CAMPUR ADUK

Thursday, September 23, 2021

OBROLAN BUDI DAN ABDUL

Budi sedang duduk santai di depan rumah sambil minum kopi dan makan gorengan. Abdul yang selesai urusan kerjaannya, ya ke rumah Budi. Abdul sampai di rumah Budi, ya duduk di depan rumahlah. Budi membuatkan kopi untuk Abdul di dapurlah. Kopi jadi, ya bawa ke depanlah dan kopi di taruh di meja sama Budi, ya Abdul mengambil kopi dan meminumnya kopi dengan baik.

"Abdul giman kerjaan mu?" kata Budi.

Abdul menaruh gelas kopi di meja.

"Baik usaha ku. Yang terpenting tetap di usahakan dengan baik usaha ku dan juga sabar dalam menjalankan usaha ku. Nama juga usaha ku kan dagang kelontongan, ya tempatnya sih masih sewa sih di pasar sih," kata Abdul.

"Syukur usaha Abdul berjalan dengan baik," kata Budi.

"Hari ini Eko main ke rumah Budi?!" kata Abdul.

"Eko tidak main ke rumah ku, ya kata Eko sih. Eko ada urusan dengan pacarnya, ya Purnama," kata Budi.

"Oooo. Eko ada urusan dengan Purnama. Eko urusannya sudah repot kaya orang yang menjalankan rumah tangga dengan Purnama, ya padahal masih pacaran gitu," kata Abdul.

"Nama juga pacaran. Ada senangnya ada dan juga repotnya," kata Budi.

"Oooo iya Budi. Kalau ngomongin orang dosa apa enggak ya?!" kata Abdul.

"Kita ini ngomongin orang. Eko lagi. Teman kita. Kena dosa, ya ribet juga ya," kata Budi.

"Ribet jadinya?!" kata Abdul.

"Mungkin tidak ada masalah sih. Kalau sekedar saja bahan obrolan," kata Budi.

"Memang sih bahan omongan. Ngomong yang baik-baik tidak ada masalah sih. Tapi kalau ngomong kejelekan teman atau orang lain, ya kacau itu mah....kena dosa itu mah," kata Abdul.

"Ada sebuah contoh : Jika kita tahu kejahatan orang, ya anggap saja tetangga kita kerjaan pencuri. Kita malah diam saja, ya maka kejahatan terus berlangsung dengan baik. Kalau kita ngomong dengan orang lain sampai pihak berwajib, ya jadi kita telah memberantas kejahatan yang ada di masyarakat," kata Budi.

"Kalau dengan contoh itu Budi. Ya jadi kita tidak ada masalahlah kalau ngomongin tentang aib seseorang yang berbuat ulah dengan kejahatan pencurian. Dari pada diam. Eeee kejahatan terus berlangsung dengan baik," kata Abdul.

"Hidup di masyarakat. Pada akhirnya benturan ini dan itu kalau ngomongin orang, ya apalagi teman sendiri," kata Budi.

"Untung tidak ada Ustad. Jadi kita tidak di ceramahin ini dan itu," kata Abdul.

"Iya..untungnya tidak ada Ustad, ya sudahlah. Maklumlah saja. Obrolan kita. Pemahaman ilmu tingkat SMA," kata Budi.

"Aku ngertilah...Budi omongan Budi. Keadaanlah yang memutuskan aku dan Budi cukup pendidikan SMA," kata Abdul.

"Memang keadaan lah pendidikan aku dan Abdul sebatas SMA saja. Aku kerja apa saja yang penting, ya halal," kata Budi.

"Sama aku juga kerjaannya halal," kata Abdul.

"Hidup di kota Bandar Lampung, ya harus banyak sabar dan terus usaha dengan baik. Ekonomi tidak bisa di omongin," kata Budi.

"Memang keadaannya begitu. Yang bertahan, ya usaha tetap berjalan. Yang tidak bisa bertahan, ya usahanya tutup. Banyak cerita di kota ini tentang usaha tutup dengan alasan yang ini dan itu sih," kata Abdul.

"Ujian hidup di kota ini kan Abdul?!" kata Budi.

"Iya. Ujian hidup di kota ini!" kata Abdul menegaskan omongan Budi.

