Hari ini hari terasa sangat berat bagiku, sakitku kambuh lagi. Sepi rasanya tanpa ada yang menemani. Ku lihat, tetesan air hujan dari tadi tidak berhenti, begitu pun air mataku. Mungkin langit biru mengerti persaanku. Aku menangis bukan karna cinta atau aku terluka, tapi, karena aku menyesali perbuatan yang selama ini aku lakukan. Kesempatan tuk mengulang semua itu tidak ada lagi, hanya kenangan perih yang dapat ku kenang. Entah kenapa aku selalu menagis sampai membengkakkan mataku jika teringat dosa yang aku lakukan.
“Faya...!!” ibu memanggilku. Panggilan itu jelas terdengar di telingaku.
“Faya..!!!” tersadar aku bahwa ibu benar-benar memanggilku. Ku hapus air mata yang tadi membasahi pipiku.
“Faya..!!!” ibu menggilku untuk ketiga kalinya.
“Iya, Bu,,!” jawabku seketika. Ku buka pintu kamarku.
“Ada apa, Bu ?” tanyaku.
“Eza menunggumu diruang tamu.” Jawab ibu. Ku ambil kacamataku agar Eza tidak tahu kalau aku habis menangis.Ku lihat Eza duduk manis menungguku, pipiku merah memalu.
“Assalamualaikum,ada apa, Za,?” tanyaku sambil duduk.
“Waalaikumsalam .Tidak ada apa kok, kata teman-temanmu kamu sakit, jadi.. aku menjengukmu.”
“Ohh..” jawabku sambil menundukkan kepala. Aku tahu, jawabanku terdengar cuek.
“Emmhh,” Eza terdiam sebentar, mungkin dia memikirkan apa yang akan dia bicarakan. “Kenapa pakai kacamata,? Lagi sakit mata,?” sambungnya.
“Tidak.. Cuma habis.......” aku diam, haruskah aku jujur.
“Kenapa diam,? Habis bangun tidur, ya?” katanya sedikit tersenyum.
“Iya..iya, habis bangun tidur.” Terpaksa aku berdusta. Padahal aku memakai kacamata untuk menutupi mataku yang bengkak sehabih nangis tadi.
“Faya, Faya.. kok siang-siang tidur, hehehe.”
Aku tersenyum.
Tak terasa, 1 jam sudah Eza menemaniku dirumah. Wajar Eza begitu, Eza akn sahabat baikku walaupun dia kakak kelasku.
“Faya..!, aku pulang dulu, ya, udah hampir sore nih.” Kata Eza.
“Iya.. makasih, ya Za. Hati-hati dijalan.”
“Iya, Assalamualaikum.”
“Waalaikumsalam.”
Selepas Eza pulang, aku langsung mandi dan tak terasa, waktu shalat magrib pun tiba. Langsung ku ambil air wudhu dan melaksanakan shalat bersama keluargaku. Selesai shalat, aku berdo’a semoga keluargaku selalu dalam lindungan Allah SWT.
Keesokan harinya, aku berniat untuk kembali hadir kesekolah. Aku tidak ingin , hanya karena aku sakit aku ketinggalan pelajaran. Aku sekolah di MAN 2 Amuntai. Sekarang aku sudah kelas 11.
“Faya...!!” Rhea menyapaku.
“Ada apa, Rhe,?” jawabku.
“Kata ibu Rina, besok kita akan mengadakan ulangan IPA bab 2.” Jawab Rhea seraya memegang tanganku.
“Yang benar,? Yaudah, moga aja kita bisa, ya Rhe.!”
“Iya,Fay.”
Setelah lama bercakap-cakap, akhirnya pelajaran pun dimulai. Hari sekolah dengan dirumah jelas nyata berbeda. Walau dirumah ayah dan ibu kadang cerewet dan banyak aturan, tapi aku tau mereka ingin yang terbaik bagiku. Adik-adikku sering bandel dan nakal, tapi aku sayang mereka, disekolah asik. Banyak teman, menemukan hal yang baru, pokoknya asik banget.
Waktu pulang pun tiba. Hari ini aku pulang bersama Rhea, jalan yang ku lalui pun terasa menyenangkan karena Rhea. Rhea adalah sahabatku. Dari MTs sampai sekarang aku sekelas dengannya.
Sesampai dirumah, aku membuka facebookku , betapa senangnya aku saat Eza mengirim pesan padaku. Yang isinya.
