CAMPUR ADUK

Tuesday, July 27, 2021

ANAK TELEDU YANG MALANG

Ridwan selesai main dengan teman-teman di lapangan, ya main sepak bola. Ridwan duduk di ruang tamu dengan santai. Ada buku di meja, ya Ridwan mengambil buku tersebut dan di baca dengan baik deh.

Isi cerita yang di baca Ridwan :

Di sebuah hutan, ada seekor jaguar bernama Chakmool, yang hidup bertetangga dengan keluarga teledu. Keluarga teledu hanya beranggotakan ibu teledu dan anaknya, Payooch, karena ayah teledu telah meninggal dunia. Sejak ayah teledu meninggal, Chakmool menjadi ayah angkat bagi Payooch. Chakmool sering mengajak Payooch bermain bersama. Mereka suka berkejaran di batang-batang pohon karena mereka berdua mahir memanjat.

Kedekatan Payooch dan Chakmool membuat Payooch menyukai warna bulu Chakmool yang coklat keemasan, serta motif di tubuh Chakmool yang indah. Payooch sering iri melihatnya.

“Mungkinkah kita bertukar bulu, Chakmool?” tanya Payooch suatu hari. Chakmool tertawa mendengarnya.

“Mana bisa?” raungnya, sambil terkekeh.

“Aku bosan dengan warna buluku ini,” keluh Payooch.

“Warna bulumu bagus. Hitam dan putih. Manis sekali,” hibur Chakmool.

“Tapi, bulumu lebih indah. Suaramu juga.” Chakmool tertawa lagi.

“Ada apa lagi dengan suaraku?” tanya Chakmool geli.

“Suaramu besar. Raunganmu menggelegar. Tidak seperti suaraku yang cempreng ini,” keluh Payooch, sambil cemberut.

“Kau harus belajar bersyukur, Payooch. Tuhan sudah berbaik hati memberikan bulu dan suara padamu. Lihat ikan, badannya licin tak berbulu. Ia juga tak pernah bersuara. Mulutnya hanya komat-kamit saja,” Chakmool menasihati dengan bijak.

Teledu kecil itu tertawa. “Hahaha … benar. Kau benar, Chakmool. Aku lebih beruntung daripada ikan.” Teledu kemudian terdiam, “Tapi, ikan bisa berenang,” Payooch mulai membanding-bandingkan lagi.

“Kau bisa berenang kalau mau belajar. Aku juga tak punya sirip seperti ikan, tetapi aku bisa berenang,” ujar Chakmool.

“Sungguh, kau bisa berenang?” Payooch bertanya dengan antusias. Chakmool mengangguk.

“Kau harus mengajariku berenang!” pinta Payooch.

“Ya, apapun yang kau mau.”

“Horeeee!” Payooch bersorak dan menari-nari kegirangan.

Jaguar memang masih bersaudara dengan harimau. Penampilannya hampir sama, hanya motif bulu di badannya yang berbeda. Badan jaguar lebih ramping. Ia pandai memanjat pohon dan bisa berenang. Jaguar memiliki cakar yang tajam dan gigi yang kuat karena dia pemakan daging. Bahkan, cangkang kura-kura yang keras pun bisa pecah oleh gigitannya. Biasanya, Jaguar berburu di malam hari.       

Teledu dikenal dengan sebutan sigung. Ia mempunyai rupa mirip rubah, tetapi ukurannya lebih kecil. Bulu teledu sangat khas. Warnanya hitam dengan garis bulu putih di kepala, punggung, dan ekor. Teledu memakan daging dan tumbuh-tumbuhan. Meskipun teledu tampak kecil dan lemah, dia mempunyai senjata rahasia. Teledu akan menyemprotkan bau busuk yang menyengat ketika merasa terancam. Bau itu digunakan untuk mengusir lawannya.

Suatu siang, Chakmool berniat mencari makan. Biasanya ia berburu sendiri di malam hari. Tapi hari itu sedang cerah, ia ingin mengajak Payooch pergi berburu bersamanya. Ia pun mendatangi tempat tinggal keluarga teledu.

“Apa yang kau cari, Chakmool?” tanya Ibu teledu saat melihat Chakmool celingukan di depan rumahnya.

“Aku hendak mencari makan, Nyonya,” jawab Chakmool.