"Apa sama dengan kota yang lain ya...Abdul...ujiannya?!" kata Budi.

"Mungkin sama. Cuma lingkungannya saja yang beda," kata Abdul.

"Enak jadi orang yang kerja di pemerintahan di kota Bandar Lampung ini dengan gaji yang di sesuaikan," kata Budi.

"Nama kerja sih Budi. Ada enaknya dan tidak enaknya," kata Abdul.

"Kalau bilang enak, ya aku terlalu naif banget kaya remaja polos dan lugu. Padahal ada kerjaan yang tidak enak sih. Di dalam sistem kerja, ya tidak mungkin di bilang orang baik semuanya. Pasti ada orang munafik di dalam sistem kerjaan. Kaya berita di Tv tentang pungli di birokrasi sampai korupsi ini dan itu," kata Budi.

"Oooo iya Budi. Katanya Eko mau melanjutkan pendidikkannya kejenjang lebih tinggi, ya kuliah?!" kata Abdul.

"Eko ingin melanjutkan pendidikannya ke jenjang lebih tinggi, ya kuliah," kata Budi.

"Apakah dengan pendidikan tinggi di kota Bandar Lampung ini, ya kuliah gitu. Jaminan menjadi orang sukses?!" kata Abdul.

"Mana aku tahu kalau urusan jaminan dari pendidikan tinggi di kota Bandar Lampung, ya jadi sukses. Kan aku pendidikannya cuma SMA. Pemahaman keilmuan juga masih kurang," kata Budi.

"Kalau itu sih sama aja dengan aku. Kurang pemahaman ilmu lah. Lulusan SMA saja!" kata Abdul.

"Lebih baik kita main catur saja!" kata Budi.

"Oklah main catur!" kata Abdul.

Abdul meminggirkan gelas kopi Abdul, gelas kopinya Budi dan juga piring yang berisi gorengan. Budi mengambil papan catur di bawah meja dan papan catur taruh di atas meja sih. Budi dan Abdul menyusun dengan baik bidak catur di papan catur. Keduanya main catur dengan baik banget.

MONYET YANG MEMBALAS BUDI

Abdul selesai bermain dengan teman-temennya di lapangan. Abdul pulang ke rumah, ya sampai rumah dan duduk santai di ruang tengah sih. 

"Santai di rumah," kata Abdul. 

Abdul mengambil buku cerita di meja dan segera di baca dengan baik buku cerita yang katanya asal dari Filipina di tulis dengan baik sih di buku sih. 

Isi buku yang di baca Abdul :

Di sebuah desa yang jauh dari hiruk-pikuk perkotaan, hidup seorang pemuda bernama Masoy. Pemuda ini hidup sebatang kara. Ia mempunyai sebuah ladang kecil tempatnya bercocok tanam. Masoy menanam sayur dan buah-buahan di ladangnya. Seminggu sekali ia memetik sayur dan buah-buahan untuk dijualnya di pasar. Dari uang inilah ia bisa membeli beras untuk ia makan.

Pagi ini Masoy pergi ke pasar seperti biasa. Ia membawa sayur dan buah-buahan yang ia petik dari ladangnya. Banyak orang di pasar yang membeli hasil ladangnya. Masoy pun sering memberikan harga yang sangat murah. Ia berpikir jikalau hasil ladangnya cukup untuk memberinya makan, ia sudah sangat bersyukur. Itulah sebabnya Masoy tidak menjual hasil ladangnya dengan harga yang mahal seperti yang dilakukan oleh orang lain.

Setelah semua sayur dan buah-buahannya habis terjual, Masoy kembali ke rumah. Sebelum pulang ke rumah ia menyempatkan diri untuk melihat ladangnya kembali. Kali ini ia sangat tekejut mendapati ladangnya yang porak-poranda. Rupanya seseorang telah mengambil beberapa buah dari sana. Masoy pun mencoba membiarkan kejadian tersebut. Ia segera kembali ke rumahnya.

Keesokan harinya, pagi-pagi sekali Masoy pergi ke ladang. Ia hendak melihat apakah pencuri kemarin masih mendatangi ladangnya. Masoy pun kembali terkejut karena dilihatnya beberapa sayur telah hilang dari ladangnya. Ia sangat geram. Kejadian ini baru pertama kali menimpanya. Ia pun memutuskan untuk membuat pagar di sekeliling ladang.

