CAMPUR ADUK

Sunday, July 11, 2021

SI BERU DAYANG

Rojak membaca bukunya dengan baik.

Isi buku yang di baca Rojak :

Dahulu kala, di daerah Tanah Karo, Sumatera Utara, berdirilah sebuah kerajaan yang dipimpin oleh raja yang arif dan bijaksana. Masyarakat hidup makmur dan sejahtera. Makanan pokok mereka adalah buah dari kayu. Mereka belum mengenal tanaman padi seperti saat sekarang ini.

Namun, pada suatu ketika, daerah tersebut mengalami kelaparan yang sangat dahsyat. Hal tersebut dikarenakan oleh kemarau yang panjang, sehingga tanaman yang akan berbuah menjadi layu. Penduduk di daerah Tanah Karo banyak yang mengalami kelaparan. Seorang anak yang bernama Beru Dayang menangis kelaparan di pangkuan ibunya. Beru Dayang adalah seorang anak yatim. Dia hanya tinggal bersama ibunya. Beru Dayang menangis sambil berkata bahwa dia sedang lapar kepada ibunya. 

“Ibu... aku sangat lapar, aku lapar...,” isak Si Beru Dayang di pangkuan ibunya. Saat itu, tubuh Beru Dayang sangat lemah, kurus, dan pucat.

“Sabar lah nak, mudah-mudahan kemarau ini akan berakhir dan kita bisa makan kembali seperti biasanya,” kata ibu Si Beru sambil menyeka air matanya.

Sebenarnya, ibu Si Beru tidak bisa menahan kesedihan karena anak semata wayangnya sakit dan terkulai lemas karena kelaparan. Dia hanya berharap, bencana kelaparan akan segera berakhir. Namun, hal yang sangat menyedihkan terjadi. Si Beru tidak kuat menahan rasa laparnya. Tubuhnya yang kurus dan lemah tidak mampu untuk bertahan hidup. Si Beru akhirnya menghembuskan nafas terakhirnya di pangkuan sang ibu. Sang ibu yang menyadari bahwa anaknya meninggal dunia karena kelaparan langsung terkejut dan berteriak histeris.

“Anakku, bangun lah nak.... jangan tingalkan ibu...,” sang ibu menangis dengan berurai air mata. Tubuhnya langsung lemas, tidak berdaya melihat kenyataan bahwa anaknya sudah tidak bernyawa.

Akhirnya, Si Beru dikuburkan di pemakaman desa. Para warga saling membantu untuk mengurus pemakaman anak yatim itu. Sang ibu tidak kuasa menahan rasa sedih. Hari demi hari dilalui sang ibu dengan rasa kesedihan yang mendalam akibat ditinggalkan oleh orang-orang yang dicintainya.

Sang ibu akhirnya memutuskan untuk mengakhiri hidupnya. Dia pergi ke sebuah tempat di ujung desa untuk mengakhiri hidupnya. Di ujung desa ada sebuah sungai. Dengan tubuh yang lemas dan menahan rasa lapar, dia berjalan dengan gontai ke arah yang dituju. Dia meminta kepada Tuhan agar nyawanya segera diambil.

Setelah sampai di jurang yang berhadapan dengan sungai, ibu Si Beru melompat terjun ke sungai untuk mengakhiri hidupnya. Ajaibnya, tubuhnya berubah menjadi seekor ikan setelah sampai ke dasar sungai. Para warga yang sedang bergelut melawan rasa lapar tidak ada yang tau, bahwasanya ibu Si Beru menjelma menjadi seekor ikan.

Hari demi hari dilalui oleh warga Tanah Karo dengan penuh rasa kesedihan. Setiap hari selalu saja ada yang meninggal karena kelaparan. Tanaman yang tumbuh di sana telah meranggas mati kekeringan. Tanaman tersebut mati seperti habis terbakar. Mereka selalu menangis dan bersedih karena bencana tersebut belum juga sirna.

Suatu ketika, dua orang anak kecil yang kelaparan sedang mengais tanah untuk mencari makanan. Mereka berharap agar menemukan sesuatu yang dapat dimakan. Kelaparan yang sering mereka alami berbulan-bulan membuat mereka harus bertahan hidup dengan mengais tanah untuk menemukan makanan apa saja yang dapat mereka santap. Salah seorang anak akhirnya menemukan sebuah benda yang aneh. Ternyata benda tersebut adalah buah. Buah tersebut mirip dengan labu.

