Alkisah, pernah berdiri sebuah kerajaan bernama Kutai Rukam yang dipimpin oleh Raja Bikau Bermano. Raja memiliki delapan putra. Pada suatu ketika, Raja Bikau Bermano ingin mengadakan upacara pernikahan putranya yang bernama Gajah Meram dengan seorang putri dari Kerajaan Suka Negeri bernama Putri Jinggai. Keraton Kutai Rukam kemudian mempersiapkan segala sesuatunya untuk melangsungkan pernikahan semeriah mungkin.
Hari pernikahan Pangeran Gajah Meram dan Putri Jinggai pun tiba. Awalnya, upacara pernikahan berjalan lancar. Namun, tiba-tiba hal aneh terjadi. Pangeran Gajah Meram dan Putri Jinggai tiba-tiba menghilang entah kemana. Saat itu, keduanya sedang melakukan prosesi upacara mandi bersama di Pemandian Aket di tepi Danau Tes. Tidak ada yang tahu di mana pasangan itu hilang.
Tiba-tiba Raja Bikau Bermano dan ratu menjadi cemas. Khawatir terjadi sesuatu pada putranya dan calon menantunya, Raja segera mengirim beberapa panglima perang untuk mencari mereka. Para hulubalang segera mencari di sekitar Danau Tepi, tetapi tidak menemukan keduanya. Akhirnya para panglima perang kembali ke istana.
"Maafkan kami, Yang Mulia Raja. Kami tidak berhasil menemukan putra mahkota dan Putri Jinggai di sekitar Danau Tes.” para panglima perang melaporkan.
"Kau tidak berhasil menemukan mereka?" tanya Raja yang panik.
“Benar, Yang Mulia Raja! Kami mencoba mencari di sekitar danau, tetapi kami tidak dapat menemukannya." jawab panglima perang lainnya.
Raja Bikau Bermano kemudian mengumpulkan semua penghuni istana. Di depan semua penghuni istana, Raja bertanya apakah ada di antara mereka yang tahu ke mana perginya Pangeran Gajah Meram dan Putri Jinggai.
"Apakah ada di antara kalian yang mengetahui keberadaan putra dan menantuku?" tanya Raja Bikau Bermano.
Tak satu pun penghuni istana menjawab pertanyaan Raja. Semua orang hanya bisa diam. Dalam diam, tiba-tiba seorang lelaki tua kerabat Putri Jinggai dari Kerajaan Suka Negeri menjawab, “Hamba yang terhormat, Baginda Raja. Biarkan saya mengatakan sesuatu. ”
"Tolong beri tahu saya, orang tua!" jawab Raja.
"Permisi, Yang Mulia Raja. Sejauh yang saya tahu, putra mahkota dan Putri Jinggai diculik oleh Raja Ular yang memerintah di bawah Danau Tes. Ular Tujuh Kepala sangat sakti dan sangat licik, kejam, dan suka mengganggu orang yang sedang mandi di Danau Tes.” jawab orang tua itu.
"Jika itu benar, maka kita harus menyelamatkan mereka sekarang. Kita harus memikirkan cara untuk mengalahkan ular berkepala tujuh .” kata Raja Bikau Bermano.
“Tolong maafkan aku, Ayah. Biarkan Ananda pergi membebaskan saudara Gajah Meram dan calon istrinya.” kata Gajah Merik, putra bungsu raja.
Semua orang di istana kaget, karena Pangeran Gajah Merik baru berusia 13 tahun. Raja Bikau Bermano tentu saja tidak menyetujui permintaan putra bungsunya itu. Dia tidak ingin kehilangan putranya yang lain. Tapi Gajah Merik bersikeras dengan mengatakan bahwa sejak dia berusia 10 tahun, hampir setiap malam dia bermimpi dikunjungi oleh seorang kakek yang mengajarinya ilmu sihir.
“Baiklah, anakku tercinta Gajah Merik. Besok kamu bisa pergi ke Danau Tes untuk membebaskan saudaramu. Tapi pertama-tama kamu harus pergi ke pertapaan di Tepat Topes untuk mendapatkan senjata warisan.” kata Raja.
