CAMPUR ADUK

Saturday, December 29, 2018

RIWAYAT SI BATU

Dahulu kala, di daerah Anyer, terdapat sebuah kerajaan besar. Raja dan permaisuri kerajaan itu tidak disukai oleh rakyat.

Sang raja sangat kejam, sedangkan permaisuri amat suka menghambur-hamburkan uang. Raja membebankan pajak yang sangat tinggi kepada rakyatnya. Uang hasil pajak ini digunakan oleh permasuri untuk berpesta. Permaisuri membeli beraneka macam pakaian mahal dan emas permata.

Pada suatu hari, raja dan permasuri mengadakan pesta besar di kebun istana. Para orang kaya dan pembesar kerajaan hadir. Mereka berpesta penuh sukacita. Saat sedang asyik makan dan minum, muncullah seorang lelaki tua.

Pakaian lelaki tua itu sangat kotor dan penuh tambahan. Tak seorang pun mengetahui dari mana asal lelaki itu. Lelaki tua itu mendatangi setiap meja. Ia meminta makanan. Akan tetapi, tak seorang pun yang memberi. 

Raja memerintahkan para pengawal untuk mengusir lelaki tua itu.

"Yang Mulia," ratap lelaki tua itu, "Kasihanilah hamba. Hamba yang renta ini sudah beberapa hari tak mendapat makanan."

Permaisuri kesal. "Enyahlah kau orang tua bau!" ujarnya penuh kemarahan, "kau sungguh tak pantas berada di sini! Pesta ini hanya untuk orang-orang kaya dan pembesar kerjaan!"

"Usir dia!" seru Raja.

Para pengawal menyeret lelaki tua itu dengan kasar. Lelaki tua itu meronta-ronta. Raja, permaisuri, dan para tamu menertawakannya.

Whuuuush!

Tiba-tiba, angin bertiup dengan kencang. Kemudian, suara petir menggelegar dan memekakkan telinga. Cahaya terang menyusul suara petir itu.

Ploop!

Tiba-tiba, lelaki tua itu lenyap. Sebagai gantinya, di tempatnya berdiri, tampaklah seorang lelaki penuh wibawa. Ia adalah Dewa Indra.

"Kalian sungguh tak berperikemanusiaan!" kata Dewa Indra.

"Kalian sangat kejam! Kalian tak punya perasaan!"

Dewa Indra bertepuk. Seketika, keadaan pun gelap. Ketika kembali terang, Raja, permaisuri, dan semua orang yang hadir di pesta itu tak tampak lagi. Begitupun dengan bangun istana; yang tampak hanya batu-batu berbentuk manusia yang bertebaran di sana-sini. 

"Inilah hukuman untuk manusia-manusia yang tak berperasaan!" kata Dewa Indra.

Ribuan tahun berlalu. Batu-batu itu masih tetap ada. Akan tetapi, batu-batu itu tak lagi berbentuk manusia melainkan hanya berupa batu-batu besar. Orang menamakan tempat itu dengan nama "Sibatu".


Karya: Endang Firdausi

No comments:

Post a Comment

CAMPUR ADUK

MUMBAI XPRESS

Malam gelap bertabur bintang di langit. Setelah nonton Tv yang acara sepak bola. Budi duduk dengan santai di depan rumahnya sedang baca cerp...

CAMPUR ADUK