CAMPUR ADUK

Saturday, August 31, 2019

HIDUP SETELAH KEMATIAN ITU DATANG

Dono duduk sendiri di belakang rumah sambil menikmati malam dengan segelas kopi enak buatan sendiri dan sepiring singkong rebus.

"Indahnya....malam...ini. Tapi rindu seseorang....yang tak lama berjumpa," celoteh Dono sambil minum kopi.

Indro baru pulang dari urusannya dan melihat Dono duduk di belakang rumah sambil memandangi langit yang indah bertabur bintang. Indro pun duduk bersama Dono  langsung mengambil singkong rebus dan segera memakannya.

"Enak...singkong rebusnya Don."

"Iya...hasil dari saya tanam di belakang rumah," ujar Dono.

"Oh..ya...Dono...tumben duduk sendirian di belakang rumah?"

"Saya...lagi mengenang seseorang saja.....Indro."

"Rara....," kata Indro.

"Bukan...lah. Yang pertama tak terlupakan....oleh waktu," kata Dono.

"Saya...tahu yang kamu maksud. Wulan......  Cinta Pertama yang susah untuk di gantikan kenangannya," kata Indro.

"Ya...begitulah. Hidup ini singkat banget ada awal dan akhirnya sebuah pertemuan cinta tersebut. Tetap yang terbaik saya....lebih sadar. Alloh SWT memilih Wulan untuk meninggalkan dunia ini duluan. Jodoh yang paling sejati di tunjuk Alloh SWT....adalah Wulan," kata Dono.

"Saya mengerti omongan kamu....Dono. Walau sebenarnya tidak boleh di bicarakan seperti itu. Karena saya tahu....keadaan kamu yang sebenarnya. Kamu...Don....hidup setelah kematian itu datang pada mu," kata Indro.

"Ya....begitulah. Sekarang saya masih bernafas dan merasakan nikmat dunia. Etah besok....jika serangan jantung ....yang kedua kalinya....pasti saya ....tidak akan bangun lagi," kata Dono.

"Saya...berharap kamu....umur panjang bisa....bergembira bersama saya dan Kasino.Tetapi  Don.....kenapa manusia mati ya...?" kata Indro.

"Kasih tahu gak ya? Ya sudahlah saya jelaskan....seperti ini cara untuk bisa menjelaskannya sih...gampang-gampang banget.  Manusia di umpamakan Hp yang di hidupkan oleh listrik pake batrei. Kalau batrei di HP habis...maka Hp mati. Sama halnya dengan manusia. Masalahnya....manusia...itu di topang tubuhnya oleh....Alloh SWT...untuk menjalankan aktivitas sehari-hari alias hidup dan kata lain di topang oleh roh. Ketika saya....meninggal dunia ini...ada yang memanggil nama saya di alam goib...untuk di bacakan suratan takdir ilahi. Ternyata...saya...telah mencapai semuanya....dan segera untuk tidur selama-lamanya. Tapi saya....berkeinginan hidup cukup tinggi....saat itu...maka saya kembali hidup dan menikmati kopi enak ini," kata Dono.

"Siapa yang memanggil kamu saat itu? Padahal saya...terus memanggil kamu...Dono...agar bangun dari tidurmu yang panjang," kata Indro.

"Malaikat maut....diri saya sendiri. Setiap mahkluk hidup di muka bumi...ini di siapkan satu...malaikat maut untuk mencabut nyawa...setiap mahkluk....agar menjalankan kematian itu," kata Dono.

"Malaikat...maut. Tetap aja Don....banyak...bidang ke ilmuan masih menyangkalnya?"

"Ya...jawabannya....sederhana sih....untuk menjelaskan kematian itu. Kehancuran sistem pada tubuh manusia...itu sendiri dengan jenis....penyakit apapun. Padahal...penyakit itu...di hidupkan oleh Alloh SWT...pada akhirnya....itu juga di sebut malaikat maut," penjelasan Dono.

"Kalau...begitu jelaslah...kematian itu...di tentukan oleh...suratan takdir ilahi. Yang pernah hidup pasti merasakan kematian," kata Indro.

"Jangan ngomongin itu. Kita nikmati aja malam ini...dengan obrolan lain," kata Dono.

"Ok," saut Indro.

Dono dan Indro terus ngobrol tentang urusan pekerjaan dan juga urusan percintaan masing-masing sampai berbagi kopi segelas. Keduanya terus menikmati malam yang tenang sampai singkong rebus sepiring habis.

BENDERA

                                           

Biar saja ku tak sehebat matahari
Tapi selalu ku coba tuk menghangatkanmu
Biar saja ku tak setegar batu karang
Tapi selalu kucoba tuk melindungimu
Biar saja ku tak seharum bunga mawar
Tapi selalu kucoba tuk mengharumkan
Biar saja ku tak seelok langit sore
Tapi selalu kucoba tuk mingindahkanmu
Kupertahankan demi kehormatan bangsa
Kupertahankan demi tumpah darah
Semua Pahlawan-pahlawanku

Merah putih teruslah kau berkibar
Di ujung  tiang tertinggi
Di Indonesia ini
Merah putih teruslah kau berkibar
Di ujung tiang tertinggi
Di Indonesia ini
Merah putih teruslah kau berkibar
Ku akan selalu menjagamu

Karya : Cokelat

KUFUR NIKMAT JALAN DERITA

Jauh pencemaran, jauh revolusi teknologi, jauh kelayakan dan jauh dari kota metropolitan. Suatu kampung guyub yang asri, elok, hijau sumber daya alamnya. Namun jauh dari ketenangan batin,karena mengapa? Masyarakat miskin dituntut membayar dengan bunga tinggi. Di Kampung Lareh terdapat Saudagar Horison yang kaya bergelimpang harta namun takabur dan kejam wataknya. Berlarut-larut keadaan masyarakat laksana perahu apung dipermainkan gelombang.

“Bantulah saya tuan Son, hanyalah engkau orang terkaya bergelimpang harta yang mampu menolong kayu rapuh seperti kami.”

“Tentu saja! Siapa tak mengenal saya? Seantero jagat ini tunduk kepadaku! Saya bisa menolong kalian wahai rakyatku, namun tentu kalian tau bukan persyaratan apa yang sudah kutentukan?”

“Iya Tuan, tetapi itu terlalu berat untuk kami. Kami tidak mempunyai harta hanyalah rumah satu-satunya harta kami. Tolong beri keringanan Tuan, tolonglah kami tolonggggg! Kami membutuhkan uang kami kesusahan.”

“Oh itu terserah kalian. Saya tidak peduli, ini ketentuanku. Salahnya jadi orang miskin! Bagaimana mau tidak!”

“Baiklah Tuan. Apa daya hanyalah Tuan yang mampu memberi kami uang saat ini.”

“Oh tidak tidakk lebih tepat meminjam. Saya tidak perlu susah payah memberi kalian uang. Untuk apa tak guna!. Sarni ambilkan koper saya sekarang,cepat!”

“Siapp Tuan!” “ ini Tuan”

“Lihat ini koper isinya uang ya bukan daun! Uang saya banyak bukan? Pasti kalian tidak punya dan menginginkannya. Ini 10 juta untuk Ngiyami dan siapa kamu Marsinah 20 juta untukmu. Ingat harus tepat waktu. Jika kalian berani menunggak! Saya berikan bunga 30% per minggu.”

“Iya Tuan, terimakasih saya pamit dulu”

“Yayaya sana pergi! Fuh repot musuh kalian pada. Tapi ada utungnya aku bisa kaya aku bisa jadi milyader terkenal. HAHAHAHA benar begitu Sarni?” (mengangkat alis)
(suasana hening tak ada yang menjawab ocehannya)

“Sialan kemana kamu Sarniiiii. Saya seperti orang bento ngomong sendiri. Dasar anak buah gak tau sopan santun!” (marah marah sendiri)

Kala terik matahari menyengat kulit, terdengar kaki menapak menakutkan. Badan besar gagah dan otot baja mereka sang baju hitam garang berkepala botak, para Bodyguard Saudagar Horison. Mereka datang ke suatu dusun Kampung Lareh, tepatnya keluarga Marsinah seorang petani padi yang tinggal bersama suaminya yaitu Riyaden dan 4 anaknya. Mereka menggedor pintu dengan keras dan berteriak-teriak.

“Marsinah buka pintunya! Gausah pura-pura tuli ya. Buka!”

“Ada apa? Kalian siapa? Ibuku tak ada ibuku pergi ke sawah.”

“Mana dia gamungkin pasti kamu boong. Anak kecil brani skali berbohong.” (sambil mendorong hingga Alen jatuh)
(Marsinah datang sambil berlari-lari melihat ada keramaian dirumahnya)

“Yaallah yarobbi, ada apa Tuan Horison. Mengapa kalian mendorong anak saya. Dia salah apa? Kasihan dia! ( sambil menangis mengangkat anaknya)
“Hei kamu Marsinah! Mana bayar hutangmu kamu sudah nunggak 2 minggu!” (sambil melotot dan marah-marah)

“Maaf Tuan, saya belum punya uang. Saya gagal panen, padi disawah mati semua. Sekarang musim kemarau, tidak ada hujan. Saluran irigasi di sawah juga terhambat. Mau dapat uang darimana Tuan.”

“Loh apa hubungannya. Masa bodo! Saya gakmau tau. Pokok kamu harus bayar! Kamu sudah dapat bunga 60% . Terakhir lusa. Sampai kamu gabayar hutang, pergi kau dari rumah ini! Dasar!” (sambil menendang)

Marsinah menangis dia bingung bagaimana membayar hutangnya. Suaminya tidak bekerja, saat ini suaminya sakit keras yaitu Thalasemia. Berminggu-minggu suaminya terdampar diatas kapuk. Anak-anaknya dengan ketulusan hati merawat bapaknya. Penyakit parah itu harus membuatnya rawat inap di rumah sakit, tapi apa daya dia tak mempunyai biaya dia keluar dari rumah sakit karena kehabisan uang yang telah dipinjamkan istrinya di saudagar Horison. Terpaksa, dia terbaring dirumah dengan obat tradisional semata. Marsinah mencoba menjual semua barang yang dirasa mempunyai nilai nominal. Namun totalnya jauh dari keharusan, hanya Rp 550.000,00.

Esok hari tiba, matahari menyapa dunia. Meskipun menyengat, namun mereka tetap bersyukur atas ketentuan-Nya.

“Mana hutangmu! Ini sudah batas terakhir bagimu Marsinah. Cepat bayar!

“Tuan saya tidak punya uang saya hanya mempunyai uang segini.” 
(sambil memohon dan menangis)

“Apa-apaan ini seperti uang monopoli. Jangan main-main kau denganku!”

“Maaf Tuan, saya tak punya uang saya harus bagaimana lagi”.

“Pergi kau dari rumah ini! Tinggalkan urmah ini”. “Bodyguard usir keluarga mereka. Tinggalkan rumah ini dengan perabotan berharga saja! Cepatt!”
(sekejap rumah ini terkosongkan hanya dengan perabotan meja kursi lemari dan tv kuno dekil)

“Pergi kalian” (sambil menendang dan melemparkan pakaian-pakaian keluarganya ke muka mereka)

Horison memang sosok yang sombong dan kejam. Banyak korban yang telah dibikinnya terdampar dijalanan. Semua orang dibuat menderita dan tercekik karenanya. Dia menekan masyarakat dengan bunga pinjaman yang tak wajar.

