"Eko. Ada sebuah cerita cerpen. Ceritanya seperti ini. Ada seorang pemuda yang rajin ibadah pada ajaran agama yang ia yakini, ya menyembah patung para dewa. Sampai suatu ketika. Ujian dateng warga desa. Satu persatu warga desa meninggal karena wabah penyakit. Tabib yang biasa mengobati warga desa, ya terkena penyakit juga dan akhirnya meninggal. Sampai adik pemuda itu terkena penyakit juga. Pemuda itu berdoa pada patung dewa, ya agar menyembuhkan adiknya yang sakit. Patung dewa tetap diam saja, ya tidak menolong pemuda itu. Adiknya akhirnya meninggal karena penyakit. Pemuda itu bersedih kehilangan adik, ya satu satunya. Pemuda itu marah banget dan menghancurkan patung dewa. Pemuda itu pun meninggal juga karena wabah penyakit," kata Budi.
"Ceritanya bagus," kata Eko.
"Tanggapannya kok cuma bagus aja Eko?!" kata Budi.
"Ok. Aku tanggapi dengan baik. Pemuda itu kecewa karena patung para dewa yang di sembahnya, ya tidak menolong karena wabah penyakit menyerang warga desa, ya sampai warga desa meninggal semuanya. Nama juga patung buatan manusia, ya ajaran yang di yakini kan antara benar dan tidak, ya nama juga buatan nenek moyang," kata Eko.
"Patung di sembah, ya tidak bisa menolong karena buatan manusia. Zaman dulu di debut zaman kebodohan kan Eko?!" kata Budi.
"Ya iya lah. Zaman dulu zaman kebodohan, ya patung di sembah. Maka itu Tuhan Pencipta Alam Semesta, ya menurunkan wabah penyakit pada makluk hidup di muka bumi ini untuk menunjukkan kebenaran Tuhan Pencipta Alam Semesta. Makluk hidup, ya mati karena wabah penyakit. Takdir," kata Eko.
Eko mengambil gelas berisi kopi di meja, ya di minum dengan baik kopi lah.
"Zaman sekarang kalau ada manusia menyembah patung gimana Eko?!" kata Budi.
Budi mengambil gelas berisi kopi di meja, ya di minum dengan baik kopi lah. Eko menaruh gelas berisi di meja.
"Ya biarin aja. Nanti kecewa lagi ketika kematian itu dateng dari wabah penyakit, ya cerita cerpen tadi aja jadi contoh. Patung yang di sembah, ya di hancurkan lah karena tidak bisa menolong," kata Eko.
Budi menaruh gelas berisi kopi di meja.
"Keadaan yang membuat manusia akan menghancurkan patung yang di sembah dan meninggalkan agama yang di yakini," kata Budi.
"Jadi tidak perlu repot-repot berdebat dan bertindak untuk menghancurkan patung karena salah menyembah patung itu," kata Eko.
"Emmm," kata Budi.
"Main catur saja!" kata Eko.
"Ok main catur!" kata Budi.
Budi mengambil papan catur di bawah meja, ya di taruh di atas mejalah papan catur. Budi dan Eko, ya menyusun dengan baik bidak catur di atas papan catur.
"Eko. Gimana dengan pemahaman liberal, ya ngomong sih kebanyakan para ustad yang punya gelar ini dan itu sih di bidang agama sih?!" kata Budi.
"Pemahaman liberal. Ah. Kita hanya lulusan SMA. Tidak perlu membicarakan itu!" kata Eko.
"Iya sih. Kita hanya lulusan SMA, ya lebih baik tidak membicarakan itu. Lebih baik fokus main catur!" kata Budi.
"Emmmm," kata Eko.
Eko dan Budi main catur dengan baik.