“Bukankah kau biasa berburu di malam hari?”

“Ya. Kali ini aku ingin mengajak Payooch pergi bersamaku. Aku ingin mengajarinya berburu.” Ibu teledu tampak keberatan mendengarnya.

“Aku rasa jangan, Chakmool. Payooch masih terlalu kecil. Aku khawatir terjadi sesuatu padanya. Lebih baik dia tetap di rumah,” ujar Ibu teledu.

Teledu kecil mendengar percakapan Chakmool dan ibunya. Ia lalu berlari keluar rumah. Rupanya ia berbeda pendapat dengan sang Ibu.

“Tidak, Ibu. Aku ingin pergi dengan Chakmool. Aku ingin berlajar berburu bersamanya. Boleh ya, Bu?” rajuk Payooch. Ibu teledu masih terlihat ragu.

“Tapi Payooch, kalau kau pergi berburu, kau harus berjalan jauh. Kau pasti akan capai. Di rumah saja, ya?” bujuk Ibu teledu.

“Tidak! Aku mau pergi! Aku mau berburu!” teriak Payooch. Ibu teledu menyerah.

“Baiklah, ibu izinkan. Tapi kau harus berhati-hati, ya. Chakmool, kau harus melindungi Payooch dengan baik. Aku ingin kalian pulang dengan selamat.”

“Ya, Ibu,” Payooch berseru senang.

“Aku akan menjaga Payooch dengan baik, Nyonya,” janji Chakmool, berusaha meyakinkan ibu teledu.

Akhirnya ibu teledu melepas anaknya pergi bersama Chakmool. Meski ia masih merasa khawatir, ia tak ingin menghalangi Payooch belajar hal-hal baru. Ia percaya Payooch anak yang pintar dan pemberani. Lagipula, ada Chakmool yang menjaganya. Ibu teledu bisa bernapas lega.

Chakmool dan Payooch berjalan beriringan. Sesekali saat Payooch merasa lelah, ia naik ke punggung Chakmool. Chakmool dengan senang hati menggendong Payooch, yang belum pernah pergi berburu.

“Kita akan ke mana, Chakmool?”

“Kita akan pergi ke dekat sungai. Kita akan menunggu buruan kita di sana.”

“Apakah masih jauh?” tanya Payooch.

“Tidak, sebentar lagi kita sampai. Ayo, cepat, ikuti aku. Aku tak mau kau tersesat.”

“Baik, Chakmool.” Payooch mempercepat langkahnya, mengikuti Chakmool yang sudah berada di depan.

Tak lama kemudian mereka sampai di sungai. Chakmool naik ke sebuah batu besar di tepi sungai. Batu itu agak tersembunyi, tertutup oleh tanaman-tanaman hutan yang merambat.

“Kita akan berburu di sini,” ujar Chakmool. “Kemarilah Payooch, aku hendak mengasah pisauku dulu,” lanjutnya.

Payooch ikut naik ke atas batu. Ia mengamati Chakmool mengasah pisaunya di batu. Pisau yang dimaksud adalah cakar Chakmool yang panjang dan runcing. Payooch mengeluarkan cakarnya yang mungil. Ia membandingkannya dengan cakar Chakmool.

“Suatu hari, cakarmu akan sebesar ini,” ucap Chakmool, seolah tahu pikiran anak angkatnya itu. Payooch tersenyum lebar.

Payooch memerhatikan semua hal yang dilakukan Chakmool dengan baik. Suatu hari setelah besar nanti, ia akan pergi berburu sendiri seperti Chakmool. Payooch melihat Chakmool menggeliatkan tubuhnya. Payooch ikut-ikutan menggeliat.

“Nah, Payooch, aku sudah selesai mengasah pisauku. Sekarang, aku akan memberimu tugas,” perintah Chakmool. Payooch tampak senang. Ia merasa benar-benar terlibat dalam perburuan ini.

“Apa tugasku, Chakmool?” tanya Payooch, tak sabar.

“Kau kuberi tugas berjaga-jaga. Aku akan tidur sebentar. Kalau kau lihat buruan kita datang, segera bangunkan aku.”

“Siapa saja buruan kita?”

“Hmm … Kau tahu antelop? Mereka biasanya berhenti minum di sungai. Saat mereka minum, kita akan menyergap mereka.”

