John, anak pertama, pergi ke hutan dan menemukan sebuah pohon yang cukup besar. Ia baru akan menebangnya ketika seorang Troll besar dan menyeramkan muncul di hadapannya, sambil bertanya dengan geram, "Apa yang kau lakukan di hutanku ini?"
John ketakutan. Baru kali ini ia melihat Troll secara langsung. Ia menjawab, terbata-bata, "Aku akan menebang pohon ini."
"Dengarkan aku baik-baik! Jika pohon ini sampai tumbang, aku akan membunuhmu," ancam Troll. Ia menjulurkan tangannya dan berusaha menangkap John. John menghindar, membuang kapaknya, dan berlari pulang secepat mungkin.
Setiba di rumah, petani itu terkejut melihat anaknya datang dengan wajah ketakutan dan napas terengah-engah.
"Apa yang terjadi denganmu, John? Kenapa napasmu terengah-engah dan kau tampak ketakutan?" Petani bertanya, ingin tahu.
"Ayah, aku bertemu dengan seorang Troll ketika aku berada di dalam hutan tadi. Ia mengancam akan membunuhku jika aku menebang pohon di sana," cerita John, sambil menata napasnya.
"Coba kau jelaskan ciri-ciri Troll yang mengancammu itu," pinta petani itu.
John pun menceritakan bentuk Troll secara detail. Petani itu kemudian tertawa terbahak-bahak ketika John selesai bercerita. Setelah tawanya reda, petani itu berkata, "Aku kenal dengan Troll yang kau ceritakan itu. Aku pernah bertemu dengannya ketika aku masih muda. Troll itu sangat penakut. Aku dan teman-temanku bahkan menjulukinya Troll Berhati Kelinci. Ia mungkin hanya menggertakmu saja. Jadi kenapa kau harus takut kepadanya?"
John terdiam dan menunduk malu .
Keesokan harinya, petani itu menyuruh anak keduanya, Josh, untuk pergi menebang pohon di hutan. Ia juga berpesan agar Josh tidak takut kepada Troll jika dia bertemu dengannya. "Jangan takut jika kau bertemu dengan Troll. Ia tidak akan melukaimu. Kalau ia mengancammu, pukullah kepalanya dengan kapakmu," pesan petani itu.
Setelah berpamitan kepada ayahnya, Josh berangkat ke hutan. Tak lama kemudian sampai di hutan dan menemukan satu pohon yang tinggi dan besar. Pohon ini sepertinya bisa menghasilkan banyak kayu. Aku akan menebangnya, batin Josh. Ia mulai mengayunkan kapaknya. Tiba-tiba tanah bergetar dengan keras dan sesosok Troll sudah berdiri di depan Josh.
"Siapa yang memberimu izin menebang pohon itu?" Troll bertanya sambil menggeram, "hutan ini milikku."
Josh merasa ketakutan, tetapi ia berusaha menenangkan diri. Ia pun berkata dengan tenang, "Maaf, aku tidak tahu kalau hutan ini adalah milikmu. Sekarang bolehkah aku menebang pohon ini?"
"Tidak boleh! Jika pohon ini sampai tumbang, aku akan membunuhmu," ancam Troll. Ia kemudian menghentakkan kakinya ke tanah dan getarannya menjatuhkan Josh. Josh bangun dan lari lintang pukang, melarikan diri.
Ketika Josh tiba di rumah, tanpa membawa apa-apa, petani itu sangat marah. Ia berkata dengan penuh amarah, "Aku tahu troll itu mempunyai tubuh yang sangat besar dan menyeramkan, tetapi ia takut kepada manusia. Ia selalu menghindar jika bertemu denganku. Sekarang, kenapa kalian yang takut dengannya?"
Josh hanya terdiam dan menunduk malu mendengar kemarahan ayahnya.
Hari berikutnya, Ashlad mengajukan diri untuk pergi menebang pohon di hutan. Petani itu berusaha mencegah kepergian anak bungsunya tetapi sia-sia.
"Aku akan pergi ke hutan dan menebang pohon. Aku tidak takut kepada Troll." Keyakinan Ashlad membuat Petani mengizinkan anak bungsunya itu pergi.