Akhirnya pada suatu ketika, langit mulai gelap kilat petir menyambar dan hujan turun sangat deras. Jarang-jarang di Kampung Lareh terjadi hujan sangat deras seperti ini. Ternyata disisi lain, hal yang terduga terjadi pada seorang Saudagar Horison. Dia yang saat itu berdiri di jendela tiba-tiba tersambar petir, dia jatuh tergelimpang tubuhnya menghitam dan kejang-kejang. Tidak ada yang mengetahui hal itu, sehingga tak ada yang menolongnya. Tiba-tiba semua anak buahnya yang bermain catur dibelakang, mutah-mutah hingga berbusa. Mereka pingsan dengan tubuh bentol-bentol merah bernanah. Hal hal terjadi dengan anehnya, tidak bisa dipikir dengan akal? Namun apa daya, inilah adzab Allah buat mereka yang kufur nikmat yaitu yang tidak mensyukuri rezeki yang diberikan lebih oleh Allah. Gelimpang harta bukan berarti manusia jaya berfoya-foya, justru suatu cobaan bagi umat di bumi apa yang kamu lakukan atas rezekimu? Untuk kemaslahatan atau kemunkaran. Warga Kampung Lareh hanya tercengang melihat semua ini, dan hanya terbatin 

“Inilah kekuasaanmu Yaallah”. 


Karya : Agnes Oktavia Inggar Damayanti

SEEKOR KUPU MENASIHATIKU

Putri merebahkan tubuhnya keatas kasur. Siang ini begitu membuat dadanya semakin sesak. Perasaan sakit bercampur aduk dengan emosi nya. Hmm, maklum saja namanya juga anak remaja, kisah cinta mereka terkadang membuat mereka berubah 180 derajat dari sifat aslinya ketika dulu masih kanak-kanak.

'Cinta memang segalanya, membuat hati kita berbunga-bunga. Tetapi ada saat dimana cinta malah membuat hati kita tertusuk-tusuk oleh jarum, tersayat pisau, meretak dan pecah karena diserang rasa sakit yang begitu dalam; yang tentunya penyebab utamanya adalah perasaan cinta mereka yang mungkin tak seperti yang mereka inginkan.'

Putri menerawang keluar jendela. Terlihat sepasang kupu-kupu yang keliling sebentar didepan jendela kamarnya. Putri pun tersenyum simpul sambil mengulurkan tangannya yang sudah lebih dari satu kali bertemu dengan kupu-kupu manis itu. Kupu-kupu yang cantik nan elok bersayap ungu, warna favoritnya. Hmm, Putri juga memberi nama kepada kupu-kupu itu. Pung dan Piung. Tetapi yang lebih akrab dengan Putri adalah Pung.

Tiba-tiba Piung beranjak pergi. Rasanya, ia ingin mencari makan. 

"Curhat dong Pung.. Kita ga pernah loh curhat-curhatan" pinta Putri meski dia tahu Pung tidak mengerti ucapannya. Tetapi, setidaknya ia yakin Pung akan mendengarkannya.

"Dulu waktu aku kelas 7, ada seseorang yang bikin aku kagum. Awalnya kagum biasa, tapi abis itu ngefans, eh habis itu malah cinta. Sakit banget Pung, suka sama dia, itu. Aku gak pernah dianggep dan dikasih pengertian. Dia gak pernah tau rasanya jadi aku. Nahan rasa itu tuh.. Kretek... Hmm masalahnya sahabatku juga suka dia, Pung. 

Trus, waktu aku sama dia kelas 8, anak itu nembak sahabatku.. Chandra namanya. Ya ampun, sakit sih. Tapi waktu Chandra ceritain semuanya ke aku, aku tahu lebih sakit jadi Chandra ketimbang aku. Gini, gini. Intinya, aku suka sama si dia, tapi sahabatku juga suka. Dan si dia gak peka, tapi peka nya cuma sama Chandra. Bayangin, itu suakitt banget.!" ujar Putri, sambil sesekali bergumam dan bergeming. Mendesah. Bersuara parau. Berpandangan sendu.
Tiba-tiba Pung pergi dari jari telunjuk Putri. "Yah, yah, yah.. Kok kamu ninggalin aku sih, Pung. Aku kesepian nih," rengek Putri. Putri hampir akan mengerucutkan bibirnya, sebal. Ketika tanpa ia duga Pung bukanlah kupu-kupu biasa, namun seorang bidadari. Pung merubah wujudnya menjadi seorang gadis!

"Loh.. kamu kok manusia..." tanya Putri terbata-bata, kagum menatap wajah Pung yang bersih bersinar dan berbinar dengan senyumnya yang manis. "Ya, aku memang manusia, sebenarnya. Tak usah takut, aku bukan orang jahat kok" jawab Pung sambil tersenyum sekali lagi, tetapi kemudian terkikik ketika melihat wajah polos Putri yang kaget dan terkagum-kagum menatapnya. "Dan kau mendengarkan kata-kataku? Yang tadi? Kau mendengar curhatanku??" Putri menyengir lebar. “Wah..! Keajaiban! Bagaimana bisa kupu-kupu berubah menjadi manusia? Bisakah kau ajari aku sesuatu yang bisa mengubahku menjadi kupu-kupu?”

Putri keluar kamar. Ia ingin membuka pintu rumah, tetapi kenapa pintunya terkunci? "Ah, itu.. Bukankah Ibu sedang keluar dan membawa kuncinya? Yahh...." batin Putri kecewa. Lalu ia kembali ke kamar. Ia berniat keluar lewat jendela ketika Pung menghentikannya.

"Sudah, tak usah bingung. Sini aku bantu!" tawar Pung. "Bantu bagaimana?" tanya Putri. "Dengan ini, Insya Allah hal itu menjadi mudah," ujar Pung. "Hei.. kau seorang muslim? Kau mengucapkan kata Allah, wah.. bidadari Surga!" tanya Putri, lebih kagum lagi. "Hei, tidak juga. Aku gadis biasa, aku bukan seorang bidadari. Dan tentu aku muslim! Allah yang menciptakanku dan memberi nyawa padaku. Dan Dia yang menjagaku. Dan, Dia yang mampu mengubahku menjadi kupu-kupu atas permintaanku :D" katanya, seraya mengulurkan tongkat nya kearah Putri.

"Ta-daa! Sekarang kamu sudah diluar rumah, Sayang." seru Pung. 

"Sebenarnya kamu lebih muda dariku atau lebih tua? Atau, kita seumur kah?" sembur Putri dengan berbagai pertanyaan. "Anggap saja aku kakakmu.. Kau bisa curhat apa saja padaku, aku akan mendengarkanmu." seru Pung dengan suara yang lembut dan manis. "Langsung saja. Bagaimana pendapatmu tentang curahan hatiku beberapa waktu yang lalu?" kata Putri dengan wajah yang kembali sendu. "Kau tahu? Sedikit sekali yang mau bersyukur. Termasuk dirimu, kau tahu." gumam Pung, lalu Putri mengangkat alisnya. "Hah? Maksudnya?" "Coba deh renungkan. Seharusnya kamu bersyukur Allah menganugerahkan rasa cinta ke kamu. Kamu cinta dia itu mungkin takdirmu. Mungkin Allah ingin tau kamu lebih cinta ke manusia atau kepada Allah. Aku selama ini mengikuti jejakmu, lho.

Begini. Aku suka mengikutimu ke sekolah. Haha, saat itu, parfummu yang berbau bunga menarikku untuk mengikutimu kemanapun kau pergi. Dan hmm.. setiap kau pulang sekolah aku kemari. Aku ingin menghiburmu dengan kehadiranku. Aku tau kau sedang bersedih dan kesepian. Hm, aku juga tau setelah kau merasakan sakit nya diabaikan sama si dia, semenjak saat itu, kamu mencoba mengoreksi dirimu dan kepribdianmu. 

Kamu meningkatkan iman dan rajin belajarmu, kamu mempercantik wajahmu, kamu menata akhlaqmu, dan aku tau itu semua kau lakukan demi menarik perhatian dari dia. Yaa, tapi tentunya juga ingin dapat ridla dari Allah, sih. Dan yang paling aku tau, dia tetep gak ngehirauin kamu dan perubahanmu.

Tapi coba renungkan kembali, Putri. Mungkin Allah menaruh rasa suka ke hatimu terhadap anak itu agar kau merubah sifat burukmu. Jangan sekali-sekali menganggap Allah kejam sama kamu. Kalau kamu masih belum bisa move on dari si dia, coba bayangin betapa drastisnya perubahan akhlaqmu. Sejak kamu suka sama dia, kamu semakin mandiri dan semakin lama makin dewasa. Bersyukurlah,

Kamu mencintai dia itu lebih banyak manfaat dan untungnya daripada rugi dan sakitnya. Orang yang sabar akan disayang Tuhan. Belajar tersenyum saat kecewa. Fake smile gapapa kok, Putri! Senyum bisa mengobati hati yang terluka.

Dan satu lagi, belajarlah mencintai diri sendiri sebelum mencintai orang lain. Jangan mau membenci dirimu sendiri."

"Tapi, Pung, Ibuku pernah bilang kalau aku itu sekarang sok baik, sok pintar, sok cantik, sok alim, sok bijak, dan sok bisa atau yang lainnya. Padahal aku terlihat sok baik itu karena pengen nutupin kekurangan dan keburukanku di masa yang lalu, aku kelihatan sok cantik itu karna aku ingin percaya sama diriku sendiri kalau semua cewek pasti diciptakan dengan wajah cantik, aku kelihatan sok pintar itu agar aku semangat dan gak mau merasa bodoh sendiri, aku sok alim itu karena aku pengen berusaha jadi anak yang baik-baik dan alim. Beriman, berakhlaq, berilmu, berperasaan. Dan aku sok bijak karena aku ingin belajar menghargai perasaan orang lain! Tapi kenapa masih gak ada yang mau ngertiin aku! Ngertiin perasaanku!

Semua diam aja, seakan-akan aku selalu bahagia karena mungkin aku suka tertawa dan bercanda. Tetapi sebenarnya dibalik itu semua, aku masih merasa kesepian meski ditengah keramaian. Kenapa semuanya pada negatif thinking ke aku?? Seburuk itukah aku? Aku tau dulu aku adalah anak yang nakal. Susah diatur. Akhlaq-ku hancur berantakan. Tetapi ketika aku ingin dan belajar untuk berubah, kenapa tidak ada yang mendukungku? Aku juga manusia, aku punya perasaan. Kalau kayak gini, lama-lama aku jadi benci sama diriku sendiri. 

Lagian, mungkin aku emang bodoh, ngapain aku cinta sama anak itu. Seandainya aku gak suka sama dia dan jatuh cinta terlalu dalam sama dia, perasaanku gak akan sekacau saat ini." Putri berandai-andai dan mencurahkan isi hatinya lebih dalam lagi.

"Jangan gitu! Ah. Belum tentu tidak ada yang mau mengerti kamu. Sahabatmu akan selalu mendukungmu kok." sanggah Pung, sambil memainkan pipi Putri untuk membentuk sudut dipinggir bibirnya, yaitu sebuah senyuman. "Aku juga sahabatmu kan?" tanya Pung sambil menghibur Putri dengan wajah dan senyuman nya yang begitu mempesona.
Nasihat Pung yang panjang lebar tadi membuat Putri menunduk dan merenung dalam-dalam. Ditatapnya mata si kakak kupu-kupu itu. Ia tersenyum. "Makasih, Pung. Selain sahabatku, aku akan menganggapmu kakakku."