Hari berikutnya Masoy masih mendapati beberapa buah dan sayurnya telah dicuri. Ia pun makin kesal. Ia telah membuat pagar yang sangat tinggi di sekeliling ladangnya. Rupanya cara ini tidak mencegah pencuri untuk mengambil sayur dan buah-buahan dari ladangnya.

Selanjutnya, sebuah ide terlintas dalam benak Masoy. Ia pun membuat sebuah patung yang menyerupai manusia untuk diletakkan di tengah ladang. Patung itu ia buat dari batang bambu. Ia meletakkan sebuah topi di kepala patung tersebut. Tak lupa ia melumuri sekujur tubuh patung tersebut dengan lem. Masoy meninggalkan ladangnya dengan hati gembira. Ia yakin bahwa besok ia akan mengetahui siapakah yang selama ini telah mencuri hasil ladangnya.

Pagi-pagi sekali seekor monyet besar mendatangi ladangnya. Ternyata ialah yang selama ini telah mencuri di ladang milik Masoy. Tanpa ragu lagi monyet itu memanjat pagar dan masuk ke dalam ladang. Saat melihat patung yang telah dibuat oleh Masoy monyet itu berpikir bahwa itu adalah Masoy. Ia pun mengurungkan niatnya untuk mencuri dan menyapa patung di hadapannya yang ia pikir adalah Masoy.

“Eengg... Masoy, apa kabar? Sedang apa kamu di sini?”

Monyet berpura-pura menyapanya. Ia berbasa-basi sambil mengucapkan beberapa kalimat. Namun patung yang berada di depannya, yang ia pikir adalah Masoy, tidak menyahut satu patah kata pun. Monyet merasa kesal karena merasa tidak ditanggapi. Ia pun memukul patung tersebut dengan tangan kanannya. Tangannya pun lengket karena lem dan tidak bisa ia lepaskan. Monyet itu pun kembali memukul dengan tangan kirinya. Setelah kedua tangannya lengket dan tidak bisa ia gerakkan lagi monyet tersebut masih berusaha untuk menendang dengan kakinya sampai seluruh tubuhnya menempel pada patung dan tidak bisa bergerak lagi.

Di saat itulah Masoy sampai di ladang. Ia melihat seekor monyet yang menempel pada patung buatannya. Masoy segera menghampiri monyet malang tersebut. Monyet itu segera meminta ampun kepada Masoy dan memohon untuk dibebaskan. Ia berjanji untuk tidak lagi mencuri hasil ladangnya. Ia berjanji apabila Masoy bersedia membebaskan maka ia akan menjadi pelayannya untuk selamanya.

Masoy pun menyetujui permintaan monyet dan segera membebaskannya. Sejak saat itu monyet menjadi pelayan setia Masoy. Setiap hari ia membantu Masoy merawat ladangnya. Ia menggantikan tugas Masoy pergi ke pasar dan menjual buah dan sayur-sayuran. Masoy pun memperlakukan monyet itu dengan baik.

Suatu pagi monyet pergi ke pasar untuk menjual buah dan sayur-sayuran. Dalam perjalanan pulang, monyet menemukan emas dan perak yang terjatuh di jalan. Monyet segera memungutnya. Saat memungut emas dan perak di tepi jalan ia teringat akan kepala desa yang sangat kaya raya. Kepala desa itu mempunyai seorang anak gadis yang sangat cantik jelita.

Monyet itu tahu bahwa Masoy sudah lama menyukai putri kepala desa. Namun, kepala desa hanya mau menikahkan putrinya dengan pemuda yang juga kaya raya. Maka monyet pun merencanakan sesuatu agar Masoy bisa menikah dengan gadis tersebut. Monyet itu segera pergi ke rumah kepala desa. Ia mengatakan hendak meminjam sebuah timbangan. Ketika sampai di rumah kepala desa ia disambut di depan pintu oleh Kepala Desa.

“Permisi, Kepala Desa. Aku hendak meminjam sebuah timbangan,” kata Monyet dengan hati-hati.

“Kamu hendak menimbang apa?” Kepala Desa pun menjawab dengan penuh nada curiga.

