Dua ekor Viscachas, seekor bernama Juan dan yang lain bernama Jose, sering bermain bersama. Mereka juga tidak segan untuk berbagi makanan bersama. Jika salah satu dari mereka menemukan kacang, maka ia akan memanggil sahabatnya yang lain. Mereka kemudian memakan kacang itu bersama-sama hingga habis.
Sungguh sangat menyenangkan hidup di daerah pampas. Juan dan Jose tidak pernah kekurangan makanan ataupun kehausan. Ada banyak makanan dan air yang tersedia di pampas. Satu-satunya masalah bagi mereka adalah udara malam yang sangat dingin.
Ketika Juan dan Jose masih kecil, mereka biasa tidur di malam hari dalam lubang-lubang pohon. Tempatnya cukup kering dan hangat. Seiring dengan bertambahnya usia, badan Juan dan Jose juga bertambah besar. Mereka tidak lagi dapat tidur di dalam lubang-lubang pohon. Ketika angin malam berembus, Juan dan Jose menggigil kedinginan sepanjang malam.
Suatu hari, ketika Juan dan Jose bermain di padang rumput sekitar pampas, mereka melihat sesuatu berwarna merah tergeletak di semak-semak. Mereka kemudian mendekati semak-semak itu untuk melihat lebih dekat.
“Jose, benda apakah itu?” tanya Juan sambil menunjuk ke arah semak-semak.
Jose kemudian masuk ke dalam semak-semak dan keluar sambil membawa sehelai kain berwarna merah yang hampir sobek menjadi dua.
“Ini adalah kain yang tebal. Sepertinya ini selimut, Juan,” jawab Jose sambil memperhatikan sehelai kain yang ada di tangannya.
“Ya, kain ini adalah selimut yang robek. Seseorang atau angin telah membawanya hingga kemari,” lanjut Jose.
“Hore, akhirnya kita punya selimut, Jose! Kita tidak akan lagi menggigil kedinginan di waktu malam,” teriak Juan kegirangan.
“Iya, benar, Juan,” jawab Jose, “Tetapi kita harus menjahit robekan selimut ini. Percuma saja kalau kita punya selimut tetapi banyak lubang di sana-sini. Kita bakal tetap menggigil jika malam tiba.”
“Bagaimana kalau kita potong selimut itu menjadi dua?” tanya Juan.
Jose kembali memperhatikan selimut yang ada di tangannya. Ia membentangkan selimut itu dan mencoba mengukurnya.
“Aku rasa tidak mungkin, Juan,” kata Jose. “Jika kita membagi selimut ini menjadi dua, selimut yang ada tidak cukup untuk membungkus kita,” lanjut Jose sambil mencoba melilitkan selimut itu di badannya.
“Benar juga apa katamu, Jose,” kata Juan sambil memperhatikan selimut yang ada di badan Jose.
“Lalu apa yang harus kita lakukan dengan selimut ini?” tanya Juan lebih lanjut.
“Aku rasa kita harus menjahit selimut ini menjadi satu, Juan,” kata Jose. Ia lalu melepas selimut itu dari badannya, melipatnya, dan menyerahkannya kepada Juan.
“Baiklah, kita akan menjahit selimut ini menjadi satu. Apakah kamu punya jarum dan benang, Jose?” tanya Juan.
“Aku tidak punya. Apakah kamu punya, Juan?” tanya Jose balik kepada Juan.
“Aku juga tidak punya,” jawab Juan.
“Hmm, bagaimana kalau kita meminjam jarum dan benang dari tetangga sekitar pampas. Siapa tahu mereka punya dan bersedia meminjamkannya kepada kita,” lanjut Juan sambil menjentikkan jarinya.
“Ide yang bagus, Juan,” kata Jose, “Ayo, kita pergi sekarang!”
Mereka berdua mulai berjalan mengelilingi pampas. Belum jauh berjalan, mereka bertemu dengan seekor Armadillo.
