CAMPUR ADUK

Sunday, July 11, 2021

KISAH KELANA SAKTI

Rangga membaca bukunya dengan baik.

Isi buku yang di baca Rangga :

Pada zaman dahulu, berdirilah sebuah kerajaan yang bernama Purnama. Kerajaan ini diperintah oleh seorang raja yang bernama Indra Sakti. Raja Indra Sakti terkenal arif dan bijaksana dalam memimpin kerajaannya. Rakyat makmur, aman, damai dan sentosa dibawah pemerintahan beliau.

Namun, berita buruk telah terjadi, Raja Indra Sakti mengalami sakit keras. Sakit yang di derita oleh Raja Indra Sakti tergolong penyakit yang sangat parah dan sulit untuk disembuhkan. Beberapa orang tabib dari seluruh negeri bahkan dari negeri seberang pun didatangkan untuk menyembuhkan penyakit beliau. Namun, keadaan Raja Indra Sakti semakin lama semakin memburuk. Permaisuri dan putranya semakin cemas akan keadaan sang raja. Mereka tidak tega melihat keadaan sang raja yang terkulai lemas tidak berdaya di atas pembaringan. Wajah sang raja tampak pucat, semakin hari badannya semakin kurus, pandangannya sayu, raja bahkan terkadang tidak sadarkan diri.

Sang raja akhirnya ingin mengatakan sesuatu kepada permaisurinya. Beliau memiliki sebuah firasat. Dengan suara lemah dan parau, sang raja berkata kepada permaisurinya “Istriku, tampaknya umurku sudah tidak akan lama lagi. Cobalah engkau panggil Panglima Badau untuk menemuiku.”

“Baiklah kakanda, saya akan memanggilnya,” ujar sang permaisuri dengan raut wajah yang sangat sedih.

Tidak lama kemudian, Panglima Badau datang ke kamar sang raja.

“Hormat baginda raja, ada apa gerangan baginda memanggil hamba ?” tanya Panglima Badau.

“Begini Panglima Badau, aku rasa usiaku tidak akan lama lagi. Tubuhku semakin hari semakin melemah. Aku titip tampuk pemerintahan di pundakmu. Pimpinlah kerajaan ini dengan adil dan bijaksana. Rawatlah negeri ini dengan sepenuh hati. Jaga rakyatku dari ancaman mara bahaya. Aku menitipkan putraku kepadamu. Apabila dia telah dewasa nanti, nobatkanlah dia menjadi seorang raja, sebagai penerusku,” sang raja bertitip pesan kepada panglima Badau.

“Siap baginda yang mulia, Saya akan melaksanakan perintah baginda !” sahut Panglima Badau sambil memberi hormat.

Akhirnya sang raja meninggal dunia. Seluruh rakyat merasakan kesedihan yang mendalam karena ditinggal pergi oleh seorang raja yang penuh kharisma. Mereka tidak yakin, apakah kerajaan ini dapat dipelihara dengan baik setelah kematian Raja Indra Sakti. Raja Indra Sakti tidak digantikan langsung oleh anaknya, sebab putranya masih berusia kanak-kanak. Akhirnya tampuk pemerintahan Raja Indra Sakti dipegang oleh seorang panglima kerajaan yang bernama Badau. Panglima Badau dikenal sebagai orang yang angkuh dan sombong.

Ketika masa pemerintahan Panglima Badau, terjadilah kekacauan di negeri Kerajaan Purnama. Panglima Badau tidak mengurus pemerintahan dengan benar. Dia suka berfoya-foya dengan rekan-rekannya. Uang negara pun menjadi cepat habis. Tidak hanya hidup berfoya-foya, Panglima Badau juga suka bermabuk-mabukan. Rakyat semakin hari semakin menderita. Mereka hidup dalam kecemasan. Kemiskinan dan kelaparan melanda negeri Purnama.

Rakyat sangat rindu dengan pemerintahan Raja Indra Sakti. Raja Indra Sakti terkenal dengan kedermawanan dan perhatiannya kepada rakyat. Selain itu, Raja Indra Sakti menjamin keamanan dan kemakmuran bagi setiap rakyatnya, sangat berbeda sekali dengan kepemimpinan Panglima Badau. Di bawah kekuasaan Panglima Badau, rakyat hidup dengan sangat menderita. Sikap berfoya-foya Panglima Badau akhirnya menghabiskan uang istana. akhirnya Panglima Badau memerintahkan kepada anak buahnya untuk menarik pajak yang sangat tinggi kepada rakyat. Melihat tindakan Panglima Badau yang sudah tidak dapat di toleransi lagi, rakyat menjadi hidup sengsara dan menderita. Hati mereka menjerit ingin kembali kepada masa pemerintahan Raja Indra Sakti. Tidak hanya memungut pajak yang tinggi, terkadang hasil bumi rakyat juga dirampas dengan paksa oleh prajurit istana, demi memenuhi keinginan berfoya-foya seorang Panglima Badau.

Rakyat hidup dalam ketakutan. Hasil bumi mereka dirampas. Pasar menjadi sepi, karena pedagang takut barang dagangannya dirampas. Akibatnya, perekonomian kerajaan pun mulai memburuk. Rakyat banyak yang di siksa dan dipenjara akibat menentang keputusan Panglima Badau. Tidak hanya di kalangan rakyat, kalangan keluarga istana pun juga ketakutan atas sikap Panglima Badau. Mereka menentang sikap Panglima Badau, namun mereka ketakutan karena di ancam akan dipenjarakan, disiksa, bahkan dibunuh.

Pada suatu tempat di wilayah Kerajaan Purnama, hiduplah sebuah keluarga petani yang rajin bekerja. Keluarga tersebut terdiri dari ayah, ibu, dan seorang anak remaja yang bernama Kelana. Kelana dikenal sebagai seorang anak yang baik hati. Selain baik hati, Kelana juga rajin bekerja untuk membantu kedua orang tuanya di ladang.

Suatu ketika, keluarga Kelana sedang duduk-duduk di teras rumah. Mereka istirahat untuk melepas lelah karena telah seharian bekerja di ladang. Namun, tidak lama kemudian, beberapa puluh prajurit datang ke rumahnya.

“Serahkan harta kalian !” bentak seorang prajurit kepada keluarga Kelana sambil menodongkan tombak yang tajam.

Kelana dan ayahnya tidak serta-merta langsung memberikan harta benda mereka. Sambil menghadang desakan para prajurit istana yang diutus oleh Panglima Badau tersebut, mereka berusaha mempertahankan harta keluarga. Namun, mereka kalah dalam hal kekuatan. Kelana dan ayahnya dihujani tendangan dan pukulan yang bertubi-tubi oleh para prajurit. Melihat kejadian itu, ibu Kelana berusaha memisahkan mereka.

“Tolong, jangan siksa kami. Ambilah semua harta kami, saya ikhlas asalkan jangan menyiksa suami dan anak saya,” kata ibu Kelana sambil mengiba.

“Kalian telah berusaha untuk melawan kami, sebagai balasannya kalian akan kami bawa ke istana !” kata salah satu dari prajurit tersebut.

Akhirnya sang ibu dan ayah Kelana diseret untuk dibawa ke istana. Kelana berusaha untuk menarik kedua orang tuanya dari cengkraman para prajurit Panglima Badau.

“Jangan ambil ayah ibuku...., ayah... ibu... berpeganglah kepada kedua tanganku...” seru Kelana sambil memegang kedua orang tuanya. Kelana tidak rela apabila ayah dan ibunya di seret serta di bawa oleh prajurit istana.

Namun, prajurit istana bertambah kesal. Mereka akhirnya memukul Kelana hingga tidak bisa bergerak. Kelana pingsan dan akhirnya tergeletak ke tanah. Ayah dan ibunya berhasil dipaksa ke istana. Tidak lama berselang, Kelana telah siuman. Kelana terkejut melihat keadaan di sekelilingnya. Dia telah berada di sebuah tempat yang asing.

“Ayah... Ibu...,” Kelana berusaha memanggil ayah dan ibunya.

Namun bukan, kedua orang tuanya yang menghampiri Kelana, melainkan seorang kakek yang baik hati. Kakek tua itulah yang menolong Kelana. Dia berusaha mengobati Kelana hingga saat ini.

“Kedua orang tuamu telah diambil oleh prajurit istana, cucuku. Engkau tinggal lah di sini sebentar,” kata sang kakek.

Akhirnya, Kelana tinggal bersama kakek yang telah menolongnya. Di tempat kakek tersebut, Kelana diajarkan ilmu bela diri, ilmu pengobatan, dan seni perang. Tidak lama kemudian, Kelana bisa menguasai ilmu bela diri, pengobatan dan seni perang dari sang kakek sakti tersebut. Kelana berubah menjadi seorang pemuda yang sakti, namun cinta terhadap perdamaian.