“Ya, aku tahu. Yang mirip dengan rusa, kan?”

“Betul, anak pintar. Berjagalah dengan sungguh-sungguh. Tugasmu ini amat penting.”

Payooch mengangguk, bersemangat. Ia kemudian duduk dengan gelisah di sebelah Chakmool yang tertidur pulas. Ia terus mengamati sekitar sungai. Bersiap-siap membangunkan Chakmool bila buruan mereka tiba.

Payooch membangunkan Chakmool ketika ia melihat seekor antelop kecil melintas di sungai. “Bangun, Chakmool! Bangun! Mereka datang,” teriak Payooch, sambil mengguncang-guncang tubuh Chakmool.

Chakmool terkejut. Ia langsung berdiri, siaga. Antelop kecil juga terkejut. Ia langsung berlari menjauh.

“Buruan kita kabur, Chakmool. Ayo kita kejar.” Payooch menarik-narik Chakmool.

“Hei … hei … hentikan!” ujar Chakmool.

“Kenapa, Chakmool?”

“Jangan berteriak. Kau membuat buruan kita kabur. Teriakanmu mengejutkan mereka. Mereka jadi tahu jika kita sedang mengintainya.”

“Lalu bagaimana?” Payooch bertanya, lugu.

“Gores saja perutku dengan cakarmu. Aku akan bangun.”

“Apa itu tak menyakitimu?” Payooch mengernyit. Chakmool menggeleng.

“Satu lagi, kau tak perlu membangunkanku kalau yang datang hanya antelop kecil seperti tadi. Kalau antelop besar datang, kau baru bangunkan aku. Paham?”

“Ya, aku paham.” Payooch mulai berjaga-jaga lagi sedangkan Chakmool kembali tidur. Payooch tidak mau gagal kali ini. Ia harus bersiaga dan hati-hati.

Setelah menunggu beberapa saat, antelope besar yang ditunggu-tunggu Payooch datang. Antelop besar itu sedang minum di tepi sungai. Payooch segera membangunkan Chakmool dengan menggores perut Chakmool menggunakan cakar kecilnya. Chakmool terbangun. Ia langsung siaga. Chakmool meloncat dan menyerang antelop besar itu. Payooch hanya bisa menatapnya dari pinggir sungai. Sebenarnya dia ingin ikut meloncat, menyerang antelop besar itu, tapi kakinya malah tersangkut ranting perdu.

Setelah berjuang keras, Chakmool berhasil melumpuhkan antelop besar itu. Dia kemudian menghampiri Payooch dengan terengah-engah. “Kau baik-baik saja? Kita berhasil, Payooch. Kau telah menjalankan tugas dariku dengan baik. Sekarang, waktunya kita makan,” puji Chakmool. Payooch terlihat senang. Ia merasa lebih hebat sekarang. Ia pasti akan membuat ibunya bangga.

Payooch dan Chakmool menikmati hasil buruan mereka sampai kenyang. Baru kali ini Payooch merasakan makanan dari hasil buruannya sendiri.

“Kau sudah kenyang?” tanya Chakmool. Payooch mengangguk.

“Sebaiknya kau ambil sisa buruan kita. Bawa pulang dan berikan pada ibumu. Dia pasti lapar,” usul Chakmool. Payooch segera memunguti hasil buruan yang tersisa.

Mereka lalu berjalan pulang dengan perasaan puas. Chakmool senang telah mengajak Payooch berburu bersamanya.

“Bagaimana perasaanmu, Payooch? Apa kau senang ikut berburu bersamaku?”

“Ya, aku senang sekali, Chakmool. Apalagi aku bisa membawakan ibuku makanan. Biasanya, ia yang mencari makanan untukku. Kapan-kapan ajak aku lagi, ya.”

“Baiklah, asal ibumu mengizinkan.”

“Sekarang, aku sudah tahu caranya berburu. Suatu hari aku akan pergi berburu sendiri, Chakmool.”

“Kau memang anak yang pemberani, Payooch,” Chakmool berkata, tulus. Payooch senang mendengar pujian Chakmool.

Mereka segera bergegas pulang. Hari sudah hampir petang. Ibu teledu pasti cemas menanti kedatangan mereka.

“Ibu, aku pulang,” teriak Payooch dari kejauhan. Ia melihat ibunya mondar-mandir di depan rumah.

