Seekor kelinci yang berlarian di belakang taman istana. Gadis yang termenung bernama Helena melihat kelinci tersebut. Ketertarikan Helena membuatnya bergerak dari duduknya mengejar kelinci. Karena instingnya kelinci yang liar terus saja bergerak dengan cepat. Helena terus mengejar kelinci dan ingin menangkapnya. Kelinci malah masuk ke sebuah lubang pada dinding tembok istana. Helena mengikuti kelinci melewati lubang pada tembok istana.
Kelinci terus berlari dan menghilang di lebatnya hutan. Helena yang penasaran dengan kelinci terus mencarinya di hutan yang lebat dan sunyi. Tiba-tiba kelinci pun terlihat kembali oleh Helena. Dengan segera Helena mengejarnya. Sesosok anak laki-laki menangkap kelinci.
Helena pun berhenti dalam pengejaran menangkap kelinci dan melihat anak laki-laki yang menggendong kelinci. Helena bergegas pulang. Anak laki-laki melihat Helena pergi dan mencoba memanggil "Hey." Tetapi Helena sudah mulai menjauh dari anak laki-laki. Sampai di Istana Helena bertemu dengan Ayahnya yang bernama Alfonso di taman belakang.
"Nak..kamu dari mana?" tegur sang Ayah yang khawatir pada anaknya.
"Dari mengejar kelinci sampai keluar istana," kata Helena dengan terus terang.
"Dapet kelincinya.....?" tanya Ayahnya.
"Enggak.........," kata Helena dan langsung bergerak menuju kamarnya.
"Loh....kok pergi diajak bicara," kata Ayahnya.
Ibu Helena bernama Jasmin pun datang menghampiri suaminya.
"Mungkin..Helena capek main seharian," kata Jasmin.
"Mungkin juga," saut Alfonso.
"Kalau kita ruang utama. Karena Ayah sudah menunggu," kata Jasmin.
"Iya....Ayah..pasti sudah menunggu di sana," kata Alfonso.
Alfonso dan Jasmin bergerak menuju ruang utama untuk berbincang-bincang bersama Ayahnya Jasmin yang bernama Robert. Di dalam kamar Helena bermain boneka ke sayangannya di kasur sampai ke tiduran. Ke esokkan harinya Helena kembali bermain di taman belakang istana melewati tembok istana yang berlubang. Dengan hati-hati Helena berjalan melewati hutan yang lebat sekali. Akhirnya bertemu kembali dengan anak laki-laki yang di temui dia kemarin. Helena pun memberanikan diri mendekati anak laki-laki.
"Hey..," tegur Helena.
Anak laki-laki tersebut pun menjawabnya "Kamu yang kemarin."
"Iya..saya yang kemarin bertemu dengan kamu tidak sengaja di hutan lebat ini." kata Helena.
"Sedang apa kamu di hutan ini? Pada hal jarang anak gadis berani masuk hutan ini. Menurut rumor daerah sini angker. Karena ada keluarga drakula yang tinggal di dalam hutan," kata anak laki-laki.
Helena terdiam begitu saja karena mendengar omongan tentang keluarga drakula. Helena bermaksud ingin berteman, tapi sisi lain harus menjauh dari anak manusia yang tahu mengenai drakula.
"Kok diam.....apa yang di pikirkan?" tanya anak laki-laki.
"Enggak," jawab Helena.
"Oh..iya kita belum berkenalan," kata anak laki-laki sambil mengulurkan tangan kanannya.
Helena sedikit takut, tapi mencoba untuk mengulurkan tangannya dan berjabatan dengan anak laki-laki.
"Saya...Helena," katanya dengan lembut sekali.
"Helena ...nama yang cantik sesuai dengan orangnya. Nama saya Piter," katanya.
"Iya..," saut Helena tersipu malu karena di puji Piter.
Keduanya pun melepaskan jabat tangannya.
"Ayo..ikut saya," ajakan Piter.
"Iya..," jawab Helena dengan lugu.
Helena pun mengikuti ajakan Piter sampai ke sebuah rumah di atas pohon. Helena melihat rumah yang atas pohon terkagum-kagum.
"Apa kamu yang membuat rumah pohon ini?" tanya Helena.
"Bukan saya yang membuatnya. Saya menemukan rumah setelah memberanikan diri menjelajah hutan. Rumah pohon in awalnya banyak yang rusak. Lalu saya dikit demi sedikit memperbaikinya dengan membawa barang-barang dari rumah saya. Ya...cukup jauh sih perjalannya," kata Piter.
"Kamu hebat ya..bisa membuat rumah pohon ini jadi cantik dan bagus," pujian Helena.
"Terima kasih pujiannya. Kamu orang yang pertama memuji saya hebat. Pada hal di sekolah saya di ledek banyak teman-teman saya. Apa lagi guru saya yang meremehkan saya yang ini dan itu. Pada hal saya menyembunyikan ke pintaran saya untuk diri saya sendiri. Bukan seperti teman saya yang rengking satu yang senang di sanjung teman-teman yang lain dan guru," kata Piter.