Sebelum pergi ke hutan, Ashlad meminta bekal makanan kepada ibunya. Ibunya menyiapkan sebuah panci yang berisi potongan keju, lalu mencairkan keju itu di atas kompor. Setelah keju itu menjadi cair, ibu Ashlad mengoleskannya ke dalam sepotong roti gandum besar. Roti beroleskan keju itu dibawa oleh Ashlad ke hutan.
Setiba di hutan, Ashlad menemukan pohon besar dan memutuskan untuk menebang pohon itu. Ketika Ashlad mengayunkan kapaknya, tanah bergetar keras. Ia berhenti menebang dan sesosok Troll muncul di depannya.
"Siapa yang memberimu ijin untuk menebang pohon itu?" tanya Troll dengan kesal, "aku akan membunuhmu jika pohon itu sampai tumbang."
"Oh, ya? Tutup mulut besarmu itu dan coba lihat kekuatanku ini," kata Ashlad sambil mengambil roti bekalnya. Ia lalu meremas roti itu hingga cairan keju yang ada di dalamnya meleleh keluar. "Jika kau berbuat jahat kepadaku, aku tidak segan-segan untuk memerasmu seperti batu ini," lanjut Ashlad.
Troll terkesiap melihat hal itu. Ia mengira roti yang diperas Ashlad benar-benar sebuah batu. Sungguh luar biasa tenaga anak ini. Ia mampu memeras sebuah batu hingga keluar airnya. Aku tidak boleh mencari masalah dengannya, kata Troll dalam hati.
Sejenak kemudian, Troll berubah menjadi lembut. Ia berkata tanpa amarah, "Sabar, sabar, temanku," kata Troll sembari tersenyum, "aku hanya bercanda. Kau boleh menebang pohon apa pun di hutan ini. Bahkan aku akan membantumu dengan senang hati."
"Benarkah? Kau mau membantuku menebang pohon?" tanya Ashlad.
Troll mengangguk, mengiyakan perkataannya. "Baik, pohon mana yang ingin kau tebang?" tanya Troll.
Ashlad menunjuk sebuah pohon yang sangat besar. Troll pun mulai menebang pohon besar itu dan memotongnya menjadi potongan-potongan kecil. Ashlad dan Troll bekerja tanpa henti hingga hari beranjak senja.
"Ashlad, karena hari sudah sore, bagaimana jika kau beristirahat di rumahku? Rumahku tidak jauh dari sini," ajak Troll. Ashlad sangat lelah, maka ia pun bersedia untuk ikut ke rumah Troll.
Setelah sampai di rumah, Troll merasa lapar. "Aku lapar sekali. Aku rasa kau juga sama. Bagaimana kalau kita membuat bubur? Agar cepat terhidang, kita berbagi tugas. Aku akan membuat api dan kau membawa masuk ember-ember air yang ada di luar sana," kata Troll, mulai memberikan instruksi.
Ashlad segera keluar rumah dan mencoba mengangkat kedua ember berisi air itu. Namun, ember-ember itu terbuat dari besi yang besar dan berat, sehingga Ashlad tidak dapat mengangkat keduanya.
"Ember-ember ini sangat berat. Aku tidak dapat mengangkatnya. Troll mungkin bisa membantu," kata Ashlad dalam hati, "tapi jika aku meminta bantuannya, dia akan tahu siasatku. Aku harus memikirkan sebuah cara."
Ashlad berpikir sesaat, mencari ide. Tak lama berselang, ia sudah menaruh beberapa bongkah tanah ke dalam ember-ember yang berisi air. Ia lalu berteriak, "Airnya kotor sekali! Troll, aku akan pergi ke sumur untuk mengambil air."
Troll keluar rumah sambil tergopoh-gopoh. Ia melihat ember-ember air itu dan mendapati airnya telah keruh. Ia lalu berkata, "Temanku, kau tidak pelu pergi ke sumur untuk mengambil air. Aku yang akan mengambil air dan kau menyalakan api. Bagaimana?"
"Ide yang bagus, Troll!" jawab Ashlad. Ia kemudian masuk ke dalam rumah dan menyalakan api.
Ashlad dan Toll sudah selesai memasak bubur. Troll kemudian membagi bubur dalam sebuah panci besar itu dengan Ashlad.