“Majikanku hendak menggunakannya untuk menimbang emas dan perak di rumahnya,” jawab Monyet.

Mendengarkan jawaban monyet yang di luar dugaan, Kepala Desa berubah menjadi sangat ramah. Ia berpikir pastilah majikan dari monyet ini sangatlah kaya sehingga ia membutuhkan sebuah timbangan untuk menimbang emas dan perak.

“Siapakah nama majikanmu yang sangat kaya itu?”

Mendengar Kepala Desa yang berubah menjadi sangat bersahabat, tanpa ragu lagi Monyet menjawab pertanyaan Kepala Desa.

“Majikanku bernama Masoy. Ia mempunyai tambang emas dan perak. Dia juga tinggal di istana yang sangat megah,” jawab Monyet dengan nada gembira.

Kepala Desa pun memberikan timbangan kepada monyet. Ia lalu membawanya pulang. Keesokan harinya, tanpa sepengetahuan Masoy ia pergi kembali ke rumah Kepala Desa untuk mengembalikan timbangan. Ia sengaja meninggalkan emas yang ia temukan pada timbangan tersebut. Menyadari bahwa ada emas yang tertinggal di dalam timbangan, Kepala Desa memanggil Monyet kembali.

“Tunggu! Ada emas yang tertinggal di dalam timbangan,” kata Kepala Desa sambil memanggil Monyet yang telah berjalan meninggalkan rumahnya.

“Majikanku mempunyai emas yang sangat banyak. Emas yang tertinggal ini tidak ada artinya jika dibandingkan semua emas yang ia miliki. Anggaplah ini sebagai tanda terima kasih karena telah meminjaminya timbangan,” jawab Monyet.

Beberapa hari kemudian dengan alasan yang sama ia kembali meminjam timbangan kepada Kepala Desa. Saat mengembalikan timbangan ia sengaja meninggalkan perak di dalam timbangan. Saat ditanya, monyet memberikan jawaban yang sama seperti sebelumnya. Kepala Desa pun sangat terkesan. Ia ingin sekali bertemu dengan majikan dari monyet tersebut.

Seminggu kemudian monyet itu kembali pergi ke rumah Kepala Desa. Kali ini ia akan berterus terang dan mengatakan kepadanya bahwa majikannya ingin sekali menikahi putrinya. Mendengar perkataan monyet, Sang Kepala Desa pun menyetujuinya dan meminta agar besok sore ia membawa majikannya ke rumahnya untuk melamar putrinya. Dengan wajah penuh kemenangan, monyet pulang ke rumah Masoy. Monyet itu pun segera memberitahukan kepada Masoy bahwa Kepala Desa ingin menikahkannya dengan putrinya. Masoy yang tidak mengetahui rencana monyet tidak percaya. Namun, dengan sangat bersemangat monyet bisa meyakinkannya.

“Tapi... tapi aku tidak punya baju yang bagus untuk dipakai,” kata Masoy dengan ragu-ragu.

“Tenanglah! Aku akan mengurus semuanya.”

Ketika pagi tiba, monyet segera mengajak Masoy untuk pergi bersama ke sungai. Ia menyuruh Masoy untuk mandi di sungai sebelum pergi ke rumah Kepala Desa. Saat sedang mandi itulah monyet melihat ada seorang pemuda dengan pakaian yang sangat bagus sedang mandi di sungai. Saat pemuda tersebut lengah, monyet mengambil baju pemuda tersebut dan memberikannya kepada Masoy. Mereka berdua segera pergi ke rumah Kepala Desa. Tanpa disangka, setelah keduanya sampai di rumah Kepala Desa mereka disambut oleh banyak orang. Masoy sangat terkejut. Ternyata Kepala Desa mengundang beberapa penduduk untuk menyambut kedatangan Masoy. Dengan sangat sopan Kepala Desa mengajaknya masuk ke dalam rumah.

