CAMPUR ADUK

Saturday, August 18, 2018

ULAH MONYET

Pada suatu hari, Kera itu mencuri pisang di kebun Pak Tani, di pinggir hutan. Karena rakusnya makan, dia tak tahu kalau Pak Tani sudah berdiri di bawahnya. Melihat kulit pisang berserakan, Pak Tani itu marah dan memakainya.

"Dasar monyet, biasanya nyuri!"

"Crot!" Terdengar batang pisang putus terbabat oleh parang Pak Tani.

Kera itu terlambat menghindar. Dia ikut terlempar bersama tandan pisang yang dipanjatinya. 

"Kalau mau makan pisang, tanam sendiri!" teriak Pak Tani sambil memburu si Kera. Parang Pak Tani itu siap menetak kepala si kera.

Si Kera yang kesakitan karena jatuh itu menyadari bahaya yang mengancamnya. Dia lari terbirit-birit masuk ke hutan.

"Ha...ha.....ha....." terdengar tawa dari atas pohon di pinggir hutan. 

Kera itu terkejut. Dia berhenti dari larinya. Dia mendongak ke atas. 

"Kurang ajar! Teman hampir celaka, malahan ditertawai," teriak si kera itu.

"He, he, he, sang Monyet.

Mengapa engkau lari terbirit-birit?"

"Bagaimana aku tak lari terbirit-birit.

Aku hampir mati diclurit."

Kera itu makin marah mendengar dua temannya bernyayi bersahutan mengejeknya. Rupana, teman-teman itu melihat semua yang dia alami. Sejak itu dia dijuluki si Monyet oleh teman-temannya.

Si Monyet terus berjalan menjauhi teman-temannya. Dia benci teman-temannya yang sering menjulukinya si Tukang Makan. Ada pula yang menjulukinya si Rakus.

Tiba-tiba bulu kuduknya berdiri ketika dia teringat hampir di bunuh oleh Pak Tani. Dia merasa ngeri. Sungguh berbahaya mencuri pisang di kebun Pak Tani.

"Kalau mau makan pisang, tanam sendiri!"

Kata-kata Pak Tani itu terngiang-ngiang kembali dalam pikirannya. 

"Ah, aku harus mencari sahabatku. Mudah-mudahan dia mau kuajak menanam pisang."

Monyet itu berbicara dalam hati. Dia terus berjalan. Tiba di pinggir sungai dia berhenti. Dia menyayi memanggil sahabatnya.

"He, he,he, sang Kodok.

Mengapa engkau tak mau timbul?"

Tak lama kemudian terdengar nyanyian jawaban dari tepi air.

"Bagaimana aku akan timbul? Sahabatku belum muncul."

Keduanya asyik berbicara. Menanyakan keselamatan masing-masing. Setelah itu, si Monyet mengajak sang Kodok menanam pisang. Sang Kodok setuju.

"Kita cari bibit," kata si Monyet.

"Kita tunggu di tepi sungai ini. Biasanya suka ada batang pisang yang hanyut," jawab sang Kodok.

Benar saja. Tak lama kemudian ada sebatang pohon pisang yang hanyut. Dengan cekatan, sang Kodok menarik batang pisang itu ke tepi. Berdua mereka mengangkatnya ke darat. Mereka menunggu, tetapi tak ada lagi batang pisang yang hanyut. Akhirnya, mereka sepakat membagi bibit yang hanya sebatang itu.

"Kita potong jadi dua. Kamu bagian bawah, aku bagian atas," kata si Monyet membujuk.

"Ah, jangan curang, yang bisa berbuah kan bagian atas yang ada daunnya." sang Kodok menolak.

"Sama sahabat, masa bertengkar, bagian bawah juga bisa berbuah," si Monyet membujuk lagi.

Sang Kodokk akhirnya mengalah. Dia membawa bibit bagian bawah dan menanam di kebunnya.

Sebulan sekali si Monyet mengunjungi sang kodok. 

"Bagaimana tanaman pisangmu?" tanya si Monyet.

"Subur sekali. Daunnya tumbuh lebat," jawab sang Kodok,

"Sama," kata si Monyet.

Pada kunjungan ketiga, si Monyet bertanya.

"Bagaimana tanaman pisangmu?"

"Luar biasa, sudah berbuah," jawab sang Kodok bangga.

"Sama dengan pisangku," tambah si Monyet.

Pada kunjungan keenam, si Monyet bertanya.

"Bagaimana tanaman pisangmu?

"Sudah masak semua buahnya."

"Sama dengan pisangku,"

"Tolong, Nyet. Kamu petikkan pisangku. Aku tak dapat memanjat."

"Beres. Ayo ke sana!"

Mereka berjalan dengan gembira menuju ke kebun belakang. Si Monyet bergembira karena keinginannya makan buah pisang akan tanamannya sendiri. Sang Kodok pun bergembira karena akan memetik hasil ketekunan kerjanya.

"Nyam, nyam,nyam. Oh, pisangmu manis sekali, kawan," kata si Monyet.

"Bagi aku Nyet! Sudah berapa puluh kamu makan, tak satu pun aku kamu bagi," kata sang Kodok.

"Kamu makan kulitnya, saja, Dok! Ini terimalah!"

"Hm....si Monyet ini harus diberi pelajaran," kata sang Kodok dalam hati.

"Baiklah, Nyet. Habiskan saja pisang itu. Aku tak berminat lagi. Toh, makanan utamaku nyamuk. Nyamuk lebih lezat dari pada pisang."

"Ha...ha...ha...Salahmu sendiri, Dok. Kamu tak dapat manjat."

"Jangan banyak bicara, Nyet! Cepat habiskan pisang itu! Pohon ini akan segera ku tebang."

Selesai bicara sang Kodok segera mulai menebang batang pisang itu. Si Monyet mempercepat makanannya. Dia ingin menghabiskan pisang itu sebelum batangnya roboh. Batang pisang mulai bergoyang hampir roboh. Si Monyet tiba-tiba sakit perutnya karena kekenyangan. Kepalanya mulai terasa pusing. Goncangan batang pisang makin keras. Si Monyet itu akhirnya tak mampu mempertahankan diri.

"Krasaak.........croooot......!"

Terdengar suara tubuh si Monyet terperosok, menimpa semak-semak, dan akhirnya tertancap di ujung pokok kayu kering yang runcing. Perutnya sobek. Pisang yang baru dimakannya keluar. Darah mengalir. Si Monyet pun pingsan.

No comments:

Post a Comment

CAMPUR ADUK

MUMBAI XPRESS

Malam gelap bertabur bintang di langit. Setelah nonton Tv yang acara sepak bola. Budi duduk dengan santai di depan rumahnya sedang baca cerp...

CAMPUR ADUK