CAMPUR ADUK

Tuesday, November 12, 2019

CIUNG WANARA

Dahulu berdirilah sebuah kerajaan besar di pulau Jawa  yang disebut Kerjaan Galuh, ibukotanya terletak di Galuh dekat Ciamis sekarang. Dipercaya bahwa pada saat itu kerajaan Galuh membentang dari Hujung Kulon, ujung Barat Jawa, sampai ke Hujung Galuh, yang saat ini adalah muara dari Sungai Brantas di dekat Surabaya sekarang. Kerajaan ini diperintah oleh Raja Prabu Permana Di Kusuma. Setelah memerintah dalam waktu yang lama Raja memutuskan untuk menjadi seorang pertapa dan karena itu ia memanggil menteri Aria Kebonan ke istana. Selain itu, Aria Kebonan ke istana. Selain itu Aira Kebonan juga telah datang kepada raja untuk membawa laporan tentang kerajaan. Sementara ia menunggu di depan pendopo, ia melihat pelayan sibuk mondar-mandir, mengatur segalanya untuk raja. Menteri itu berpikir betapa senangnya akan menjadi raja. Setiap perintah dipatuhi, setiap keinginan terpenuhi. Karena itu ia pun ingin menjadi raja. Saat ia sedang melamun di sana, raja memanggilnya.

“Aria Kebonan, apakah benar bahwa Engkau ingin menjadi raja?” Raja tahu itu karena ia berkelahi dengan kekuatan supranatural.

“Tidak, Yang Mulia, aku tidak akan bisa.”

“Jangan berbohong, Aria kebonan, aku tahu itu.”

“Maaf, Yang Mulia, Saya baru saja memikirkannya.” “Yah, Aku akan membuat engkau menjadi raja selama Aku pergi untuk bermeditasi, Engkau akan menjadi raja dan memerintah dengan benar. Engkau tidak akan memperlakukan (tidur dengan) kedua istriku, Dewi Pangrenyep dan Dewi Naganngrum sebagai istrimu.”

“Baiklah, Yang Mulia.”

“Aku akan mengubah penampilanmu menjadi seorang pria tampan. Nama Anda akan Prabu Barma Wijaya. Beritahulah pada orang-orang bahwa raja telah menjadi muda dan Aku sendiri akan pergi ke suatu tempat rahasia. Dengan demikian engkau akan menjadi raja!”

Pada saat penampilan Aria Kebonan menyerupai Prabu Permana di kusumah itu, tetapi tampak sepuluh tahun lebih muda. Orang percaya pengumuman bahwa ia adalah Raja prabu Permana Di Kusumah yang telah menjadi sepuluh tahun lebih muda dan mengubah namanya menjadi Prabu Barma Wijaya. Hanya satu orang tidak percaya ceritanya. Ia adalah Uwa Bantara lengser yang mengetahui perjanjian antara raja dan menteri tersebut. Prabu Barma Wijaya menjadi bangga dan memperlakukan Uwa Bantara lengser yang tidak dapat melakukan apa-apa. Dia juga memperlakukan kedua ratu dengan kasar. Keduanya menghindarinya, kecuali di depan umu ketika mereka berperilaku seolah-olah mereka istri Prabu Barma Wijaya.

***
Suatu malam kedua ratu bermimpi bahwa bulan jatuh di atas mereka. Mereka melaporkan hal itu kepada raja yang membutnya ketakutan, karena mimpi tersebut biasanya peringatan bagi wanita yang akan hamil. Hal ini tidak mungkin karena ia tidak bersalah memperlakukan kedua ratu sebagai istri-istrinya. Uwa Bantara lengser muncul dan mengusulkan untuk mengundang seorang pertapa baru, yang sebut Ajar Sukaresi- yang tidak lain adalah Raja Prabu Permana Di Kusumah – untuk menjelaskan mimpi yang aneh tersebut. Prabu Barma Wijaya setuju, dan begitu pertapa tiba di istana ia ditanya oleh raja tentang arti mimpi itu.