Pung mengulum senyumnya semakin lebar. Mengeluarkan sinar dari giginya yang berbaris rapi dan putih cemerlang. Lalu, ia berdiri dan beranjak dari tempat ia duduk dan melambaikan tangan kepada Putri, sahabat pertama seumur hidupnya.

Tiba-tiba Putri kembali berada didalam kamarnya. Pung tersenyum kepada Putri diakhir pertemuan mereka sore itu. Setelah itu, Putri membuka jendelanya dan melambaikan tangan kepada Pung. "Terimakasih ya Pung! Eh, kakak, maksudku.. Haha daah"

Lalu Pung pun menjelma menjadi kupu-kupu bersayap ungu kembali. Dan, kemudian ia pergi. Sayapnya mengepak dengan anggun namun seakan-akan ia masih melambaikan tangannya kepada Putri.

"Meski kakak tiriku adalah seekor kupu-kupu, ia tetap sahabat yang nyata untukku." ujar Putri dalam hati.


Karya : Sabitha

MARDATILLAH

Matanya masih menatap larik demi larik setiap huruf hijaiyah yang berada dalam kitab suci Al-qur’an tersebut. Mulutnya masih melantunkan ayat-ayat suci yang maha agung secara jelas dan merdu. Bahkan suaranya bercampur menjadi satu kesatuan yang utuh dalam ruangan itu. Para mahasiswi yang tergabung dalam organisasi islam ini mempunyai kebiasaan setiap seusai sholat subuh selalu mengaji dalam asramanya bersama-sama. Tak terkecuali Dina-mahasiswi keperawatan universitas terkemuka di Kota Surabaya. Dia selalu mengikuti agenda organisasi islam dikampusnya. Dina sudah hampir setahun ini menjalani aktivitas kuliah dan aktif dalam berbagai kegiatan kampus maupun kegiatan organisasi kerohanian islam. Dirinya yang selalu penasaran. Dirinya yang selalu haus akan ilmu baru. Dirinya yang selalu ingin memiliki perubahan dari masa ke masa. Membuatnya untuk bergabung dengan organisasi islam tersebut.

Setelah seusai mengaji Al-qur’an bersama-sama. Dina bersiap diri untuk pulang kampung hari ini. Matanya masih memandang bayangan dirinya didepan cermin di asmara tersebut. Tangannya berusaha merapikan kerudung yang sedang dikenakannya dan membenarkan pakaian jubah yang membalut tubuhnya. Kemudian tak lupa dia memakai kaos kaki yang selalu membungkus kaki tersebut. Dia tampak cantik dengan jilbabnya. Balutan lembut itu seakan-akan membuat dia tampak seperti bidadari surga yang menjelma menjadi manusia. Bahkan dari raut wajahnya dia tampak bahagia dengan kehidupannya.

Dina yang dulu lugu dan cupu. Dina yang dulu tanpa jilbab. Dina yang dulunya islamnya abu-abu dan berasal dari desa. Sekarang berubah menjadi Dina yang baru. Dina yang selalu membalut dirinya dengan pakaian menyerupai jubah atau lebih tepatnya dia berhijab untuk menutup auratnya. Dina yang selalu berpikir kritis dan idealisme-nya telah terbentuk menjadi idealisme yang berpikir keras terhadap sesuatu. Bahkan menurutnya sekarang dia telah menemukan jati diri yang sebenarnya dalam islam yang sesungguhnya.

Perjalanan dari Kota Surabaya menuju Kabupaten Bojonegoro memang sangat jauh. Dina memerlukan waktu empat jam untuk sampai di rumah. Dina pulang ke rumah atas permintaan ibu dan bapaknya. Sesampainya di rumah Dina berusaha untuk tetap berada di dalam rumah dan tidak pergi kemana-mana. Dia tidak seperti dulu sewaktu masih masa-masa SMA yang dapat pergi semaunya sendiri. Namun sekarang dia lebih menjaga tingkah lakunya sesuai syariat islam yang selama ini diperolehnya melalui organisasi kerohanian islam yang diikuti.

Adzan magrib telah dikumandangkan seluruh penjuru desa tersebut. Dina langsung bergegas melangkahkan kakinya menuju mushola dekat rumahnya untuk sholat berjamaah. Tetapi sejauh kakinya melangkah menuju mushola itu. Masyarakat masih memandangnya aneh dengan segala perubahan yang terjadi pada Dina saat ini. Mereka melihat perubahan diri Dina mulai dari penampilan dengan hijabnya dan cara tingkah lakunya yang tak seperti dulu. Apalagi Mereka merasa bahwa Dina lebih terlihat sangat aneh apabila Dina mengenakan kaos kaki dengan memakai sandal. Ini suatu pemandangan yang tak biasa bagi masyarakat desa tersebut. Namun demi jihad menuju jalan Allah yang lurus, dia tetap teguh dan seakan tak peduli terhadap pandangan maupun omongan orang-orang disekitar rumahnya itu.

Dalam mushola tersebut, masyarakat sekitar yang dulu mengenalnya juga merasa segan untuk mengakrabkan diri padanya. Bahkan sahabat-sahabat kecilnya dulu tidak semua bercengkrama dengannya. Bagi mereka Dina yang dulu sudah berubah dan selalu membatasi dirinya.

Perubahan diri pada Dina memang terlalu cepat sehingga membuat keluarga, saudara-saudara dan sahabat-sahabatnya dikampung halamannya tersebut sedikit menentang perubahan itu. Semua ini terjadi karena dampak dari berita-berita teroris di televisi yang mengatasnamakan islam dan melakukan bom bunuh diri. Berita tersebut telah membuat kedua orang tuanya dan saudara-saudaranya menjadi khawatir dengannya. Orang tuanya takut jika anak perempuannya tersebut telah berhasil di bai’at dan di cuci otak oleh oknum-oknum yang mengaku dirinya islam dan menyuruh anaknya untuk melakukan bom bunuh diri seperti berita di televisi itu.

Seperti petang ini, seusai sholat magrib dan sepulang dari mushola. Dina langsung di sidang diruang tamu oleh paman dan kedua orang tuanya mengenai perubahan pada dirinya sekarang. Sidang itu sudah kedua kalinya terjadi semenjak Dina memutuskan memilih jalan hidupnya.

“Dina, sebenarnya paman sangat senang melihat kamu berhijab sesuai syariat islam seperti ini, namun paman juga takut jikalau pemikiranmu terhadap sesuatu nantinya juga ikut berubah, entah itu pemikiran berdasarkan islam yang mana, sekarang itu agama islam telah terbagi menjadi beberapa aliran, ada islam radikal, islam liberalisme dan masih banyak lagi, paman takut jika organisasi islam yang kamu ikuti termasuk mempunyai pemikiran islam yang radikal atau liberal, apalagi sekarang banyak teroris bom bunuh diri yang mengatas namakan islam dan alasannya untuk berjihad, berhati-hati lah Din. Pandai-pandailah memilih dan memilah organisasi islam dikampusmu, jangan sampai kamu salah pilih dan dijadikan teroris seperti di berita ditelevisi itu…” kata paman santai.

“Astagfirulllahaladzim…, tidak paman. Saya memutuskan untuk berubah seperti ini karena saya benar-benar ingin berjihad di jalan Allah dan saya telah menemukan islam yang sesungguhnya dalam kerohanian islam di kampus yang saya ikuti. Saya ingin lebih bertakwa kepada Allah. Bukankah di dalam Al-qur’an surah An-Naba’a ayat 78 diterangkan Allah berfirman sungguh bagi yang takwa ada tempat yang aman dan bahagia. Jadi, paman, ibu dan bapak jangan khawatir akan perubahan yang terjadi pada Dina sekarang. Semua ini, saya lakukan semata-mata karena Allah ta’ala. Bukan menjadi teroris seperti berita di televisi itu dan saya bukan diantara mereka-mereka itu..” tukas Dina dengan lembut dan penuh kesabaran.

“Iya nduk, ibu dan bapak hanya ingin mengingatkan kamu saja karena ibu masih takut kamu berubah bukan keinginan kamu sendiri melainkan paksaan dari orang lain, setiap kali kamu sudah di Surabaya, ibu tidak bisa tidur karena selalu memikirkanmu. Ibu senang jika kamu berjilbab tapi pola pikirmu juga ikut berubah nak, kamu telalu berlebihan. Jadi semua itu membuat ibu cemas…” kata ibunya sambil menatap Dina dengan nanar.

“Ibu.., Dina baik-baik saja. Di Surabaya sana, banyak teman-teman yang sayang sama Dina jadi ibu jangan khawatir. Demi Allah. Demi baginda nabi Muhammad. Dina benar-benar berjihad di jalan Allah dan Dina berani bersumpah atas nama Allah bahwa Dina bukan golongan dari kaum teroris tersebut…,percayalah. “ bela diri Dina dengan tutur kata yang lembut.

“Iya nduk, bapak percaya padamu. Kamu juga sudah mengetahui mana yang baik dan yang buruk. Semoga Allah selalu merahmati setiap jalanmu…,nduk.” ucap bapak dengan santai.

Keesokan harinya. Salah satu sahabat SMA-nya mendengar bahwa Dina berada di rumah. Sahabatnya tersebut berkunjung ke rumah Dina. Sahabat Dina tersebut merupakan seorang laki-laki yang bernama ilham. Ilham adalah sahabat Dina yang paling akrab sewaktu SMA, namun ketika Ilham bertandang ke rumah Dina. Ia enggan menemuinya. Semua itu dikarenakan Dina takut jika seorang laik-laki berkunjung ke rumah seorang perempuan akan menimbulkan fitnah. Baginya laki-laki itu jika bukan mahromnya maka tidak akan jadi masalah bila tak menemuinya dan bisa terhindar dari perbuatan dosa. Sekarang dina juga anti yang namanya laki-laki bahkan dia tak akan pernah sedikitpun bersentuhan dengan laki-laki walaupun itu hanya pegangan tangan dan sekalipun itu sahabat karibnya sendiri atau saudaranya. Baginya lebih baik mencegah daripada menimbulkan perbuatan fitnah.

Ia memang benar-benar sudah berubah secara dratis. Bukan hanya penampilannya saja yang berubah, namun pola pikir dan bicaranya juga ikut berubah. Bahkan Tabiatnya sudah tidak seperti Dina yang dulu. Dia yang dulu yang selalu menerima siapa saja ketika bertamu di rumahnya baik itu laki-laki maupun perempuan. Ia yang dulu selalu acuh tak acuh dengan keadaannya. Ia yang dulu suka update status di facebook mengenai percintaan dan cowok-cowok yang ditaksirnya. Sekarang dia lebih suka berdakwah melalui jaringan sosial media tersebut. Tabiat itu berubah menjadi lebih baik namun terlalu berlebihan. Memang kata banyak orang ia mengikuti organisasi islam yang mempunyai peraturan keras. Bahkan terlalu keras. Selalu mengharamkan segala sesuatu yang dianggapnya tidak benar untuk dilakukan dan bahkan itu yang sudah lazim dilakukan oleh masyarakat dan sudah membudaya tetap dianggap haram bagi mereka. Iman dalam hatinya sekarang bukan angan-angan belaka namun sudah diwujudkan dalam bentuk amal perbuatan.