Hari demi hari berlalu, Kelana Sakti masih memikirkan nasib rakyat yang di timpa kesusahan oleh penguasa yang zalim bernama Badau. Terlebih, Kelana masih ingat akan kepergian orang tuanya yang di ambil secara paksa oleh prajurit istana. akhirnya, Kelana menghimpun para pemuda dan rakyat yang masih kuat untuk bersatu mengalahkan kekuatan Panglima Badau. Rakyat tersebut di ajarkan ilmu bela diri dan seni perang oleh Kelana Sakti. Hingga akhirnya, Kelana dan para pengikutnya dapat menyerang istana yang dikuasai oleh Panglima Badau. Kelana dan para pengikutnya sangat kuat dan tangguh hingga dapat mengalahkan prajurit dan penguasa Badau itu sendiri. Kelana dapat membebaskan ayah dan ibunya yang di penjara oleh Panglima Badau. Ayah dan ibunya sangat bangga dengan sikap kesatria Kelana. Karena Kelana dapat menyelamatkan negeri dari cengkraman penguasa jahat. 

Rakyat bersuka cita akan kemenangan yang diraih oleh Kelana sakti dan pasukannya. Keluarga kerajaan pun juga senang atas kehadiran Kelana Sakti dalam membasmi kejahatan. Akhirnya Kelana Sakti diangkat menjadi raja. Kelana Sakti memimpin kerajaan secara arif dan bijaksana. Hingga akhirnya, kekuasan pemerintahan diserahkan kembali kepada putra Raja Indra Sakti yang telah beranjak dewasa. Namun, Kelana Sakti tetap dianggap sebagai pahlawan negeri dan namanya tetap di kenang oleh seluruh rakyat Kerajaan Purnama.

***

Rangga selesai membaca bukunya.

"Cerita yang bagus Sumatra Utara," kata Rangga.

Rangga menutup buku dan buku di taruh di meja.

SI BERU DAYANG

Rojak membaca bukunya dengan baik.

Isi buku yang di baca Rojak :

Dahulu kala, di daerah Tanah Karo, Sumatera Utara, berdirilah sebuah kerajaan yang dipimpin oleh raja yang arif dan bijaksana. Masyarakat hidup makmur dan sejahtera. Makanan pokok mereka adalah buah dari kayu. Mereka belum mengenal tanaman padi seperti saat sekarang ini.

Namun, pada suatu ketika, daerah tersebut mengalami kelaparan yang sangat dahsyat. Hal tersebut dikarenakan oleh kemarau yang panjang, sehingga tanaman yang akan berbuah menjadi layu. Penduduk di daerah Tanah Karo banyak yang mengalami kelaparan. Seorang anak yang bernama Beru Dayang menangis kelaparan di pangkuan ibunya. Beru Dayang adalah seorang anak yatim. Dia hanya tinggal bersama ibunya. Beru Dayang menangis sambil berkata bahwa dia sedang lapar kepada ibunya. 

“Ibu... aku sangat lapar, aku lapar...,” isak Si Beru Dayang di pangkuan ibunya. Saat itu, tubuh Beru Dayang sangat lemah, kurus, dan pucat.

“Sabar lah nak, mudah-mudahan kemarau ini akan berakhir dan kita bisa makan kembali seperti biasanya,” kata ibu Si Beru sambil menyeka air matanya.

Sebenarnya, ibu Si Beru tidak bisa menahan kesedihan karena anak semata wayangnya sakit dan terkulai lemas karena kelaparan. Dia hanya berharap, bencana kelaparan akan segera berakhir. Namun, hal yang sangat menyedihkan terjadi. Si Beru tidak kuat menahan rasa laparnya. Tubuhnya yang kurus dan lemah tidak mampu untuk bertahan hidup. Si Beru akhirnya menghembuskan nafas terakhirnya di pangkuan sang ibu. Sang ibu yang menyadari bahwa anaknya meninggal dunia karena kelaparan langsung terkejut dan berteriak histeris.

“Anakku, bangun lah nak.... jangan tingalkan ibu...,” sang ibu menangis dengan berurai air mata. Tubuhnya langsung lemas, tidak berdaya melihat kenyataan bahwa anaknya sudah tidak bernyawa.

Akhirnya, Si Beru dikuburkan di pemakaman desa. Para warga saling membantu untuk mengurus pemakaman anak yatim itu. Sang ibu tidak kuasa menahan rasa sedih. Hari demi hari dilalui sang ibu dengan rasa kesedihan yang mendalam akibat ditinggalkan oleh orang-orang yang dicintainya.

Sang ibu akhirnya memutuskan untuk mengakhiri hidupnya. Dia pergi ke sebuah tempat di ujung desa untuk mengakhiri hidupnya. Di ujung desa ada sebuah sungai. Dengan tubuh yang lemas dan menahan rasa lapar, dia berjalan dengan gontai ke arah yang dituju. Dia meminta kepada Tuhan agar nyawanya segera diambil.

Setelah sampai di jurang yang berhadapan dengan sungai, ibu Si Beru melompat terjun ke sungai untuk mengakhiri hidupnya. Ajaibnya, tubuhnya berubah menjadi seekor ikan setelah sampai ke dasar sungai. Para warga yang sedang bergelut melawan rasa lapar tidak ada yang tau, bahwasanya ibu Si Beru menjelma menjadi seekor ikan.

Hari demi hari dilalui oleh warga Tanah Karo dengan penuh rasa kesedihan. Setiap hari selalu saja ada yang meninggal karena kelaparan. Tanaman yang tumbuh di sana telah meranggas mati kekeringan. Tanaman tersebut mati seperti habis terbakar. Mereka selalu menangis dan bersedih karena bencana tersebut belum juga sirna.

Suatu ketika, dua orang anak kecil yang kelaparan sedang mengais tanah untuk mencari makanan. Mereka berharap agar menemukan sesuatu yang dapat dimakan. Kelaparan yang sering mereka alami berbulan-bulan membuat mereka harus bertahan hidup dengan mengais tanah untuk menemukan makanan apa saja yang dapat mereka santap. Salah seorang anak akhirnya menemukan sebuah benda yang aneh. Ternyata benda tersebut adalah buah. Buah tersebut mirip dengan labu.

“Kamu tau buah apakah ini ?” tanya salah satu anak kepada saudaranya.

 Dengan terheran-heran, saudaranya menjawab “aku juga tidak tau, mungkin orang tua kita tau nama buah ini.”

 Akhirnya mereka pulang dengan membawa buah berbentuk labu yang belum diketahui namanya. Kedua orang tua mereka ternyata juga tidak mengetahui nama buah tersebut. Penemuan buah yang belum diketahui namanya oleh warga tersebut mengemparkan wilayah Tanah Karo. Hingga berita penemuan buah tersebut akhirnya sampai ke telinga sang raja. Sang raja akhirnya datang ke rumah orang tua kedua anak tersebut untuk melihat buah yang baru saja ditemukan secara langsung. Namun tidak lama kemudian, munculah suara gaib yang datang dari langit. Suara gaib dari langit menyatakan bahwa buah tersebut adalah penjelmaan seorang anak laki-laki yang bernama Beru Dayang. Anak laki-laki yang meninggal dunia karena kelaparan yang melanda negeri itu.

“Potong-potonglah buah itu menjadi beberapa bagian yang halus. Lalu tanamlah bagian-bagian buah itu. Apabila potongan buah itu kalian rawat dengan baik, niscaya buah itu akan menjelma menjadi tanaman yang dapat kalian makan. Mudah-mudahan tanaman itu akan menghilangkan wabah kelaparan di negeri ini. Si Beru Dayang sangat merindukan ibunya. Untuk itu, pertemukanlah dia dengan ibunya yang telah menjelma menjadi seekor ikan di sungai,” ujar suara ajaib itu.

Sang raja akhirnya memerintahkan rakyatnya untuk menuruti suara gaib itu. Akhirnya, mereka memotong buah tersebut menjadi potongan yang halus. Mereka menanam potongan tersebut ke dalam tanah. Tidak lama kemudian, turunlah hujan dengan deras. Tanah yang kering kerontang berubah menjadi tanah yang basah dan subur. Hingga akhirnya, potongan buah yang ditanam di dalam tanah tersebut tumbuh menjadi tanaman seperti rerumputan.

Tanaman tersebut akhirnya tumbuh kembang. Setelah dua bulan, tanaman itu berbunga dan berbuah. Buahnya seperti berbulir dalam tiap tangkainya. Setelah genap tiga bulan, tanaman yang awalnya berwarna hijau tersebut telah menjadi kuning dan akhirnya siap di  panen.

Penduduk Tanah Karo dan sang raja bersuka cita untuk memanen tanaman tersebut. Mereka seakan tidak percaya, bahwa buah ajaib yang baru saja ditemukan oleh dua orang anak itu berubah menjadi tanaman yang bisa dimakan. Buah yang dipotong menjadi bagian-bagian yang halus, lalu ditanam, dan setelah beberapa bulan dapat diambil hasilnya untuk dimakan. Mereka mengambil bulir tanaman tersebut, menjemurnya, dan menumbuknya untuk memisahkan kulit dengan isinya. Setelah memasak isi dari tanaman itu, mereka tidak menyangka bahwa makanan tersebut sangatlah enak dan gurih.

Akhirnya penduduk Tanah karo menjadikan tanaman yang disebut Beru Dayang tersebut untuk dijadikan sebagai makanan pokok mereka. Mereka tidak lagi menyantap buah kayu seperti dulu lagi. Tanaman Beru Dayang atau yang disebut tanaman padi oleh sebagian besar penduduk Indonesia tersebut tumbuh subur di Tanah Karo. Untuk mempertemukan Beru Dayang dengan ibunya, masyarakat Tanah Karo menyantap nasi dengan ikan. 