“Selamat pagi, Tuan Armadillo,” sapa mereka.
“Selamat pagi,” jawab Tuan Armadillo.
“Hei, bukankah kalian anak-anak viscachas? Tubuh kalian sudah besar sekarang! Aku hampir mengira kalian adalah kelinci,” lanjut Tuan Armadillo sambil menepuk-nepuk bahu Jose.
“Benar, Tuan Armadillo! Kami adalah viscachas,” jawab Jose.
“Hari masih pagi dan aku lihat salah satu dari kalian membawa buntalan besar di punggung. Apakah kalian akan pergi ke suatu tempat?” tanya Tuan Armadillo.
“Tidak, Tuan Armadillo. Buntalan besar ini adalah selimut kami yang sobek dan kami berencana untuk menjahitnya. Apakah Tuan mempunyai jarum dan benang? Kami hendak meminjamnya,” jelas Juan.
“Maaf anakku, aku tidak punya jarum dan benang,” jawab Tuan Armadillo.
Nampak kekecewaan di wajah Juan dan Jose.
“Aku bisa mengerti kekecewaan kalian. Kulit tubuhku yang tebal dan keras membuatku tidak perlu memakai selimut atau baju untuk bertahan dari angin atau dinginnya malam. Wajar kalau aku tidak mempunyai jarum dan benang untuk menjahit,” jelas Tuan Armadillo.
“Kalian mungkin bisa mendapatkan jarum dan benang dari Nyonya Flamingo. Ia tinggal tidak jauh dari sini. Kalian bisa menemuinya di tepi sungai sekitar sana,” lanjut Tuan Armadillo sambil menunjuk ke arah sungai.
“Terima kasih, Tuan Armadillo,” jawab Juan dan Jose bersamaan.
“Sama-sama, Nak!” balas Tuan Armadillo, “Eh, aku dengar ada seekor rubah datang ke daerah ini. Kalian harus berhati-hati dengannya. Hewan itu terkenal sangat licik.”
“Terima kasih atas nasihatnya, Tuan Armadillo! Kami akan memperhatikannya,” jawab Juan.
Mereka kemudian sampai di tepian sungai yang ditunjuk Tuan Armadillo. Nampak Nyonya Flamingo sedang mencari ikan di tepi danau.
“Selamat pagi, Nyonya Flamingo,” sapa Juan.
“Selamat pagi,” jawab Nyonya Flamingo, “Ada yang bisa aku bantu untuk kalian, kelinci-kelinci manis?”
“Maaf, Nyonya Flamingo! Kami adalah viscachas,” jawab Jose.
“Viscachas?” kata Nyonya Flamingo keheranan. Ia kemudian menjulurkan lehernya untuk melihat lebih dekat Juan dan Jose.
“Ya, kalian adalah viscachas! Kalian sudah besar sekarang. Aku hampir mengira kalian adalah kelinci,” lanjut Nyonya Flamingo sambil tersenyum.
“Jose, rupanya kita harus membiasakan diri dikira sebagai kelinci,” kata Juan.
Jose dan Nyonya Flamingo tertawa mendengar perkataan Juan.
“Baiklah, Anak-anak! Apa yang membuat kalian jauh-jauh menemuiku?” tanya Nyonya Flamingo.
“Nyonya Flamingo, kami hendak meminjam jarum dan benang milikmu,” jawab Jose.
“Jarum dan benang? Apa yang akan viscachas lakukan dengan jaum dan benang? Apakah kalian membuat sayap dan menempelkannya di badan kalian?” tanya Nyonya Flamingo dengan nada bercanda.
Juan dan Jose tersenyum mendengar pertanyaan Nyonya Flamingo.
“Tidak, Nyonya Flamingo! Kami tidak membuat sayap,” jawab Juan.
