CAMPUR ADUK

Sunday, September 1, 2019

ADA SETAN DI KERETA

Dono pun berjalan masuk ke dalam kereta. Diantara banyak penumpang yang menggunakan kereta dengan berbagai tujuan. Dono berdiri di dalam kereta karena banyak penumpang mengisi tempat duduk.

Bersama para penumpang lain Dono berdiri  agar tidak jatuh memegang pegangan yang terpasang pada pipa besi di atas kereta. Dengan sabar Dono di dalam kereta begitu juga dengan para penumpang lain sampai tujuan.

Saat itu Dono melihat sesuatu aneh di antara penumpang kereta. Dono celingak-celinguk untuk melihat semua orang untuk mengetahui dirinya salah lihat atau tidak. Para penumpang lain terlihat normal-normal aja di dalam kereta.

Dono mulai ketakutan karena makluk tersebut terus mendekatinya. Sampai di hadapannya Dono....makluk yang menyeramkan itu tetap diam seribu bahasa.

Dalam hati pun bicara "Setan ini kenapa dekat aku?".

Dono terus menahan ketakutannya di dalam kereta di tambah semua penumpang kereta lainnya tidak ada gubrisan tentang makluk yang mengerikan itu.

"Aku harus selamat dari godaan Setan," kata hati Dono.

Dono terus sabar dengan makluk yang mengerikan menggerayangin dirinya. Sampai kereta berhenti di tujuan. Pintu pun terbuka.  Dono langsung berusaha untuk cepat keluar dari kereta. Tapi kenyataan yang sebenarnya para penumpang kereta menunjukkan wujud aslinya yang menyeramkan.

"Setan semuanya," kata hati Dono.

Dono pun sudah di luar kereta dan pintu kereta tertutup lagi.

"Aku selamat dari kereta yang isinya setan semuanya," kata Dono.

Para penumpang yang bersama Dono di dalam kereta masih mengelilinginya dan menunjukkan wujudnya yang mengerikan. Maka Dono berlari secepat mungkin keluar dari stasiun kereta sambil berteriak "Setan jauh dari aku".

Dono berhasil keluar dari stasiun kereta dan segera naik mobil mikroket untuk mengantar ke tujuannya ke rumahnya.

"Aku selamat....dari para setan yang menakutkan," kata Dono.

Dono pun bersantai dan bersabar di dalam mobil mikrolet yang mengantarkan ke tujuannya.

GARA-GARA LALAI

Saat itu Mama pergi, Aku disuruh Mama menjaga rumah, Mama juga berpesan agar mengangkat jemuran karena langit sudah mulai gelap. Aku menunggu mengangkat jemuran sampai hujan benar-benar datang. Sambil menunggu, aku menonton teve. Tiba-tiba, kelopak mataku terasa sangat berat. Aku pun tertidur.

Lili...Lili.....Lili... Tiba-tiba, aku merasa ada seseorang yang memanggil dan mengguncang-guncangkan tubuhku. Itu seperti suara Mama. Ternyata, memang benar itu Mama.

Mama bilang Aku ketiduran sehingga aku lupa mengangkat jemuran. Akibat kelalaianku, baju-baju yang sudah bersih dan hampir kering harus dicuci lagi. Aku juga dihukum membersihkan kamar mandi. Sejak saat itu, aku berjanji tidak akan lalai lagi.


Karya: Sekar Nityasa

THE TORTOISE AND THE HARE

The Hare was once boasting of his speed before the other animals. "I have never yet been beaten," said he, "when I put forth my full speed. I challenge any one here to race with me."

The Tortoise said quietly, "I accept your challenge."

"That is a good joke," said the Hare; "I could dance round you all the way."

"Keep your boasting till you've won," answered the Tortoise. "Shall we race?"

So a course was fixed and a start was made. The Hare darted almost out of sight at once, but soon stopped and, to show his contempt for the Tortoise, lay down to have a nap. The Tortoise plodded on and plodded on, and when the Hare awoke from his nap, he saw the Tortoise just near the winning-post and could not run up in time to save the race.