***

Rojak berhenti baca bukunya.

"Cerita yang bagus," kata Rojak.

Rojak melanjutkan membaca bukunya, ya membaca pesan moral yang di tulis di buku "Pentingnya gotong-royong dalam memecahkan suatu masalah. Karena dengan gotong royong yang dilakukan oleh masyarakat seperti cerita di atas, mereka akhirnya terbebas dari bencana kelaparan."

Rojak selesai membaca bukunya, ya buku di tutup dan di taruh di meja. 

ASAL MULA NAMA SIMALUNGUN

Asep membaca bukunya dengan baik.

Isi buku yang di baca Asep :

Pada zaman dahulu kabupaten Simalungun diberi nama Kampung Nagur. Di Kampung Nagur, ada sebuah kerajaan kecil bernama Tanah Djawo. Kerajaan ini sangat damai dan aman, karena dipimpin oleh seorang raja yang bijaksana dan didampingi oleh seorang hulubalang yang kuat dan cakap. Kerajaan itu adalah Sinaga dan Batak.

Di luar wilayah Kampung Nagur, terdapat dua kerajaan dengan marga yang berbeda. Kerajaan itu disebut Silou yang disebut Purba Tambak dan Kerajaan Raya yang disebut Saragih Garingging. Tiga kerajaan hidup dalam harmoni dan kedamaian. Mereka memiliki persahabatan yang cukup dekat. Semua orang yang tinggal di tiga kerajaan hidup dalam damai. Melihat ketiga kerajaan kecil tersebut, akhirnya menarik hati kerajaan lain untuk menguasainya. 

Suatu ketika Kerajaan Majapahit di Pulau Jawa dikabarkan akan menyerang Kerajaan Tanah Djawo. Kerajaan Tanah Djawo segera meminta bantuan kerajaan tetangganya, yaitu Kerajaan Silou dan Kerajaan Raya, untuk membantu memukul mundur serangan Kerajaan Majapahit. Kedua pemerintah sepakat untuk membantu Pemerintah Tanah Djawo guna menghalau serangan Pemerintah Majapahit.

Dengan kerjasama tersebut, ketiga kerajaan tersebut mampu menghalau serangan Kerajaan Majapahit dari distrik Nagur. Di lain waktu, ketika Pemerintah Silou juga diserang oleh Pemerintah Aceh, pihak pemerintah berada di tangan untuk mengalahkan serangan Pemerintah Aceh.

Pada satu titik, ribuan tentara dari kerajaan yang tidak diketahui asalnya menyerang tiga kerajaan secara bergantian. Mulanya Kerajaan Tanah Djawo diserang, lalu Kerajaan Silou, dan terakhir Kerajaan Agung. Melihat kenyataan bahwa kerajaan diserang oleh kekuatan besar secara bergantian, mereka akhirnya mencoba membela diri untuk melindungi kerajaan mereka sendiri. Karena jumlah musuh yang menyerang sangat banyak, mereka akhirnya ditundukkan dan dikalahkan.

Masyarakat yang tinggal di tiga kerajaan itu mulai merasa keamanannya terganggu. Mereka mulai pindah dan ingin tinggal di tempat lain. Namun mereka masih bersifat nomaden atau dikenal hidup secara nomaden, hal ini dikarenakan tidak adanya daerah yang aman dan cocok untuk mereka. Hingga akhirnya warga Kampung Nagur menemukan sebuah tempat bernama Sahili Misir. Sahili Misir sekarang dikenal sebagai Pulau Samosir, sebuah pulau yang terletak di tengah Danau Toba, Sumatera Utara. Di Sahili Mesir, mereka akhirnya bisa membuka ladang dan ladang untuk menghidupi keluarga masing-masing.

Setelah beberapa waktu, kehidupan masyarakat di Sahili Misir menjadi lebih baik, kehidupan mereka menjadi lebih sejahtera dari sebelumnya. Mereka melakukan kegiatan ekonomi seperti bertani, bertani, dan beternak. Namun, mereka tetap merindukan kampung halamannya, yaitu Kampung Nagur. Desa itu pernah menjadi tempat yang aman dan damai, dipimpin oleh seorang raja yang bijaksana, seorang pejuang yang kuat, dan orang-orang hidup dalam kedamaian dan kemakmuran. Mereka akhirnya memutuskan untuk kembali mengunjungi Kampung Nagur.

Seorang sesepuh bertanya kepada seluruh warga, "Warga yang terhormat, siapa yang ingin kembali ke Kampung Nagur?"

Ternyata, sebagian warga tidak mau kembali ke Kampung Nagur. Para sesepuh juga menanyakan reaksi mereka yang tidak mau pulang ke kampung halaman. Namun, beberapa penduduk desa beralasan bahwa mereka merasa nyaman tinggal di pulau itu. Lagi pula, ternak tidak mungkin dibiarkan begitu saja. Anak dan cucu mereka juga telah bahagia dan nyaman tinggal di pulau yang sekarang bernama Samosir. 

Akhirnya para tetua mengambil jalan tengah dan berkata, “Baiklah, bagi yang ingin kembali ke Kampung Nagur, ayo bersiap-siap untuk pergi. Bagi yang masih tinggal di pulau ini, silakan tinggal di sana, saya harap Anda tetap menjaga tempat ini dengan baik.”

Warga yang ingin kembali ke Kampung Nagur akhirnya berangkat dengan perjalanan jauh. Mereka tidak sabar untuk segera tiba di kampung halaman tempat mereka dibesarkan. Setelah sampai di desa yang mereka rindukan, betapa terkejutnya mereka. Mereka jadi teringat Kampung Nagur di masa lalu. Kampung Nagur ramai dengan penduduk yang hidup damai, tentram dan tentram. Kampung halaman yang penuh kenangan. Meski pada akhirnya, desa tersebut dirusak oleh musuh yang datang menyerang. Namun, situasinya sangat jauh jika dibandingkan dengan situasi mereka sekarang. Kampung Nagur berubah menjadi tempat yang diselingi semak belukar, tidak ada tanda-tanda kehidupan disana. Mereka menjadi sedih dan tidak sedikit yang menangis tersedu-sedu.

"Sima-sima nalungun," kata mereka.

Dengan pernyataan tersebut, Kampung Nagur berubah nama menjadi “Sima-sima nalungun” yang berarti daerah yang tenang. Seiring berjalannya waktu, "Sima-sima nalungun" berubah menjadi "Simalungun". Kabupaten Simalungun sampai sekarang menjadi sebuah nama di Provinsi Sumatera Utara .

***

Asep selesai baca bukunya.

"Cerita yang bagus," kata Asep.

Asep menutup bukunya dan buku di taruh di meja.

LEGENDA KOLAM SAMPURAGA

Ridho membaca bukunya dengan baik.

Isi buku yang di baca Ridho :

Pada zaman dahulu kala, hiduplah seorang pemuda bersama ibunya yang telah tua. Mereka berdua tinggal di daerah Padang Lawas Utara. keduanya bekerja sebagai buruh tani dan hidup sederhana. Namun, pemilik lahan pertanian sangat menyukai mereka berdua sebagai pekerja. Mereka memiliki sifat jujur dan rajin bekerja. Pada suatu ketika, pemilik lahan sedang berbincang dengan Sampuraga. Sang pemilik lahan berkata kepada Sampuraga “Sampuraga, kau adalah pemuda yang jujur dan rajin bekerja. Selain itu, kau juga masih muda, tenagamu masih kuat. Aku khawatir, jika pekerjaanmu yang terus menerus sebagai buruh tani akan memberikan penghidupan yang kurang layak bagimu. Di daerah Mandailing, banyak penduduknya bekerja sebagai pendulang emas. Sebaiknya engkau pergi merantau ke sana sebagai pendulang emas, agar hidupmu sukses."

Sesaat Sampuraga merenung. Ia ingin sekali mendapatkan pekerjaan yang layak agar bisa membahagiakan orang tuanya.

Ia lalu berkata “Baiklah Pak, saya akan pulang ke rumah dan membicarakanya kepada Ibu terlebih dahulu.”

Sampuraga akhirnya pulang ke rumah menemui ibunya. Dia menyampaikan berita yang telah dia peroleh dari pemilik tanah kepada ibunya.

“Anakku Sampuraga, pergilah engkau ke Mandailing untuk bekerja sebagai pendulang emas. Ibu mengizinkanmu. Ibu juga ingin melihatmu hidup sejahtera. Maafkan ibu yang tidak bisa membahagiakanmu hingga saat ini. Pergilah nak, mudah-mudahan engkau sukses di sana,” sang ibu mengizinkan dengan raut wajah yang sedih karena takut kehilangan anaknya. Dia khawatir tidak dapat bertemu lagi dengan Sampuraga.

 Sampuraga akhirnya pergi ke Mandailing dan berpamitan dengan ibunya.

“Bu, aku akan kembali dan akan menjemput ibu ketika aku telah sukses nanti,” kata Sampuraga.

Dalam perjalanan ke Mandailing, Sampuraga beristirahat untuk melepas lelah di daerah yang bernama Pidoli Lombang. Lalu, dia melanjutkan perjalanan ke Desa Sirambas. Di daerah Sirambas merupakan daerah yang dipimpin oleh Raja Silanjang.