“Kedua ratu berharapkan seorang anak, Yang Mulia.” Meskipun terkejut dengan jawabannya, Prabu Brama Wijaya masih bisa mengendalikan diri. Ingin tahu seberapa jauh pertapa berani berbohong kepada dia, dia mengajukan pertanyaan lain. “Apakah mereka dan anak perempuan atau anak laki-laki?”

“Keduanya anak laki-laki, Yang Mulia.” Pada hal ini raja tidak bisa lagi menahan diri, mengambil kerisnya dan menusuk Ajar Sukaresi agar dia mati namun Dia gagal. Keris itu bengkok.

“Apakah Raja berkehendak aku mati? Bila begitu, saya akan mati.” Kemudian petapa itu jatuh. Raja menendang mayatnya begitu hebat sehingga terlempar ke dalam hutan di mana ia berubah menjadi seekor naga besar, yang disebut Nagawiru. Di keraton, sesuatu yang aneh terjadi. Kedua ratu memang hamil. Setelah beberapa waktu Dewi Pangrenyep melahirkan seorang putra yang bernama Hariang Banga.

Suatu hari ketika Prabu Barma Wijaya mengunjungi Dewi Naganingrum, secara ajaib janin dalam kandungan Naganingrum yang belum lahir tersebut berbicara: “Barma Wijaya, Engaku telah melupakan banyak janjimu. Semakin banyak Anda melakukan hal-hal kejam, kekuasaan Anda akan semakin pendek..”

***
Peristiwa aneh janin yang dapat berbicara tersebut membuat Raja sangat marah dan takut terhadap ancaman janin tersebut. Dia ingin menyingkirkan janin itu dan segera menemukan cara untuk melakukannya. Dia meminta bantuan Dewi Pangrenyep untuk dapat terlepas dari bayi Dewi Naganingrum yang akan lahir sebagai bajingan menurut impiannya. Dia tidak akan cocok untuk menjadi penguasa negeri ini bersama-sama dengan Hariang Banga, putra Dewi Pangrenyep. Ratu percaya  hal tersebut dan setuju, tetapi apa yang harus dilakukan? “ Kita aakan menukar bayi tersebut dengan anjing dan melemparkannya ke sungai Citanduy.”

Sebelum melahirkan, Dewi Pangrenyep menghimbau Dewi Naganingrum untuk menutupi matanya Naganingrum yang akan lahir sebagai bajingan menurut impiannya. Dia tidak akan cocok untuk menjadi penguasa negeri ini bersama-sama dengan Hariang Banga, putra Dewi Pangrenyep. Ratu percaya  hal tersebut dan setuju, tetapi apa yang harus dilakukan? “ Kita aakan menukar bayi tersebut dengan anjing dan melemparkannya ke sungai Citanduy.”

Sebelum melahirkan, Dewi Pangrenyep menghimbau Dewi Naganingrum untuk menutupi matanya dengan malam (lili) yang biasanya digunakan untuk membatik. Dia berpendapat  bahwa perlakuan ini adalah untuk menghindari Ibu yang sedang melahirkan agar tidak melihat terlalu banyak darah  agar tidak melihat terlalu banyak darah yang mungkin dapat membuat dia pingsan. Naganingrum setuju dan Paum setuju dan Pangrenyep pun menutup mata Dewi Naganingrum dengan lilin, berpura-pura membantu ratu malang tersebut.grenyep pun menutup mata Dewi Naganingrum dengan lilin, berpura-pura membantu ratu malang tersebut. Naganingrum tidak menyadari apa yang terjadi, bayi yang baru lahir itu dimaksukkan ke dalam  keranjang dan dilemparkan ke dalam Sungai Citanduy, setelah ditukar dengan bayi anjing yang dibaringkan di pangkuan sang Ibu yang tidak curiga akan perbuatan jahat tersebut.