Then the Tortoise said: "Slow but steady progress wins the race."

THE UGLY DUCKLING

Once upon a time down on an old farm, lived a duck family, and Mother Duck had been sitting on a clutch of new eggs. One day, the eggs hatched and out popped six chirpy ducklings. But one egg was bigger than the others, and it didn't hatch. Mother Duck couldn't remember laying that seventh egg. “How did it get there?” Mother Duck wondered. TOCK! TOCK! The little prisoner was pecking inside his shell.

"Did I count the eggs wrongly?" Mother Duck wondered. But before she had time to think about it, the last egg finally hatched and a strange looking duckling with gray feathers that should have been yellow gazed at a worried mother. The ducklings grew quickly, but Mother Duck had a secret worry.

"I can't understand how this ugly duckling can be one of mine!" she said to herself. She shook her head as she looked at her last born duckling. Well, the gray duckling certainly wasn't pretty. He also ate much more than his brothers and growing faster than them. As the days went by, the poor ugly duckling became more and more unhappy. His brothers didn't want to play with him because he was so clumsy, and all the farmyard folks simply laughed at him. He felt sad and lonely, while Mother Duck did her best to console him. "Poor little ugly duckling!" she would say. "Why are you so different from the others?" And the ugly duckling felt worse than ever. He secretly wept at night. He felt nobody wanted him. "Nobody loves me, they all tease me! Why am I different from my brothers?"

Then one day, at sunrise, the poor ugly duckling ran away from the farmyard. He stopped at a pond and began to question all the other birds. "Do you know of any ducklings with gray feathers like mine?" But everyone shook their heads in scorn. "We don't know anyone as ugly as you." The ugly duckling did not lose heart, however, and kept on making inquiries. He went to another pond, where a pair of large geese gave him the same answer to his question. What's more, they warned him: "Don't stay here! Go away! It's dangerous. There are men with guns around here!" The duckling was sorry he had ever left the farmyard.

Then one day, the poor ugly duckling arrived at an old countrywoman's cottage. Thinking he was a stray goose, she caught him. "I'll put this in a hutch. I hope it's a female and lays plenty of eggs!" said the old woman, whose eyesight was poor. But of course, the ugly duckling did not lay a single egg. The hen kept frightening him. "Just wait! If you don't lay eggs, the old woman will wring your neck and pop you into the pot!" And the cat chipped in: "Hee! Hee! I hope the woman cooks you, then I can gnaw at your bones!" The poor ugly duckling was so scared that he lost his appetite, though the old woman kept stuffing him with food and grumbling: "If you won't lay eggs, at least hurry up and get plump!"

"Oh, dear me!" moaned the now terrified duckling. "I'll die of fright first! And I did so hope someone would love me!"
Then one night, the old woman left the hutch door ajar, and the poor ugly duckling escaped. Once again he was all alone. He fled as far away as he could, and at dawn, he found himself in a thick bed of reeds. "If nobody wants me, I'll hide here forever." There was plenty of food there, and the poor ugly duckling began to feel a little happier, even though he was lonely. One day at sunrise, he saw a group of beautiful birds flying overhead. White, with long slender necks, yellow beaks and large wings, they were migrating south.

"If only I could look like them, just for a day!" said the duckling, admiringly. Winter came and the water in the reed bed froze. The poor duckling left home to seek food in the snow. He dropped exhausted to the ground, but a farmer found him and put him in his big jacket pocket. "I'll take him home to my children. They'll look after him. Poor thing, he's frozen!" The duckling was showered with kindly care at the farmer's house. In this way, the ugly duckling was able to survive the bitterly cold winter.

However, by springtime, he had grown so big that the farmer decided: "I'll set him free by the pond!" That was when the duckling saw himself mirrored in the water. "Goodness! How I've changed! I hardly recognize myself!" The flight of swans winged north again and glided on to the pond. When the duckling saw them, he realized that he was one of their kind and they made friends.

"We're swans like you!" they said, warmly. "Where have you been hiding?"

"It's a long story," replied the young swan, still astounded. Now, he swam majestically with his fellow swans. One day, he heard children on the river bank exclaim: "Look at that young swan! He's the finest of them all!"