Ternyata, Sampuraga bekerja menjadi anak buah dari Raja Silanjang. Sebagai pegawai dalam menjalankan usaha dagang dari Raja Silanjang, Sampuraga bekerja dengan tekun dan penuh kejujuran, sehingga Sampuraga menjadi anak buah yang disenangi oleh Raja Silanjang. Raja Silanjang akhirnya mempercayakan usaha daganganya kepada Sampuraga. Sampuraga akhirnya menjadi seorang pemuda yang kaya raya.

Karena Raja Silanjang memiliki seorang putri yang cantik jelita dan belum menikah. Akhirnya, Sampuraga dinikahkan dengan putri dari Raja Silanjang, karena raja telah senang dengan kepribadian Sampuraga. Pesta pernikahannya dirayakan dengan begitu mewah dan megah. Hingga akhirnya, berita pernikahan Sampuraga dengan anak Raja Silanjang sampai ke kampung tempat kelahiran Sampuraga.

Mendengar kabar bahwa Sampuraga menikah, sang ibu heran mendengarnya. Jika pemuda itu adalah Sampuraga, anaknya, mengapa berita tentang pernikahannya tidak disampaikan secara langsung oleh anaknya. Sang ibu ingat dengan ucapan Sampuraga, bahwasanya apabila dia telah kaya raya, dia akan kembali mendatangi dan menjemput sang ibu. Karena kepenasaran sang ibu terhadap anaknya, berangkatlah beliau ke Desa Sirambas, untuk memastikan bahwa anaknya benar-benar telah menikah.

Sang ibu menempuh perjalanan yang cukup jauh untuk sampai ke Desa Sirambas. Setelah mengetahui dimana letak pesta pernikahan itu berada, sang ibu sangat takjub dengan kemeriahan pesta yang belum pernah dia temukan seumur hidupnya. Dengan hati yang berdebar-debar, sang ibu dengan pakaian lusuh dan kumal mendekati pesta tersebut. Alangkah terkejutnya sang ibu, bahwa Sampuraga sedang bersanding dengan istrinya yang cantik jelita. Sang ibu akhirnya bahagia telah menemukan anaknya.

“Anakku Sampuraga..., ibu datang sayang,” teriak ibu tua tersebut dengan penuh kebahagiaan.

Seluruh tamu undangan tercengang atas kehadiran seorang perempuan tua yang lusuh tersebut. Mereka heran, mengapa ada tamu yang datang dengan pakaian lusuh dan mengakui bahwa Sampuraga adalah anaknya. Melihat kejadian tersebut, Sampuraga yang duduk di pelaminan bersama istrinya menjadi tercengang. Dia malu dengan kehadiran ibu kandungnya sendiri dalam keadaan pakaian yang compang-camping. Dengan nada suara yang tinggi, Sampuraga mengusir ibunya yang telah tua renta.

“Siapa kau wahai perempuan tua dan miskin ?! aku tidak mengenali kau, kau mengacaukan pestaku ini ! Ibuku sudah lama meninggal, pergi kau dari sini !” hardik Sampuraga tiada ampun.

Dengan sigap, beberapa pengawal di pesta itu menyeret ibu Sampuraga untuk keluar dari wilayah pesta pernikahan. Ibu Sampuraga menangis dengan air mata yang berlinang. Dia tidak menyangka bahwa anaknya yang telah dikandung, dilahirkan, dan dibesarkan oleh dirinya sendiri telah berbuat demikian. Begitu durhakanya Sampuraga mengusir ibunya dengan tidak sewajarnya.

Sambil menangis terisak ibu Sampuraga berkata “Ya Tuhan, jika memang itu adalah anakku, berikanlah hukuman yang setimpal.”

Tidak lama kemudian, cuaca menjadi buruk, angin bertiup kencang, lalu datanglah air panas yang meluluhlantakan tempat pesta pernikahan Sampuraga bersama istrinya. Semua orang dalam pesta tersebut saling berlari menyelamatkan diri. Sampuraga akhirnya hilang ditelan banjir air panas. Tempat pesta pernikahan Sampuraga berubah menjadi kolam air panas. Kolam air panas tersebut dinamakan dengan Kolam Sampuraga.

***

Ridho menyelesaikan baca bukunya.

"Bagus cerita asal Sumatra Utara," kata Ridho.

Ridho menutup buku dan menaruh buku di meja dengan baik.

ASAL MULA DANAU SI LOSUNG DAN SI PINGGAN

Rizki membaca bukunya dengan baik.

Isi buku yang di baca Riski :

Datu Dalu dan Sangmaima, dua orang bersaudara yang gagah dan pandai mengobati berbagai macam penyakit. Kedua orang tua mereka bekerja mencari nafkah sebagai ahli pengobatan. Mereka pandai mencari tumbuhan obat di hutan dan meramunya menjadi obat-obatan. Meskipun hidup dalam kemiskinan, Sang Ayah sangat ingin kedua anaknya mewarisi keahlian yang dimilikinya yaitu bela diri silat dan meramu obat-obatan. Ia mengajari kedua anaknya sedari kecil cara meramu obat dan berlatih silat. Di suatu hari, seperti biasanya, kedua orang tua Datu Dalu dan Sangmaima pergi ke hutan untuk mencari tumbuhan obat-obatan. 

“Datu Dalu, Sangmaima! Ayah dan Ibu pergi ke hutan untuk mencari tumbuhan obat-obatan. Kalian baik-baiklah di rumah.” kata sang Ayah. 

“Baik ayah ibu.” jawab Datu Dalu dan Sangmaima. 

Datu Dalu dan Sangmaima menunggu kedua orang tuanya mencari obat-obatan di hutan. Biasanya kedua orang tuanya akan pulang ke rumah menjelang sore hari. Namun hari itu berbeda. Hingga sore hari, kedua orang tua mereka belum juga pulang. Datu dan adiknya memutuskan untuk menyusul kedua orang tuanya. 

“Sangmaima, adikku! Ayah Ibu belum juga pulang dari hutan. Kakak khawatir terjadi apa-apa pada mereka berdua. Ayo kita ke hutan mencari cari Ayah dan Ibu.” kata Datu Dalu. 

“Baik Abang.” jawab Sangmaima. 

Setelah sekian lama berjalan di hutan, akhirnya Datu dan adiknya berhasil menemukan kedua orang tua mereka. Namun sayang, kedua orang tua mereka telah tewas diterkam harimau. Dengan perasaan sedih, kedua kakak beradik itu segera membawa jenazah kedua orang tuanya pulang ke rumah.

Datu Dalu dan adiknya, dibantu warga desa, segera menguburkan kedua orang tua mereka. Selanjutnya mereka pun membagi harta warisan peninggalan kedua orang tua mereka yang hanya berupa sebuah tombak pusaka. Sesuai adat yang berlaku saat itu, tombak pusaka tersebut harus menjadi hak anak tertua yaitu Datu Dalu. 

Sangmaima hendak berburu babi di hutan. Untuk keperluan tersebut, ia meminjam tombak pusaka milik kakaknya. 

“Abang, adik hendak berburu babi hutan. Bolehkan adik meminjam tombak pusaka milik Abang?” tanya Sangmaima. 

“Pakailah tombak itu. Tapi ingat, jaga baik-baik, karena itu peninggalan orang tua kita.” jawab Datu Dalu. 

“Terima kasih Abang. Adik akan menjaga baik-baik tombak pusaka Abang.” jawab Sangmaima. 

Berangkatlah Sangmaima ke hutan dengan membawa tombak pusaka milik abangnya. Setelah sekian lama berjalan di hutan, akhirnya Sangmaima melihat seekor babi hutan melintas di depannya. Segera ia lemparkan tombaknya ke arah babi hutan itu. Dengan ketangkasannya, tombak tersebut tepat mengenai lambung babi hutan. Namun si babi hutan lari ke dalam semak-semak. Kontan Sangmaima merasa cemas karena tombak pusaka milik abangnya terbawa.  

“Aduh bagaimana ini. Tombak milik abangku terbawa babi hutan. Aku harus cepat mengejarnya.” Sangmaima segera berlari mengejar si babi hutan. Sangmaima behasil menemukan gagang tombaknya sementara mata tombaknya masih tertancap di lambung si babi. 

“Abangku bisa marah kalau tahu tombaknya hilang.” Sangmaima lantas mencari-cari babi hutan tersebut namun setelah sekian lama berjalan di hutan, ia tidak menemukannya. Karena merasa lelah, Sangmaima memutuskan untuk pulang ke rumah. 

Setibanya di rumah, Sangmaima segera memberitahukan perihal hilangkanya tombak pusaka tersebut.

“Maaf Abang. Mata Tombak Pusaka abang tertancap di lambung babi hutan yang lari ke dalam hutan. Hanya gagang tombak ini bisa adik bawa.” 

“Sudah Abang bilang, jagalah tombak itu baik-baik. Sekarang Adik carilah mata tombak itu sampai dapat. Abang tidak mau tahu.” Datu Dalu marah besar. 

“Baiklah Abang.” 

