CAMPUR ADUK

Tuesday, January 8, 2019

MELY DAN PERI PELANGI

Hujan tidak juga datang setelah berhari-hari. Mely sedih sekali. Dia rindu pelangi. Untuk mengobati rasa sedih, dia datang ke kebun dan menyirami tumbuhannya. Lalu di rumpun bunga mawar, Mely mendapati sesuatu bergerak-gerak di atas dedaunan yang basah. Mely memfokuskan penglihatannya. Astaga, peri kecil?

"Siapa kamu?," tanya Mely takjub.

"Aku Peri Hujan," jawab Peri Hujan ramah.

"Apa yang kaulakukan di sini?" tanya Mely.

"Aku sedang menghirup udara segar," jawab Peri Hujan. "Kau mau mendengar kisah hidup kami?"

Mely mengangguk, masih takjub.

Peri Hujan memulai ceritanya.

"Kami hidup di dalam tanah. Makanan sehari-hari kami tetesan air hujan, meski sebenarnya aroma hujan pun sudah membuat kami kenyang. Kami membantu akar-akar menyerap air supaya tanah menjadi basah. Sesudah hujan, kami akan keluar dari tanah dan memanggil Peri Embun dari dalam daun. Dengan bantuan kami, para Peri Embun akan membuat pelangi yang sekaligus adalah makanan mereka. Jika hujan tidak turun, tidak ada makanan untuk kami. Badan kami pun tidak akan kuat menembus tanah basah dan naik untuk memanggil peri Embun. Kami akan terus terkurung dalam tanah. Karena Peri Embun hanyalah setitik embun kecil, tanpa bantuan kami mereka tidak bisa membuat pelangi, tidak ada makanan untuk mereka. Jika tidak ada makanan, bangsa Peri Embun akan mati.

"Bagaimana aku bisa membantumu?" tanya Mely.

"Carikan hujan untukku," pinta Peri Hujan.

"Aku tak bisa," keluh Mely. "Tapi aku bisa menyemprotkan air dari selangku."

Peri Hujan menggeleng. "Tidak bisa," katanya. "Kami membutuhkan makanan yang alami. Dari hujan yang turun dari awan. Sebenarnya kami bisa memakan air selangmu, tapi tidak baik untuk kesehatan kami."


Karya: Sri Izzati.

No comments:

Post a Comment

CAMPUR ADUK

MUMBAI XPRESS

Malam gelap bertabur bintang di langit. Setelah nonton Tv yang acara sepak bola. Budi duduk dengan santai di depan rumahnya sedang baca cerp...

CAMPUR ADUK