And he almost burst with happiness.

PULAU HANTU

Tersebutlah dua orang jagoan yang selalu ingin menunjukkan dirinya lebih jago dari yang lain. Pada suatu hari, mereka bertemu di perairan sebelah selatan Singapura. Tanpa basa basi, mereka langsung saling menyerang. Mereka bertarung lama sekali hingga tubuh mereka bersimbah darah. Karena sama-sama kuat, tak ada tanda-tanda siapa yang akan kalah.

Jin Laut tidak suka dengan pertarungan itu karena darah mereka mengotori laut. Jin Laut lalu menjungkirbalikkan perahu mereka. Maksudnya agar mereka berhenti bertarung. Ternyata, mereka tetap bertarung. Dengan kesaktiannya masing-masing, mereka bertarung di atas air. Jin Laut pun berkata “Hei, aku perintahkan kalian berhenti bertarung! Ini wilayah kekuasaanku. Kalau tidak…”

Bukannya berhenti, kedua jagoan itu malah bertempur lebih seru. Dengan isyarat tangan, mereka bahkan seperti mengejek Jin Laut. Jin Laut marah. Dia menyemburkan air ke wajah kedua jagoan itu sehingga pandangan mereka terhalang. Karena tak dapat melihat dengan jelas, kedua jagoan itu bertempur secara membabi-buta. Mereka mengayunkan pedang ke sana-kemari sekehendak hati sampai akhirnya bersarang di tubuh lawan masing-masing. Kedua jagoan itu pun menemui ajalnya.

Para dewa di kayangan murka karena Jin Laut turut campur urusan manusia. Mereka memperingatkan Jin Laut untuk tidak lagi ikut campur urusan manusia. Jin Laut mengaku salah dan mencoba menebus dosa dengan membuatkan tempat khusus agar roh kedua jagoan itu dapat bersemayam dengan tenang. Jin Laut menyulap sampan yang ditumpangi kedua jagoan itu menjadi pulau tempat bersemayam roh mereka. Orang-orang kemudian menyebut pulau itu sebagai Pulau Hantu.

PULAU KAKAK-BERADIK

Karena dianggap sudah cukup umur, Mina dan Lina dipanggil ibu mereka untuk membicarakan rencana perkawinan kakak-beradik itu.

“Kalian sudah cukup dewasa. Sudah waktunya kalian membangun rumah tangga,” kata sang ibu. “Kami mau dikawinkan dengan satu syarat,” kata Mina dan Lina. “Apa syaratnya?” tanya sang ibu. “Karena kami kakak-beradik, suami kami juga harus kakak-beradik” jawab Mina dan Lina.

Sang ibu tahu, itu adalah cara mereka menolak perkawinan. Menurut Mina dan Lina, perkawinan membuat orang kehilangan segala sesuatu yang mereka cintai: orang tua, teman, sanak-saudara, bahkan kampung halaman. Demikianlah, karena tak ada laki-laki kakak-beradik yang menyunting Mina dan Lina, mereka tak kunjung menikah. Waktu pun terus berlalu. Ibu Mina dan Lina meninggal karena usia yang semakin tua. Sepeninggal ibunya, gadis kakak-beradik itu tinggal bersama dengan paman mereka.

Pada suatu hari, sekelompok bajak laut menculik Lina. Pemimpin bajak laut itu ingin memperistri Lina. Lina menolak dan meronta sekuat tenaga. Penculikan itu diketahui oleh Mina. Karena tak ingin terpisah dari adiknya, Mina bertekad menyusul Lina. Dengan perahu yang lebih kecil, Mina mengejar perahu penculik Lina. Teriakan orang sekampung tak dihiraukannya. Mina terus mengejar sampai tubuhnya tak kelihatan lagi.