Ratu Naganingrum segera menyadari bahwa ia tengah menggendong seekor bayi anjing, ia sangat terkejut dan jatuh sedih. Kedua pelaku kejahatan berusaha menyingkirkan Dewi Naganingrum dari istana dengan mengatakan kebohongan kepada rakyat, tetapi tidak ada yang percaya kepada mereka. Bahkan Uwa Bantara lengser tak dapat melakukan apa-apa karena Raja serta Ratu Dewi Pangrenyep sangat berkuasa. Barma Wijaya bahkan memerintahkan hukuman mati atas Dewi Naganingrum karena dia telah melahirkan seekor anjing, yang dianggap sebagai kutukan dari para dewa dan aib bagi kerajaan. Uwa Bantara lenser mendapat perintah untuk melaksanakan eksekusi tersebut. Dia membawa ratu yang malang ke hutan, namun dia tak sampai hati membunuhnya, ia bahkan membangunkan sebuah gubuk yang baik untuknya. Untuk meyakinkan Raja dan Ratu Pangrenyep bahwa ia telah melakukan perintah mereka, ia menunjukkan kepada mereka, ia menunjukkan kepada mereka pakaian Dewi Naganingrum yang berlumuran darah.

***
Di desa Geser Sunten, tepian sungai Citanduy, hiduplah sepasang suami istri tua yang biasa memasang bubu keramba perangkap ikan yang terbuat dari bambu di sungai untuk menangkap ikan. Suatu pagi mereka pergi ke sungai untuk mengambil ikan yang terperangkap di dalam bubu, dan sangat terkejut bukannya menemukan ikan melainkan keranjang yang tersangkut pada bubu tersebut. Setelah membukanya, mereka menemukan bayi yang menggemaskan. Mereka membawa pulang bayi tersebut, merawatnya dan menyayanginya seperti anak mereka sendiri.

Dengan belalunya waktu bayi tumbuh menjadi seorang pemuda rupawan yang menemani berburu orang tua dalam hutan. Suatu hari mereka melihat seekor burung dan monyet.

“Burung dan monyet apakah itu, Ayah?”

“Burung itu disebut Ciung dan monyet itu adalah Wanara, anakku.”

“Kalau begitu, panggilan aku Ciung Wanara.” Orang tua itu menyetujui karena arti kedua kata tersebut cocok dengan karakter anak itu.

Suatu hari ia bertanya pada orang tuanya mengapa dia berbeda dengan anak laki-laki dari desa tersebut dan mengapa mereka sangat menghormatinya. Kemudian orang tua itu mengatakan kepadanya bahwa ia telah terbawa arus sungai ke desa tersebut dalam sebuah keranjang dan bukan anak dari desa tersebut.

“Orangtuamu pasti bangsawan dari Galuh.”

“Kalau begitu, aku harus pergi ke sana di mencari orang tua kandungku, Ayah.”

“Itu benar, tetapi kamu harus pergi dengan seorang teman. Di keranjang itu ada telur. Ambillah, pergilah ke hutan dan carilah unggas untuk menetaskan telur itu.”

Ciung Wanara mengambil telur itu, pergi ke hutan seperti yang diperintahkan oleh sang orang tua, tetapi ia tidak dapat menemukan unggas. Ia menemukan Nagawiru yang baik kepada dia dan yang menawarkan dia untuk menetas telur. Dia meletakkan telur di bawah naga itu dan taklama setelah menetas, anak ayam tumbuh dengan cepat. Ciung Wanara memasukkannya ke dalam keranjang, meninggalkan orang tua dan istrinya dan memulai perjalannya ke Galuh.

Di ibukota Galuh, sabung ayam adalah sebuah acara olahraga besar, baik raja dan rakyatnya menyukainya. Raja Barma Wijaya memiliki ayam jago yang besar dan tak terkalahkan bernama Si Jeling. Dalam kesombongannya, ia menyatakan bahwa ia akan mengabulkan keinginan apapun kepada pemilik ayam yang bisa mengalahkan ayam juaranya.

Saat tiba, anak ayam Ciung Wanara sudah tumbuh menjadi ayam petarung yang kuat. Sementara Ciung Wanara sedang mencari pemilik keranjang, ia ikut ambil bagian dalam turnamen adu ayam kerajaan. Ayamnya tidak pernah kalah. Kabar tentang anak muda yang ayam jantannya selalu menang dii sabung ayam akhirnya mencapai telinga Prabu Barma Wijaya yang kemudian memerintahkan Uwa Bantara lengser untuk menemukan pemuda itu. Orang tua itu segera menyadari bahwa pemuda pemilik ayam itu adalah putra Dewi Naganingrum yang telah lama hilang, terutama ketika Ciung Wanara menunjukkan padanya keranjang di mana ia telah dihanyutkan ke sungai. Uwa Bantara lengser mengatakan pada Ciung Wanara bahwa raja telah memerintahkan hal tersebut selain menuduh Ibunya telah melahirkan seekor anjing.