"Ayah yang baik." jawab Gajah Merik.
Keesokan harinya, Gajah Merik pergi ke Tepat Topos untuk bertapa. Tempat tersebut terletak di antara ibu kota Pemerintahan Suka Negeri dan desa baru. Selama tujuh hari tujuh malam, Gajah Merik menjadi pertapa dengan konsentrasi penuh, tidak makan dan minum. Setelah melakukan pertapaan, Gajah Merik akhirnya berhasil memperoleh senjata pusaka berupa keris dan selendang. Keris pusaka mampu membuat jalannya di dalam air sehingga bisa dilewati tanpa harus menyelam. Sedangkan selendang ajaib, bisa menjelma menjadi pedang.
Selanjutnya, Gajah Merik kembali ke keraton dengan membawa dua senjata warisannya. Saat tiba di desa Telang Macang, ia melihat beberapa tentara pusat menjaga daerah perbatasan Kerajaan Kutai Rukam dengan Kerajaan Suka Negeri. Tidak ingin terlihat oleh para prajurit, Gajah Merik segera melompat ke Sungai Air Ketahun menuju Danau Tes sambil memegang keris pusakanya. Gajah Merik terkejut karena dia sama sekali tidak tersentuh oleh air sungai.
Awalnya Gajah Merik berniat untuk kembali ke istana terlebih dahulu, namun saat melewati Danau Tes, ia berubah pikiran untuk segera mencari Raja Ular. Gajah Merik kemudian menyelam ke dasar danau. Tak lama kemudian, ia berhasil menemukan tempat persembunyian Raja Ular Ajaib. Gajah Merik melihat sebuah gerbang di depan mulut sebuah gua besar. Saat hendak memasuki mulut gua, tiba-tiba ia dihadang oleh dua ekor ular besar.
“Hai, bung! Kamu siapa? Beraninya kamu datang ke sini! ” teriak seekor ular.
"Nama saya Gajah Merik. Saya ingin membebaskan saudara saya, Gajah Meram.” jawab Gajah Merik.
"Kamu tidak bisa masuk!" Cegat ular itu.
Gajah Merik, tentu saja, terus membobol. Akibatnya, terjadilah pertarungan sengit antara Gajah Merik dengan kedua ular tersebut. Setelah pertarungan panjang, kedua ular itu akhirnya dikalahkan oleh Gajah Merik. Selanjutnya, Gajah Merik terus menyusuri lorong gua hingga masuk ke dalam. Setiap kali dia melewati pintu, dia selalu dihadang oleh dua ular besar. Namun, Gajah Merik selalu memenangkan pertarungan. Saat hendak melewati pintu ketujuh, tiba-tiba Gajah Merik mendengar suara tawa ular.
"Hei, Raja Ular itu jelek. Keluarlah padaku jika kamu berani! Saya Gajah Merik, putra Raja Bikau Bermano dari Kerajaan Kutai Rukam. Lepaskan adikku dan calon istrinya, atau aku akan menghancurkan istana ini!” seru Gajah Merik.
Merasa tertantang, Raja Ular mendesis. Desisannya mengeluarkan kepulan asap. Beberapa saat kemudian, kepulan asap berubah menjadi ular raksasa. Raja Ular berkata bahwa ia bersedia membebaskan Gajah Meram dengan syarat Gajah Merik mampu menghidupkan kembali ular penjaga yang ia bunuh dan Gajah Merik juga harus mampu mengalahkan Raja Ular Ajaib. Dengan kesaktian yang didapat dari kakeknya dalam mimpinya, Gajah Merik segera mengusap satu persatu mata ular yang telah dibunuhnya sambil membaca mantra. Dalam sekejap, ular-ular itu hidup kembali.
Raja Ular kaget melihat kesaktian anak kecil itu. "Sekarang lawan aku. Tunjukkan sihirmu, jika kamu berani! ” jawab Ular Ajaib berkepala tujuh.
