CAMPUR ADUK

Saturday, August 31, 2019

KUFUR NIKMAT JALAN DERITA

Jauh pencemaran, jauh revolusi teknologi, jauh kelayakan dan jauh dari kota metropolitan. Suatu kampung guyub yang asri, elok, hijau sumber daya alamnya. Namun jauh dari ketenangan batin,karena mengapa? Masyarakat miskin dituntut membayar dengan bunga tinggi. Di Kampung Lareh terdapat Saudagar Horison yang kaya bergelimpang harta namun takabur dan kejam wataknya. Berlarut-larut keadaan masyarakat laksana perahu apung dipermainkan gelombang.

“Bantulah saya tuan Son, hanyalah engkau orang terkaya bergelimpang harta yang mampu menolong kayu rapuh seperti kami.”

“Tentu saja! Siapa tak mengenal saya? Seantero jagat ini tunduk kepadaku! Saya bisa menolong kalian wahai rakyatku, namun tentu kalian tau bukan persyaratan apa yang sudah kutentukan?”

“Iya Tuan, tetapi itu terlalu berat untuk kami. Kami tidak mempunyai harta hanyalah rumah satu-satunya harta kami. Tolong beri keringanan Tuan, tolonglah kami tolonggggg! Kami membutuhkan uang kami kesusahan.”

“Oh itu terserah kalian. Saya tidak peduli, ini ketentuanku. Salahnya jadi orang miskin! Bagaimana mau tidak!”

“Baiklah Tuan. Apa daya hanyalah Tuan yang mampu memberi kami uang saat ini.”

“Oh tidak tidakk lebih tepat meminjam. Saya tidak perlu susah payah memberi kalian uang. Untuk apa tak guna!. Sarni ambilkan koper saya sekarang,cepat!”

“Siapp Tuan!” “ ini Tuan”

“Lihat ini koper isinya uang ya bukan daun! Uang saya banyak bukan? Pasti kalian tidak punya dan menginginkannya. Ini 10 juta untuk Ngiyami dan siapa kamu Marsinah 20 juta untukmu. Ingat harus tepat waktu. Jika kalian berani menunggak! Saya berikan bunga 30% per minggu.”

“Iya Tuan, terimakasih saya pamit dulu”

“Yayaya sana pergi! Fuh repot musuh kalian pada. Tapi ada utungnya aku bisa kaya aku bisa jadi milyader terkenal. HAHAHAHA benar begitu Sarni?” (mengangkat alis)
(suasana hening tak ada yang menjawab ocehannya)

“Sialan kemana kamu Sarniiiii. Saya seperti orang bento ngomong sendiri. Dasar anak buah gak tau sopan santun!” (marah marah sendiri)

Kala terik matahari menyengat kulit, terdengar kaki menapak menakutkan. Badan besar gagah dan otot baja mereka sang baju hitam garang berkepala botak, para Bodyguard Saudagar Horison. Mereka datang ke suatu dusun Kampung Lareh, tepatnya keluarga Marsinah seorang petani padi yang tinggal bersama suaminya yaitu Riyaden dan 4 anaknya. Mereka menggedor pintu dengan keras dan berteriak-teriak.

“Marsinah buka pintunya! Gausah pura-pura tuli ya. Buka!”

“Ada apa? Kalian siapa? Ibuku tak ada ibuku pergi ke sawah.”

“Mana dia gamungkin pasti kamu boong. Anak kecil brani skali berbohong.” (sambil mendorong hingga Alen jatuh)
(Marsinah datang sambil berlari-lari melihat ada keramaian dirumahnya)

“Yaallah yarobbi, ada apa Tuan Horison. Mengapa kalian mendorong anak saya. Dia salah apa? Kasihan dia! ( sambil menangis mengangkat anaknya)
“Hei kamu Marsinah! Mana bayar hutangmu kamu sudah nunggak 2 minggu!” (sambil melotot dan marah-marah)

“Maaf Tuan, saya belum punya uang. Saya gagal panen, padi disawah mati semua. Sekarang musim kemarau, tidak ada hujan. Saluran irigasi di sawah juga terhambat. Mau dapat uang darimana Tuan.”