Setiap kali ia berjumpa dengan sahabat perempuannya atau saat ia sedang berjelajah di dunia maya pasti membahas mengenai islam di Indonesia atau hanya sekedar bercerita mengenai kehidupan menurut islam. Seperti hari ini, Dina sedang ngobrol asyik bersama Vida-sahabat SMAnya dulu. Dia sengaja mampir ke rumah sahabatnya itu. Tiba-tiba saja Dina membahas mengenai islam dalam perbicangan dengan sahabatnya tersebut.

“Mbak, Islam itu kan agama rahmatan lilallamin yaitu rahmat bagi seluruh alam, namun kenapa negara indonesia tidak bisa menerapkan peraturan islam berdasarkan Al-qur’an dan hadist dalam kebijakannya….” tanya Dina serius.

“Saya juga tidak tahu, Din. Kan kamu tahu sendiri negara Indonesia itu terdiri dari berbagai agama, suku dan ras. Jadi kita juga harus menghargai perbedaan itu. Para petinggi negara tersebut juga harus bisa menyesuaikan dengan keadaan negara kita, masa mau seenaknya sendiri…” jawab Vida santai.

“Tidak, mbak, menurut saya, negara Indonesia harus bisa menerapkan negara islam dan harus diusahakan itu mbak…” tegas Dina seperti memaksa kehedaknya.

“Ya kamu bicara saja sama presidennya, jangan sama saya…” Jawab balik Vida.

Tanpa meneruskan kembali obrolannya. Ia pamit secara baik-baik kepada sahabatnya tersebut.

Setibanya di rumah, sudah ada seorang lelaki muda menunggunya diruang tamu dan ditemani kedua orang tuanya. Ketika hendak masuk rumah dan mengucapkan salam. Dia langsung dihadang oleh lelaki muda tersebut.

“Nah ini, dia perempuan yang sudah membuat adik saya menghilang…” kata lelaki muda tersebut sambil telunjuknya menunjuk-nujuk kearah Dina dengan amarah yang tak bisa dibendung.

“Maaf, saya salah apa sehingga membuat anda marah pada saya dan menuduh saya seperti itu..” tanya Dina dengan halus dan sabar.

“Adik saya yang bernama Rendra, dia menghilang dan sebelum dia menghilang dia bilang bahwa dia akan bergabung dengan organisasi islam yang ada dikampusnya dan katanya dia tahunya dari kamu..” jelas lelaki muda tersebut.

“Astagfirullahaladzim..semua itu tidak benar. Rendra menghilang itu bukan karena saya, saya tidak tahu tentang semua itu, saya hanya memberi informasi saja mengenai organisasi islam yang ada dikampus dan itupun juga melalui sms dan tidak ada maksud untuk mengajak atau memaksanya…” bela diri Dina.

Rendra-Adik kelas Dina sewaktu SMA dan sekarang juga mengikuti jejaknya untuk kuliah di universitas yang sama dengannya. Dia sudah mengenal baik dengan Rendra sejak dulu. Bahkan sebelum Dina berubah menjadi sangat alim, mereka berdua sudah saling akrab. Namun Rendra sudah dua minggu tidak ada kabar dan menghilang entah kemana dia pergi. Semua ini mengakibatkan Dina dituduh menjadi penyebab kehilangan Rendra. Keluarga Rendra menuduh Dina bagian dari teroris yang telah dicuci otaknya sejak dia memutuskan berubah secara total dalam hidupnya.

Peristiwa-peristiwa yang selama ini menimpanya dianggap sebagai cobaan dari Allah untuk menguji imannya. Ia percaya. Percaya pada maha kuasa bahwa semua ini telah menjadi ketetapan dan ketentuannya selama di dunia. Dia selalu berikhtiar dan tawakal dengan kehidupannya sekarang. Iman dan takwa telah membuatnya lebih sabar dan tenang.

Masalah Rendra sudah lumayan meredam setelah kakaknya tadi pamit pulang. Dina tampak lesu dan pilu. Namun senyum sunggingnya tetap pada ibu dan bapaknya. Tetapi masalah baginya kini muncul kembali ketika di rumahnya akan dilaksanakan syukuran atau orang desa ini menyebutnya manganan atau bisa disebut bancaan. Ini sebuah tradisi kebudayaan orang desa di Bojonegoro dan nantinya akan mengundang tetangganya untuk mendoakan leluhur mereka yang sudah meninggal dan setelah itu akan diberi berkat (nasi dan lauk pauk serta jajanannya) untuk dibawa pulang. Keesokan harinya acara manganan tersebut akan dibawa ke sendang-sebuah tempat yang dikramatkan di desa tersebut agar mereka selamat dari bencana di desa itu. Tradisi budaya syukuran semacam ini berfungsi untuk mengenang leluhur dan masih percaya dengan hal yang berhubungan dengan animisme. Kepercayaan tersebut sudah mendarah daging dalam hati mereka dan sudah lazim dilaksanakan di setiap desa.

Dengan dilaksanakannya acara tersebut, Dina menentang kedua orang tuanya dan menyuruh untuk membubarkan orang-orang yang sudah datang dalam rumahnya.

“Ini perbuatan musyrik bu, jadi jangan dilaksanakan. Semua ini haram bu. Haram hukumnya. Bapak harus menyuruh orang-orang itu pulang dan tidak ada manganan di rumah ini. Saya tidak mau Allah murka kepada keluarga kita jika masih melakukan kemusyrikan ini…” cerocos Dina dengan tegas dan keras.

“Jika ibu dan bapak menyuruh mereka pulang berarti ibu dan bapak akan sangat malu Din, dan bahkan tetangga kita akan membenci kita, kamu berubah jadi seperti ini saja, mereka sudah ngomongin macam-macam tentang kamu, ibu bingung harus berbuat apa…” jawab Ibu dengan tegas.

“ Cukup. Din, kamu boleh merubah segala pola pikirmu dan menghilangkan adat istiadat desa kita tapi hanya untuk dirimu sendiri, jangan membuat bapak dan ibu malu…” sahut bapaknya.

“Tapi Dina tidak akan membiarkan kemusyrikan ini terus-menerus terjadi, namanya ini menyukutukan Allah dan bagi siapa saja yang berani menyukutukan Allah, dosanya sulit untuk diampuni, saya tidak mau semua itu terjadi pada bapak dan ibu…”

“ Sudah Cukup…” teriak bapaknya dengan tegas.

“ Baik. Jika bapak dan ibu tidak mau membubarkan acara bancaan di rumah kita, biar saya yang membubarkan mereka semua..” tukas Dina dan langsung melangkahkan kakinya menuju kerumunan orang-orang yang memakai baju koko dan sarung serta kopyah tersebut.

“ Dinaa….” teriak ibunya.

Dina berhasil membubarkan orang-orang yang sedari tadi berada didalam rumahnya untuk kondangan. Ibu dan bapaknya tampak merasa malu atas perbuatan anaknya tersebut. Bapaknya sangat amat marah padanya bahkan ibunya hanya bisa menangis didalam kamar. Sebenarnya dalam hati kecilnya terbesit rasa berdosa terhadap kedua orang tuanya, namun dia juga tidak ingin tinggal diam melihat kemusyrikan itu terjadi dalam rumahnya. Manganan sudah menjadi tradisi sejak turun temurun dalam keluarganya harus ditentangnya karena tidak sesuai syariat islam.

Malam yang selalu memberikan ketenangan dan membuatnya berada pada perenungan. Sujud dalam tahajudnya dia menangis dan memohon ampun kepada Allah yang maha pengampun. Jika memang benar dia salah maka dia meminta ampun yang sebesar-besarnya dan apabila memang ibu dan bapaknya yang salah dan menyimpang dari ajaran agama islam maka dia memohonkan ampun untuk mereka.

Ia yang selalu tawakal pada illahi. Ia yang selalu sabar dalam setiap cobaan dan bertahan pada jihadnya. Kini dia sedikit rapuh. Matanya yang indah itu menumpahkan air mata yang tak bisa dibendung lagi. Dalam kesunyian malam itu, isakan tangisnya terdengar dari dalam kamarnya. Namun dia telah berpegang teguh pada firman Allah dalam Al-qur’an surah Al-Hasyr ayat 58 bahwa Allah berseru “ hai orang-orang yang beriman! Bertawakalah kepada Allah. Hendaklah setiap orang memperhatikan perbuatan apa yang telah dilakukannya, sebagai persediaan untuk hari esok. Bertawakalah kepada Allah. Sungguh Allah tahu benar apa yang kamu lakukan.

Setelah ia membaca ayat tersebut, hatinya semakin menjadi tenang bahwa apa yang telah dilakukannya tadi tidak bermaksud menyakiti hati kedua orang tuanya. Baginya Allah maha tahu segala isi hatinya kenapa dia melakukan hal tersebut.
Selang beberapa lama kemudian, ia terlelap dalam tidur dengan balutan mukenah berwarna putih diatas sajadahnya.


Karya : Imam Aris Sugianto

MYSELF

Mungkin gue adalah orang yang paling cuek dan gak mau tau. Pasalnya, gue gak tahu kalo kakak cowok gue bakalan nikah besok. Dan masalah terbesarnya adalah, gue belum nyalon.

Akhirnya gue minta Pak Udin supir gue buat nganterin ke spa & salon terdekat. Mau ke yang langganan, tapi jauh amat takut gak keburu. Oke deh, gue sampe di Princess Spa & Salon. Gue masuk dan menghampiri mbak mbak resepsionis nya.

"Selamat siang. Mau spa atau salon mbak? Atau keduanya" tanyanya dengan senyum tulus. Wajahnya bulat, pipi chubby, hidungnya pesek berkulit cokelat dan rambut disanggul dengan seragam pegawainya.

"Siang. Dua-duanya aja." jawab gue yang saat itu cuma pake jogger pants cokelat sama kaos putih dengan rambut digerai tanpa make up sama converse. Gembel.

"Oke mbak. Disini kami menyediakan bla bla bla. Dan bla bla bla dengan harga bla bla. Atau bla bla yang bla bla dengan harga bla bla. Atau mau lebih jelas bisa lihat di menu kami." Gue terpelongo.

'Kalo dia punya menunya, kenapa si mbak ini jelasin panjang lebar?' Gue melihat menunya satu per satu. Banyak pilihan. Tapi karena pilihan gue amburegul dan gak ada di daftar menu. Akhirnya gue pilih paket sesuka gue.

"Oiya mbak, sekalian mani padi nya juga ya."

"Baik mbak."

Terus mbak mbak yang lain ngnterin gue ke ruang spa nya.

***

Gue terbangun ketika matahari menembus jendela kamar yang membuat mata sedikit silau. Gue lihat jam di dinding depan gue. Jam 7. Gue ngulet-ngulet bentar sambil puas-puasin nguap sebelum bergegas mandi.

Duduk-duduk bentar sambil nge check hp. Ya, manatau ada yang ngucapin selamat pagi. Dan gue tau gak bakalan ada. Apalagi dari si Dandy orang yang gue taksir namun gue pasrah. Kalo dia suka sama gue ya Alhamdulillah, kalo gak ya gakpapa.