"Jadi kamu bermain ke hutan ini untuk melarikan diri dunia kamu," kata Helena.
"Bisa begitu!" kata Piter.
"Oooooh," saut Helena.
"Ayo masuk ke dalam rumah pohon," ajakan Piter.
"Ayo," jawab Helena.
Piter naik ke rumah pohon melewati tangga dan Helena mengikuti sampai di atas. Helena melihat pemandangan yang indah dari atas rumah pohon begitu juga Piter. Lalu Helena pun melihat kelinci yang di kejarnya kemarin di dalam sebuah sangkar. Helena pun mendekatinya dan mengambil kelinci tersebut.
"Kelinci yang cantik," kata Helena sambil mengendongnya.
"Ternyata kamu suka kelinci," kata Piter.
"Suka...banget. Lucu...sih," kata Helena.
"Ohhh..begitu," saut Piter.
Piter senang melihat Helena yang bahagia dengan kelinci. Kemudian Piter mengambil gitarnya dan memainkan sebuah lagu. Helena pun terbuai dengan lagu yang di mainkan oleh Piter sampai selesai.
"Piter....apa nama lagu yang baru kamu mainkan itu?" tanya Helena.
"Nama lagu ini........Malaikat Cinta," jawab Piter sambil menggrenjeng gitarnya.
"Apa kamu yang membuat lagu itu?" tanya Helena.
"Bukan lah saya yang membuat lagu Malaikat Cinta. Saya cuma suka saja dengan lagu Malaikat Cinta karena lagi hit saja di jaman ini," jawab Piter.
"Oh....begitu. Apa kamu pernah membuat lagu. Karya mu sendiri," kembali Helena bertanya pada Piter.
"Pernah..membuatnya. Nama lagunya......Senja," kata Piter.
"Coba mainkan.....saya ingin mendengar lagu buatan Piter!" kata Helena.
"Baik...," ujar Piter.
Piter mulai memetik gitarnya dan bernyayi. Dengan baik Helena mendengarkan lagu yang di lantunkan Piter. Helena terbuai suasana dengan lagu di bawakan Piter sampai selesai.
"Bagus...bagus.........bagus," kata Helena sambil bertepuk tangan.
"Terima kasih..terima kasih....atas pujiannya," kata Piter.
Piter pun menaruh gitarnya kembali di tempatnya. Lalu mendekati Helena dan memberikan sebuah kalung yang cantik.
"Untuk saya kalung ini," kata Helena.
"Iya," kata Piter.
Helena pun memakai kalung yang cantik pemberian Piter.
"Bagus dan cantik ternyata di pakai kamu," pujian Piter.
"Terima..kasih," saut Helena.
Piter mengajak Helena menari dengan alunan musik dari sebuah alat pemutar musik yang di bawanya. Helena pun ikut mau ajakan Piter menari. Tapi sebelumnya menaruh kelinci ke dalam sangkarnya. Piter dan Helena pun menari dengan alunan musik yang merdu. Mereka berdua bergembira ria di atas rumah pohon. Sampai ketika Helena mencium bau tubuh Piter. Naluri Helena bangkit sebagai seorang drakula. Helena mau menghisap darah Piter. Tapi Helena menahan rasa haus darahnya dan pergi meninggalkan Piter dengan terburu-buru turun dari rumah pohon menuju pulang ke istana.
Piter berkali-kali memanggil Helena. Tapi tetap Helena tidak mengrubis panggilan Piter. Sampai di dalam istana Helena langsung menuangkan botol berisi darah ke dalam gelas dan segera meminumnya untuk menghilangkan rasa hausnya.
"Hampir saja ke tahuan," kata Helena.
Helena pun langsung menuju ke kamarnya. Malam pun tiba. Suasana yang tenang menjadi mencekam. Helena beserta Kakeknya pergi dari istana secepat mungkin. Sedangkan ke dua orang tua Helena binasa di bunuh oleh drakula yang jahat bernama Viktor. Helena pun sedih kehilangan ke dua orang tuanya. Tapi waktu yang mengajarkan Helena untuk tegar. Hiduplah Helena dengan dunia yang baru bersama Kakeknya di sebuah rumah di pinggiran kota besar. Helena pun belajar berbaur bersama manusia yang menjadi keluarga barunya.
Bibi Helena yang bernama Clara menikah dengan manusia bernama Hilter. Saat malam pertama Bibi Helena mengubah Paman Hilter menjadi drakula. Helena menikmati hidup sehari-hari sebagai penjual roti. Usaha kecil-kecilan sebagai penjual roti di bangun oleh Kakek Helena untuk berbaur dengan manusia dan di teruskan oleh Paman dan Bibinya.
Bibi Helena yang bernama Clara menikah dengan manusia bernama Hilter. Saat malam pertama Bibi Helena mengubah Paman Hilter menjadi drakula. Helena menikmati hidup sehari-hari sebagai penjual roti. Usaha kecil-kecilan sebagai penjual roti di bangun oleh Kakek Helena untuk berbaur dengan manusia dan di teruskan oleh Paman dan Bibinya.
No comments:
Post a Comment