Sangmaima saat itu juga segera pergi kembali ke hutan untuk mencari mata tombak yang tertancap di lambung babi hutan. Sangmaima berjalan di hutan dengan sangat hati-hati dan teliti. Ia berhasil menemukan jejak kaki babi hutan tadi dan berusaha menelusurinya hingga sampai di tengah hutan. Disana ia menemukan sebuah lubang besar mirip gua. Dengan rasa penasaran Sangmaima memasuki lubang tersebut hingga ke dalam. Alangkah terkejutnya Sangmaima ketika mendapati bahwa di dalam lubang tersebut ia menemukan sebuah istana sangat megah. 

“Siapa yang membangun istana megah di dalam tempat ini.” gumam Sangmaima. 

Sangmaima terus berjalan lebih jauh lagi karena merasa penasaran. Tampaklah olehnya seorang wanita cantik tengah terbaring dan merintih kesakitan. Sangmaima terkejut melihatnya, terlebih di perut si wanita cantik yang terluka, tertancap mata tombak pusaka milik abangnya. 

“Duhai wanita cantik, siapakah engkau?” 

“Aku adalah seorang putri. Ayahku adalah seorang raja di istana ini.” 

“Mohon maaf, kenapa perut anda terluka. Dan lagi, itu adalah mata tombak yang hamba lemparkan pada seekor babi hutan tadi.” kata Sangmaima. 

“Babi hutan yang kamu lempar tombak adalah Aku.” jawab si putri. 

“Maafkan Aku tuan Putri. Aku tidak tahu kalau babi hutan itu adalah seorang putri. Aku mengetahui ilmu pengobatan, izinkan hamba untuk menyembuhkan tuan Putri.” kata Sangmaima. 

“Silahkan, sembuhkan lukaku di perutku ini.” kata tuan Putri. 

Sangmaima kemudian berusaha mengobati luka tuan putri dengan berbekal pengetahuan pengobatan dari ayahnya. Tidak lama kemudian tuan putri pun sembuh dari sakitnya. Sangmaima kemudian berpamitan pada tuan putri karena harus pulang untuk mengembalikan mata tombak pusaka milik kakaknya. 

Sangmaima segera mengembalikan mata tombak pusaka kepada abangnya, Datu Dalu. Tentu saja Datu Dalu merasa sangat gembira karena tombak pusaka miliknya telah kembali. Untuk merayakan kembalinya tombak pusaka, Datu Dalu mengadakan pesta adat secara besar-besaran. 

Banyak orang diundang ke acara pestanya namun ia tidak mengundang adiknya sendiri, Sangmaima. Merasa tersinggung karena tidak di undang abangnya, Sangmaima kemudian mengadakan pesta tandingan yang waktunya bersamaan dengan acara pesta abangnya. Untuk memeriahkan acara pestanya, Sangmaima mengadakan acara pertunjukan dengan mendatangkan seorang wanita yang di hiasi sedemikian rupa hingga menyerupai seekor burung Ernga. Banyak orang yang tertarik untuk melihat pertunjukan burung Ernga tersebut, akibatnya pesta yang dilangsungkan di rumah Datu Dalu sepi pengunjung. 

Datu Dalu merasa kecewa melihat kenyataan pesta yang ia adakan sepi pengunjung. Mengetahui pesta adiknya ramai karena adanya pertunjukan burung Ernga, ia pun meminjam pertunjukan kepada adiknya untuk memikat para tamu. 

“Adikku, bolehkah abang meminjam pertunjukan burung Ernga?” tanya Datu Dalu. 

“Boleh Abang, asalkan Abang bisa menjaga wanita burung Ernga itu jangan sampai hilang.” kata Sangmaima. 

“Tentu saja adik, Abang akan menjaganya.” kata Datu Dalu. 

Segera setelah pesta di rumahnya selesai, Sangmaima kemudian mengantar wanita burung Ernga ke rumah abangnya. Datu Dalu merasa gembira karena pestanya ramai dikunjungi orang yang ingin menyaksikan pertunjukan burung Ernga. Diam-diam Sangmaima menyelinap ke langit-langit rumah abangnya menunggu pesta usai. Di malam hari, setelah pesta usai, Sangmaima menemui wanita burung Ernga untuk memintanya pergi di pagi hari agar abangnya mengira bahwa ia hilang. 

“Besok pagi engkau pergilah diam-diam agar abangku mengira engkau hilang.” kata Sangmaima kepada wanita burung Ernga. 

“Baiklah Tuan, besok aku akan pergi.” kata si wanita burung Ernga. 

Keesokan harinya, Datu Dalu merasa panik karena wanita burung Ernga tidak ada di kamarnya. “Aduh bagaimana ini, wanita burung Ernga hilang. Adikku pasti marah kalau mengetahui hal ini.” 

“Abang, mana wanita burung Ernga itu. Aku mau membawanya pulang.” kata Sangmaima berpura-pura tidak tahu. 

“Aduh, maafkan Abang, adikku. Wanita burung Ernga itu hilang entah kemana. Bagaimana kalau Abang ganti dengan uang?” kata Datu Dalu. 

“Apa burung Ernga itu hilang? Tidak bisa diganti uang. Abang harus mencarinya sampai dapat.” kata Sangmaima. 

Keduanya kemudian bertengkar hebat hingga berujung pada perkelahian. Datu Dalu dan Sangmaima saling menyerang menggunakan jurus-jurus silat yang diajarkan ayah mereka. Sekian lama mereka bertarung, tidak ada tanda-tanda siapa yang akan menang dan siapa yang akan kalah. Kemampuan keduanya terlihat seimbang. Datu Dalu kemudian mengambil sebuah lesung dan melemparkannya dengan sekuat tenaga ke arah adiknya. Sangmaima menghindar, sehingga lesung tersebut melayang dan kemudian jatuh di kampung Sangmaima. Keajaiban terjadi, tempat jatuhnya lesung tersebut berubah menjadi sebuah danau. 

Tidak mau kalah dengan Abangnya, Sangmaima mengambil piring lalu ia lemparkan dengan sekuat tenaga ke arah abangnya. Datu Dalu berhasil menghindar, sehingga piring tersebut melayang jauh dan terjatuh di kampung Datu Dalu. Keajaiban terjadi, tempat jatuhnya piring tersebut berubah menjadi sebuah danau pula. 

Masyarakat kemudian menamai danau di kampung Sangmaima dengan nama Danau Si Losung. Sedangkan danau di kampung Datu Dalu dinamai Danau Si Pinggan. 

***

Riski selesai baca bukunya.

"Bagus cerita asal Sumatra Utara," kata Riski.

Riski menutup bukunya dan menaruh buku di meja.

LUBUK EMAS

Jack membaca bukunya dengan baik.

Isi baca buku dengan baik Jack :

Alkisah Raja Simangolong memimpin sebuah kerajaan di daerah Teluk Dalam, Sumatera Utara. Raja memiliki seorang putri cantik bernama Sri Pandan. Selain cantik, Sri Pandan juga dikenal sangat baik dan terampil dalam bekerja. Ia terampil menganyam tikar dan menumbuk padi. Keindahan Sri Pandan telah dikenal seantero negeri. Banyak pemuda yang ingin melamar Sri Pandan. Namun, Raja Simangolong berharap agar Sri Pandan nantinya menikah dengan pangeran dari negara lain untuk menjalin hubungan baik dengan negara itu. Kecantikan Putri Sri Pandan terdengar sampai di pemerintahan Aceh. Pangeran Aceh sangat ingin melamar putri Sri Pandan. 

Raja Aceh kemudian mengirim utusan ke negara Teluk untuk menginformasikan tentang lamaran Putri Sri Pandan Aceh. Raja Simagolong senang dengan kedatangan utusan dari pemerintah Aceh. Di sepakati jika sang putri menikah dengan Pangeran Sri Pandan Aceh. Namun, dia tidak serta merta menerima lamaran tersebut. Ia menyerahkan keputusan ini kepada putrinya, Sri Pandan.

“Saya akan mengirimkan delegasi ke Pemerintah Aceh untuk menerima usul putri saya pangeran Aceh.” Kata Raja Simangolong atas delegasi Pemerintah Aceh.

Setelah delegasi Kerajaan Aceh pergi, Raja Simangolong memanggil putrinya. “Putriku, maukah kamu menerima lamaran orang Aceh? Ayah sangat berharap Bapak menjadi istri Pangeran Aceh agar hubungan kedua pemerintahan bisa terjalin baik.” kata Raja Simagolong kepada Sri Pandan. Sri Pandan hanya diam dan tidak menjawab. Dia menundukkan kepalanya dan menangis.

"Ada apa anakku? Kenapa kamu menangis? " Raja Simangolong bertanya.

"Maaf ayah, bukan karena aku tidak ingin berbakti kepada orang tuaku, tapi aku sudah lama jatuh cinta dengan pemuda lain. Saya mencintainya. Sekali lagi, maafkan aku, ayah." kata Sri Pandan tergagap.

"Siapa pemuda yang kamu maksud?" Raja Simangolong mulai marah.

"Hobi ayah." jawab Sri Pandan.

"Apa? Hobatan penolong setia kami?” Raja Simangolong terkejut.

"Itu benar, ayahku." kata Sri Pandan.

Raja Simangolong marah mengetahui putrinya telah jatuh cinta pada Hobatan, seorang ajudan pemerintah. “Dengar baik-baik anakku, lupakan Hobatan. Terima usul Aceh. Jika kamu tidak ingin memutuskan hubunganmu dengan Hobatan, ayahku pasti akan mengusir Hobatan.” kata Raja Simangolong tegas.

