CAMPUR ADUK

Tuesday, July 27, 2021

ASAL MULA AIR LAUT TERASA ASIN

Rosalinda duduk di teras depan rumahnya. Ada buku di meja, ya Rosalinda mengambil buku tersebut dan membacanya dengan baik.

Isi buku yang di baca Rosalinda :

Pada zaman dahulu di daratan Norwegia, hiduplah dua orang saudara laki-laki bernama Josh dan John. Mereka sama-sama bekerja sebagai petani, tetapi nasib mereka sangat berbeda. Josh hidup sebagai orang kaya raya, sedangkan John hidup sebagai orang miskin.

Suatu hari John ingin merayakan Natal dengan mengundang neneknya untuk makan malam bersama. Ia membuka lemari makannya, tetapi lemari itu kosong. John kemudian pergi ke lumbung, tetapi lumbung itu juga kosong, tidak ada sekerat daging bahkan remah-remah roti sekali pun. Ia benar-benar tidak memiliki makanan sama sekali!

John merasa sedih. Ia ingin membahagiakan neneknya tetapi ia tidak mempunyai apa pun untuk dimasak. John lalu teringat dengan saudaranya, Josh. Ia berencana untuk meminta makanan kepadanya.

Hari itu John pergi ke rumah Josh. Sesampai di rumah saudaranya, kedatangan John disambut oleh keterkejutan Josh.

"Selamat Pagi, Josh," sapa John.

"Selamat Pagi, John," jawab Josh dengan wajah tidak suka. Ia tahu bahwa saudaranya pasti datang untuk meminta bantuan, untuk kesekian kalinya!

"Josh, sebentar lagi perayaan Natal dan aku tidak memiliki apa pun untuk merayakannya. Bisakah aku meminta sebagian makananmu?" John lanjut berkata, "sebagai gantinya, aku akan mengerjakan apa yang kau perintahkan."

"Tunggu di sini sebentar," kata Josh, sambil masuk ke dalam rumah.

Tidak berapa lama kemudian ia keluar dan membawa suatu bungkusan. Ia menyerahkannya kepada John. "Ini sebungkus daging untukmu, jangan ganggu aku lagi! Pergilah ke Neraka, John!" pungkas Josh, kesal.

John terkejut mendengar perkataan Josh. Ia benar-benar tidak mengira kalau Josh memberinya perintah seperti itu. John mengambil bungkusan daging itu.

"Terima kasih, Josh. Aku akan menepati janjiku, mengerjakan apa yang kau pinta, meski itu adalah pergi ke Neraka." John lalu berpamitan dan pergi ke Neraka, tempat yang ia sendiri tidak tahu di mana pastinya.

John berjalan sepanjang hari, melewati jalan-jalan panjang yang sepi, mendaki gunung, menuruni lembah, melintasi sungai, hingga senja pun tiba. Di kejauhan, John melihat suatu tempat yang bercahaya cukup terang. Tempat apakah itu? Cahayanya terang sekali. Mungkinkah itu Neraka? John bertanya dalam hati. Ia lalu mempercepat langkahnya.

Setelah sampai di tempat bercahaya itu, John melihat seorang kakek sedang memotong kayu bakar di halaman sebuah rumah.

"Selamat sore, Kakek," sapa John.

"Selamat sore! Hendak ke mana kamu malam-malam seperti ini?" tanya si Kakek.

"Saya hendak pergi ke Neraka, tetapi saya tidak tahu jalannya, Kek."

"Kamu sudah ada di jalan yang benar, Nak! Ini adalah Neraka," kata si Kakek.

"Kamu lihat rumah itu? Rumah itu adalah Neraka," ujar Kakek itu, sambil menunjuk rumah di sampingnya.