Ibu teledu segera berlari menyambut anaknya. “Oh, syukurlah kau baik-baik saja,” Ibu teledu berkata, lega. Ia langsung menyambut dan memeluk Payooch.

“Ibu, aku membawa hasil buruanku untuk Ibu.” Payooch mengulurkan hasil buruannya pada sang Ibu. Ibu teledu tampak bangga dan terharu.

“Terima kasih, Sayang. Terima kasih juga, Chakmool. Kau sudah menjaga Payooch dengan baik,” kata Ibu teledu, sambil tersenyum.

“Sama-sama, Nyonya Teledu. Anakmu sungguh membanggakan. Dia sangat pemberani,” ujar Chakmool.

Setelah berbincang sejenak, Chakmool pamit pulang. Ibu teledu menyantap hasil buruan anaknya sampai kenyang. Ia juga menyimpan sebagian sebagai persediaan. Selagi ibunya makan, Payooch menceritakan pengalaman berburunya dengan semangat.

Hari-hari berikutnya, mereka lalui seperti biasa. Ibu teledu kembali mencari makan untuk keluarga teledu, dan Chakmool mengajak Payooch bermain seperti biasanya. Chakmool belum mengajak Payooch berburu bersama lagi. Suatu hari, ibu teledu terbaring sakit. Ia tak bisa pergi mencari makan. Persediaan makanan yang mereka simpan, sudah habis tak bersisa.

“Anakku, persediaan makanan kita sudah habis, tapi ibu belum bisa pergi mencari makanan untukmu,” Ibu teledu berkata, lemah. Payooch menghampirinya dan duduk di sampingnya.

“Ya, Ibu. Ibu tak perlu khawatir. Aku akan pergi berburu dan membawakan makanan untukmu,” ujar Payooch, mantap.

“Oh, mana mungkin kau berburu, Nak. Kau masih sangat kecil. Ibu khawatir kau tak selamat. Kau tetap tinggal di rumah saja, biar ibu yang pergi mencari makanan untuk kita.” Ibu teledu memaksakan diri untuk berdiri, tetapi ia malah sempoyongan.

“Sudahlah, Ibu istirahat saja. Ibu harus percaya padaku. Aku sudah tahu cara berburu. Chakmool sudah pernah mengajarkannya padaku,” Payooch bersikeras.

“Tidak, Payooch. Kau harus menurut pada ibu,” Ibu teledu tetap berusaha menghalangi Payooch.

“Aku pergi sekarang.” Payooch berlari keluar rumah, memutuskan pergi berburu sendiri. Ia tak mendengarkan perkataan ibunya.

Ibu teledu merasa sangat khawatir. Tapi, ia terlalu kepayahan kalau harus mengejar Payooch, tubuhnya sudah sangat lemah. Akhirnya ia berdiam di rumah, lalu memutuskan untuk terus berdoa bagi anaknya. Sementara itu, Payooch pergi menuju sungai. Ia akan berburu antelop, seperti yang pernah diajarkan oleh Chakmool kepadanya.

“Chakmool bisa melakukan perburuan ini. Lalu, kenapa aku tak bisa? Aku pasti akan berhasil,” gumam Payooch,berusaha meyakinkan dirinya sendiri.

“Nah, aku akan mengasah pisauku terlebih dahulu.” Payooch mengasah kukunya di batu, persis seperti apa yang dilakukan Chakmool dulu.

“Aku akan mengintai di sini. Aku akan memburu antelop yang paling besar. Oh ya, aku juga akan tidur dulu sebentar.”

Payooch meniru mentah-mentah cara Chakmool berburu. Payooch tak sadar kalau mereka berbeda. Payooch baru memejamkan mata sebentar, ketika ia tersadar akan sesuatu yang membuatnya terbangun tiba-tiba.

“Kalau aku tidur, siapa yang mengintai?” pikirnya.