Ashlad terhera-heran melihat bubur yang sangat banyak. Ia pun bertanya, "Bubur ini banyak sekali, Troll. Apa kau sanggup menghabiskannya?" tanya Ashlad.
"Tentu saja, temanku! Aku bisa menghabiskan semua bubur ini," jawab Troll dengan sombong.
"Bagaimana kalau kita berlomba memakan bubur sebanyak-banyaknya? Aku pernah makan bubur dua kali lebih banyak dari ini. Aku yakin bisa mengalahkanmu," tantang Ashlad.
"Ha...ha...ha... lupakan, temanku. Aku bisa menghabiskan semua bubur dalam panci ini, tetapi kamu? Ha...ha...ha...," jawab Troll terkekeh-kekeh, "tubuhmu bahkan lebih kecil dari panci bubur ini!"
"Tubuhku memang kecil tetapi perutku bisa melar," Ashlad tak mau kalah, "ayo, kita buktikan!"
"Baiklah, kalau memang itu maumu," kata Troll, setuju. Ia lalu mengaduk bubur dalam panci dan menyiapkan piring-piring untuk makan.
Pada saat Troll mempersiapkan makan malam, Ashlad mengambil bekal rotinya. Diam-diam ia menyelipkan roti itu ke dalam perutnya.
Ashlad dan Troll kemudian berlomba makan bubur. Troll terkejut ketika tahu Ashlad bisa mengimbangi makannya. Anak itu sungguh luar biasa. Ia makan bubur sebanyak yang aku makan. Manusia biasa pastilah tidak bisa melakukannya, batin Troll. Rupanya Troll tidak mengetahui siasat Ashlad.
Ashlad terlihat memakan banyak bubur padahal ia hanya makan beberapa sendok. Bubur yang dimakan Ashlad dimasukkan ke dalam baju dan terserap ke dalam roti. Ketika roti sudah penuh bubur, Ashlad mengambil pisau dan membuat sebuah lubang di roti tersebut untuk mengeluarkan bubur.
Lama kelamaan, Troll tidak sanggup melanjutkan makan buburnya. Ia pun berseru, "Aku tidak kuat lagi! Aku tidak bisa makan lebih banyak lagi! Perutku sudah terlalu kenyang!"
"Troll, siapa yang akan makan bubur sebanyak ini? Aku juga tidak sanggup menghabiskannya sendiri," tanya Ashlad.
"Kau bawa pulang saja bubur itu, Ashlad! Aku yakin orang-orang yang tinggal di rumahmu bisa menghabiskannya," jawab Troll pelan karena kekenyangan.
"Bubur itu bisa basi jika kubawa pulang. Rumahku sangat jauh," tolak Ashlad.
"Kalau begitu aku buang saja bubur ini. Sayang sekali, padahal bubur ini sangat nikmat," kata Troll.
"Troll, jangan dibuang, lebih baik kau habiskan saja sendiri. Cobalah kau tiru caraku, ambil pisau dan buatlah lubang di bagian perutmu. Itu akan mengurangi rasa kenyang yang kau rasakan," ujar Ashlad.
"Apa itu tidak menyakitkan?" Troll bertanya, ragu.
"Tidak, itu tidak menyakitkan. Kau bisa mencobanya, sekarang," kata Ashlad meyakinkan. Troll menuruti nasihat Ashlad. Ia pun mati kehabisan darah.
Setelah matahari terbit esok paginya, Ashlad pergi ke sumur milik Troll. Ia mengambil semua emas dan perak yang ada di dalamnya untuk melunasi hutang-hutang ayahnya.
***
Selesai baca bukunya.
"Cerita yang bagus dari asalnya cerita Mesiko, ya di tulis di buku sih," kata Anwar.
Anwar menutup bukunya dan menaruh buku di meja.
"Nonton Tv ah!" kata Anwar.
Anwar sebelum nonton Tv, ya mencuci mangkok dan gelas yang di baru di pakai di belakanglah. Baru setelah itu. Anwar nonton Tv di ruang tengah. Acara yang di Tv yang di tonton Anwar.....lawak.
(sumber cerita: Seri Cerita Rakyat Dunia: Cerita Rakyat Norwegia, Ade Cahya Satria, Andi Offset)
No comments:
Post a Comment