Faya, kamu besok ulangan IPA kan,? Bagaimana kalau aku kerumahmu dan kita belajar bersama,?.
Dan aku membalas pesannya dengan hati senang.
Iya, aku mau. Nanti kamu kerumahku jam berapa?.
Eza pun membalas pesanku kembali.
Setelah pulang sekolah, Kira-kira jam 3, gimana?.
Iya. Aku membalas pesannya.
Keesokan harinya setelah pulang sekolah aku menceritakan rencanaku belajar bersama Eza, dan aku mengajak Rhea untuk ikut belajar bersama.
Pada saat Rhea datang, aku sedang bersiap-siap dengan hati gembira mencari baju apa yang bagus untuk belajar bersama dengan Eza dan Rhea. Tak lama waktu berjalan, Eza pun datang kerumahku. Aku pun membukakan pintu untuknya, sambil berkata “Ayo masuk, silahkan duduk.”
“Iya, makasih.” Jawab Eza.
“Kak Eza mau minum apa,? Jus atau apa,?” tanyaku.
“Tidak usah repot-repot, terserah kalian aja” jawab Eza.
“Rhea, bantu aku nyiapin minuman untuk Pak Guru kita ini, hehehe.”kataku sambil bergurau. Kami pun tertawa bersama.
“Yaudah, tunggu disini dulu, ya.” Kata Rhea.
Setelah aku dan Rhea selesai menyiapkan minuman untuk Eza, kami pun belajar bersama. Eza mengajari hal-hal yang tak kami mengerti. Dengan kesabaran dan ketulusan Kak Eza berhasil membuat kami mengerti.
Tak terasa waktu shalat ashar pun tiba. Azan berkumandang dari mesjid dekat rumahku, Eza pun meminta ijin untuk shalat berjama’ah di mesjid. Aku pun mengajak Rhea untuk shalat ashar bersama di rumah.
Sesudah shalat ashar, kami menunggu Eza kembali untuk melanjutkan belajar bersama. Bersama Rhea aku sependapat merasa sangat beruntung memiliki teman seperti Eza, orangnya tampan, pintar, dan taat beribadah. Terpenting lagi, orangnya suka menolong teman.
Sesudah selesai belajar bersama, Eza pamit untuk pulang. “Faya, Rhea, aku pulang dulu, ya.” Pintanya.
“Iya, hati-hati dijalan Za,” sahutku
Disaat Eza melangkahkan kaki untuk pulang. Ternyata hujan menghampiri. Ku panggil dia agar tidak usah pergi dulu.
“Eza, nanti aja pulangnya, hujannya lebat.!”
“Biar aja lah, kan asik.” Ejeknya.
“Iya, nanti aja pulangnya, temenin Om main catur aja dulu,” kata Ayah yang tak sengaja keluar.
“Yaudah,” sahutnya.
Malam harinya Ibu menyuruh aku dan Rhea untuk membantu Mpok Sanah memasak. Sedangkan Eza menemani ayahku main catur. Selama aku memasak, aku dan Rhea berprinsip, bagaimana pun hasilnya, enak atau tidak bukan menjadi hal yang penting.
“Nah, akhirnya selesai.” Ucapku lega.
“Wahh, masakan siapa ini, kayaknya enak banget.” Kata Eza mengejutkanku.
“Siapa lagi donk kalau bukan Faya, hehehe.” Jawab Rhea tersenyum
“Ohh.. ada Faya.. ga lihat kalau Faya ada.” Ejeknya.
“Wahh.. ada setan bicara nih.” Balasku kesal.
“Faya.. kok sewot sih, aku minta ma...” belum sempat Eza menyelesaikan bicaranya.
“Minta maaf,?” tanyaku.
“Engga.. minta makan,! Hahahaha” jawab Eza sambil tertawa.
“Eza,!!” tegur Rhea.
“Engga.. aku benar-benar minta maaf Faya, kamu mau kan maafin aku,?” pintanya. “Untung saja aku baik hati dan tidak sombong. Yaudah aku maafin.” Jawabku.
“Emmh, gitu donk.” Kata Eza.
Akhirnya, setelah makan malam bersama. Eza pamit untuk pulang. “Faya, Rhea aku pulang dulu, ya. Nanti keluargaku khawatir.”
“Kamu ga bilang, ya, kalau makan malamnya dirumahku,?” tanyaku
“Bilang kok, tapi aku ga mau terlalu lama disini aja, nanti ngerepotin.” Jawabnya.
“Emmh, yaudah. Hati-hati dijalan, ya.”
