Rose terus memandangi dirinya di depan cermin. Sebuah cermin antik yang sudah ada sejak ia dilahirkan, kira-kira sudah berusia ratusan tahun. Tak henti-hentinya Rose mengelus-elus wajah cantiknya itu.
“Wahai cermin ajaib! Apakah aku sudah kembali menjadi wanita tercantik di kota ini?” ucap Rose tersenyum ke arah cermin.
“Ya tuanku. Sekarang tuanku kembali lagi menjadi wanita tercantik di kota ini, tapi sungguh sangat disayangkan…” Si cermin mulai mengeluarkan kata. “Kecantikan tuanku sekarang ini tak akan bertahan lama, beberapa hari lagi tuanku akan kembali menjadi wanita yang buruk rupa,” lanjut si cermin hingga membuat Rose tersentak kaget.
—
Sore itu hujan turun dengan lebatnya membasahi bumi. Seorang gadis tampak setengah berlari mencari tempat untuk berteduh. Bajunya basah kuyup karena mulai tadi ia tak kunjung mendapatkan tempat untuk berteduh. Tak jauh dari tempatnya berdiri, terlihat sebuah rumah yang sangat besar dan megah. Ia pun segera berlari menuju ke rumah itu.
“Tok… tok… tok…” pintu bercat putih diketuk gadis itu berulang kali.
“Apa ada orang di rumah?” teriak gadis itu sambil mengetuk kembali pintu bercat putih itu.
Pintu rumah terbuka lebar. Tampaklah wanita cantik ke luar dengan mengenakan gaun putih bermotif bunga.
“Masuklah ke dalam! Hujan masih sangat deras. Tubuhmu sudah menggigil kedinginan,” ajak Rose dengan ramah.
“Terima kasih,” tanpa ragu gadis itu segera masuk ke dalam.
Gadis itu sangat takjub melihat interior rumah itu. Banyak sekali barang-barang antik yang dipadupadankan dengan desain rumah yang bergaya modern. Rose memperlakukan gadis itu dengan sangat ramah. Ia mengganti pakaian gadis itu yang basah kuyup dengan salah satu baju hangatnya yang terlihat mahal. Ia lalu menyuguhkan makanan dan minuman hangat pada gadis itu. Dengan malu-malu gadis itu makan.
“Ikutlah denganku! Ada yang ingin aku tunjukkan padamu!” ajak Rose tiba-tiba.
“Kemana nyonya…?”
“Panggil aja aku Rose! Nanti kau akan tau. Ikutlah denganku sebentar!” Rose menarik tangan gadis itu dan pergi ke suatu tempat.
Rose dan gadis itu sampai ke sebuah ruangan. Ruangan yang tak terpakai tapi tampak sangat bersih. Ada beberapa rak buku dan sebuah cermin antik yang mengisi ruangan tersebut.
“Wahai cermin ajaib! Datanglah padaku!” ucap Rose tiba-tiba sambil mengangkat kedua tangannya dan mengarahkannya ke cermin antik.
Gadis itu terkejut sekaligus bingung dengan apa yang dilakukan Rose pada cerminnya.
“Wahai cermin ajaib! Datanglah padaku, pada tuanmu! Aku sudah membawakan apa yang kamu inginkan.” Rose menarik tangan gadis itu dengan kasar dan menunjukkannya ke cermin antik.
“Apa yang kau lakukan? Lepaskan tanganku!” gadis itu berusaha melepaskan genggaman tangan Rose yang sangat erat.
“Diamlah!”
“Apa kau gila? Kau bicara pada cermin. Sebaiknya kita pergi dari sini, Rose!”
“Apa tuaku sudah membawakan apa yang aku minta?” ucap cermin antik tiba-tiba.
“Ya, ini dia,” ucap Rose sambil menunjukkan genggaman tangannya pada cermin.
Rose melepaskan genggaman tangannya pada gadis itu dan pergi entah kemana, meninggalkannya bersama cermin antik. Gadis itu sangat terkejut melihat cermin antik milik Rose yang baru saja berbicara. Ia tak percaya dengan apa yang baru saja dilihatnya. Berulang kali ia mengucek mata dan mencubit tangannya, berharap ini semua hanya mimpi.
“Wahai gadis cantik! Kau tidak perlu takut padaku. Sebentar lagi kau akan menjadi milikku,” ucap si cermin tertawa.
“Apa maksudmu?” gadis itu perlahan-lahan mundur menjauhi cermin.
BRUK!
Sebuah balok kayu mendarat langsung di kepalanya. Gadis itu jatuh terkulai lemah. Darah mengalir deras di kepalanya. Matanya melihat ke arah Rose seakan tak mengerti apa yang dilakukan Rose padanya. Rose lalu menghadapkan wajahnya ke wajah gadis itu. Wajah gadis itu seketika berubah menjadi tua.
“Apa salahku padamu, Rose? Kenapa kau lakukan ini padaku?” tanya gadis itu dengan suara yang hampir tak terdengar.
Rose tak mempedulikan gadis itu. Ia lalu menyeret tubuh gadis itu ke arah cermin.
“Apa yang kau lakukan? Jangan lakukan itu! kumohon jangan!” pinta gadis itu dengan napas yang tersengal-sengal.
Rose meletakkan tubuh gadis itu di depan cermin. Dengan sekejap cermin menghisap tubuh gadis itu.
“Kerja yang bagus tuanku! Sekarang tubuh dan jiwa gadis ini adalah milikku,” ucap si cermin antik tertawa.
“Ambil saja tubuh dan jiwanya! Aku sama sekali tak peduli. Walaupun seumur hidup aku harus menumbalkan seorang gadis padamu, yang penting selamanya aku akan tetap menjadi wanita tercantik,” ucap Rose tersenyum sambil memandangi dirinya di depan cermin antik.