Tiba-tiba mendung datang. Tak lama kemudian hujan pun turun. Halilintar menggelegar, petir menyambar-nyambar. Orang-orang berlarian ke rumah masing-masing. Ombak bergulung-gulung. Menelan perahu penculik Lina, menelan Lina, menelan Mina, menelan semuanya. Ketika keadaan kembali normal, orang-orang dikejutkan oleh dua pulau yang tiba-tiba muncul di kejauhan. Mereka yakin, pulau itu adalah penjelmaan Mina dan Lina. Kedua pulau itu diberi nama Pulau Sekijang Bendera dan Sekijang Pelepah, tetapi kebanyakan orang menyebutnya Pulau Kakak-Beradik.

RAJAWALI YANG CERDIK

Di suatu hari yang panas seekor rajawali sangat haus dan ingin minum. Sungai amat jauh dan sangat melelahkan jika terbang ke sana untuk minum. Ia tidak melihat kolam air di mana pun. Ia terbang berputar-putar. Akhirnya ia melihat sebuah buyung (tempat untuk membawa air yang besar perutnya yang terbuat dari tanah) di luar rumah. 

Rajawali terbang turun ke buyung itu. Di sana ada sedikit air di dasar buyung. Rajawali memasukkan kepalanya ke dalam buyung tetapi ia tidak menggapai air itu. Ia memanjat ke atas buyung. Ia memasukkan lagi kepalanya ke dalam buyung  tetapi paruhnya tidak bisa mencapai air itu.

Kemudian ia mencari akal. Rajawali itu terbang tinggi dan kemudian turun menuju ke buyung untuk memecahkannya dengan paruhnya tetapi buyung itu amat kuat. Ia tidak dapat memecahkannya. Rajawali itu keluar terbang kearah buyung kemudian ia menabrakkan sayapnya. 

Ia mencoba memecahkannya, agar airnya akan keluar membasahi lantai. Tetapi buyung itu amat kuat. Rajawali itu amat letih bila harus terbang lebih jauh lagi. Ia berpikir ia akan mati kehausan.

Rajawali itu duduk termenung di sarangnya. Ia berpikir terus menerus  Ia tidak mau mati karena kehausan. Ia melihat banyak batu-batu kecil di tanah. 

Ia mendapatkan ide. Ia mengambil batu itu dan memasukkannya ke dalam buyung. Ia memasukkan dan memasukkan terus. Air itu naik lebih tinggi setiap kali batu jatuh ke dalam buyung. Buyung itu hampir penuh dengan batu. Air telah naik sampai ke permukaan. Rajawali yang pintar itu memasukkan paruhnya  dan ia mendapatkan air. 

Pepatah mengatakan bahwa “Jika ada kemauan pasti ada jalan. “ Rajawali itu telah membuktikannya.

SAUDAGAR JERAMI

Ketika hari menjelang malam, Taro pergi ke rumah seorang petani untuk meminta makanan ternak untuk kuda, dan sebagai gantinya ia memberikan segulung kain yang dimilikinya. Petani itu memandangi kain tenun yang indah itu, dan merasa amat senang. Sebagai ucapan terima kasih petani itu menjamu Taro makan malam dan mempersilakannya menginap di rumahnya. Esok harinya, Taro mohon diri kepada petani itu dan melanjutkan perjalanan dengan menunggangi kudanya.

Tiba-tiba di depan sebuah rumah besar, orang-orang tampak sangat sibuk memindahkan barang-barang. "Kalau ada kuda tentu sangat bermanfaat," pikir Taro. Kemudian taro masuk ke halaman rumah dan bertanya apakah mereka membutuhkan kuda. Sang pemilik rumah berkata,"Wah kuda yang bagus. Aku menginginkannya, tetapi aku saat ini tidak mempunyai uang. Bagaimanan kalau ku ganti dengan sawahku ?". "Baik, uang kalau dipakai segera habis, tetapi sawah bila digarap akan menghasilkan beras, Silakan kalau mau ditukar", kata Taro.

"Bijaksana sekali kau anak muda. Bagaimana jika selama aku pergi ke negeri yang jauh, kau tinggal disini untuk menjaganya ?", Tanya si pemilik rumah. "Baik, Terima kasih Tuan". Sejak saat itu taro menjaga rumah itu sambil bekerja membersihkan rerumputan dan menggarap sawah yang didapatkannya. Ketika musim gugur tiba, Taro memanen padinya yang sangat banyak.