John hanya terdiam

"Jika kamu masuk ke dalam rumah itu, akan ada banyak peri, jin, dan setan yang mendatangimu. Kamu tak perlu takut karena mereka tidak akan menyakitimu. Mereka hanya ingin membeli bungkusan daging yang kamu bawa. Saat ini daging sedang langka di Neraka," lanjut si Kakek, "tapi kamu harus ingat, jangan pernah menukar bungkusan dagingmu dengan apa pun yang mereka tawarkan, kecuali dengan penggilingan tangan yang digantung di balik pintu! Penggilingan itu mampu menggiling apa saja, bagus sekali. Aku akan mengajarimu cara menggunakannya."

John kemudian berjalan menuju rumah yang ditunjukkan si Kakek dan mengetuk pintunya. Pada ketukan ketiga, pintu rumah itu mendadak terbuka sendiri. John masuk ke dalam rumah dan tidak lama kemudian ia telah dikelilingi oleh berbagai macam peri, jin, dan setan! Mereka tidak menakut-nakuti John, tetapi mereka menawar bungkusan daging yang dibawanya.

"Manusia, 10 keping emas untuk daging yang kau bawa!" tawar salah satu peri.

"Jangan dengarkan mahluk miskin itu, Manusia! Aku beli daging itu seharga 100 keping emas," tawar peri yang lain.

"200 keping emas!"

"300 keping emas!"

Para mahluk itu berlomba memberikan penawaran tertinggi untuk daging yang dimiliki oleh John, sampai salah satu dari mereka, nampak seperti raja makhluk-makhluk ini, berkata, "Manusia, kami akan membeli daging yang kamu bawa itu berapa pun harganya!"

Makhluk-makhluk Neraka itu kemudian terdiam, menatap John tajam, menunggu jawabannya.

"Tuan-tuan, daging ini akan saya masak untuk merayakan Natal. Tetapi jika Anda sangat menginginkan daging ini, saya ingin menukarnya dengan penggilingan tangan yang tergantung di pintu itu," John berkata, sambil menunjuk sebuah penggilingan tangan yang tergantung di sebuah pintu.

Tiba-tiba makhluk-makhluk Neraka itu berteriak, memprotes permintaan John. Mereka merasa keberatan dengan permintaan John tersebut. Raja Neraka berusaha menenangkan makhluk-makhluk Neraka. Ia tampak berdebat dengan beberapa makhluk dan terlihat berhasil menenangkan mereka, meski wajah mereka menunjukkan ketidakpuasan.

"Manusia, meski kami adalah makhluk Neraka, kami tidak akan ingkar janji. Kami akan membeli daging yang kau miliki berapa pun harganya, bahkan jika kamu ingin kami membayarnya dengan penggilingan tangan kami yang sangat berharga itu," seru Raja Neraka.

Akhirnya John memberikan bungkusan daging miliknya kepada Raja Neraka dan menerima sebuah penggilingan tangan sebagai gantinya. Ia lalu keluar dari rumah itu dan belajar menggunakan penggilingan tangan tersebut kepada si Kakek.

John tidak membutuhkan waktu lama untuk mahir menggunakan penggilingan tangan itu. Ia kemudian berpamitan kepada si Kakek dan tidak lupa berterima kasih atas ilmu yang telah diajarkan kepadanya. John bergegas pulang. Ia ingin sampai di rumah sebelum pukul 12 malam, saat perayaan Natal berakhir.

John sampai di rumah beberapa saat setelah pukul 12 malam. Ia mendapati neneknya masih terjaga, menunggu kepulangannya. John segera menyiapkan meja makan untuk merayakan Natal. Ia menggelar taplak meja paling bagus, menyalakan lilin, lalu menata irisan tipis daging, jahe, dan remah-remah roti, hingga layak untuk sebuah jamuan meski jumlahnya sedikit.

Setelah semua siap, John menaruh penggilingan tangan yang baru dimilikinya di atas meja makan dan berkata, "Penggilinganku tercinta, mulailah bekerja, gilinglah semua makanan ini, jadikanlah semakin banyak!"   

Penggilingan itu mulai bekerja. Tanpa ada yang menggerakkan, ia menggiling irisan daging tipis dan keluarlah sepotong besar daging matang dengan bau yang menggoda selera. Ia kemudian menggiling remah-remah roti dan keluarlah roti-roti yang tebal, empuk, dan hangat. Ia juga menggiling jahe hingga mengalirlah minuman jahe beraroma harum dan segar.