“Iya, assalamualaikum.”
“Waalaikumsalam.” Balasku dan Rhea.
Tak beberapa lama, Rhea pun pulang. Untungnya rumah Rhea tak begitu jauh dari rumahku.
Keesokan harinya aku sekolah, hari ini ulangan IPA. Bagiku ini adalah hal yang benar-benar mebuatku gugup. Karena jika aku remedial, aku kena sangsi jawab soal yang banyak dari ibu Rina. Tapi aku tahu, ibu Rina begitu karna ingin siswa-siswinya menjadi tekun dalam belajar.
Jam ketiga pun dimulai. Ibu Rina masuk kekelas dan langsung membagikan soal tanpa basa-basi apapun. Meskipun aku belajar bersama dengan Eza dan Rhea kemarin, aku juga hrus benar-benar telitii menjawab soal ini.
“Waktunya tinggal 10 menit lagi.!” Kata ibu Rina. Syukur aja aku sudah selesai, begitu pun teman sebangkuku Rhea.
“Waktunya habis, dan letakkan diatas meja depan.” Kata Bu Rina.
Selang beberapa waktu, akhirnya waktu pulang pun tiba. Hari ini Rhea tidak bersamaku karna dia dijemput oleh supirnya. Tapi, aku tetap bahagia kok, karna aku bertemu dengan Eza. “Bagaimana soalnya tadi, mudah?”
“Iya Za, itu karna kamu.” Ucapku kepada Eza.
“Bukan karna aku Fay, tapi karena Allah.”
“Iya, Za.” Aku tersenyum.
“Kita pulang, yuk.” Ajak Eza.
“Ayo,” jawabku.
Setelah lama, hari demi hari ku lewati, dengan suka dan duka. Akhirnya 5 tahun telah berlalu. Sekarang aku telah kuliah. Hubunganku dengan Eza dan Rhea masih terjalin baik. Setelah lama aku kenal dengan mereka, aku merasakan sesuatu yang beda, walaupun tidak selalu indah, mereka tetap sahabat terbaik bagiku.
Saat aku pulang dari kuliah, ternyata Eza telah menungguku dirumah. Aku menghampirinya. “Ada apa, Za?” tanyaku heran.
“Maaf Fay, aku mengganggumu. Aku mau pamitan, aku harus meneruskan kuliahku ke Australia.” Jawab Eza dengan wajah sedih.
“Apa,??!!,” aku terkejut.” tapi.....” belum selesai aku bicara Eza meneruskan.
“Aku pergi untuk meneruskan cita-citaku, hanya untuk sementara Fay, bukan untuk selamanya. Aku pasti akan kembali.” Jawab Eza menyakinkanku. “tapi, sebelum aku pergi. Aku ingin kau tau, kita sudah lama kenal, dan kau telah menjadi sahabat terindahku, kau selalu ada disaat suka dan duka,” kata Eza dengan wajah yang penuh kepastian.
Aku terdiam dan tak tau harus bicara apa.
“Sampaikan salamku kepada Rhea, Aku menyayangi kalian.” Jawab Eza. Aku masih diam seribu bahasa. Aku tak tau apa yang harus aku ucapkan, ada perasaan kehilangan yang begitu mendalam, kehilangan seseorang yang sudah ku anggap saudaraku sendiri. Mungkin Eza mengerti keraguanku.
“Aku menyayangi kalian karena Allah, Faya.. yakinlah kepadaku.” Kata Eza meyakinkanku.
“Kami juga menyayangimu, Za, dan itu karena Allah. Dan walaupun jika kita harus berpisah itu juga karena Allah.” Jawabku berani.
“Faya, selama aku berada di Australia, aku janji, aku tidak akan melupakan kalian. Aku pasti menghubungi kalian. Dan aku akan kesini lagi untuk bertemu denganmu dan Rhea.” Kata Eza.
“Kami juga, Za. Kami akan setia disini menunggumu. Dan tak akan pernah melupakanmu” Jawabku.
“Aku pergi, Fay.. assalamualaikum.” Dengan berat hati Eza pamit.
“Waalaikumsalam.” Jawabku, dan tak ku sadari, tetes air mata telah membasahi pipiku.
Selamat jalan Kak Eza, Dalam hatiku aku berdo’a semoga Kak Eza dimudahkan dalam menggapai cita-citanya dan mendapatkan perlindungan dari Allah SWT.
Karya: Fatiya Azizah
No comments:
Post a Comment