Sri Pandan merasa tak berdaya mendengarkan perintah ayahnya. Dia segera menemukan Hobatan mengundangnya untuk pergi bersamanya meninggalkan istana kerajaan. "Hobatan, demi cinta kita, kita berdua harus meninggalkan kerajaan ini." kata Sri Pandan.

“Apakah ada yang salah? Mengapa Adinda ingin kita meninggalkan istana? Bagaimana dengan orang tua Adinda?” tanya Hobatan.

“Pemerintah mengirimkan delegasi untuk mengusulkan Aceh. Saya berharap bapak saya dapat menerima usulan Aceh agar tercipta hubungan yang baik antara kedua negara. Kami sudah saling mencintai untuk waktu yang lama jadi sebaiknya kami meninggalkan kerajaan Teluk Dalam saja.” kata Sri Pandan.

Tak disangka, Hobatan justru menolak ajakan Sri Pandan. Para dukun, menyarankan agar menerima lamaran Sri Pandan Aceh. “Kami menyarankan Anda menerima usulan Aceh. Itu lebih baik bagimu dan juga bagi kerajaan Teluk Dalam. Anda akan menjadi seorang ratu.” kata Hobatan.

Sri Pandan sangat kecewa dengan jawaban Hobatan, pria yang dicintainya. "Baiklah Hobatan, kalau itu maumu. Saya akan terjun ke dalam jurang dari pada harus menjadi istri dari seorang pria yang tidak saya cintai. Aku akan setia pada cintaku padamu! Aku akan menunggumu di kedalaman!” kata Sri Pandan sambil bergegas pergi.

“Kakak, apakah kamu menunggu? Jangan gegabah Adinda!” teriak Hobatan dengan panik. Namun Sri Pandan tidak mempedulikan Hobatan. "Apa yang harus saya lakukan sekarang? Aku benar-benar mencintainya. Tapi siapa aku hanya menjadi asisten di kerajaan. Saya seharusnya memberi tahu raja meskipun dia pasti akan menerima hukuman yang berat.” Hobatan terasa gelisah.

Sri Pandan kemudian berlari ke kamarnya untuk berkemas. Dia membawa beberapa potong pakaian serta semua perhiasan emasnya. Dia kemudian meninggalkan istana kerajaan ke dasar sungai Asahan. Sesampainya di dasar sungai Asahan, Sri Pandan melemparkan semua barang miliknya ke kedalaman yang dalam. Gaun itu mengikuti semua perhiasan emas yang dia lempar sambil berkata,  "Tidak akan ada lagi wanita cantik di negara bagian ini." Sri Pandan kemudian melompat ke kedalaman sungai Asahan. Dia membawa cintanya untuk Hobatan ke kedalaman.

Segera, keributan muncul di istana kerajaan. Raja dan Permaisuri tidak menemukan Sri Pandan, putri mereka. Raja Simangolong kemudian memanggil Hobatan untuk mencari tahu.

“Istriku, di mana Sri Pandan? Kenapa kamu tidak melihatnya sejak tadi?” Raja Simangolong bertanya kepada istrinya.

“Saya tidak tahu di mana Sri Pandan. Tidak ada apa-apa di kamarnya. Cepat dan beri tahu para prajurit untuk mencarinya. Aku khawatir hal-hal buruk akan terjadi padanya." kata permaisuri.

“Mungkin ada hubungannya dengan masalah lamaran pangeran Aceh dan narkoba. Penjaga! Hubungi Hobatan di sini!” kata raja.

Hobatan pun menghadapi Raja Simangolong dengan perasaan ketakutan yang luar biasa.

“Wahai Hobatan! Anda adalah penolong yang setia di kerajaan ini. Jangan berani mengkhianati kami." teriak raja.

"Pengampunan Yang Mulia. Saya tidak akan berani mengkhianati pemerintah ini. ” Hobatan menjawab.

“Di mana Sri Pandan sekarang Hobatan? Jawab dengan jujur! Aku sudah tahu hubunganmu dengan putriku." kata raja.

"Pengampunan Yang Mulia. Pembantu dan putri Sri Pandan ini sangat mencintai satu sama lain. Dia mengundang para pelayan untuk meninggalkan kerajaan ini. Tapi hamba itu menolak Yang Mulia. Pelayan itu memintanya untuk menerima lamaran Aceh. Namun dia menolak dan mengancam akan melompat ke dasar sungai Asahan.” kata Hobatan.

Di hadapan Raja Simangolong, Hobatan menceritakan percakapannya dengan Sri Pandan. Dia mengatakan bahwa Sri Pandan akan melompat ke kedalaman sungai Asahan karena dia kecewa padanya. Para dukun mengakui terorganisir Sri Pandan untuk menerima lamaran Aceh.

"Apa? Jadi putri saya ingin bunuh diri dengan melompat ke kedalaman sungai Asahan? Wahai prajurit cepat, kita pergi ke dasar sungai Asahan untuk menyelamatkan putriku!” teriak raja kaget.

Mendengar pengakuan Hobatan, Raja Simangolong dan para prajurit kerajaan segera pergi ke dasar sungai Asahan. Raja memerintahkan prajuritnya untuk menyelam jauh ke dalamnya untuk menemukan Sri Pandan. Namun setelah beberapa saat, mereka tidak berhasil menemukan sang putri. Raja Simangolong sangat sedih kehilangan putri kesayangannya. Sangat disesalkan telah memaksakan wasiat pada Sri Pandan. 

"Saya sangat mencintai putri saya. Dia adalah anak yang baik dan patuh pada orang tuanya. Maaf saya memaksanya untuk menerima lamaran Aceh.” raja menangis.

Sejak kejadian itu, lubang itu disebut Lubuk Emas karena putri Sri Pandan melompat dengan banyak perhiasan emas. 

***

Jack mengentikan baca bukunya.

"Bagus cerita yang aku baca asal dari Sumatra Utara," kata Jack.

Jack melanjutkan baca bukunya dengan baik.

Isi lanjutan buku yang di baca Jack :

Sungai Asahan merupakan sungai terbesar di Provinsi Sumatera Utara  . Hulu sungai Asahan berada di Danau Toba, mengalir melalui pintu gerbang Bendungan Sigura-gura dan berakhir di Teluk Nibung di Selat Malaka. Panjang sungai Asahan adalah 147 km dengan 6 anak sungai utama. Kota-kota yang dilalui sungai Asahan antara lain Parapat, Porsea, Balige, Kisaran, dan Tanjung Balai. Sungai Asahan sangat terkenal dengan arusnya yang berbatu-batu ditambah keindahan hutan disepanjang sungai sehingga dalam bidang pariwisata sungai Asahan dijadikan sebagai kegiatan arung jeram. 

***

Jack selesai baca bukunya, ya buku di tutup dan di taruh di meja dengan baik.

AHMAD DAN MUHAMMAD

Sani membaca bukunya dengan baik.

Isi buku yang di baca Sani :

Alkisah di Sumatera Utara, zaman dahulu hidup sepasang suami istri dengan dua orang anak laki-laki. Si sulung bernama Ahmad, sedang adiknya bernama Muhammad. Ahmad dan Muhammad dikenal sebagai anak baik hati. Keduanya patuh pada kedua orang tuanya dengan rajin membantu pekerjaan orang tuanya. Mereka juga dikenal rajin pergi ke surau untuk bersembahyang serta mengaji. Konon berdasarkan pandangan masyarakat Sumatera Utara masa itu, ada sebuah binatang sangat istimewa yaitu burung merbuk. Menurut kepercayaan masyarakat, barang siapa memakan kepala burung merbuk, maka ia akan menjadi seorang raja. Sementara orang yang memakan hati burung merbuk akan menjadi seorang menteri.

Pada suatu hari, usai membantu kedua orang tuanya bekerja di ladang, Ahmad dan Muhammad menemukan seekor burung merbuk. Mereka kemudian menangkap burung merbuk tersebut. Walaupun mereka berdua mengetahui keistimewaan burung merbuk, namun Ahmad dan Muhammad menangkapnya untuk mereka pelihara. Sama sekali tidak terpikir oleh mereka untuk memakan burung merbuk tersebut. Ahmad dan Muhammad kemudian membawa burung merbuk tersebut ke rumahnya. Mereka berdua merawat burung merbuk tersebut dengan penuh kasih sayang. 

Mereka rutin memberinya makan. Namun demikian, Ahmad dan Muhammad membiarkan burung merbuk tersebut terbang bebas di sekitar rumah mereka. Mereka tidak memasukkannya ke dalam kandang. Jika pergi ke ladang untuk membantu kedua orang tuanya, Ahmad dan Muhammad akan membawa serta burung merbuk tersebut. 

Lambat laun, Si burung merbuk menjadi jinak juga menurut pada mereka berdua. Ia biasanya terbang bebas di luar rumah, tetapi jika ia melihat Ahmad atau Muhammad, ia akan hinggap di dekat mereka.  Orang Tua Ahmad dan Muhammad Membunuh Burung Merbuk. Kedua orang tua Ahmad dan Muhammad mengetahui perihal burung merbuk peliharaan anak mereka. Ayah mereka sangat ingin menjadi raja atau setidaknya menjadi seorang menteri. Keinginannya bisa terlaksana jika ia memakan burung merbuk tersebut. Ia beserta istrinya kemudian berembuk mencari cara agar bisa menyembelih burung merbuk peliharaan anak mereka.

