai tiba di istana yang dijaga oleh beberapa panglima perang yang menjaga Danau Tes. Kedatangan mereka disambut oleh Raja dan seluruh keluarga istana. Kabar kembalinya Gajah Meram dan keperkasaan Gajah Merik menyebar ke seluruh pelosok negeri. Selanjutnya, Raja mengadakan pesta selama tujuh hari tujuh malam.

Setelah itu, Raja menyerahkan tahta kerajaan kepada Gajah Meram. Namun, Gajah Meram menolak untuk menerima tahta Kerajaan Kutai Rukam. Bahkan mengorganisir Raja untuk menyerahkan tahta kerajaan kepada Gajah Merik. Setelah didesak, akhirnya Gajah Merik bersedia menerima tahta kerajaan Kutai Rukam dengan syarat dapat mengangkat Raja Ular dan pengikutnya yang telah ditaklukkannya menjadi panglima perang Kerajaan Kutai Rukam. Permintaan Gajah Merik dikabulkan oleh Raja. Akhirnya, Raja Ular yang telah ditaklukkannya diangkat menjadi kepala Kerajaan Kutai Rukam.

***

Randa selesai baca bukunya, ya buku di taruh di meja dengan baik. Randa pun mengambil remot di meja, ya menghidupkan Tv dan memilih chenel Tv yang acara film kartun, ya karena Randa masih anak-anak duduk SD kelas 3 lah. Randa menonton dengan baik film kartun yang bagus, ya dengan keadaan santai lah. 

CAMPUR ADUK

MUMBAI XPRESS

Malam gelap bertabur bintang di langit. Setelah nonton Tv yang acara sepak bola. Budi duduk dengan santai di depan rumahnya sedang baca cerp...

CAMPUR ADUK