"Kudamu tampak sangat lezat! Berikanlah kudamu padaku atau aku akan memakan semua dombamu di musim panas nanti," ancam Bruni.
"Demi Tuhan. Kalau aku menyerahkan kuda ini kepadamu sekarang, bagaimana aku bisa membawa semua kayu bakar ini? Aku tidak mau mati beku karena kekurangan kayu untuk perapianku," Eric berkata, mengiba.
"Bagimana kalau aku memakanmu? Aku juga sudah lama tidak memakan daging manusia," ancam Bruni lagi.
"Jangan! Aku mohon jangan memakanku, Bruni! Dagingku sangat tidak enak. Kau boleh memakan kudaku, tetapi jangan sekarang. Aku masih membutuhkannya saat ini." Eric mencoba menawar.
"Kapan kau akan memberikan kudamu kepadaku?" tanya Bruni.
Eric berkata, cepat, "Besok! Besok aku akan menyerahkan kuda ini kepadamu."
"Baiklah, aku masih bisa menahan lapar sampai besok. Aku akan menunggumu di sini. Ingat, Eric! Jika engkau ingkar janji maka aku akan memakan semua domba-dombamu di musim panas nanti!" Bruni mengancam Eric untuk terakhir kali, lalu pergi.
Dalam perjalanan pulang, Eric memandangi kudanya, Dobbin, dengan sedih. Eric melamun sepanjang jalan karena teringat kenangannya bersama Dobbin. Tiba-tiba gerobaknya hampir menabrak seekor rubah bernama Foxy.
"Eric! Jangan melamun saat sedang berkendara. Kau bisa mencelakakan orang lain," tegur Foxy.
Eric terkesiap, sadar dari lamunannya, "Maaf, maafkan aku, Foxy! Apakah engkau terluka," tanyanya khawatir.
Foxy menggeleng dan berkata, "Aku tidak terluka, Eric. Aku hanya kaget saja. Ehm, kau tampak murung. Apa kau sedang memiliki masalah?"
"Foxy, aku tadi bertemu dengan Bruni. Karena kelaparan, ia meminta kudaku untuk dimakan," Eric berhenti sejenak, menghela napas, "jika aku tidak menuruti kemauannya, Bruni akan menghabisi domba-dombaku saat musim panas nanti. Ia memberiku waktu hingga esok hari."
"Kasihan sekali kau, Eric," kata Foxy berempati, "tetapi jangan khawatir, aku bisa membantumu."
"Benarkah?" tanya Eric tak percaya.
"Iya, aku bisa menolongmu, tetapi pertolonganku ini ada harganya. Aku ingin makan seekor, eh, dua ekor domba yang sangat gemuk." Foxy membuat sebuah penawaran.
"Foxy, aku akan memberimu dua ekor domba yang sangat gemuk, jika kau benar-benar bisa menolongku," Eric berkata yakin.
Foxy tersenyum, senang. Ia kemudian mendekati Eric untuk menyampaikan rencananya. "Ok. Jadi, aku akan berada di sekitarmu saat kau bertemu dengan Bruni. Lalu aku akan membuat beberapa suara dari balik bebatuan. Apabila Bruni bertanya, "Suara apakah itu?", kau harus menjawab bahwa itu adalah suara Peter, seorang pemburu terbaik di dunia. Selanjutnya, terserah kau, Eric. Aku hanya bisa menolongmu sampai di situ." Eric mengangguk, setuju dengan rencana Foxy.
Keesokan harinya, Eric menepati janjinya kepada Bruni untuk memberikan Dobbin kepadanya.
"Ha...ha... ha, rupanya engkau selalu menepati janji, Eric," Bruni tertawa senang.
Tanpa menggubris perkataan Bruni, Eric menyerahkan tali kekang Dobbin. Tiba-tiba terdengar suara ranting patah di balik bebatuan.
"Eits, suara apakah itu?" tanya Bruni menyelidik.
"Aku yakin itu adalah suara langkah kaki Peter. Aku hapal sekali suaranya," jawab Eric memulai rencananya.
"Siapakah Peter itu?" Bruni bertanya lagi, penasaran.
"Lho, apa kau tidak mengenal Peter? Ia adalah seorang pemburu yang hebat. Peter bisa mencium bau buruannya dari jarak ratusan meter dan bidikannya selalu tepat, tidak pernah meleset," Eric menjelaskan dengan menggebu-gebu.