“Kami mempunyai selembar kain yang cocok untuk dijadikan selimut. Sayangnya kain itu robek hingga hampir menjadi 2 bagian. Jika kami potong kain itu menjadi dua, potongan kain itu tidak cukup bagi kami seorang untuk dijadikan selimut,” jelas Jose.
“Tetapi jika kami menjahitnya menjadi satu, kain itu masih cukup bagi kami berdua untuk dijadikan selimut,” tambah Juan.
Nyonya Flamingo manggut-manggut mendengar penjelasan mereka. Ia lalu berkata,
“Aku mengerti permasalahan kalian. Aku ingin membantu kalian, tetapi saat ini aku tidak mempunyai jarum dan benang. Persediaan jarum dan benang milikku telah aku pinjamkan kepada temanku di bagian lain sungai ini. Ia membutuhkannya karena sayapnya terkoyak ketika melewati tebing-tebing pegunungan Andes.”
Juan dan Jose terdiam mendengar cerita Nyonya Flamingo. Mereka kemudian saling berpandangan.
“Kalau kalian mau menunggu, temanku akan mengembalikan jarum dan benang milikku 2-3 hari lagi,” lanjut Nyonya Flamingo.
“Itu waktu yang cukup lama, Nyonya Flamingo! Kami sudah tidak tahan lagi dengan angin malam yang dingin,” kata Jose.
“Coba kalian cari Paman Katak. Ia tinggal di batu dekat hilir sungai, tidak jauh dari tempatku berada. Mungkin ia menyimpan jarum dan benang,” balas Nyonya Flamingo.
“Baiklah, Nyonya Flamingo! Kami akan mencari Paman Katak,” jawab Juan.
“Hati-hati di jalan, Anak-anak! Aku mendengar kabar bahwa ada seekor rubah yang datang ke daerah ini. Rubah itu sangat licik. Kalian harus berhati-hati jika bertemu dengannya,” kata Nyonya Flamingo menasihati Juan dan Jose.
“Terima kasih atas nasihatnya, Nyonya Flamingo! Kami akan berhati-hati di jalan,” balas Jose.
Mereka melanjutkan perjalanan mencari Paman Katak. Di tengah perjalanan, mereka dengan Rubah.
“Buenos dias, Amigos! Kalian akan pergi ke mana, kelinci-kelinci yang manis?” sapa Rubah.
“Kami bukan kelinci, kami ini vicachas! Vicachas berbeda dengan kelinci!” jawab Jose dengan ketus.
Rubah itu terdiam. Ia melihat Juan dan Jose bergantian dan berkata.
“Maafkan mataku yang kurang awas ini. Sekarang aku tahu kalian bukan kelinci tetapi vicachas.”
Juan menyenggol tangan Jose dan berbisik, “Jose, bukankah ini rubah yang diceritakan oleh Tuan Armadillo dan Nyonya Flamingo?”
“Bisa jadi,” balas Jose dengan berbisik, “Kita selidiki saja.”
“Kita harus hati-hati Jose,” bisik Juan.
“Kalian akan pergi ke mana?” tanya Rubah sekali lagi.
“Kami akan mencari Paman Katak. Tempatnya tidak jauh dari sini,” jawab Jose.
“Ah, Paman Katak yang tinggal di batu tepi sungai itu?” tanya Rubah.
“Iya, benar! Apa Paman mengenalnya?” tanya Jose.
“Iya, aku mengenalnya! Ada keperluan apa kalian mencarinya?” jawab Rubah.
Jose melihat ke arah Juan dan berbisik, “Paman ini nampaknya rubah yang lain. Kalau ia pendatang, ia tentu tidak tahu tempat tingggal Paman Katak.”
Juan masih merasa sangsi tetapi ia hanya terdiam.
“Kami akan meminjam jarum dan benang. Kami akan menjahit selimut kami yang robek,” kata Jose sambil menunjukkan kain yang dibawanya.