Setelah mikir mikir dan mikir. Gue memberanikan diri buat bangkit, merampok handuk dari gantungan yang tak berdosa dan kabur ke kamar mandi takut ada polisi yang mengejar.

~SETELAH MANDI~

Gue mendapati hp gue bergetar ketika gue udah pake gaun. U know kan ini hari pernikahan kakak cowok gue, cinta sejati gue setelah Papa.

Slide to unlock. Ada LINE.

'Palingan juga Line for ios. Perhatian banget sih tiap hari nge Line mulu.' Tapi gue salah! SALAH! Ternyata yang chat gue adalah Dandy! The boy who i like. My feel's like a dream. Go wake up bitch! Wait, bitch? No, i'm not! Gue klik chat dari dia. Ternyata dia bilang...

[300 Diamond/A+ Character/A+ Pendant] ModeTreasureHunt&SystemCrystal&3Pendant
 BaruRilis! Dapatkan3Pendant,Dapatkan900Diamond!TingkatkanS PendantBaru, DapatkanS TrenscendenLight! Bareng dandywijaya_

Kampret! Kampret se-kampret-kampretnya. Gue membanting hape gue! Ke kasur. Tapi terpental juga ke lantai dan akhirnya jatoh. Untung hapenya masih hidup. Kalo enggak. Ya gak papa. Gue men-lock hape gue ketika Mama mengetuk pintu kamar.

"Rin, udah siap belum?"

"Belom, Ma. Tinggak make-up-an."

"Yaudah cepetan ya. Jangan terlalu menor."

Yang mau menor siapa juga?

"Mama kebawah dulu. Kalo udah selesai nyusul ya. Harus udah selesai sebelum kakak kamu selesai."

"Iya, Ma. Gimana mau cepet selesai kalo Mama masih ngomong terus?" gue duduk di meja rias.

"Oh iya. Yaudah deh, Mamah kebawah dulu ya."

Gue mengikat asal rambut gue, memakai bandana biar poninya gak ganggu pas make-up-an. Gue cuci muka dulu di wastafel, kembali duduk di meja rias, mengoles foundation dan mulai make-up-an sampe hair do nya by gue sendiri.

Setelah gue rasa gue cantik --gue rasa-- gue pun mengambil tas jinjing di lemari tas, membawa hape, power bank, headset, bedak, sisir, lipstik dan dompet. Tasnya sih kalo dilihat kecil, tapi bermuatan banyak. Saat itu gue memakai gaun panjang tanpa lengan dan brukat di bagian badannya, berwarna ungu dan payet payet hitam serta dibagian rok berwarna putih yang sudah di pesan Mamah sama penjahit langganannya. Tas yang gue pake tadi warnanya ungu putih berbahan kulit. Hmm sepatunya sih, heels hitam polos dengan ujung hak runcing yang panjangnya 7 cm. Gak licin di lantai, alas yang empuk, nyaman deh.

***

"Udah siap?" tanya Mamah ketika gue menginjak kaki di lantai 1.

"Udah." gue mengangguk mantap sambil senyum.

Kemudian Kakak gue datang mengampiri kami. Dia juga udah siap. Segera kami ke mobil dan melaju ke pesta pernikahan. Akad nikah dan resepsi dilakukan di satu tempat dan satu hari.

Diperjalanan, ingatan gue flashback ke masa-masa gue dan kakak gue. Gue tersenyum, hampir menangis namun gue buru buru menghapus air mata gue sebelum make-up gue luntur. Entah mungkin kakak gue tau apa yang gue pikirin, sepersekian detik setelah gue mengusap air mata, dia merangkul gue dan mendekap gue di pelukannya. Tangan gue, gue lingkarin dipinggangnya. Mungkin ini saat terakhir gue dipeluk sama dia kayak gini. Nyamaaann banget. Tanpa ada sepatah katapun yang keluar dari mulut masing-masing namun masih saling menyapa dalam jiwa. Dia gak ngelepasin gue sampe kita tiba di tempat.

***

"Kak, kalo lu udah punya wanita lain yang harus lo lindungin. Terus yang ngelindungin gue sama mamah siapa?" tanya gue di kursi tamu saat acara resepsi. Pengantin perempuannya lagi sibuk ngobrol sama temen-temennya.

"Jadi Papah lu anggep apa?" jawabnya tersenyum.

"Papah kan udah nggak muda lagi. Tenaga dia gak sekuat dulu."

"Seorang mahaguru yang ngajarin gue silat, gak mungkin secepat itu lemah walaupun umur udah gak muda. Sampe kapanpun, gue gak bakalan bisa ngalahin dia."

"Bukan gitu. Maksud gue, siapa yang ngelindungin gue dari cowok cowok bren*sek diluar sana? Emangnya papa mau gue ajak ke kampus?"

"Makanya gue bakal ngenalin elo sama temen gue dari SMP. Sahabat sejati gue. Dia orangnya tanggung jawab, baik, menghormati cewek, jarang pacaran, rajin sholat sama bisa ngaji. Hampir samalah kayak elu. Cuman elu belum pake jilbab. Gue yakin, kalo lu sama dia. Dia bakal bimbing lu buat pake jilbab."

Gue terdiam. Sebenarnya gue mau aja pake jilbab. Tapi gue ngerasa gue gak cocok, jelek kalo pake jilbab. Makanya niat itu gue urungkan dulu.

"Kalo lu udah baligh, tapi lu belum nutup aurat, dosa lu ditanggung Papa dan Papa yang nanti masuk neraka. Tapi kalo lu nutup auratnya pas udah nikah karena suruhan suami. Berarti lu lebih sayang sama suami lu, karna setelah nikah kalo istri gak nutup aurat, dosanya ke suami. Ngerti?"

Gue diem lagi.

"Tuh orang yang gue maksud tadi dateng. Kenalan ya. Jangan bikin malu kakak." dia tersenyum.

Gue sama dia berdiri nyambut si cowok yang dia maksud. Sebaya sama kakak. Beda 3 tahun dari gue. Tubuhnya tegap, kumis tipis, brewokan dikit, hair style masa kini, mata elang, rahang yang kuat, hidung kokoh. Style nya keren. Pake kaos abu-abu, jas hitam tidak dikancing, celana hitam gantung diatas tumit, sama sneaker abu-abu dan satu lagi, yaitu jam. WOW!

"Kenalan dulu dong sama pacar gue." ujar kakak pada si cowok itu yang tertawa.

Dia menawarkan tangan kanannya sama gue. "Fachri." ujarnya mantap. Suaranya berat dan tegas.

"Rianti." ujar gue membalas tawaran tangannya. Mata kita saling ketemu kayak di FTV.

Kita pun mengambil tempat untuk berdua, mengasingkan diri. Sedangkan si kakak balik ke pujaan hatinya.

"Masih sekolah?" tanyanya langsung ketika bokong gue baru nyentuh kursi.

"Eng.. Enggak kak. Udah kuliah."

"Semester berapa?"

"Enam."

"Jurusan?"

"Farmasi."

"Ciee.. Mau jadi apoteker."

"Ihh apaan sih. Cie ciee haha" gue tertawa.

Kak Fachri melihat jam ditangannya.

"Udah Sholat?" tanyanya.

"Belum."

"Sholat yuk? Di Mushola itu aja. Jalan kaki gakpapa kan? Deket kok."

"Yuk. Iya gapapa kak."

'Untung aja tadi gue bawa mukenah. Fiuhh..'

***

Diperjalanan pulang dari Sholat.

"Kakak masih lanjut kuliah atau kerja?" tanyaku padanya.

Dia menoleh. "Udah kerja. Sekarang waktunya fokus nyari uang."

"Dan nyari jodoh?" sambungku.

"Itu sih udah dapet."

Gue terkejut. Kalo dia udah punya calon, ngapain kakak ngenalin gue ke dia? Kampret!

"Kakak udah dijodohin sama kakaknya kamu."

"Siapa ceweknya?" tanyaku lagi, sedikit kesal.

"Kamu."

Pipi gue merah! Gue senyum. Ya ampun, di gombalin tapi ini tulus.

"Setelah wisuda kakak gak mau nembak kamu." ujar Kak Fachri.

"Jadi?"

"Ya ngelamar lah. Ngapain juga pake acara pacar-pacaran."

"Gombal mulu ya dari tadi."

"Bukan gombal. Tapi pipi kamu aja merah."

Gue natap dia. Kok dia tau? Kan gue udah nyembunyiin muka gue.

"Kakak tau kok. Jangan ditutup-tutupin, ya."

Ya Allah, dia tau isi pikiran gue.

"Mulai besok mau nggak pake jilbab? Bukan buat kakak, tapi buat papa kamu. Dosanya udah banyak gara-gara kamu."

"Iya deh. Kapan lagi aku harus mulai." gue tersenyum.

Dia memegang tanganku. Jari jemari kami saling bersilangan. Dan kami melanjutkan perjalanan dan mengobrol lebih banyak.


Karya : Sania Mulia

SEPOTONG HATI UNTUK TUHAN

Di keheningan senja menyapa alam selepas shalat maghrib di rumah, ayah memandangi wajah mungilku yang sebentar lagi akan duduk di bangku sekolah dasar. Aku balas pandangan ayah dengan tatapan kasih sayang. Dari raut wajahnya seolah ayah ingin mengatakan sesuatu padaku, tapi aku tidak tahu apa yang ada dibenak ayah. Ternyata benar, tiba-tiba ayah berkata kepadaku:

“Nak, kalau kamu nanti sudah besar ayah akan menyekolahkan kamu ke pesantren, agar kelak kamu menjadi anak yang saleh”
Aku menganggukkan kepala, dengan kepolosan wajah menandakan bahwa aku mengiyakan ucapan ayah.

Seiring dengan berputarnya waktu mengikuti arah jarum jam, hari ini adalah hari pertamaku duduk dibangku sekolah dasar SD Negeri 147545 Bange. Aku sangat senang bertemu dengan guru-guru yang baik hati dan teman baru yang lucu-lucu. Hari-hari di sekolah, ku lalui dengan riang gembira.

Tiada terasa enam tahun sudah berlalu, disudut malam bersamaan dengan gerimis hujan yang menghampiri bumi, ayah mendekati aku di ruang tamu sembari berucap:

“Dayat, sebentar lagi kan kamu akan lulus SD nak, sebenarnya ayah sangat menginginkan kamu masuk pesantren, sesuai dengan rencana ayah dulu. Tapi di sisi lain, ayah belum tega berpisah karena kamu satu-satunya anak lelaki ayah, dan kelihatannya kamu juga masih terlalu kecil untuk tinggal di asrama”

“Iya yah, dayat menurut saja sama ayah” jawabku dengan polos.

“Bagaimana nak kalau kamu masuk pesantrennya nanti setelah lulus SMP?”

“Iya yah, Dayat setuju”

Setelah lulus SD, akhirnya aku terlebih dahulu dimasukkan di SMP Negeri Madina, Sumut.
Pergeseran waktu begitu cepat, sekarang aku telah duduk di bangku kelas tiga Sekolah Menengah Pertama. Saat ini Aku benar-benar merasakan goncangan jiwa yang tidak seperti biasanya, setiap hari aku selalu ingin mencoba sesuatu yang belum pernah aku rasakan.

Di usia remaja ini, aku ingin lepas sebebas-bebasnya tanpa kekangan dari siapapun. Kata keluarga, sikapku sangat jauh berubah sembilan puluh derajat dari sebelum aku kelas tiga, tapi aku tidak mengiraukan omongan mereka.