“Loh apa hubungannya. Masa bodo! Saya gakmau tau. Pokok kamu harus bayar! Kamu sudah dapat bunga 60% . Terakhir lusa. Sampai kamu gabayar hutang, pergi kau dari rumah ini! Dasar!” (sambil menendang)

Marsinah menangis dia bingung bagaimana membayar hutangnya. Suaminya tidak bekerja, saat ini suaminya sakit keras yaitu Thalasemia. Berminggu-minggu suaminya terdampar diatas kapuk. Anak-anaknya dengan ketulusan hati merawat bapaknya. Penyakit parah itu harus membuatnya rawat inap di rumah sakit, tapi apa daya dia tak mempunyai biaya dia keluar dari rumah sakit karena kehabisan uang yang telah dipinjamkan istrinya di saudagar Horison. Terpaksa, dia terbaring dirumah dengan obat tradisional semata. Marsinah mencoba menjual semua barang yang dirasa mempunyai nilai nominal. Namun totalnya jauh dari keharusan, hanya Rp 550.000,00.

Esok hari tiba, matahari menyapa dunia. Meskipun menyengat, namun mereka tetap bersyukur atas ketentuan-Nya.

“Mana hutangmu! Ini sudah batas terakhir bagimu Marsinah. Cepat bayar!

“Tuan saya tidak punya uang saya hanya mempunyai uang segini.” 
(sambil memohon dan menangis)

“Apa-apaan ini seperti uang monopoli. Jangan main-main kau denganku!”

“Maaf Tuan, saya tak punya uang saya harus bagaimana lagi”.

“Pergi kau dari rumah ini! Tinggalkan urmah ini”. “Bodyguard usir keluarga mereka. Tinggalkan rumah ini dengan perabotan berharga saja! Cepatt!”
(sekejap rumah ini terkosongkan hanya dengan perabotan meja kursi lemari dan tv kuno dekil)

“Pergi kalian” (sambil menendang dan melemparkan pakaian-pakaian keluarganya ke muka mereka)

Horison memang sosok yang sombong dan kejam. Banyak korban yang telah dibikinnya terdampar dijalanan. Semua orang dibuat menderita dan tercekik karenanya. Dia menekan masyarakat dengan bunga pinjaman yang tak wajar.

Akhirnya pada suatu ketika, langit mulai gelap kilat petir menyambar dan hujan turun sangat deras. Jarang-jarang di Kampung Lareh terjadi hujan sangat deras seperti ini. Ternyata disisi lain, hal yang terduga terjadi pada seorang Saudagar Horison. Dia yang saat itu berdiri di jendela tiba-tiba tersambar petir, dia jatuh tergelimpang tubuhnya menghitam dan kejang-kejang. Tidak ada yang mengetahui hal itu, sehingga tak ada yang menolongnya. Tiba-tiba semua anak buahnya yang bermain catur dibelakang, mutah-mutah hingga berbusa. Mereka pingsan dengan tubuh bentol-bentol merah bernanah. Hal hal terjadi dengan anehnya, tidak bisa dipikir dengan akal? Namun apa daya, inilah adzab Allah buat mereka yang kufur nikmat yaitu yang tidak mensyukuri rezeki yang diberikan lebih oleh Allah. Gelimpang harta bukan berarti manusia jaya berfoya-foya, justru suatu cobaan bagi umat di bumi apa yang kamu lakukan atas rezekimu? Untuk kemaslahatan atau kemunkaran. Warga Kampung Lareh hanya tercengang melihat semua ini, dan hanya terbatin 

“Inilah kekuasaanmu Yaallah”. 


Karya : Agnes Oktavia Inggar Damayanti

No comments:

Post a Comment

CAMPUR ADUK

MUMBAI XPRESS

Malam gelap bertabur bintang di langit. Setelah nonton Tv yang acara sepak bola. Budi duduk dengan santai di depan rumahnya sedang baca cerp...

CAMPUR ADUK