“Aku punya jarum dan benang. Aku bisa meminjamkan atau memberikannya kepada kalian, tetapi ada persyaratannya,” kata Rubah sambil tersenyum licik.
Juan kembali menyenggol tangan Jose dan sebelum ia sempat berbisik, Jose mendahuluinya berbisik,
“Iya, aku tahu! Aku akan berhati-hati.”
Juan tampak tidak puas dengan jawaban Jose, tapi ia malas mendebatnya. Ia hanya terdiam.“Apa syaratmu, Rubah?” tanya Jose.
“Bisakah aku meminjam selimut itu untuk beberapa malam? Angin malam saat ini cukup dingin,” tanya Rubah mengajukan persyaratan.
“Tidak bisa, Rubah! Kami juga sangat membutuhkan selimut ini,” jawab Jose.
“Kalau aku tidak bisa meminjam, bisakah kalian membagi kehangatan selimut itu? Aku akan tidur bersama kalian dalam selimut itu. Ukurannya nampak masih cukup untuk kita bertiga?” kata Rubah mengajukan persyaratan lain.
Jose memandang Juan dan Juan hanya diam sambil mengangkat bahunya.
“Baiklah, aku pikir persyaratanmu bisa kami penuhi, Rubah! Kami bisa berbagi selimut ini denganmu,” jawab Jose.
Senyum licik Rubah bertambah lebar. Ia kemudian mengambil jarum dan benang dari dalam tas miliknya kemudian menyerahkannya kepada Jose.
“Kalian tinggal di mana? Aku akan datang ke tempat kalian tinggal jika malam datang,” tanya Rubah.
“Kami tinggal di pampas,” jawab Jose.
“Baiklah, sampai jumpa nanti malam,” kata Rubah berpamitan.
Juan dan Jose kemudian menjahit kain merah itu menjadi satu.
“Bagaimana, Juan?” tanya Jose sambil membentangkan kain merah yang baru saja mereka jahit itu.
“Kita tidak akan lagi menggigil di malam hari,” lanjutnya.
Juan dan Jose kemudian kembali ke pampas. Mereka bermain bersama, berlari-larian di bawah sinar matahari yang hangat, dan mengumpulkan makanan. Senja pun tiba. Angin malam yang dingin mulai berembus dari atas pampas. Juan dan Jose berjalan ke tempat mereka tinggal. Mereka kemudian mulai menggelar selimut dan tidak lama kemudian rubah mendatangi mereka.
“Selamat malam, Vicachas! Apakah kalian ingat perjanjian yang telah kita buat?” tanya Rubah, “Aku telah memberikan jarum dan benang milikku untuk menjahit selimut milik kalian. Sebagai gantinya, kalian akan berbagi kehangatan selimut milik kalian denganku?”
“Iya, Rubah! Kami masih ingat janji kami,” jawab Jose. Ia kemudian mempersilakan Rubah untuk masuk ke dalam selimut.
Rubah itu merangkak ke dalam selimut dan mengambil tempat di tengah-tengah. Juan dan Jose terpaksa bergeser ke samping kiri dan kanan Rubah. Selimut baru mereka rupanya tidak selebar yang disangka. Seluruh tubuh Rubah tertutup dengan selimut, tetapi lain halnya dengan Juan dan Jose. Tubuh mereka hanya separuh yang tertutup selimut. Bagian tubuh Juan dan Jose yang dekat dengan Rubah terasa hangat namun bagian tubuh yang tidak tertutup selimut terasa dingin. Sungguh posisi tidur yang sangat tidak nyaman.
***
Ferdian selesai baca bukunya dan buku di taruh di meja.
"Buku yang baru aku baca bagus, ya asal cerita dari Argentina," kata Ferdian.
Ferdian beranjak dari duduknya di ruang tengah, ya keluar dari rumahnya. Ferdian pergi ke tempat kerjaanya di studio Tv dengan menggunakan mobillah.
No comments:
Post a Comment