Ketika aku nongkrong di kedai samping rumah, tiba-tiba Romi menghampiriku.

“Dayat, nanti malam kita ke diskotik yuk...!!!” Ucap Romi, sembari mendekat.

“Ngapain Romi?” jawabku.

“Ngapain lagi yat, biasa anak muda...”

“Aduh... rom, aku nggak bisa, aku nggak pernah ke tempat gituan”

“Yat... Dayat... kamu itu udah gede, kamu bukan anak ingusan lagi, kamu itu harus gaul men... biar kamu nggak dibilang teman-teman yang lain dengan sebutan cupu bin katro”

Karena tidak mau dibilang cupu dan katro, lalu akupun mengiyakan ajakan Romi tersebut. Aku susuri persimpangan malam dengan perasaan tidak menentu, ketika pulang dari diskotik menuju rumah. Setibanya di kamar tidur, aku rebahkan sekujur tubuh di ranjang bergaris-garis biru, pikiranku tidak karuan seolah ada kekhawatiran dan perasaan tidak enak. Karena malam sudah larut, aku paksakan mata memejam karena besok kami akan menerima rapor di sekolah.

Di bawah terik mentari yang tersenyum sekitar pukul sebelas siang ini, aku pulang dari sekolahku menuju rumah, dari kejauhan terlihat senyum manis memancar dari dua orang insan yang sedang menantikan sang anak. Mungkin mereka berharap dihari penerimaan rapor semester satu ini sang buah hati tetap bisa mempertahankan rangking satunya.

Aku tidak tahu lagi harus bagaimana karena nilai raporku turun drastis, dengan perasaan tidak menentu aku beranikan diri mendekati ayah dan ibu. Melihat nilai raporku yang sangat jelek, ayah langsung marah kepadaku.

“Kamu ini gimana sih, nilainya kok bisa jelek gini, kamu ini cuma bisa malu-maluin ayah saja, beginilah... kalau kamu tidak mau lagi diatur”

“Sudah pak, mungkin Dayat juga tidak menyangka nilainya begini” jawab ibu, mencoba meredam kemarahan ayah.

Ayah pun melangkah pergi, meninggalkan aku dan ibu. Aku tidak ambil pusing terhadap apa yang baru ayah katakan, yang penting aku tetap bisa happy menjalani hidup.

Setengah tahun telah berlalu, ketika mentari pamit pulang ke ufuk barat, burung-burung lalu-lalang menuju peraduan masing-masing dan pelangi menghiasi sore nan indah. Di dalam rumah, ayah mendekati aku ketika sedang asyik-asyiknya mendengarkan musik di kamar. Lalu ayah berkata kepadaku:

“Dayat, satu minggu lagi kan kamu sudah lulus SMP, jadi ayah ingin kamu masuk pesantren nak, bagaimana menurutmu?”

“Aduh... aku gak suka sekolah pesantren yah, aku gak berani tinggal di asrama” jawabku mencari-cari alasan.

Ibu tiba-tiba mendekati kami, mungkin tadi beliau mendengar pembicaraanku dengan ayah, lalu ibu memegang tanganku sembari membujuk:

“Nak, apa yang dikatakan ayahmu demi kebaikan kamu juga”

“Gimana sih ibu, bukannya mau membela, malah dukung ayah lagi. Mau jadi apa aku nanti kalau aku sekolah di pesantren?” menyahut ucapan ibu dengan angkuhnya.

“Nak, kalau ibu dan ayah nanti meninggal, siapa yang akan menyolatkan dan mendoakan kami ?”

hatiku sontak kaget mendengarkan kata-kata ibu, bagaimana pun juga aku masih mempunyai hati nurani. Aku sangat terharu mendengarkan ucapan ibu tersebut, seorang manusia yang telah mengorbankan hidup dan matinya untukku sejak dari alam rahim. Sejenak hatiku luluh mendengarkan ucapan ibu tadi.

Di hari minggu ini, cuaca sangat mendung, semendung hati yang aku rasakan. Aku benar-benar berada dipersimpangan hati, apakah menuruti kemauan kedua orangtua atau tidak. Tiba-tiba saja ibu menghampiriku dari belakang, dengan suara kasih sayang ibu berusaha menenangkan kerisauan hatiku. Mungkin tadi ibu memperhatikan aku ketika duduk di kursi berwarna hitam ini.

“Yat, ibu tahu hati anak ibu sedang risau, apa yang kamu pikirkan nak?”

“Nggak ada bu, Cuma kurang fit aja”

“Kamu tidak boleh bohong sama ibu, pasti kamu masih belum bisa menerima keputusan ayah dan ibu”

Kemudian ibu mencoba menenangkan hatiku yang sedang galau tingkat tinggi ini.

“Nak di dalam tubuh manusia itu ada yang disebut dengan hati, ia ibarat sepotong roti yang harus dipersembahkan kepada yang pantas kita cintai, kamu ngerti kan?”

“Iya bu” Jawabku walaupun aku tidak tahu maksud perkataan ibu.

Dengan perasaan terpaksa akhirnya aku menuruti permintaan ayah dan ibu. Setelah lulus dari bangku SMP, aku didaftarkan ke salah satu pondok pesantren. Mendengar aku masuk pesantren, teman-teman sebaya mengucilkan aku di kampung, tapi aku tidak terlalu menghiraukannya karena mungkin inilah jalan takdir yang harus aku hadapi.

Awalnya aku ingin berhenti setelah satu minggu di pondok ini karena berbagai peraturan yang sangat ketat, berkat dorongan ayah dan ibu akhirnya aku betah juga di tempat para mujahid ilmu ini. Di pondok ini juga aku benar-benar merasakan kedamaian hati yang belum pernah aku rasakan sebelumnya. Seolah-olah aku terlahir kembali menjadi Muslim yang sesungguhnya, bukan hanya Muslim di KTP saja.

Malam Jumat tepat pada pukul 12.00 aku terbangun dikeheningan malam, aku teringat semua kesalahan yang pernah aku perbuat dan juga teringat kepada keluarga di kampung. Di tengah suara jangkrik yang sahut menyahut, aku mengambil air wuduk, untuk mengerjakan Shalat Tahajjud. Air mataku bercucuran membasahi sajadah ketika berdoa dan meminta ampun kepada sang khalik selepas shalat Tahajjud. Setelah curhat kepada Allah hatiku begitu tenang dan damai.

Ketika sedang di ranjang tidur, aku teringat kepada perkataan ibu bahwa di dalam tubuh manusia itu ada yang disebut dengan hati. Hati itu ibarat sepotong roti yang harus dipersembahkan kepada yang paling pantas untuk dicinta. Sejenak aku terdiam bingung seolah ada yang membisikkan maksud dari perkataan ibu kepadaku, pikiranku langsung terbuka dan tahu jawabannya, maksudnya adalah hati itu harus dipersembahkan kepada yang paling pantas dicintai di jagat raya ini, yakni kepada tuhan semesta alam, Allah SWT. Aku pun tersenyum sendiri setelah mengetahui maksud dari ucapan ibu itu.

Aku pun berjanji pada diriku sendiri bahwa kesucian sepotong hati yang ada di dalam tubuh ini akan aku persembahkan kepada tuhan, dengan mengerjakan segala perintahnya dan menjauhi larangan-larangannya. Dari jendela dekat ranjang aku menatap ke langit, terlihat bulan yang sedang bahagia seolah menjadi saksi bisu dari pertaubatanku.


Karya : Mustofa Kamal Btr

DANAU TOBA

Di wilayah Sumatera hiduplah seorang petani yang sangat rajin bekerja. Ia hidup sendiri sebatang kara. Setiap hari ia bekerja menggarap lading dan mencari ikan dengan tidak mengenal lelah. Hal ini dilakukannya untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari.

Pada suatu hari petani tersebut pergi ke sungai di dekat tempat tinggalnya, ia bermaksud mencari ikan untuk lauknya hari ini. Dengan hanya berbekal sebuah kail, umpan dan tempat ikan, ia pun langsung menuju ke sungai. Setelah sesampainya di sungai, petani tersebut langsung melemparkan kailnya. Sambil menunggu kailnya dimakan ikan, petani tersebut berdoa,“Ya Alloh, semoga aku dapat ikan banyak hari ini”. Beberapa saat setelah berdoa, kail yang dilemparkannya tadi nampak bergoyang-goyang. Ia segera menarik kailnya. Petani tersebut sangat senang sekali, karena ikan yang didapatkannya sangat besar dan cantik sekali.

Setelah beberapa saat memandangi ikan hasil tangkapannya, petani itu sangat terkejut. Ternyata ikan yang ditangkapnya itu bisa berbicara. “Tolong aku jangan dimakan Pak!! Biarkan aku hidup”, teriak ikan itu. Tanpa banyak Tanya, ikan tangkapannya itu langsung dikembalikan ke dalam air lagi. Setelah mengembalikan ikan ke dalam air, petani itu bertambah terkejut, karena tiba-tiba ikan tersebut berubah menjadi seorang wanita yang sangat cantik.

“Jangan takut Pak, aku tidak akan menyakiti kamu”, kata si ikan. “Siapakah kamu ini? Bukankah kamu seekor ikan?, Tanya petani itu. “Aku adalah seorang putri yang dikutuk, karena melanggar aturan kerajaan”, jawab wanita itu. “Terimakasih engkau sudah membebaskan aku dari kutukan itu, dan sebagai imbalannya aku bersedia kau jadikan istri”, kata wanita itu. Petani itupun setuju. Maka jadilah mereka sebagai suami istri. Namun, ada satu janji yang telah disepakati, yaitu mereka tidak boleh menceritakan bahwa asal-usul Puteri dari seekor ikan. Jika janji itu dilanggar maka akan terjadi petaka dahsyat.

Setelah beberapa lama mereka menikah, akhirnya  kebahagiaan Petani dan istrinya bertambah, karena istri Petani melahirkan seorang bayi laki-laki. Anak mereka tumbuh menjadi anak yang sangat tampan dan kuat, tetapi ada kebiasaan yang membuat heran semua orang. Anak tersebut selalu merasa lapar, dan tidak pernah merasa kenyang. Semua jatah makanan dilahapnya tanpa sisa.

Hingga suatu hari anak petani tersebut mendapat tugas dari ibunya untuk mengantarkan makanan dan minuman ke sawah di mana ayahnya sedang bekerja. Tetapi tugasnya tidak dipenuhinya. Semua makanan yang seharusnya untuk ayahnya dilahap habis, dan setelah itu dia tertidur di sebuah gubug. Pak tani menunggu kedatangan anaknya, sambil menahan haus dan lapar. Karena tidak tahan menahan lapar, maka ia langsung pulang ke rumah. Di tengah perjalanan pulang, pak tani melihat anaknya sedang tidur di gubug. Petani tersebut langsung membangunkannya. “Hey, bangun!, teriak petani itu.

Setelah anaknya terbangun, petani itu langsung menanyakan makanannya. “Mana makanan buat ayah?”, Tanya petani. “Sudah habis kumakan”, jawab si anak. Dengan nada tinggi petani itu langsung memarahi anaknya. "Anak tidak tau diuntung ! Tak tahu diri! Dasar anak ikan!," umpat si Petani tanpa sadar telah mengucapkan kata pantangan dari istrinya.