“Jika ayam kamu menang melawan ayam raja, mintalah saja kepadanya setengah dari kerajaan sebagai hadiah kemenangan kamu.”

Keesokan paginya Ciung Wanara muncul di depan Prabu Barma Wijaya dan menceritakan apa yang telah diusulkan Lengser. Raja setuju karena dia yakin akan kemenangan ayam jantannya yang disebut Si Jeling. Si Jeling sedikit lebih besar dari ayam jago Ciung Wanara, namun ayam Ciung Wanara lebih kuat karena dierami oleh naga Nagawiru. Dalam pertarungan berdarah ini, ayam sang Raja kehilangan nyawanya dalam pertarungan dan raja terpaksa memenuhi janjinya untuk memberikan Ciung Wanara setengah dari kerajaannya.

***
Ciung Wanara menjadi raja dari setengah kerajaan dan membangun penjara besi yang dibangun untuk mengurung orang-orang jahat. Ciung Wanara merencanakan siasat untuk menghukum Prabu Barma Jaya dan Dewi Pangrenyep. Suatu hari  Prabu Barma Jaya dan Dewi Pangrenyep di undang oleh Ciung Wanara untuk datang dan memeriksa penjara yang baru di bangun. Ketika mereka berada di dalam, Ciung Wanara menutup pintu dan mengunci mereka di dalam. Dia kemudian memberitahu orang-orang di kerajaan tentang perbuatan jahat Barma dan Pangrenyep, orang-orang pun bersorak.

Namun, Hariang Banga, putera Dewi Pangrenyep, menjadi sedih mengetahui tentang penangkapan Ibunya. Ia menyusun rencana pemberontakan, mengumpulkan banyak tentara dan memimpin perang melawan adiknya. Dalam pertempuran, ia menyerang Ciung Wanara dan para pengikutnya. Ciung Wanara dan Hariang Banga adalah pangeran yang kuat dan berkeahlian tinggi dalam seni bela diri pencak silat. Namun Ciung Wanara berhasil mendorong Hariang Banga ke tepian Sungai Brebes. Pertempuran terus berlangsung tanpa ada yang menang. Tiba-tiba muncullah Raja prabu Permana Di Kusumah di dampingi oleh Ratu Dewi Naganingrum dan Uwa Bantara lengser.

“Hariang Banga dan Ciung Wanara!” kata Raja, “Hentikan pertempuran ini adalah pamali berperang melawan saudara sendiri. Kalian adalah sauara, kalian berdua adalah anak-anakku yang akan memerintah di negeri ini, Ciung Wanara di Galuh dan Hariang Banga di timur sungai Brebes, negara baru. Semoga sungai ini menjadi batas dan mengubah namanya dari Sungai Brebes menjadi Sungai pamali untuk mengingatkan kalian berdua bahwa adalah pamali untuk memerangi saudara sendiri. Biarlah Dewi Pangreyep dan Brama Wijaya yang dahulu adalah Aria Kebonan di penjara karena dosa mereka.”

Hariang Banga pindah ke timur dan dikenal dengan Jaka Susuruh. Dia menderikan kerajaan Jawa dan menjadi raja Jawa, sedangkan pengikutnya setia menjadi nenek moyang orang Jawa. Ciung Wanara memerintah kerajaan Galuh dengan adil, rakyatnya adalah orang Sunda, sejak itu Galuh dan Jawa makmur lagi seperti zaman Prabu Permana Di Kusumah.

No comments:

Post a Comment

CAMPUR ADUK

MUMBAI XPRESS

Malam gelap bertabur bintang di langit. Setelah nonton Tv yang acara sepak bola. Budi duduk dengan santai di depan rumahnya sedang baca cerp...

CAMPUR ADUK