Tanpa berpikir panjang, Raja Ular segera menjentikkan ekornya ke arah Gajah Merik. Gajah Merik yang sudah siap, segera mengejang dengan lincah, untuk menghindari terjepitnya ekor Raja Ular. Pertarungan sengit pun terjadi. Keduanya bergantian menyerang dengan melakukan jurus sihir masing-masing. Pertarungan antara manusia dan binatang itu seimbang.
Sudah lima hari lima malam, tetapi belum ada yang dikalahkan. Memasuki hari keenam, Raja Ular mulai lelah. Dia hampir kehabisan energi. Kesempatan itu tidak disia-siakan oleh Gajah Merik. Ia terus menyerang hingga akhirnya Raja Ular Ajaib putus asa. Di saat yang tepat, Gajah Merik langsung menusukkan selendangnya yang sudah menjelma menjadi pedang ke perut Raja Ular.
"Aduuuhh... sakiiit!" Raja Ular menjerit kesakitan.
Melihat Raja Ular tidak berdaya, Gajah Merik mundur beberapa langkah untuk berhati-hati siapa tahu raja ular sakti itu tiba-tiba menyerangnya lagi. “Kamu hebat, anak kecil! Saya mengaku kalah,” kata Raja Ular. Mendengar pengakuan Raja Ular Ajaib, Gajah Merik segera membebaskan adiknya dan Putri Jinggai yang dikurung di sebuah ruangan.
Saat berada di istana, Raja Bikau Bermano merasa. Sudah dua minggu Gajah Merik kembali dari pertapaannya. Oleh karena itu, Raja memerintahkan beberapa panglima perang untuk mengikuti Gajah Merik di Tepat Topos. Namun, sebelum para hulubalang pergi ke pertapaan Tepat Topos, tiba-tiba salah satu hulubalang yang ditugaskan untuk menjaga tempat pemandian di tepi Danau Tes datang dengan tergesa-gesa, mengumumkan bahwa Gajah Merik, Gajah Meram, dan Putri Jinggai telah kembali dengan selamat.
“Maafkan saya, Yang Mulia! Kami yang berjaga di danau juga kaget, tiba-tiba muncul Gajah Merik dari dalam danau bersama Gajah Meram dan Putri Jinggai. Ternyata, setelah bertapa selama tujuh hari tujuh malam, Gajah Merik langsung pergi ke istana Raja Ular dan berhasil membebaskan Gajah Meram dan Putri Jinggai.” hulubalang menjelaskan.
Tidak lama kemudian, Gajah Merik, Gajah Meram, dan Putri Jinggai tiba di istana yang dijaga oleh beberapa panglima perang yang menjaga Danau Tes. Kedatangan mereka disambut oleh Raja dan seluruh keluarga istana. Kabar kembalinya Gajah Meram dan keperkasaan Gajah Merik menyebar ke seluruh pelosok negeri. Selanjutnya, Raja mengadakan pesta selama tujuh hari tujuh malam.
Setelah itu, Raja menyerahkan tahta kerajaan kepada Gajah Meram. Namun, Gajah Meram menolak untuk menerima tahta Kerajaan Kutai Rukam. Bahkan mengorganisir Raja untuk menyerahkan tahta kerajaan kepada Gajah Merik. Setelah didesak, akhirnya Gajah Merik bersedia menerima tahta kerajaan Kutai Rukam dengan syarat dapat mengangkat Raja Ular dan pengikutnya yang telah ditaklukkannya menjadi panglima perang Kerajaan Kutai Rukam. Permintaan Gajah Merik dikabulkan oleh Raja. Akhirnya, Raja Ular yang telah ditaklukkannya diangkat menjadi kepala Kerajaan Kutai Rukam.
***
Randa selesai baca bukunya, ya buku di taruh di meja dengan baik. Randa pun mengambil remot di meja, ya menghidupkan Tv dan memilih chenel Tv yang acara film kartun, ya karena Randa masih anak-anak duduk SD kelas 3 lah. Randa menonton dengan baik film kartun yang bagus, ya dengan keadaan santai lah.
No comments:
Post a Comment