Setelah petani mengucapkan kata-kata tersebut, seketika itu juga anak dan istrinya hilang lenyap tanpa bekas dan jejak. Dari bekas injakan kakinya, tiba-tiba menyemburlah air yang sangat deras. Air meluap sangat tinggi dan luas sehingga membentuk sebuah telaga. Dan akhirnya membentuk sebuah danau. Danau itu akhirnya dikenal dengan nama Danau Toba.

BATU MENANGIS

Disebuah bukit yang jauh dari desa, didaerah Kalimantan hiduplah seorang janda miskin dan seorang anak gadisnya.
Anak gadis janda itu sangat cantik jelita. Namun sayang, ia mempunyai prilaku yang amat buruk. Gadis itu amat pemalas, tak pernah membantu ibunya melakukan pekerjaan-pekerjaan rumah. Kerjanya hanya bersolek setiap hari.
Selain pemalas, anak gadis itu sikapnya manja sekali. Segala permintaannya harus dituruti. Setiap kali ia meminta sesuatu kepada ibunya harus dikabulkan, tanpa memperdulikan keadaan ibunya yang miskin, setiap hari harus membanting tulang mencari sesuap nasi.
Pada suatu hari anak gadis itu diajak ibunya turun ke desa untuk berbelanja. Letak pasar desa itu amat jauh, sehingga mereka harus berjalan kaki yang cukup melelahkan. Anak gadis itu berjalan melenggang dengan memakai pakaian yang bagus dan bersolek agar orang dijalan yang melihatnya nanti akan mengagumi kecantikannya. Sementara ibunya berjalan dibelakang sambil membawa keranjang dengan pakaian sangat dekil. Karena mereka hidup ditempat terpencil, tak seorangpun mengetahui bahwa kedua perempuan yang berjalan itu adalah ibu dan anak.
Ketika mereka mulai memasuki desa, orang-orang desa memandangi mereka. Mereka begitu terpesona melihat kecantikan anak gadis itu, terutama para pemuda desa yang tak puas-puasnya memandang wajah gadis itu. Namun ketika melihat orang yang berjalan dibelakang gadis itu, sungguh kontras keadaannya. Hal itu membuat orang bertanya-tanya.
Di antara orang yang melihatnya itu, seorang pemuda mendekati dan bertanya kepada gadis itu, "Hai, gadis cantik. Apakah yang berjalan dibelakang itu ibumu?" namun, apa jawaban anak gadis itu ?
"Bukan," katanya dengan angkuh. "Ia adalah pembantuku !"
Kedua ibu dan anak itu kemudian meneruskan perjalanan.
Tak seberapa jauh, mendekati lagi seorang pemuda dan bertanya kepada anak gadis itu.
"Hai, manis. Apakah yang berjalan dibelakangmu itu ibumu?"
"Bukan, bukan," jawab gadis itu dengan mendongakkan kepalanya. " Ia adalah budakk!"
Begitulah setiap gadis itu bertemu dengan seseorang disepanjang jalan yang menanyakan perihal ibunya, selalu jawabannya itu. Ibunya diperlakukan sebagai pembantu atau budaknya.
Pada mulanya mendengar jawaban putrinya yang durhaka jika ditanya orang, si ibu masih dapat menahan diri. Namun setelah berulang kali didengarnya jawabannya sama dan yang amat menyakitkan hati, akhirnya si ibu yang malang itu tak dapat menahan diri. Si ibu berdoa.
"Ya Tuhan, hamba tak kuat menahan hinaan ini. Anak kandung hamba begitu teganya memperlakukan diri hamba sedemikian rupa. Ya, tuhan hukumlah anak durhaka ini ! Hukumlah dia...."
Atas kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa, perlahan-lahan tubuh gadis durhaka itu berubah menjadi batu. Perubahan itu dimulai dari kaki. Ketika perubahan itu telah mencapai setengah badan, anak gadis itu menangis memohon ampun kepada ibunya.
"Oh, Ibu..ibu..ampunilah saya, ampunilah kedurhakaan anakmu selama ini. Ibu...Ibu...ampunilah anakmu.." Anak gadis itu terus meratap dan menangis memohon kepada ibunya. Akan tetapi, semuanya telah terlambat. Seluruh tubuh gadis itu akhirnya berubah menjadi batu. Sekalipun menjadi batu, namun orang dapat melihat bahwa kedua matanya masih menitikkan air mata, seperti sedang menangis. Oleh karena itu, batu yang berasal dari gadis yang mendapat kutukan ibunya itu disebut " Batu Menangis ".

SINBAD

Dahulu, di daerah Baghdad, timur tengah, ada seorang pemuda bernama Sinbad yang kerjanya memanggul barang-barang yang berat dengan upah yang sedikit, sehingga hidupnya tergolong miskin. Suatu hari, Sinbad beristirahat di depan pintu rumah saudagar kaya karena sangat lelah dan kepanasan. Sambil istirahat, ia menyanyikan lagu. "Namaku Sinbad, hidupku sangat malang, berapapun aku bekerja dengan memanggul beban di punggung tetaplah penderitaan yang kurasakan." Tak berapa lama muncul pelayan rumah itu, menyuruh Sinbad masuk karena dipanggil tuannya.

"Apakah namamu Sinbad ?", "Benar Tuan". "Namaku juga Sinbad", kata sang saudagar. Ia pun mulai bercerita, "Dulu aku seorang pelaut. Ketika mendengar nyanyianmu, aku sangat sedih karena kau berpikir hanya kamu sendiri yang bernasib buruk, dulu nasibku juga buruk, orangtua ku meninggalkan banyak warisan, tetapi aku hanya bermain dan menghabiskan harta saja. Setelah jatuh miskin aku bertekad menjadi seorang pelaut. Aku menjual rumah dan semua perabotannya untuk membeli kapal dan seisinya. Karena sudah lama tidak menemui daratan, ketika ada daratan yang terlihat kami segera merapatkan kapal. Para awak kapal segera mempersiapkan makan siang. Mereka membakar daging dan ikan. Tiba-tiba , permukaan tanah bergoyang. Pulau itu bergerak ke atas, para pelaut berjatuhan ke laut. Begitu jatuh ke laut, aku sempat melihat ke pulau itu, ternyata pulau tersebut, berada di atas badan ikan paus. Karena ikan paus itu sudah lama tak bergerak, tubuhnya ditumbuhi pohon dan rumput, mirip seperti pulau. Mungkin karena panas dari api unggun, ia mulai bergerak liar.
Mereka yang terjatuh ke laut di libas ekor ikan paus sehingga tenggelam. Aku berusaha menyelamatkan diri dengan memeluk sebuah gentong, hingga aku pun terapung-apung di laut. Beberapa hari kemudian, aku berhasil sampai ke daratan. Aku haus, disana ada pohon kelapa. Kemudian aku memanjatnya dan mengambil buah dan meminum airnya. Tiba-tiba aku melihat ada sebutir telur yang sangat besar. Ketika turun, dan mendekati telur itu, tiba-tiba dari arah langit, terdengar suara yang menakutkan disertai suara kepakan saya yang mengerikan. Ternyata, seekor burung naga yang amat besar.

Setelah sampai disarangnya, burung naga itu tertidur sambil mengerami telurnya. Sinbad menyelinap dikaki burung itu, dan mengikat erat badannya di kaki burung naga dengan kainnya. "Kalau ia bangun, pasti ia langsung terbang dan pergi ke tempat di mana manusia tinggal." Benar, esoknya burung naga terbang mencari makanan.

Ia terbang melewati pegunungan dan akhirnya tampak sebuah daratan. Burung naga turun di sebuah tempat yang dalam di ujung jurang. Sinbad segera melepas ikatan kainnya di kaki burung dan bersembunyi di balik batu. Sekarang Sinbad berada di dasar jurang. Sinbad tertegun, melihat disekelilingnya banyak berlian.

Pada saat itu, "Bruk" ada sesuatu yang jatuh. Ternyata gundukan daging yang besar. Di gundukan daging itu menempel banyak berlian yang bersinar-sinar. Untuk mengambil berlian, manusia sengaja menjatuhkan daging ke jurang yang nantinya akan diambil oleh burung naga dengan berlian yang sudah menempel didaging itu. Sinbad mempunyai ide. Ia segera mengikatkan dirinya ke gundukan daging. Tak berapa lama burung naga datang dan mengambil gundukan daging, lalu terbang dari dasar jurang. Tiba-tiba, "Klang! Klang! Terdengar suara gong dan suling yang bergema. Burung naga yang terkejut menjatuhkan gundukan daging dan cepat-cepat terbang tinggi. Orang-orang yang datang untuk mengambil berlian, terkejut ketika melihat Sinbad.

Sinbad menceritakan semua kejadian yang dialaminya. Kemudian orang-orang pengambil berlian mengantarkan Sinbad ke pelabuhan untuk kembali ke negaranya. Sinbad menjual berlian yang didapatnya dan membeli sebuah kapal yang besar dengan awak kapal yang banyak. Ia berangkat berlayar sambil melakukan perdagangan. Suatu hari, kapal Sinbad dirampok oleh para perompak. Kemudian Sinbad dijadikan budak yang akhirnya dijual kepada seorang pemburu gajah. "Apakah kau bisa memanah?" Tanya pemburu gajah. Sang pemburu memberi Sinbad busur dan anak panah dan diajaknya ke padang rumput luas. "Ini adalah jalan gajah. Naiklah ke atas pohon, tunggu mereka datang lalu bunuh gajah itu". "Baik tuan," jawab Sinbad ketakutan.

Esok pagi, datang gerombolan gajah. Saat itu pemimpin gajah melihat Sinbad dan langsung menyerang pohon yang dinaiki Sinbad. Sinbad jatuh tepat di depan gajah. Gajah itu kemudian menggulung Sinbad dengan belalainya yang panjang. Sinbad mengira ia pasti akan dibunuh atau di banting ke tanah. Ternyata, gajah itu membawa Sinbad dengan kelompok mereka ke sebuah gunung batu. Akhirnya terlihat sebuah air terjun besar. Dengan membawa Sinbad, gajah itu masuk ke dalam air terjun menuju ke sebuah gua. "Ku..kuburan gajah!" Sinbad terperanjat. Di gua yang luas bertumpuk tulang dan gading gajah. Pemimpin gajah berkata,"kalau kau ingin gading ambillah seperlunya. Sebagai gantinya, berhentilah membunuh kami." Sinbad berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya. Ia pulang dengan memanggul gading gajah dan menyerahkan ke tuannya dengan syarat tuannya tidak akan membunuh gajah lagi. Tuannya berjanji dan kemudian memberikan Sinbad uang.

"Sampai disini dulu ceritaku", ujar Sinbad yang sudah menjadi saudagar kaya. "Aku bisa menjadi orang kaya, karena kerja keras dengan uang itu. Jangan putus asa, sampai kapanpun, apalagi jika kita masih muda," lanjut sang saudagar.

SINBAD DI PULAU MISTERIUS

Kisah tentang Sinbad si pelaut adalah salah satu kisah yang terkenal di antara kisah-kisah 1001 malam. Konon kisah Sinbad ini terjadi pada masa pemerintahan sultan harun arrasyid di negri bagdad. Sinbad adalah anak seorang pedagang besar di masa itu yang sangat kaya raya. Sewaktu Sinbad masih kecil, ayahnya meninggal dunia, sehingga dia mewarisi semua harta kekayaan ayahnya yang sangat banyak dan berlimpah.