“Kamu tau buah apakah ini ?” tanya salah satu anak kepada saudaranya.

 Dengan terheran-heran, saudaranya menjawab “aku juga tidak tau, mungkin orang tua kita tau nama buah ini.”

 Akhirnya mereka pulang dengan membawa buah berbentuk labu yang belum diketahui namanya. Kedua orang tua mereka ternyata juga tidak mengetahui nama buah tersebut. Penemuan buah yang belum diketahui namanya oleh warga tersebut mengemparkan wilayah Tanah Karo. Hingga berita penemuan buah tersebut akhirnya sampai ke telinga sang raja. Sang raja akhirnya datang ke rumah orang tua kedua anak tersebut untuk melihat buah yang baru saja ditemukan secara langsung. Namun tidak lama kemudian, munculah suara gaib yang datang dari langit. Suara gaib dari langit menyatakan bahwa buah tersebut adalah penjelmaan seorang anak laki-laki yang bernama Beru Dayang. Anak laki-laki yang meninggal dunia karena kelaparan yang melanda negeri itu.

“Potong-potonglah buah itu menjadi beberapa bagian yang halus. Lalu tanamlah bagian-bagian buah itu. Apabila potongan buah itu kalian rawat dengan baik, niscaya buah itu akan menjelma menjadi tanaman yang dapat kalian makan. Mudah-mudahan tanaman itu akan menghilangkan wabah kelaparan di negeri ini. Si Beru Dayang sangat merindukan ibunya. Untuk itu, pertemukanlah dia dengan ibunya yang telah menjelma menjadi seekor ikan di sungai,” ujar suara ajaib itu.

Sang raja akhirnya memerintahkan rakyatnya untuk menuruti suara gaib itu. Akhirnya, mereka memotong buah tersebut menjadi potongan yang halus. Mereka menanam potongan tersebut ke dalam tanah. Tidak lama kemudian, turunlah hujan dengan deras. Tanah yang kering kerontang berubah menjadi tanah yang basah dan subur. Hingga akhirnya, potongan buah yang ditanam di dalam tanah tersebut tumbuh menjadi tanaman seperti rerumputan.

Tanaman tersebut akhirnya tumbuh kembang. Setelah dua bulan, tanaman itu berbunga dan berbuah. Buahnya seperti berbulir dalam tiap tangkainya. Setelah genap tiga bulan, tanaman yang awalnya berwarna hijau tersebut telah menjadi kuning dan akhirnya siap di  panen.

Penduduk Tanah Karo dan sang raja bersuka cita untuk memanen tanaman tersebut. Mereka seakan tidak percaya, bahwa buah ajaib yang baru saja ditemukan oleh dua orang anak itu berubah menjadi tanaman yang bisa dimakan. Buah yang dipotong menjadi bagian-bagian yang halus, lalu ditanam, dan setelah beberapa bulan dapat diambil hasilnya untuk dimakan. Mereka mengambil bulir tanaman tersebut, menjemurnya, dan menumbuknya untuk memisahkan kulit dengan isinya. Setelah memasak isi dari tanaman itu, mereka tidak menyangka bahwa makanan tersebut sangatlah enak dan gurih.

Akhirnya penduduk Tanah karo menjadikan tanaman yang disebut Beru Dayang tersebut untuk dijadikan sebagai makanan pokok mereka. Mereka tidak lagi menyantap buah kayu seperti dulu lagi. Tanaman Beru Dayang atau yang disebut tanaman padi oleh sebagian besar penduduk Indonesia tersebut tumbuh subur di Tanah Karo. Untuk mempertemukan Beru Dayang dengan ibunya, masyarakat Tanah Karo menyantap nasi dengan ikan. 

***

Rojak berhenti baca bukunya.

"Cerita yang bagus," kata Rojak.

Rojak melanjutkan membaca bukunya, ya membaca pesan moral yang di tulis di buku "Pentingnya gotong-royong dalam memecahkan suatu masalah. Karena dengan gotong royong yang dilakukan oleh masyarakat seperti cerita di atas, mereka akhirnya terbebas dari bencana kelaparan."

Rojak selesai membaca bukunya, ya buku di tutup dan di taruh di meja. 

No comments:

Post a Comment

CAMPUR ADUK

MUMBAI XPRESS

Malam gelap bertabur bintang di langit. Setelah nonton Tv yang acara sepak bola. Budi duduk dengan santai di depan rumahnya sedang baca cerp...

CAMPUR ADUK