Nenek John terperanjat melihat kejadian itu. Ia tampak tidak percaya saat melihat penggilingan tangan di atas meja menggiling dengan sendirinya, hingga tersaji daging yang enak, roti yang tebal, dan minuman jahe yang nikmat. Setelah tersadar dari kekagetannya, ia mengangkat kedua tangannya, mengucap syukur kepada Penciptanya.

Keesokan harinya John mengadakan pesta. Ia mengundang semua tetangga desanya dan menjamu mereka dengan roti, daging, dan minuman jahe hangat yang melimpah. John juga mempersilakan tetangganya untuk membawa pulang roti, daging, dan minuman jahe sebanyak-banyaknya. Dan, John tidak lupa mengundang saudaranya, Josh.

Josh memenuhi undangan John. Ia datang ke rumah John dan kaget melihat banyaknya makanan dan minuman yang disajikan dalam jamuan itu. Dari mana John mendapatkan semua makanan dan minuman ini? Bukankah kemarin ia masih miskin? Tapi sekarang ia hidup seperti orang kaya, bahkan seperti raja, membagikan makanan kepada banyak orang, Josh bertanya-tanya dalam hati.

Saat sedang berbicara berdua, Josh menanyakan asal makanan itu kepada John. John berusaha untuk mengacuhkan pertanyaan saudaranya itu. Ia berupaya untuk merahasiakan penggilingan ajaibnya, tetapi ia tidak tahan untuk tidak menceritakannya. John pun mulai bercerita tentang asal makanan yang ia miliki, termasuk penggilingan ajaib.

Josh kagum dengan penggilingan tangan milik John. Ia sangat ingin memiliki penggilingan tangan John. Ia berpikir bahwa penggilingan itu bisa menghasilkan banyak uang dan membuatnya semakin kaya. Ia pun merayu John agar mau menjual penggilingan tangan itu.

John semula menolak tawaran Josh, namun akhirnya hatinya luluh. Ia tidak menjual penggilingan tangan, tetapi mengizinkan Josh untuk menggunakan penggilingan itu sampai musim panen berikutnya. Akan tetapi, John juga meminta uang sewa sebanyak 300 keping emas. Josh menyetujui permintaan John. Ia kemudian mengambil penggilingan tangan dan bergegas membawanya pulang.

Keesokan harinya, Josh mencoba penggilingan ajaib itu di dapur. Ia memerintahkan penggilingan itu menggiling ikan Hering dan kaldu. Penggilingan itu bekerja dengan baik. Ia menghasilkan banyak sekali ikan Hering serta kaldu.

Josh mengumpulkan hasil penggilingan ke dalam beberapa mangkuk, tetapi tidak lama kemudian semua mangkuk telah penuh. Josh segera menyiapkan beberapa panci, namun panci-panci itu juga tidak mampu menampung ikan Hering dan kaldu yang dihasilkan oleh penggilingan. Josh mulai kewalahan. Lantai dapurnya mulai tergenang kaldu dan ikan Hering.

Josh berusaha menghentikan penggilingan itu. Ia memegangi penggilingan dan memerintahkannya untuk berhenti, tetapi penggilingan tetap bekerja. Josh panik. Ia berlari ke rumah John untuk meminta pertolongan.

"John, penggilinganmu menjadi gila! Ia tidak dapat dihentikan! Ambil kembali penggilingan itu John!" Josh berkata, sambil terengah-engah.

"Lho, bukankah cukup mudah untuk menghentikan kerja penggilingan itu?" tanya John. Ia memandang Josh dengan keheranan.

"Aku lupa soal itu! Sekarang yang terpenting, ambil kembali penggilingan gila itu! Aku kapok berurusan dengan alat itu, John! Sungguh sangat mengesalkan!"

"Baiklah, aku akan membantumu, Josh. Tetapi bagaimana dengan uang sewanya?" tanya John sebelum mereka beranjak pergi.