Semakin lama Taro semakin kaya. Karena kekayaannya berawal dari sebatang jerami, ia diberi julukan "Saudagar Jerami". Para tetangganya yang kaya datang kepada Taro dan meminta agar putri mereka dijadikan istri oleh Taro. Tetapi akhirnya, Taro menikah dengan seorang gadis dari desa tempat ia dilahirkan. Istrinya bekerja dengan rajin membantu Taro. Merekapun dikaruniai seorang anak yang lucu. Waktu terus berjalan, tetapi Si pemilik rumah tidak pernah kembali lagi. Dengan demikian, Taro hidup bahagia bersama keluarganya.

SI MONYET DAN SI KURA-KURA

Dahulu, hiduplah seekor monyet dan seekor kura-kura. Mereka adalah sahabat yang akrab. Tak pernah terpisahkan oleh jarak dan waktu. Setiap pagi, mereka selalu jalan bersama, makan bersama, semua selalu bersama. Suatu hari, mereka menemukan beberapa biji pisang. "Hei, Ra. Gimana kalau kita tanam biji pisang ini? Siapa tahu berbuah," kata monyet. "Ya, ya. Ayo kita tanam biji pisang ini," kata kura-kura semangat.

Mereka pun kembali ke rumah mereka masing-masing. Di rumah monyet, ia menanam biji pisang itu di halaman rumahnya. Tapi, monyet tidak rajin merawatnya. Terkadang seminggu sekali. Bahkan pernah dalam seminggu tidak dirawat sedikitpun. Maka, pohon pisang monyet masih kecil sekali. Sementara itu, kura-kura menanam pohon pisang itu dengan rajin. Dia selalu menyiramnya setiap hari. Akhirnya pohon pisang kura-kura sudah besar dan berbuah.

Suatu hari, monyet pergi ke rumah kura-kura. Dilihatnya pisang yang sudah besar dan matang. Kebetulan juga kura-kura meminta tolong pada monyet. " Sahabat baikku, maukah kau petikkan untukku pisang itu? Tenang saja, kau juga akan kubagi," kata kura-kura. Dalam hati monyet, monyet senang. Tapi, ada suatu niat jahat. Dia akan memanjat pohon lalu memakan semua pisang kura-kura tanpa memberinya. "Baiklah, aku akan mengambilnya," kata monyet. Monyet lalu memanjat pohon itu.

Begitu sampai di atas, monyet langsung memakan pisang yang ada di pohon itu. Kura-kura kaget dan marah. "Hei sahabatku! Mengapa kau makan pisangku?!" tanya kura-kura marah. Si monyet tak menghiraukannya lagi. Dimakannya semua pisang itu sampai kenyang. Tapi salah satu dari dahan pisang itu retak. Akhirnya dahan itu jatuh bersama monyet. Si monyet itu pun meringis kesakitan. Tulang punggungnya patah.

SANTAI

Dono sedang duduk di ruang tamu sambil minum teh anget buatannya sendiri sambil makan keripik singkong. Indro seperti biasa main game PS 4 sendirian. Karena kalah main game pertarungan Indro menghentikan main PS 4 dan beranjak duduknya bergerak ke ruang tamu langsung duduk bersama Dono.
Indro ikutan makan keripik singkong dan juga minum teh anget buatan Dono.

"Kenapa kamu ikutan duduk di sini?" tanya Dono.

"Kalah main gamenya Don," kata Indro sambil menguyah keripik singkong.

"Oh...begitu," saut Dono.

"Don...kelihatannya kamu jarang nulis lagi?" tanya Indro.

"Iya. Lagi males aja," kata Dono.

"Oh...begitu," kata Indro.

Kasino pun dateng langsung masuk rumah dan mengucap salam "Asalamualaikum".

"Waalaikumsalam," jawab Dono dan Indro.

Kasino pun duduk di kursi dan juga ikutan makan keripik dan minum teh anget.