Karena usianya yang masih sangat muda di waaktu itu, dia pun menggunakan hartanya untuk sekedar bersenang-senang dan berfoya-foya. Lambat laun harta kekayaan yang dia miliki pun semakin habis, hanya tersisa beberapa rumah dan beberapa bidang tanah. Untungnya Sinbad mulai menyadari kesalahanya, sebelum semuanya hartanya habis dia pun berniat untuk bekerja dan mulai meninggalkan kehidupan berfoya-foya.

Dia pun menjual semua harta yang dia miliki dan berniat untuk pergi berdagang. Setelah terkumpul uang sebanyak 3000 dirham, dia pun berangkat ke kota basrah. Dari kota basrah…Sinbad ikut berlayar pada sebuah kapal. Sinbad berlayar berhari-hari, singgah dari pulau ke pulau untuk melakukan pertukaran dan jual beli.

Hingga pada suatu hari tibalah Sinbad pada sebuah pulau yang sangat indah, di situ kapten berlabuh, membuang sauh,dan mengeluarkan papan untuk mendarat. Para penumpang yang terdiri dari para pedagang pun turun ke pulau itu. Ada yang mencuci, ada yang memasak, dan ada juga yang sekedar berjalan-jalan melihat pemandangan sekeliling pulau. Dan Sinbad adalah salah satu yang ikut berkeliling. Pulau itu memang sangat indah, butiran pasir putih mengelilingi sekitar pantai, dan pohon-pohon yang hijau tumbuh di atas pulau. Membuat decak kagum bagi tiap orang yang melihatnya.

Tapi belum berapa lama mereka berkeliling, tiba-tiba terdengar kapten kapal berteriak.

“Hai kalian semua…cepat naik ke kapal!! Pulau yang kalian singgahi ini akan segera tenggelam..segera selamatkan diri kalian..!!!," teriak kapten dari atas kapal.

Ternyata benar, pulau yang di singgahi Sinbad itu tiba-tiba bergerak. Semakin lama-semakin tenggelam. Para awak dan penumpang kapal pun berlarian naik ke atas kapal. Mereka membawa sebagian barang berharga yang sempat mereka bawa, sedangkan orang-orang yang jauh dari kapal tak seberuntung mereka.Karena tak sempat menjangkau kapal, mereka pun tenggelam bersama pulau itu.

Ternyata pulau itu bukanlah sebuah pulau seperti yang mereka kira.Tapi pulau itu adalah punggung sebuah ikan paus yang sangat besar, karena lama berdiam hingga terbungkus pasir dan pohon-pohon tumbuh di atasnya. Karena panas api yang di nyalakan para pedagang untuk memasak di atas ikan itu, membuat ikan itu terbangun dan bergerak. Hingga membuat semua yang ada di atasnya ikut tenggelam bersamanya.

Tapi allah berkehendak lain, ketika Sinbad sudah hampir tenggelam…ada papan yang biasa di gunakan untuk mencuci yang hanyut di depanya. Segera dia menjangkau papan itu dan berpegang erat padanya. Sedang kapal yang tadi dia tumpangi telah berlayar menjauh. Sinbad berusaha berteriak memanggil, tapi karena suasana malam yang gelap dan suara gemuruh pulau yang tenggelam membuat suaranya tak dapat di dengar oleh kapten kapal. Akhirnya Sinbad pun mulai mengayuh dengan tanganya, dia terayun ombak ke kanan dan e kiri tanpa daya.Tapi Sinbad masih bersyukur, karena nasibnya lebih beruntung dari pada teman-temanya yang tenggelam karena tak sempat menyelamatkan diri.

Setelah sehari semalam lamanya dia terombang ambing di lautan, akhirnya kerena bantuan angin dan gelombang Sinbad terdampar di sebuah pulau.Sinbad segera merangkak ke pinggir pantai, kakinya telah bengkak dan mati rasa.Terlihat ada bekas gigitan–gigitan ikan di sekitar kakinya. Dengan tenaga yang tersisa, Sinbad terus merangkak mencapai ke atas daratan. Setelah dia sampai di bawah sebuah pohon, Sinbad pun beristirahat di situ. Karena rasa lelah dan tenaga yang terkuras, akhirnya Sinbad pun pingsan di bawah pohon itu. Dia pingsan hampir sehari lamanya, setelah dia sadar…dia pun mencari makanan dan minuman untuk memulihkan tenaganya. Karena kakinya masih bengkak, dia pun berkeliling pulau dengan merangkak dan kadang menyeret kakinya. Untungnya pualau itu di penuhi pohon-pohon yang berbuah lebat.

Jadi Sinbad tak terlalu kesulitan untuk mencari makanan, sedangkan untuk minum Sinbad cukup minum dari air sungai yang mengalir dengan jernih di sekitar pulau. Sinbad hidup dengan keadaan begini selama beberapa hari. Setelah keadaanya pulih, Sinbad pun berjalan berkeliling pulau. Sewaktu dia tiba di pinggir pantai,dia melihat ada seekor kuda yang sangat indah di ikat di pantai itu.

Karena rasa penasaran, Sinbad pun menghampiri kuda itu. Karena terkejut dengan kedatangan Sinbad, kuda itu pun meringkik-ringkik.Tiba-tiba dari kejauhan Sinbad melihat seorang lelaki berlari dengan memukul-mukul perisai besi yang dia bawa dengan pedangnya.Tapi setelah melihat Sinbad yang ada di samping kudanya, pria itu menghentikan perbuatanya dan kemudian menghampiri Sinbad.

“Ku kira tadi tuan adalah kuda laut, maka saya memukul-mukul tampeng dengan pedang untuk mengusirnya.Tapi ternyata tak seperti dugaan saya…kalau boleh tahu, siapakah tuan ini dan bagai mana bisa sampai di tempat ini?” tanya lelaki itu kepada Sinbad.

Lalu Sinbad pun menceritakan keadaan yang telah menimpa dirinya dari awal sampai ahirnya dia sampai di tempat itu.Lelaki itu pun mendengarkan semua cerita Sinbad dengan rasa kagum dan heran dengan apa yang telah di alami Sinbad.

“Masya allah….sungguh maha besar allah yang telah menyelamatkan tuan dari bahaya yang membinasakan itu..," kata lelaki itu.

Lalu lelaki itu pun mulai bercerita, bahwa dia adalah salah satu orang yang tersebar di pulau ini. Dia adalah salah satu pelayan perawat kuda raja mihrajain. Setiap bulan enam pada bulan purnama, dia dan kawan-kawanya datang ke pulau itu dengan membawa kuda-kuda betina terbaik. Lalu kuda-kuda itu akan di ikat di pantai kemudian mereka akan bersembunyi, setelah malam tiba..kuda laut jantan yang gagah dan besar akan keluar dan mendatangi kuda-kuda yang mereka ikat untuk kawin. Setelah kuda laut itu selesai, dia akan berusaha membawa serta kuda betina agar mau ikut bersamanya.Tapi karena posisinya di ikat, tentu saja kuda betina itu hanya bisa meringkik-ringkik saja.

Dan di saat mereka mendengar ringkikan kuda, maka mereka akan berlari menghampiri dengan memukul-mukul tameng dengan pedangnya untuk menakut-nakuti kuda laut agar pergi menjauh.
Dan kuda betina yang telah di kawini oleh kuda laut tadi akan di bawa pulang kembali ke negri mereka dan melahirkan anak kuda yang baik dan berharga sangat mahal. Akhirnya Sinbad pun ikut menumpang kapal dan pergi ke negri mereka. Sinbad pun di hadapkan kepada raja mihrajain dan menceritakan semua kisah yang di alaminya. Raja mihrajain pun terkagum-kagum dan menaruh simpati pada nasib yang menimpa Sinbad. Akhirnya Sinbad pun di angkat oleh raja mihrajain sebagai pengawas pelabuhan, siapa tahu dia bisa bertemu dengan kapal yang membawa barang-barang daganganya.

Sudah hampir satu bulan Sinbad menjadi pengawas pelabuhan,dia hampir putus asa untuk bisa menemukan kapal yang membawanya dulu. Hingga pada suatu hari ada sebuah kapal yang singgah di pelabuhan, seperti biasa Sinbad melakukan tugasnya sebagi pengawas pelabuahn mengecek barang-barang apa saja yang di bawa kapal itu. Sinbad pun menemui kapten kapal untuk menemaninya mengawasi tiap barang yang di keluarkan dari kapal.

“Apakah hanya itu saja? Tak ada lagi barang yang ada di dalam kapal?” tanya Sinbad.

“Tidak…masih ada beberapa barang lagi di dalam kapal.Tapi barang itu adalah milik seorang saudagar yang berlayar bersama kami tapi dia tenggelam karena musibah yang menimpa rombongan kami.Jadi kami bermaksud mengembalikan barang-barang itu pada keluarganya yang ada di bagdad," jawab kapten kapal itu menjelaskan.

“Memangnya siapa nama saudagar yang tenggelam itu?" tanya Sinbad penasaran.

“Namanya adalah Sinbad..," jawab sang kapten.

Mendengar jawaban kapten, Sinbad pun terkejut. Dia pun mulai menyelidik dan memperhatikan wajah si kapten dengan seksama.Ternyata kapten itu adalah pemimpin kapal yang dulu pernah dia naiki.

“Wahai kapten..akulah orang yang tuan maksud..aku lah Sinbad,” kata Sinbad.

“Ah…kau tidak mungkin dia.kau hanya orang yang mengaku-ngaku jadi dirinya setelah mendengar barang berharga yang telah aku ceritakan. Kau hanya orang yang ingin mengembil harta itu tanpa hak..," kata kapten dengan tegas.

Lalu Sinbad pun menjelaskan kisahnya pada si kapten,dari tiap barang apa saja yang dia bawa dikapal, tentang masalahnya dengan si kapten yang hanya di ketahuai dirinya dan kapten untuk meyakinkan si kapten. Setelah mendengar semua cerita dari Sinbad dan melihat wajah Sinbad dengan seksama, akhirnya si kapten pun mengenali Sinbad dan mempercayainya. Lalu si kapten pun mengajak Sinbad masuk ke kapal untuk memeriksa barang-barangnya,dan ternyata barang-barangnya tetap utuh tanpa kurang suatu apapun.

Lalu Sinbad pun mengajak kapten kapal menemui raja dengan membawa barang-barang berharganya sebagai hadiah untuk membalas kebaikan raja.Dan karena Sinbad sangat di percaya dan di sayang oleh raja, raja pun membalas hadiah Sinbad dengan lebih banyak hadiah-hadiah yang sangat berharga. Lalu sinbad pun berpamitan pada raja untuk ikut kembali berlayar, dengan berat hati sang raja pun melepas kepergian Sinbad.

Dalam perjalanan pulang, Sinbad menjual semua barang-barang hadiah dari raja dan mendapatkan untung yang sangat banyak. Hingga Sinbad pulang membawa harta benda yang banyak. Dan ahirnya Sinbad menjadi seorang saudagar kaya dan terkenal di bagdad…

CAMPUR ADUK

MUMBAI XPRESS

Malam gelap bertabur bintang di langit. Setelah nonton Tv yang acara sepak bola. Budi duduk dengan santai di depan rumahnya sedang baca cerp...

CAMPUR ADUK