Bruni mengernyitkan dahinya. Eric pun kemudian menambahkan, "Peter juga sangat kuat. Ia pernah membunuh seekor babi hutan dalam jarak 100 meter hanya dengan sekali lemparan pisau. Aku melihat sendiri pisau itu menancap di kepala babi hutan itu, tepat di sini," Eric berkata, sambil menunjuk dahinya.
Bruni terdiam, ketakutan. Wajahnya terlihat pucat. Ia tidak menyangka akan bertemu dengan seorang pemburu jitu. Tiba-tiba Bruni dikejutkan dengan suara tanpa wujud.
"Eric, engkaukah itu?" tanya suara tanpa wujud itu.
"Iya, benar. Ini aku Eric si penggembala," jawab Eric.
"Apakah kau melihat beruang di sekitar sini," tanya suara tanpa wujud itu lagi.
"Ssst, katakan "Tidak" kepada temanmu itu," bisik Bruni.
"Tidak, aku belum melihat seekor beruang di sini," kata Eric.
"Lalu, apakah yang berdiri di dekat gerobakmu itu?" tanya suara tanpa wujud.
"Ssst, katakan "Tunggul pohon" kepada temanmu," bisik Bruni.
"Hanya sebuah tunggul pohon," kata Eric mengulangi perkataan Bruni.
"Tunggul pohon apa itu, Eric? Kenapa ia penuh dengan bulu?" suara tanpa wujud kembali bertanya.
"Mengapa mata temanmu itu sangat jeli?" Bruni bertanya, kesal, "bilang padanya kalau bulu-bulu itu adalah lumut yang menempel di pohon," kata Bruni.
Eric kembali mengikuti perkataan Bruni, "Aku tidak tahu tunggul pohon apa ini, banyak sekali lumut yang menempel di batangnya."
"Kenapa kau tidak memasukkannya ke dalam gerobakmu? Apakah kau butuh bantuan untuk menaikkannya? Aku akan membantumu," tawar suara tanpa wujud.
Bruni mulai bingung mendengar perkataan suara tanpa wujud. "Aduh, jangan sampai temanmu ke sini. Aku bisa mati! Katakan padanya kalau kau bisa menaikkan tunggul itu sendiri."
"Tidak perlu, Peter! Aku bisa mengangkat sendiri tunggul pohon ini." Eric lalu menggotong Bruni dan menaruhnya di dalam gerobak.
Suara tanpa wujud itu belum lelah, ia kembali berkata, "Eric, sebaiknya kau mengikat erat tunggul pohon itu. Jalan yang tidak rata bisa membuatnya terjatuh. Kenapa kau belum mengikatnya? Apa kau tidak punya tali? Apa kau butuh bantuanku?"
"Temanmu sangat cerewet! Katakan padanya kalau kau bisa mengikatnya sendiri lalu ikatlah aku. Cepat lakukan!" gerutu Bruni.
"Tidak perlu, Peter! Aku punya tali dan aku bisa mengikat beruang, eh, tunggul pohon ini sendiri," kata Eric. Ia lalu mengikat Bruin erat-erat dengan semua tali yang ada. Bahkan, Bruni tidak bisa menggerakkan cakarnya.
"Eric, tunggul pohonmu sangat panjang. Gerobakmu bahkan tidak dapat memuatnya. Ia bisa jatuh ketika kau melewati jalan yang menanjak. Kenapa kau tidak memotongnya menjadi dua, Eric? Apa kau tidak mempunyai kapak? Atau kau butuh bantuanku untuk memotongnya? Aku akan turun ke bawah untuk membantumu." Suara tanpa wujud itu kembali menawarkan diri.
"Eric, temanmu ini sarapan apa setiap hari? Ia benar-benar sangat cerewet. Sekarang ambil kapak dan berpura-puralah kau akan memotongku," pinta Bruni.
Eric tidak menyia-nyiakan kesempatan. Ia mengambil kapak dan dalam satu tebasan ia membelah kepala Bruni menjadi dua. Beruang itu mati seketika.
Setelah Bruni mati, Foxy keluar dari persembunyiannya dan menghampiri Eric.
"Rencanaku telah berhasil. Kau, Dobbin, dan domba-dombamu sudah selamat dari ancaman Bruni. Sekarang, aku menagih janjimu," tagih Foxy.