Karya : Betry Silviana
“Wahai cermin ajaib! Apakah aku sudah kembali menjadi wanita tercantik di kota ini?” ucap Rose tersenyum ke arah cermin.
“Ya tuanku. Sekarang tuanku kembali lagi menjadi wanita tercantik di kota ini, tapi sungguh sangat disayangkan…” Si cermin mulai mengeluarkan kata. “Kecantikan tuanku sekarang ini tak akan bertahan lama, beberapa hari lagi tuanku akan kembali menjadi wanita yang buruk rupa,” lanjut si cermin hingga membuat Rose tersentak kaget.
—
Sore itu hujan turun dengan lebatnya membasahi bumi. Seorang gadis tampak setengah berlari mencari tempat untuk berteduh. Bajunya basah kuyup karena mulai tadi ia tak kunjung mendapatkan tempat untuk berteduh. Tak jauh dari tempatnya berdiri, terlihat sebuah rumah yang sangat besar dan megah. Ia pun segera berlari menuju ke rumah itu.
“Tok… tok… tok…” pintu bercat putih diketuk gadis itu berulang kali.
“Apa ada orang di rumah?” teriak gadis itu sambil mengetuk kembali pintu bercat putih itu.
Pintu rumah terbuka lebar. Tampaklah wanita cantik ke luar dengan mengenakan gaun putih bermotif bunga.
“Masuklah ke dalam! Hujan masih sangat deras. Tubuhmu sudah menggigil kedinginan,” ajak Rose dengan ramah.
“Terima kasih,” tanpa ragu gadis itu segera masuk ke dalam.
Gadis itu sangat takjub melihat interior rumah itu. Banyak sekali barang-barang antik yang dipadupadankan dengan desain rumah yang bergaya modern. Rose memperlakukan gadis itu dengan sangat ramah. Ia mengganti pakaian gadis itu yang basah kuyup dengan salah satu baju hangatnya yang terlihat mahal. Ia lalu menyuguhkan makanan dan minuman hangat pada gadis itu. Dengan malu-malu gadis itu makan.
“Ikutlah denganku! Ada yang ingin aku tunjukkan padamu!” ajak Rose tiba-tiba.
“Kemana nyonya…?”
“Panggil aja aku Rose! Nanti kau akan tau. Ikutlah denganku sebentar!” Rose menarik tangan gadis itu dan pergi ke suatu tempat.
Rose dan gadis itu sampai ke sebuah ruangan. Ruangan yang tak terpakai tapi tampak sangat bersih. Ada beberapa rak buku dan sebuah cermin antik yang mengisi ruangan tersebut.
“Wahai cermin ajaib! Datanglah padaku!” ucap Rose tiba-tiba sambil mengangkat kedua tangannya dan mengarahkannya ke cermin antik.
Gadis itu terkejut sekaligus bingung dengan apa yang dilakukan Rose pada cerminnya.
“Wahai cermin ajaib! Datanglah padaku, pada tuanmu! Aku sudah membawakan apa yang kamu inginkan.” Rose menarik tangan gadis itu dengan kasar dan menunjukkannya ke cermin antik.
“Apa yang kau lakukan? Lepaskan tanganku!” gadis itu berusaha melepaskan genggaman tangan Rose yang sangat erat.
“Diamlah!”
“Apa kau gila? Kau bicara pada cermin. Sebaiknya kita pergi dari sini, Rose!”
“Apa tuaku sudah membawakan apa yang aku minta?” ucap cermin antik tiba-tiba.
“Ya, ini dia,” ucap Rose sambil menunjukkan genggaman tangannya pada cermin.
Rose melepaskan genggaman tangannya pada gadis itu dan pergi entah kemana, meninggalkannya bersama cermin antik. Gadis itu sangat terkejut melihat cermin antik milik Rose yang baru saja berbicara. Ia tak percaya dengan apa yang baru saja dilihatnya. Berulang kali ia mengucek mata dan mencubit tangannya, berharap ini semua hanya mimpi.
“Wahai gadis cantik! Kau tidak perlu takut padaku. Sebentar lagi kau akan menjadi milikku,” ucap si cermin tertawa.
“Apa maksudmu?” gadis itu perlahan-lahan mundur menjauhi cermin.
BRUK!
Sebuah balok kayu mendarat langsung di kepalanya. Gadis itu jatuh terkulai lemah. Darah mengalir deras di kepalanya. Matanya melihat ke arah Rose seakan tak mengerti apa yang dilakukan Rose padanya. Rose lalu menghadapkan wajahnya ke wajah gadis itu. Wajah gadis itu seketika berubah menjadi tua.
“Apa salahku padamu, Rose? Kenapa kau lakukan ini padaku?” tanya gadis itu dengan suara yang hampir tak terdengar.
Rose tak mempedulikan gadis itu. Ia lalu menyeret tubuh gadis itu ke arah cermin.
“Apa yang kau lakukan? Jangan lakukan itu! kumohon jangan!” pinta gadis itu dengan napas yang tersengal-sengal.
Rose meletakkan tubuh gadis itu di depan cermin. Dengan sekejap cermin menghisap tubuh gadis itu.
“Kerja yang bagus tuanku! Sekarang tubuh dan jiwa gadis ini adalah milikku,” ucap si cermin antik tertawa.
“Ambil saja tubuh dan jiwanya! Aku sama sekali tak peduli. Walaupun seumur hidup aku harus menumbalkan seorang gadis padamu, yang penting selamanya aku akan tetap menjadi wanita tercantik,” ucap Rose tersenyum sambil memandangi dirinya di depan cermin antik.
Karya : Betry Silviana
No comments:
Post a Comment