Akhirnya Payooch berjaga. Ia mengamati keadaan di sekitar sungai dengan sungguh-sungguh. Ia menunggu seekor antelop besar datang, sambil memainkan cakarnya. Tak lama kemudian, seekor antelop besar melintas di sungai. Saat antelop itu sedang asyik minum air sungai, Payooch segera melompat, menerkam antelop itu. Dia berpikir kalau dirinya sekuat Chakmool. Akan tetapi, perkiraannya salah. Cakarnya tak mampu menembus kulit antelop dalam-dalam. Tubuhnya juga tak cukup besar untuk mengalahkan gerakan antelop itu. Payooch bergantung di leher antelop karena cakarnya masih tertancap di sana. Antelop yang kesakitan berlari kencang sambil mengibas-ngibaskan kepalanya. Payooch terpelanting ke kanan dan ke kiri. Antelop itu berlari hingga ke padang rumput, lalu melemparkan tubuh Payooch kuat-kuat. Cakar Payooch yang menancap pun terlepas. Payooch terlempar jauh. Antelop itu lalu pergi meninggalkannya.

Ibu teledu benar-benar merasa cemas karena Payooch tak kunjung pulang. Ia kemudian memutuskan mencari Payooch sendirian. Ibu teledu mencari hingga ke tepi sungai, namun ia belum menemukan Payooch. Ia berusaha memanggil-manggil anaknya, tapi tak ada balasan dari Payooch. Ibu teledu lalu melihat jejak kaki dan tanduk antelop.

“Payooch pasti datang kemari. Antelop itu pasti tahu apa yang terjadi pada Payooch,” ujar Ibu teledu. Ia memutuskan mengikuti jejak tersebut.

Ibu teledu terus mengikuti jejak itu hingga sampai di padang rumput. Ia memanggil-manggil Payooch lagi dan melihat Payooch di kejauhan. Ibu teledu merasa lega. Ia berlari menghampiri anaknya. Payooch berbaring telentang. Mulutnya terbuka, tampak gigi-giginya.

“Payooch, apa yang kau tertawakan? Kau tertawa sampai menampakkan seluruh gigimu. Kau menertawakan ibu yang kebingungan mencarimu?” seru Ibu teledu dari kejauhan.

“Hei, Payooch! Ayo, bangunlah. Sini, ulurkan tanganmu. Ibu akan membantumu bangun. Kenapa kau hanya tertawa melihat ibu?” Ibu teledu mulai merunduk, meraih tangan anaknya.

Ibu teledu terkejut begitu meraih tangan Payooch. Tadinya ia mengira anaknya itu masih hidup dan berpura-pura tergeletak. Namun kini ia tahu, Payooch telah meninggal. Ibu teledu sangat sedih. Ia mulai menangis dan meraung. Ia telah kehilangan anaknya. Ibu teledu sangat menyesal karena membiarkan Payooch pergi berburu sendirian. Ia terus menangis dan menyalahkan dirinya.

Chakmool yang mendengar kabar kematian Payooch, datang melayat. Raut wajahnya terlihat sedih. Ia menyesal telah mengajari Payooch berburu dan lupa mengingatkan bahwa Payooch bukanlah seekor jaguar. Mereka memiliki cara yang berbeda untuk mendapatkan makanan.

Ibu teledu dan Chakmool sangat kehilangan Payooch, tetapi mereka berusaha mengikhlaskan kepergiannya. Meski masih kecil dan belum mengerti bagaimana menempatkan keberaniannya, Payooch adalah anak yang pemberani dan berbakti kepada orangtua.

***

Ridwan selesai membaca bukunya.

"Bagus ceritanya asal dari asalnya Mesiko, ya di tulis di buku sih," kata Ridwan.

Ridwan menutup bukunya dan buku di taruh di meja dengan baik.

"Main game apa......belajar ya?" kata Ridwan berpikir dengan baik.

Ridwan cukup lama berpikir dengan baik. Sampai teringat dengan cewek yang ia sukai Nabila. 

"Kalau aku tidak pintar. Maka Nabila tidak akan suka pada ku," kata Ridwan.

Ridwan pun masuk ke kamarnya dan segera belajar mengulang pelajaran yang di berikan guru dan juga menggunakan aplikasi yang membantu dalam belajar, ya seperti guru privart di rumah sendiri sih. Ridwan belajar dengan baik dengan tujuan jadi pintar sih. Ridwan pintar di sukai Nabila.

No comments:

Post a Comment

CAMPUR ADUK

MUMBAI XPRESS

Malam gelap bertabur bintang di langit. Setelah nonton Tv yang acara sepak bola. Budi duduk dengan santai di depan rumahnya sedang baca cerp...

CAMPUR ADUK