"Jangan khawatir, Foxy. Ayo, ikut aku ke peternakan. Kau bisa memilih domba yang kau inginkan," ajak Eric.
Foxy dan Eric berjalan beriringan ke peternakan. Namun, saat mereka hampir sampai di sana, tiba-tiba Foxy menghentikan langkahnya.
"Eric, aku tidak bisa masuk ke dalam peternakanmu," kata Foxy.
"Kenapa Foxy? Kau tak perlu sungkan," Eric bertanya, heran.
"Aku melihat ada dua ekor anjing yang sangat besar di peternakanmu. Aku khawatir mereka akan menyerangku. Aku akan menunggumu di sini saja," jawab Foxy.
"Baiklah, jika itu yang kau mau. Aku akan membawa domba-domba itu kemari," kata Eric.
"Jangan lupa, domba-domba yang sangat gemuk, Eric!" seru Foxy.
Sesampai di peternakan, Eric mengikat Dobbin di dekat rumah, kemudian berjalan ke arah kandang domba. Tiba-tiba neneknya memanggilnya dari dalam rumah.
"Eric, cucuku. Kau hendak pergi ke mana lagi?" tanya neneknya.
"Aku mau ke kandang domba. Aku berjanji untuk memberi Foxy dua ekor domba. Ia telah menolong Dobbin dari ancaman Bruni," jawab Eric, jujur.
"Dua ekor domba tidak akan pernah cukup bagi seekor rubah, Eric. Ia akan meminta lebih dari itu!" ujar nenek Eric.
"Aku curiga dengan kebaikan Foxy. Rubah sangat licik, Eric. Aku yakin ia sebenarnya ingin mencuri angsa-angsa peliharaanmu. Aku pernah memergokinya mengendap-endap di dekat kandang angsa," lanjut neneknya.
"Benarkah, Nek?" tanya Erik, tak percaya.
"Iya, benar! Foxy mungkin akan masuk ke peternakanmu dengan menyamar sebagai seekor domba. Ia akan menanti kelengahanmu dan mencuri semua angsa. Saat ini harga angsa sangat mahal, bukan?" Nenek Erik mencoba memengaruhi Eric.
Eric terdiam lama, memikirkan penuturan neneknya. Karena mulai bingung, ia pun bertanya, "Sekarang apa yang harus aku lakukan, Nek?"
"Masukkan kedua anjing penjagamu ke dalam karung, lalu serahkan karung itu kepada Foxy. Ingat, ketika akan menyerahkan karung itu, longgarkan sedikit ikatannya, dan biarkan kedua anjing keluar mengejar rubah licik itu," nasihat nenek Eric.
Eric mengikuti saran neneknya. Ia memasukkan kedua anjing penjaganya ke dalam sebuah karung dan membawanya ke tempat Foxy.
Foxy terlihat senang menyambut kedatangan Eric. Ia kemudian bertanya, "Apakah kau telah membawa domba-domba pesananku, Eric?"
"Iya," jawab Eric singkat, sambil menyerahkan karung yang dibawanya kepada Foxy. Ia sudah sedikit melonggarkan ikatannya.
Foxy tersenyum riang saat menerima karung itu. Namun, ia sangat terkejut ketika ikatan karung terlepas. Dua ekor anjing besar muncul dari dalam karung dan mulai mengejarnya. Foxy lari lintang pukang menyelamatkan diri.
"Eric, kau curang! Inikah balasanmu atas kebaikanku?" teriak Foxy sambil berlari, "sekarang aku percaya perkataan orang-orang bijak, "pekerjaan yang baik kadang tidak mendapat bayaran yang setimpal!"
Eric terdiam mendengar perkataan Foxy. Ia memandangi Foxy yang berlari menjauh karena dikejar kedua anjingnya.
"Berhatilah-hatilah, Eric! Kadang musuh terbesarmu ada di dalam rumahmu sendiri," teriak Foxy sambil terus berlari, menghindari kejaran anjing-anjing Eric.
***
Narji selesai baca bukunya.
"Cerita yang bagus dari asalnya.....Norwegia," kata Narji.
Narji menutup buku dan menaruh buku di meja.
"Ngapain lagi ya?" kata Narji.
Narji terus berpikir dengan baik sampai akhirnya ia memutuskan untuk main game di Hp-nya. Narji asik main game di Hp-nya.
No comments:
Post a Comment