Masoy yang tidak tahu menahu rencana yang telah dibuat oleh monyet hanya menuruti kata-kata Kepala Desa. Bahkan saat Kepala Desa mengumumkan kepada para penduduk bahwa putrinya akan menikah dengan seorang yang kaya raya dan tinggal di sebuah rumah yang sangat megah seperti istana, Masoy pun tidak tahu harus berkata apa. Ia hanya terdiam dan mengangguk setiap kali Kepala Desa menanyainya dengan banyak pertanyaan. Monyet menyelinap keluar dari kerumunan banyak orang. Ia pergi menuju ke rumah seorang penyihir tua jahat yang tinggal di sebuah rumah megah seperti istana. Di depan rumah penyihir tersebut monyet berteriak ketakutan. Penyihir tua itu pun keluar untuk melihat apa yang terjadi.

“Apa yang kamu lakukan di rumahku?”

“Wahai Penyihir Tua, Kepala Desa sedang dalam perjalanan ke sini untuk mencarimu. Ia berkata bahwa apabila ia menemukan seorang penyihir yang sangat tua ia akan membunuhnya. Cepat selamatkan dirimu!”

Penyihir Tua terlihat sangat ketakutan. Ia segera mengambil beberapa barangnya dan meninggalkan rumahnya dengan lari terbirit-birit. Penyihir itu memang telah melakukan banyak kejahatan di desa ini, namun tidak ada satu orang pun yang berani melawannya. Setelah itu, monyet memberitahukan kepada semua penduduk di sekitar rumah penyihir itu bahwa nanti Kepala Desa akan datang ke tempat ini.

“Jika Kepala Desa datang ke sini dan bertanya milik siapakah rumah ini maka kalian harus menjawab rumah ini milik Masoy atau kepala desa itu akan membunuh kalian.”

Karena merasa takut dengan kepala desa mereka, para penduduk pun mematuhi kata-kata monyet. Rombongan Kepala Desa pun datang ke tempat tersebut. Ia disambut oleh para warga dan menanyakan tentang rumah megah yang mirip istana tersebut. Mereka pun menjawab bahwa rumah tersebut memang benar milik Masoy dan ia adalah orang terkaya di desa ini. Kepala Desa bersedia untuk menikahkan putrinya dengan Masoy. Mereka berdua hidup bahagia di rumah megah bersama dengan monyet yang setia itu. 

***

Abdul selesai membaca buku dan buku di taruh di meja. Abdul beranjak dari duduknya di ruang tengh, ya bergerak masuk ke kamarnya untuk belajarlah mengulas pelajaran yang di berikan guru di bangku sekolah dengan baik. 

CITRA

Indro duduk di halaman belakang dengan memegang gitar, ya ingin di mainkan dengan baik. 

"Keadaan di sini tentang, ya kota Jakarta," kata Indro.

Indro menggenjreng gitarnya. 

"Nyanyi lagu apa ya?!" kata Indro. 

Indro mengingat lagu yang bagus, ya segera di nyanyikan dan main gitarnya dengan baik. 

Lirik lagu yang dinyanyikan Indro dengan judul 'Sabda Rindu' :

"Malam-malam tak berbintang

Jadi terang menantikanmu

Malam-malam kau ajak berbincang

Tanya apa kabarku

Pipiku merona ku tersipu malu

Hanya mendengar hangat suaramu

Kangen dirimu

Ingat selalu hati kita satu

Meski engkau jauh

Mari nikmati sabda rindu yang melagu

Ingat sayang meski tak bertemu

Indahnya merindu

Beri senyuman

Detak di jantungku

Malam-malam tak berbintang

Ku merindu ingin berjumpa dirimu

Oh bunyi dering rindu obati sakitnya

Lama kita tak bertemu

Pipiku merona ku tersipu malu

Hanya mendengar hangat suaramu

Kangen dirimu

Ingat selalu hati kita satu

Meski engkau jauh

Mari nikmati sabda rindu yang melagu

Ingat sayang meski tak bertemu

Indahnya merindu

Beri senyuman

Detak di jantungku

Oh-oo-oo

(Ku menanti) Ku menanti

(Hati ini menunggu) Oh-oo

(Dirimu) Oh-oo-oo

Meski jauh, kau dekat di hatiku

Nimatnya rindu kangen dirimu

Ingat selalu (hati kita satu)

Meski engkau jauh

Mari nikmati sabda rindu yang melagu

Ingat sayang meski tak bertemu

Indahnya merindu

Beri senyuman

Detak di jantungku, ho

Ingat selalu hati kita satu

Meski jauh kau ada di hatiku

Nikmatilah sabda rindu

Sabda rindu yang melagu

Ingat selalu hati kita satu

Meski jauh kau ada di hatiku

Nikmatilah sabda rindu

Sabda rindu yang melagu

Sayang

Sayang"

***

Indro selesai menyanyikan lagunya dan main gitarnya. Kasino baru duduk di halaman belakang.