Keesokan harinya, seperti biasa, saat Ahmad dan Muhammad keluar rumah, burung merbuk hinggap di dekat mereka. Ahmad dan Muhammad kemudian hendak mengajak burung merbuk ke ladang menemani mereka bekerja. Tapi Sang Ibu melarangnya dengan alasan khawatir burung merbuk jinak tersebut akan diambil orang. 

Ahmad dan Muhammad pun menuruti nasihat ibu mereka. Mereka kemudian pergi ke ladang dengan meninggalkan burung merbuk di rumah mereka. Setelah anak-anaknya pergi ke ladang, Sang Ibu tidak menyia-nyiakan kesempatan. Ia segera menangkap burung merbuk untuk disembelih. Setelah berhasil menyembelih, ia segera memanggang burung merbuk malang tersebut.

Ketika pulang ke rumah, Ahmad dan Muhammad sangat terkejut melihat kenyataan burung merbuk kesayangan mereka telah mati. Mereka sedih mendapati burung merbuk kesayangan mereka telah di panggang. 

“Burung merbuk kesayangan kalian tadi di terkam oleh seekor kucing. Jadi ibu cepat-cepat mengambilnya kemudian memanggangnya.” kata Ibu mereka beralasan.

Karena merasa lapar sepulang dari ladang, Ahmad dan Muhammad memutuskan untuk memakan burung merbuk. Ahmad memakan kepala burung merbuk, sedangkan Muhammad memakan hati burung merbuk. Sang Ibu saat itu tengah di dapur menyiapkan makan siang, jadi ia tidak mengetahui jika ke dua anaknya memakan burung merbuk.

Tidak lama kemudian, Sang Ayah pulang dari ladang. Ia menanyakan pada istrinya perihal burung merbuk yang ingin ia makan. Istrinya mengatakan bahwa burung merbuk tersebut telah di makan oleh ke dua anak mereka. Tak terkirakan kemarahan Sang Ayah mendapati bahwa kedua anaknya telah memakan burung merbuk. Setelah memarahi kedua anaknya Ia kemudian mengusirnya mereka dari rumah. Ahmad dan Muhammad yang masih merasa heran terpaksa meninggalkan rumah orang tuanya tanpa membawa bekal apapun.

Dengan perasaan sedih, Ahmad dan Muhammad pergi tak tentu arah. Jika perut mereka terasa lapar, mereka akan mencari buah-buahan atau umbi-umbian untuk makanan mereka. Ketika hari menjelang malam, keduanya tiba di pinggir hutan. Karena sudah merasa sangat lelah, mereka memutuskan akan beristirahat di sebuah pohon besar. Ahmad menyuruh adiknya, Muhammad, untuk tidur di atas pohon. Sementara ia sendiri tidur di bawah pohon sambil berjaga-jaga.

Alkisah, daerah tersebut merupakan wilayah kekuasaan sebuah kerajaan yang dipimpin oleh seorang raja berusia lanjut. Sang raja tidak mempunyai anak laki-laki. Sesuai adat istiadat, anak-anak perempuannya tidak diperkenankan untuk menggantikannya menjadi raja. Sang raja akhirnya memutuskan untuk membuat sebuah sayembara. Barang siapa di sembah oleh gajah putih peliharaannya, maka ia akan menjadi seorang raja menggantikan dirinya.

Gajah putih peliharaan raja kemudian di lepas, diikuti oleh Perdana Menteri serta para prajurit. Gajah tersebut kemudian berjalan hingga akhirnya tiba di pohon besar di pinggir hutan tempat Ahmad dan Muhammad tengah tidur. Saat telah dekat dengan Ahmad yang tengah tertidur, gajah tersebut tiba-tiba merebahkan tubuhnya untuk bersujud. Perdana Menteri beserta para prajurit terkejut melihat gajah putih sujud di dekat seorang pemuda yang tengah tertidur. 

“Kita telah menemukan calon pengganti Raja! Ayo bawa pemuda ini ke istana!” kata Perdana Menteri pada para prajurit. 

Para prajurit istana kemudian mengangkat Ahmad yang tengah tidur pulas ke atas punggung gajah, kemudian kembali ke istana kerajaan.

Di istana kerajaan, Ahmad terbangun dari tidurnya. Ia sangat terkejut mendapati dirinya berada disebuah istana megah. Sang Raja kemudian memberitahunya bahwa Perdana Menteri membawanya ke istana kerajaan saat ia tertidur di hutan. Sang Raja juga memberitahunya bahwa Ahmad adalah calon raja menggantikan dirinya yang sudah berusia lanjut. 

Ahmad merasa kaget bukan main dengan kenyataan ini. Ia kemudian tinggal di kerajaan. Ia juga teringat dan merasa cemas dengan nasib adiknya, Muhammad. Sementara di hutan, Muhammad merasa bingung dengan keberadaan kakaknya. Ia menduga bahwa kakaknya telah tewas dimakan binatang buas. Ia menangis di bawah pohon karena sangat sedih kehilangan kakak yang sangat ia cintai. 

Setelah sekian lama menangis, Muhammad kemudian memutuskan untuk mencari kakaknya. Ia berharap kakaknya masih hidup. Ia akan terus mencarinya sampai ketemu. Muhammad kemudian pergi tak tentu arah mencari keberadaan kakaknya.

Pada suatu hari, Muhammad melihat dua ekor burung rajawali besar tengah bertarung memperebutkan sebatang ranting kayu. Muhammad berpikir bahwa ranting kayu tersebut pastilah bukan sembarang ranting. 

“Ini pasti ranting kayu ajaib. Aku harus mengambilnya.” ujar Muhammad. 

Secara kebetulan, ranting kayu tersebut terpental jatuh di dekat Muhammad. Ia kemudian mengambilnya seraya berkata, “Wahai ranting kayu ajaib, tolong antarkan aku kepada kakakku.”

Keajaiban pun terjadi. Tubuh Muhammad kemudian melayang di udara. Tidak lama kemudian tubuhnya terjatuh di taman istana kerajaan. Putri raja yang tengah berada di taman tersebut merasa ketakutan. Putri raja berteriak ketakutan sambil berlari memasuki istana. Para prajurit kerajaan segera menangkap Muhammad untuk dihukum karena memasuki istana tanpa izin. 

Ia dijebloskan ke dalam penjara sementara menunggu pengadilan oleh raja. Selanjutnya, para prajurit membawa Muhammad dari penjara untuk di adili di pengadilan oleh sang raja. Saat itu Ahmad, kakak Muhammad turut juga menyaksikan proses pengadilan. Ahmad sudah tak mengenali adiknya karena telah lama cukup tidak bertemu. Sang raja meminta Muhammad untuk menjelaskan alasannya memasuki istana kerajaan tanpa izin. Muhammad kemudian menceritakan kisahnya bahwa ia tengah mencari kakaknya yang hilang di hutan. Ia juga mengatakan bisa masuk ke istana kerajaan berkat ranting ajaib.

Terperanjatlah Ahmad mendengar kisah pemuda di hadapannya. Ahmad kemudian menjelaskan pada sang raja bahwa pemuda yang tengah di adili adalah adiknya yang hilang. Mendengar penjelasan Ahmad, raja akhirnya membebaskan Muhammad dari hukuman.Ahmad dan Muhammad kemudian berpelukan sambil menangis melepas rindu. Mereka bahagia bisa kembali bertemu setelah terpisah sekian lama. 

Muhammad kemudian tinggal di istana kerajaan bersama kakaknya tercinta. Tidak lama kemudian Sang Raja menikahkan putri sulungnya dengan Ahmad. Sedang putri bungsunya ia nikahkan dengan Muhammad. Pesta pernikahan keduanya dilangsungkan secara besar-besaran dengan mengundang para raja, pangeran, bangsawan serta rakyat banyak. 

Beberapa hari setelah pesta pernikahan, Sang Raja kemudian mengumumkan bahwa ia mengundurkan diri sebagai raja. Sang Raja menyerahkan tampuk kekuasaan pada Ahmad. Sang Raja juga mengangkat Muhammad sebagai Perdana Menteri. Sejak saat itu, Ahmad, dibantu oleh Perdana Menteri, Muhammad, memerintah kerajaan dengan adil bijaksana. Mereka sangat mencintai rakyatnya sebagaimana rakyat sangat mencintai raja mereka.

***
Sani selesai membaca bukunya dengan baik.

"Bagus cerita yang baru aku baca ini," kata Sani.

Sani menutup bukunya dengan baik dan menaruh buku di meja dengan baik.

ASAL USUL GUBUG RUBUH

Anjas membaca bukunya dengan baik.

Isi buku yang di baca Anjas :

Pada saat Kerajaan Majapahit dipimpin oleh Prabu Brawijaya V, terjadilah pergolakan di istana. Pertentangan tersebut mengakibatkan Prabu Brawijaya V memutuskan untuk mengasingkan permaisurinya, yaitu Putri Campa. Putri Campa adalah persembahan Kerajaan Tiongkok kepada Prabu Brawijaya V. Pada saat itu, Putra Campa tengah mengandung anak Prabu Brawijaya V. Sang prabu mengutus anak dari selirnya yang bernama Arya Damar untuk menikahi Putri Campa dan segera membawanya pergi. 

