CAMPUR ADUK

Tuesday, July 27, 2021

TANAH PERTANIAN ARMADILLO

Melany selesai mengerjakan tugas kuliah. Keluarlah Melany dari kamarnya ke ruang tengah. Duduklah Melany ruang tengah dengan santai banget. Ada buku di meja, ya di ambillah sama Melany.

"Buku siapa ya?" kata Melany.

Melany membaca sebuah nama tertulis di  sampul buku "Bonar."

Bonar, ya adiknya Melany. 

"Aku baca ah buku ini!" kata Melany.

Melany membuka buku tersebut dan di baca dengan baik.

Isi buku yang di baca Melany :

Dahulu kala, hiduplah seekor rubah pemalas. Ia memiliki tanah pertanian yang luas di daerah pampas, dataran subur yang bisa ditanami beberapa tumbuhan secara bergiliran. Sinar matahari yang cukup dan pengairan yang baik membuat tanah pertanian itu sangat subur. Tumbuhan apa pun yang ditanam di atasnya selalu tumbuh dengan baik. Namun rubah itu lebih senang bermalas-malasan daripada mengurus tanah pertaniannya. Ia tidak suka dengan sinar matahari yang panas. Rubah itu sering menghabiskan waktunya dengan duduk melamun, bahkan tidur-tiduran di bawah pohon sambil melihat awan berarak. Tidak jauh dari tanah pertanian rubah pemalas itu, hiduplah seekor armadillo. Ia memiliki tanah pertanian kecil di tanah yang padas. 

Armadillo itu bekerja keras setiap hari untuk mengolah tanah pertaniannya. Ia menyingkirkan batu-batuan, membajak tanah, membuat saluran air, dan menabur benih. Sinar matahari yang terik tidak membuat Armadillo itu bermalas-malasan. Suatu hari rubah itu berjalan-jalan di sekitar pampas. Ia kemudian melihat armadillo sedang bekerja mengolah tanah pertaniannya. Rubah itu berhenti sejenak dan terlintas suatu ide di pikirannya. “Armadillo, kemari sebentar,” pinta rubah itu. 

Armadillo itu berhenti bekerja dan berjalan mendekati rubah “Ada apa, Rubah?” tanya armadillo.

“Bisakah kamu nanti sore datang ke rumahku? Ada urusan yang perlu kubicarakan denganmu,” kata rubah itu. 

“Apa tidak bisa dibicarakan sekarang?” tanya armadillo.

“Tidak bisa, Armadillo! Aku tidak mau mengganggu pekerjaanmu,” jawab rubah itu. 

“Aku juga tidak mau terlalu lama berpanas-panasan di sini.”

“Baiklah, aku akan datang ke rumahmu nanti sore,” kata armadillo. 

Sore harinya, Armadillo itu datang ke rumah Rubah. Ia disambut dengan gembira oleh Rubah. Ia kemudian disuguhi mate, teh pahit dalam cangkir labu berukir lengkap dengan bombilla, sedotan perak oleh Rubah. 

“Sungguh baik sekali Rubah ini. Ia menjamuku layaknya seorang tamu agung,” kata Armadillo dalam hati. 

“Armadillo, bagaimana hasil panenmu kali ini?” tanya Rubah memulai pembicaraan. 

“Cukup baik, Rubah! Aku menanam kentang serta lobak dan hanya separuh yang bisa kupanen,” kata Armadillo sambil tersenyum. 

“Aku kagum dengan kerja kerasmu, Armadillo,” kata Rubah sambil mengacungkan jempolnya. 

“Tiap hari kau bekerja keras mengolah ladangmu yang kecil, membajak, menebar benih, dan memberi air. Tetapi aku sangat terkejut ketika tahu hasil panenmu sangat sedikit. Seharusnya engkau mendapatkan hasil panen yang lebih baik dari itu,” lanjut Rubah.

“Tidak apa-apa, Rubah! Aku merasa sudah cukup dengan hasil panenku itu,” kata Armadillo.

“Armadillo, bagaimana kalau kau mengerjakan tanah pertanianku yang luas dan subur? Aku yakin kerja kerasmu akan membuat tanah pertanianku memberikan panen yang berlipat ganda. Hasil panen itu kita bagi dua dan aku yakin bagianmu akan lebih banyak dari hasil panenmu yang sekarang,” kata Rubah.

Armadillo terdiam memikirkan penawaran Rubah itu. “Penawaran yang menarik. Tanah Rubah itu cukup subur dan luas. Hasil panennya pasti akan melimpah,” kata Armadillo dalam hati. 

“Aku tertarik dengan penawaranmu, Rubah. Aku akan senang bisa bekerja di tanah yang subur dan luas seperti milikmu, tetapi bagaimana kau membagi hasil panennya denganku? Apakah hasil panen itu dibagi menjadi dua? Satu untukmu dan satu lagi untukku?” tanya Armadillo. 