"Oh ya...kalian berdua tumben di rumah hari minggu begini biasanya main?" tanya Kasino.

"Kalau aku....lagi males keluar rumah," kata Dono.

"Gak tujuan main keluar....walau hari minggu. Ya main game aja," kata Indro.

"Oh..begitu. Oh iya Don....tumben kamu jarang nulis lagi....kenapa?" kata Kasino.

"Lagi males aja," kata Dono.

"Males apa bosen?" kata Kasino.

"Males," kata Dono.

"Males apa lagi ada masalah jadinya jengkel?" kata Kasino.

"Males," kata Dono.

"Jadi jawabannya tetap males," kata Kasino.

"Kalau lagi males biasanya....pikirannya lagi buntu gak ada ide," kata Indro.

"Enggaklah...Indro. Aku tetap nulis tapi di tulis di buku aja kan....kalau di Blog lagi males....aja untuk di publikasikan," penjelasan Dono.

"Kalau...itu mah jatuhnya lebih pribadi lagi. Aku kirin kamu males Don...karena Rara penyanyi dangdut... kalah sama Fildan, jadinya kamu kecewa. Ya...gak nulis Blog lagi," kata Indro yang mengkaitkan ke hal gak penting.

"Kebiasaan di sambungkan gak penting. Apa urusan aku dengan persoalan pertandingan penyanyi dangdut? Menang atau kalah bukan urusan aku. Perhitungkan dari kurva.....dengan sistem statistik aja. Itu aja udah ketahuan siapa yang menang atau kalah," kata Dono yang menjelaskan secara ilmiah.

"Iya deh Don. Ada ilmu yang menjelaskan semua itu. Tetap aja.....dari awal kurvanya udah jomplang duluan," kata Indro.

"Maksudnya Indro?" tanya Kasino.

"Ya....dari awal memang ada hal yang aneh kurvanya kan. Itu terlihat dari beberapa sistem dari proses sistem statistik kalau di hitung manual pun sama aja di perhitungkan perbandingan 1:100," penjelasan Indro.

"Oh....kalau pake perhitungan perbandingan sih bisa terlihat sih....kemungkinannya. Apalagi perbandingan di perbesar lagi. Ya...kemungkinan lebih jelas lagi," tambahan Kasino.

"Kalian berdua ini....menjelaskan sedetel itu. Ya...enak itu tanggapan dari para penggemarnya yang acak," kata Dono.

"Sama.....aja Don. Data itu juga acak....kemungkinan kamu sendiri yang tahu....," kata Indro.

"Udah gak usah ngobrol itu. Yang berlalu....biarlah berlalu. Yang menang biarkan. Yang kalah usaha lagi agar bisa menang. Mempung ada kesempatan dan umur panjang," kata Kasino.

"Gimana kalau...kita mancing aja. Malem-malem tuh seru mancing," saran Indro.

"Boleh juga ide kamu mancing...ide kamu Indro," kata Kasino.

"Ok..aku..ikut," kata Dono.
Dono, Kasino dan Indro pun berbenah-benah membawa perlengkapan memancing ke pantai. Barang sudah di mobil semuanya dan ketiganya sudah di mobil. Seperti biasa Indro yang bawa mobil menuju pantai terdekat. Untuk menginap dan memesan kapal untuk pergi ke tengah laut untuk memancing udah di urus Kasino dan urusan biayanya ketiganya sokongan. Sampai di pantai Dono, Kasino dan Indro melaksanakan niatnya untuk memancing untuk menikmati laut dan berusaha mendapatkan ikan hasil pancingan.

Walau hasilnya tidak memuaskan hasil pancingannya. Tetap Dono, Kasino dan Indro....senang bersama. Baru deh mereka bersantai makan ikan bakar hasil mancing sambil ngobrol banyak hal....ya seperti biasanya urusan pekerjaan dan pacar masing-masing.

CAMPUR ADUK

MUMBAI XPRESS

Malam gelap bertabur bintang di langit. Setelah nonton Tv yang acara sepak bola. Budi duduk dengan santai di depan rumahnya sedang baca cerp...

CAMPUR ADUK