"Aku masih ingat janjiku, John! Aku akan membayarmu tetapi cepat kamu ambil penggilingan itu sebelum desa kita tenggelam oleh ikan Hering dan kaldu!" Josh berkata, setengah berteriak.

Kedua saudara itu segera pergi ke rumah Josh. Di dapur, di antara tumpukan ikan Hering dan genangan kaldu, John mencari penggilingan tangan miliknya. Setelah berusaha beberapa saat, John menemukan penggilingan itu, lalu memerintahkannya berhenti bekerja. Ia pun membawa penggilingan ajaib pulang.

Sejak kejadian di rumah Josh, John dan penggilingan ajaibnya mulai menjadi pembicaraan banyak orang. Cerita itu akhirnya didengar oleh seorang kapten kapal. Suatu hari kapten kapal itu mendatangi rumah John untuk melihat penggilingan ajaib. Saat melihat penggilingan itu, kapten kapal bertanya apakah penggilingan ajaib juga bisa menghasilkan garam.

"Garam? Asal kita berpikir hal itu bisa ia lakukan, penggilingan ini bisa menghasilkan apa pun," John berkata yakin.

Si kapten mulai membayangkan seandainya penggilingan ajaib itu menjadi miliknya. Aku akan punya banyak garam tanpa perlu bersusah payah berlayar menembus badai, pikir kapten kapal.

"John, maukah kamu menjual penggilingan itu kepadaku?" tanya Kapten Kapal.

"Menjualnya? Tidak, Kapten. Saya tidak menjual penggilingan ini!"

Meski John menolak, kapten kapal bersikeras untuk memiliki penggilingan ajaib itu. Ia terus membujuk John agar mau menjualnya. Dan, usahanya tidak sia-sia. John mau menjual penggilingan ajaib dengan harga ratusan ribu keping emas.

Akhirnya penggilingan ajaib menjadi milik kapten kapal. Ia membawa penggilingan itu berlayar ke tengah laut. Kemudian ia memerintahkan penggilingan itu untuk menghasilkan garam.

"Mulailah menggiling, menggilinglah dengan cepat, hasilkan garam yang bagus dan banyak!" perintah Kapten Kapal.

Penggilingan ajaib mulai bekerja. Ia terus menggiling dan menghasilkan garam. Kapten kapal tampak senang melihat hal itu. Namun, tidak lama kemudian, dek kapal mulai penuh dengan garam. Kapten kapal mulai khawatir, ia takut kapalnya tenggelam karena penggilingan itu tidak bisa berhenti menghasilkan garam.

Kapten kapal berusaha melakukan banyak hal untuk menghentikan penggilingan ajaib itu, tetapi semua usahanya sia-sia. Ia lalu menyadari kesalahannya. Ia lupa menanyakan cara menghentikan kerja penggilingan ajaib.

Beberapa saat kemudian, lambung kapal pecah karena tidak mampu menahan garam yang ada. Kapal itu perlahan tenggelam bersama seluruh isinya, termasuk penggilingan ajaib. Penggilingan ajaib itu terus bekerja meski berada di dasar lautan! Ia tetap menggiling dan menghasilkan garam tiada henti, bahkan sampai saat ini. Garam-garam itulah yang menyebabkan air laut terasa asin sampai sekarang.

***

Rosalinda selesai baca bukunya.

"Bagus cerita asal Norwegia," kata Rosalinda.

Rosalinda menutup buku dan menaruh buku di meja. Rosalinda beranjak dari duduknya di teras depan dan bergerak menuju pantai, ya ingin main air laut lah yang rasanya asin itu. Rosalinda senang bermain di pantai, ya bersama dengan teman-temanlah.

No comments:

Post a Comment

CAMPUR ADUK

MUMBAI XPRESS

Malam gelap bertabur bintang di langit. Setelah nonton Tv yang acara sepak bola. Budi duduk dengan santai di depan rumahnya sedang baca cerp...

CAMPUR ADUK