Budi duduk di depan rumahnya, ya sambil menikmati minum kopi dan makan gorengan lah. Budi mengambil sebuah majalah lama, ya di bawah meja. Majalah lama itu di baca dengan baik, ya sekedar mengisi waktu luang dengan membaca artikel lama pun tidak masalah. Ya lebih baik sih membaca artikel baru, ya jadinya tahu perkembangan zaman sekarang. Ya Zaman sekarang mau cepat dapet berita baru, ya berita di jaringan internet. Budi membaca satu-satu artikel yang ada di majalah. Sampai Budi tertarik banget dengan artikel tentang Abu Bakar Ba'asyir yang ceritanya terkait dengan masalah Terorisme di Indonesia. Budi terus membaca artikel-artikel di majalah dengan baik gitu. Eko dateng ke rumah Budi, ya Eko memarkirkan motornya dengan baik di depan rumah Budi. Eko pun duduk dengan baik, ya dekat Budi. Karena ada Eko, ya Budi menghentikan baca majalah dan majalah di taruh di meja.
"Tumben baca majalah," kata Eko.
"Sekedar baca aja," kata Budi.
Eko mengambil majalah yang ada di meja.
"Ooooo majalahnya lama toh yang di baca Budi," kata Eko.
"Kan cuma sekedar baca saja," kata Budi.
Eko membuka majalah dengan baik, ya tiap lembarnya gitu ada artikel-artikel ini dan itu. Sampai artikel tentang Terorisme di Indonesia.
"Jangan-jangan Budi tertarik dengan cerita Terorisme di Indonesia?" kata Eko.
"Ya sekedar bacaan di saja. Tertarik boleh lah," kata Budi.
"Ooooo begitu," kata Eko.
Eko menaruh majalah di meja lah.
"Abu Bakar Ba'asyir.....itu punya kemampuan mendengarkan Roh apa tidak ya?" kata Budi.
"Kok ngomong gitu?!" kata Eko.
"Berdasarkan di majalah. Abu Bakar Ba'asyir keturunan Arab," kata Budi.
"Ooooo dasarnya keturunan Arab toh," kata Eko.
"Emmmm," kata Budi.
"Di artikel di tulis apa tidak. Abu Bakar Ba'asyir mendengarkan Roh?" kata Eko.
"Tidak ada ceritanya. Abu Bakar Ba'asyir mendengarkan Roh," kata Budi.
"Seharusnya orang-orang lahir duluan dan paham ilmu agama duluan dan sampai membangun organisasi ini dan itu, ya basis agama. Bisa mendengarkan Roh. Kenapa tidak bisa ya? Aneh?" kata Eko.
"Aneh kan?" kata Budi.
"Emmmm," kata Eko.
"Jadi ilmunya di pertanyakan dengan baik," kata Budi.
"Berarti kalau Abu Bakar Ba'asyir tidak mampu mendengarkan Roh. Masa kalah dengan seorang pemuda yang bisa mendengarkan Roh," kata Eko.
"Ya makanya itu. Manusia itu sejauh apa memahami ilmu agama itu?" kata Budi.
"Mana aku tahu sejauh apa ilmu Abu Bakar Ba'asyir?" kata Eko.
"Hidup di negeri ini. Damai karena doa setiap manusia yang meyakini agama yang berkembang di Indonesia," kata Budi.
"Maka itu Tuhan mengabulkan doa manusia di berikan nilai-nilai kebaikan di negeri ini. Menjaga dengan baik, ya agar tetap damai dan di rawat dengan baik dengan saling menghormati dan menghargai setiap pemeluk agama yang meyakini agama yang berkembang di Indonesia ini," kata Eko.
"Darah yang mengalir setiap pejuang kemerdekaan di Indonesia terus di wariskan dari generasi ke generasi demi negeri ini berdiri tegak untuk kebaikkan bersama yang hidup bersama di negeri ini," kata Budi.
"Idiologi Pancasila terus di jalankan dengan baik, ya demi kebaikan bersama. Manusia yang hidup di negeri Indonesia ini," kata Eko.
"Dari masa sekolah sampai sekarang. Idiologi Pancasila terus di baca kan dengan baik, ya untuk terus di ingat. Agar tidak lupa karena di makan oleh waktu karena manusia sibuk dengan urusan dunia ini. Membangun ini dan itu dengan bermacam bidang yang di lahirkan dari orang-orang pinter. Ya tetap tujuannya satu, ya kaya dan jauh dari kata kemiskinan," kata Budi.
"Budi. Lebih baik main catur saja!" kata Eko.
"Ok. Main catur. Cuma sekedar obrolan lulusan SMA saja!" kata Budi.
"Emmmm," kata Eko.
Budi mengambil papan catur di bawah meja, ya papan catur di taruh di atas meja. Budi dan Eko menyusun bidak catur di atas papan catur. Keduanya main catur dengan baik lah.