Beberapa bulan kemudian, Putri Campa melahirkan seorang anak dari Prabu Brawijaya V. Anak tersebut akhirnya diberi nama Raden Patah. Karena Putri Campa telah diceraikan dan menikah dengan Arya Damar. Akhirnya Putri Campa juga memperoleh seorang anak dari Arya Damar. Anak tersebut bernama Raden Kusen.

Tidak lama kemudian, Raden Kusen dan Raden Patah telah beranjak dewasa. Kedua putra tersebut pergi berguru kepada Sunan Ampel di Surabaya. Setelah berguru ke Sunan Ampel di Surabaya, Raden Kusen akhirnya mendatangi Kerajaan Majapahit dengan penyamaran. Hingga akhirnya, Raden Kusen diterima sebagai abdi dalem istana.

Raden Kusen sangat disenangi penduduk istana. Kecakapan Raden Kusen membuat dia dipercaya sebagai Adipati Terung di Kerajaan Majapahit. Di lain tempat, Raden Patah membuka sebuah pesantren. Pesantren yang didirikan Raden Patah bernama Glagahwangi dan terletak di Jawa Tengah. Pada suatu ketika, Raden Kusen mengajak saudara tirinya, Raden Patah, untuk pergi menemui Prabu Brawijaya V. Setelah mereka bertemu dengan Prabu Brawijaya V, mereka menceritakan diri mereka yang sebenarnya.

“Baginda, Raden Patah ini adalah putra dari Putri Campa dengan baginda. Sedangkan hamba, hamba adalah anak putra dari Putri Campa dengan Arya Damar. Hamba adalah cucu baginda dari Arya Damar,” ujar Raden Kusen.

Prabu Brawijaya V awalnya tidak percaya dengan apa yang dijelaskan oleh Raden Kusen. Raden Kusen dan Raden Patah tetap meyakinkan kepada Prabu Brawijaya V tentang identitas mereka sebenarnya. Setelah mendengarkan penjelasan asal-usul mereka, akhirnya Prabu Brawijaya V percaya dengan pernyataan mereka. Raden Patah akhirnya diangkat Prabu Brawijaya V menjadi Bupati Glagahwangi. Glagahwangi akhirnya berganti nama menjadi Demak.

Di bawah kepepimpinanan Raden Patah, Demak menjadi sebuah daerah yang maju pesat dalam hal perdagangan. Banyak para pedagang, terutama pedagang muslim yang singgah di pelabuhan yang ada di Demak. Raden Patah dapat memimpin daerah Demak dalam waktu singkat menjadi sebuah kota yang maju. Hingga akhirnya, wilayah Semarang pun dapat dikuasai Raden Patah.

Untuk mengIslamkan ayahndanya, Prabu Barawijaya V, Raden Patah berniat menyerang Majapahit. Namun, keinginan tersebut ditentang oleh Sunan Ampel, guru dari Raden Patah. Namun, niat itu muncul kembali setelah Sunan Ampel meninggal dunia.

Raden Patah akhirnya berhasil menaklukan Kerajaan Majapahit. Penduduk Kerajaan Majapahit banyak yang memeluk Islam. Namun, Prabu Brawijaya V dan para pengikutnya lari menghindari pengaruh dari Raden Patah. Prabu Brawijaya V tidak mau memeluk Islam meskipun telah dibujuk oleh putranya, yaitu Raden Patah.

Prabu Brawijaya V dan para pengikutnya melarikan diri sampai ke daerah Gunung Kidul. Mereka akhirnya berhenti di tempat tersebut dan hendak istirahat. Pengikut Prabu Brawijaya hendak singgah ke sebuah gubuk yang ada di sana untuk melepas penat. Namun, pasukan Raden Patah telah mengepung pasukan Prabu Brawijaya V. Prabu Brawijaya V tetap tidak mau memeluk Islam dan berhasil melarikan diri.

Sementara pengikut Prabu Brawijaya V telah dibimbing Islam oleh Raden Patah, sang Prabu tetap melarikan diri ke arah selatan Gunung Kidul. Sesampainya di sana, dia tidak melanjutkan lagi pelariannya dan mengakhiri hidupnya di sana. Di tempat pengislaman pengikut Prabu Brawijaya V tersebut, akhirnya dinamakan oleh penduduk setempat dengan sebutan Gubuk Rubuh. “Gubuk” diartikan sebagai rumah, dan “rubuh” diartikan sebagai rubuhnya badan ketika bersujud (untuk menunaikan sholat).

***

Anjas mengentikan baca bukunya.

"Bagus cerita asal Yogyakarta," kata Anjas.

Anjas menutup bukunya dan menaruh buku di meja dengan baik.

ASAL MULA GUNUNG MERAPI

Yahya membaca bukunya dengan baik.

Isi buku yang di baca Yahya :

Pada zaman dahulu, para Dewa di khayangan menempatkan sebuah gunung di tengah Jawa. Gunung itu bernama Jamurdipa. Tujuan penempatan gunung di pulau jawa tidak lain adalah untuk menyeimbangkan bentuk tanah di pulau tersebut. Pulau Jawa ternyata memiliki daratan yang tidak rata, ada dataran tinggi, dataran rendah, lembah, jurang dan sebagainya. Awalnya Gunung Jamurdipa terletak di kawasan Pantai Selatan, namun dipindahkan ke perbatasan Sleman, Boyolali, dan Klaten.

Di perbatasan tiga kabupaten yang akan dijadikan lokasi Gunung Jamurdipa, tinggal dua empu yang sangat sakti. Para empu membuat keris dari logam dengan cara ditempa langsung dengan tangan sendiri, dan pahanya sebagai dasar pembuatan keris. Mereka tidak menggunakan palu atau dasar logam lainnya untuk membuat belati. Kedua empu tersebut bernama Empu Rama dan Empu Parmadi. 

Karena daerah yang ditempati Empu Rama dan Empu Parmadi akan ditempati oleh Gunung Jamurdipa, maka para Dewa mengutus Batara Narada dan Dewa Panyarikan untuk mengunjungi kedua empu tersebut dan meminta mereka segera pindah dari tempat itu. Karena tempat tersebut akan di tempati oleh gunung, selain itu agar mereka tidak kewalahan oleh gunung tersebut.

Batara Narada dan Dewa Panyarikan juga berkata kepada kedua ahli sakti itu, “Wahai Empu Rama dan Empu Parmadi, daerah ini akan ditempatkan di atas gunung, kami khawatir gunung itu akan menguasaimu. Lebih baik kau pergi dari tempat ini.”

“Terima kasih sudah datang wahai Batara Narada dan Dewa Panyarikan, maaf kami tidak bisa bergerak. Jika kami pindah, kami khawatir kualitas keris kami tidak bagus,” kata Empu Rama.

Batara Narada dan Dewa Panyarikan akhirnya terus menasihati kedua empu itu untuk pindah. Sebab, jika daerah itu tidak ditempati gunung, Pulau Jawa mau tidak mau akan lebih landai. Namun, kedua tuan itu keras pada pendiriannya. Mereka tetap tidak mau beranjak dari tempat itu.

Akibatnya, Batara Narada dan Dewa Panyarikan menjadi marah. Mereka telah mencoba menasihati kedua ahli sihir, tetapi tidak berhasil. Mereka akhirnya bertengkar hebat. Pertarungan akhirnya bisa mengalahkan Batara Narada dan Dewa Panyarikan, karena kesaktian Empu Rama dan Empu Parmadi jauh lebih sakti.

Batara Narada dan Dewa Panyarikan kembali dengan tangan hampa ke khayangan. Para Dewa di khayagan juga menjadi marah atas tindakan Empu Parmadi dan Empu Rama. Batara Guru akhirnya memutuskan bahwa Gunung Jamurdipa harus segera ditiup ke tempat Empu Rama dan Empu Parmadi berada.

"Mereka berdua sangat keras kepala. Mereka tidak peduli jika gunung itu tidak dipindahkan akan menyebabkan Pulau Jawa menjadi lebih landai. Baiklah, Dewa Bayu, ledakkan Gunung Jamurdipa sekarang juga!” Perintah Batara Guru.

Segera, Dewa Bayu kemudian meniup Gunung Jamurdipa untuk pindah ke tempat baru. Gunung itu akhirnya berada di tempat baru. Perapian Empu Rama dan Empu Parmadi akhirnya hancur, tepat di tengah gunung. Akibatnya, Empu Rama dan Empu Parmadi tewas tertimpa gunung. Karena perapian berada di tengah gunung, perapian Empu Rama dan Empu Parmadi berubah menjadi kawah Gunung. Gunung tersebut menjadi gunung yang sangat aktif, karena kawah gunung tersebut sangat dahsyat dan selalu menyemburkan api.

***

Yahya menghentikan baca bukunya.

"Cerita yang bagus asal dari Yogyakarta," kata Yahya.

Yahya menutup bukunya dengan baik dan di taruh di meja.

CAMPUR ADUK

MUMBAI XPRESS

Malam gelap bertabur bintang di langit. Setelah nonton Tv yang acara sepak bola. Budi duduk dengan santai di depan rumahnya sedang baca cerp...

CAMPUR ADUK