"Kasino," kata Indro.

"Apa?!" kata Kasino.

"Apa pendapat mu dengan acara artis Ria Ricis, ya lamaran gitu. Cowoknya ganteng dan keren bernama Ryan?!" Kara Indro.

"Aku repot dengan urusan kerjaan. Jadi belum nonton itu acara. Entar aku lihat acara itu lewat jaringan internet, ya Hp!" kata Kasino.

"Emmmm," kata Indro.

Indro dengan menggenjreng gitarnya, ya tidak menyanyi sih tetap diam karena nunggu Kasino selesai nonton acara Tv di jaringan internet di Hp Kasino lah. Cukup singkat sih, ya nonton acara Tv di Hp. 

Kasino berkata "Pendapat ku, ya acara artis Ria Ricis....bagus sih." 

"Pendapat Kasino....bagus toh, ya aku sama saja sih. Gayanya acara islam banget, ya acara adat juga ada sih berdasarkan suku sih," kata Indro. 

"Nama juga orang menjalankan urusan pernikahan pasti mengangkat acara ya tema agama yang di yakini dan di jalanin dengan baik. Asal usul suku pun di angkat dengan baik, ya agar tidak melupakan dasar dari adat istiadat suku yang di bangun nenek moyang dari nol sampai sekarang," kata Kasino. 

"Generasi mengikuti saja apa yang telah di bangun dengan baik sampai sekarang, ya tanda menghargai dan menghormati adat istiadat dari suku," kata Indro. 

"Bisa di bilang cermin citra baik, ya kan Kasino," kata Kasino. 

"Iya lah. Cermin citra yang baik," kata Indro. 

"Emmmmm," kata Kasino. 

"Kalau aku menikah, ya acara ya sederhana saja lah. Nama juga di perhitungkan isi kantong dari pada wah weh woh acara pernikahan, ya ngutang sana sini," kata Indro. 

"Sederhana lebih baik. Jika mampu, ya tidak ada masalah sih. Tapi memang sih, ya jauh kan dari urusan utang ini dan itu," kata Kasino. 

"Emmm," kata Indro. 

"Indro. Tadi aku denger. Indro menyanyi kan lagu dengan judul 'Sabda Rindu'...kenapa Indro?!" kata Kasino. 

"Sekedar nyanyi aja seperti biasanya," kata Indro. 

"Ooooo begitu. Sekedar saja menyanyi toh!" kata Kasino. 

"Oooo iya Kasino. Apa tanggapan mu tentang berita tentang Warkop dengan Warkopi, ya karena kan penulis juga mengunakan nama-nama dari Warkop?!" kata Indro. 

"Berita itu ya. Jadi urusannya gimana ya. Kontrafersi. Kita kenaan sih karena pake nama dari Warkop sih," kata Kasino. 

"Kenaan kan Kasino. Gimana?!" kata Indro. 

"Kemungkinan sih penulis lebih baik menghentikan cerita Dono, Kasino dan Indro, ya sementara waktu dan di gantikan tokoh lain. Seperti cerita Eko dan Budi, ya ada tokoh ketiganya sih Abdul," kata Kasino. 

"Iya seperti biasanya sih. Di hentikan sementara waktu ceritanya dan di ganti cerita lain dan tokoh lain," kata Indro. 

"Kalau begitu. Main catur saja Kasino!" kata Indro. 

"Ok. Main catur saja!" kata Kasino. 

Kasino mengambil papan catur di bawah meja dan papan di taruh di atas meja. Indro menaruh gitarnya di samping kursi. Kasino dan Indro main catur dengan baik banget. 

CAMPUR ADUK

MUMBAI XPRESS

Malam gelap bertabur bintang di langit. Setelah nonton Tv yang acara sepak bola. Budi duduk dengan santai di depan rumahnya sedang baca cerp...

CAMPUR ADUK