Rubah itu menggelengkan kepalanya. Ia menganggap bahwa Armadillo itu adalah binatang yang kuat tetapi bodoh. Rubah itu mencari akal bagaimana ia bisa memanfaatkan tenaga Armadillo tanpa perlu membayarnya. Ia kemudian teringat perkataan Armadillo tentang kentang dan lobak. “Aku punya ide yang lebih baik, Armadillo! Hasil panen tetap kita bagi dua, tetapi dengan cara yang berbeda. Jika panen tiba, kau boleh mengambil bagian atas tanaman. Aku akan mengambil bagian bawah tanaman, yang berada di dalam tanah. Aku kasihan jika melihatmu harus menggali tanah lagi untuk mengambil hasil panen,” kata Rubah sambil tersenyum licik. 

Ia membayangkan hasil panen kentang dan lobak yang sangat melimpah. Armadillo sadar bahwa rubah itu berusaha menipunya. “Aku tidak keberatan jika ia hanya membagi sepertiga hasil panennya, tetapi membagi hasil panen berdasarkan bagian tanaman? Bagian atas tanaman untukku dan bagian bawah tanaman untuk Rubah? Rubah itu benar-benar menganggapku seperti orang bodoh. Aku tidak akan menanam lobak dan kentang di tanah itu. Aku akan menanam gandum dan kedelai,” kata Armadillo di dalam hati.

“Baiklah, aku setuju dengan cara pembagianmu. Kapan aku mulai bisa bekerja?” tanya Armadillo.

Rubah itu kegirangan mendengar jawaban Armadillo. Ia lalu berkata, “Kamu bisa bekerja di tanah pertanianku kapan pun yang engkau mau.” 

Mereka kemudian berjabat tangan sebagai tanda setuju dengan perjanjian tersebut. Keesokan harinya Armadillo mulai bekerja di tanah pertanian milik rubah. Ia mulai dari membersihkan tanah pertanian itu dari rumput-rumput liar. Armadillo itu kemudian membajak tanah dengan cangkul, menghilangkan racun-racun yang ada di dalam tanah. Ia juga memperbaiki saluran air yang ada sehingga tanah pertanian itu tidak kekeringan. Rubah sangat senang melihat pekerjaan Armadillo. Tanah pertaniannya yang dulu penuh dengan rumput sekarang nampak lapang dan penuh dengan bedengan-bedengan rapi yang siap tanam. Armadillo bahkan membuatkan pagar mengelilingi tanah pertanian milik rubah itu. Ketika musim panen akan tiba, Rubah merasa malas untuk mengambil hasil panen dari tanah pertaniannya. Ia berencana pergi ke kota agar Armadillo bekerja sendiri mengambil hasil panen.

“Armadillo, aku akan pergi mengunjungi beberapa temanku di kota,” kata Rubah. 

“Berapa lama kau akan berada di kota?” tanya Armadillo. 

“Aku tidak yakin, mungkin 1 atau 2 minggu. Ada beberapa temanku yang mengundangku untuk bermalam di rumahnya,” jawab Rubah. 

“Bagaimana dengan tanah pertanian ini? Sebentar lagi semuanya siap dipanen. Apa aku harus menunggumu kepulanganmu untuk memanen semuanya?” tanya Armadillo lagi. 

“Tidak perlu. Kau bisa memanen semuanya tanpa perlu menungguku. Tapi ingat, akar tanaman adalah milikku dan batangnya adalah milikmu. Jangan sampai keliru!” kata Rubah. 

“Iya, tenang saja, Rubah! Aku tidak akan keliru memanen,” jawab Armadillo sambil tersenyum simpul.

Beberapa hari kemudian tibalah waktunya memanen gandum dan kedelai. Kerja keras Armadillo selama ini ternyata memberikan hasil. Armadillo memanen banyak sekali gandum dan kedelai. Ia juga tidak menemukan bulir kosong di dalam gandum dan kedelai hasil panennya. Armadillo kemudian mengumpulkan hasil panennya dan membawanya pulang. Ia sama sekali tidak menyentuh bagian bawah tanaman, akar tanaman. Satu minggu kemudian Rubah pulang dari kota. Ia sangat terkejut ketika melihat tanah pertaniannya. Banyak sekali sisa-sisa batang gandum berserakan di atasnya. Rubah itu mulai menggali tanah pertanian dan ia hanya mendapati akar-akar gandum dan kedelai yang telah mengering. Ia benar-benar kecewa. Rubah kemudian pergi ke rumah Armadillo. 

“Armadillo, kau mencoba membohongiku, ya? Kenapa tidak ada kentang dan bawang di dalam tanahku? Aku hanya menemukan akar-akar kering seperti ini!” kata Rubah sambil melemparkan akar-akar gandum itu ke pintu rumah Armadillo. 

Armadillo keluar dari rumah. Ia lalu berkata, “Rubah, kenapa kau marah-marah seperti itu? Ayo, masuk ke dalam rumah. Kita bisa membicarakan hal ini secara baik-baik.”

Rubah menuruti perkataan Armadillo. Ia masuk ke dalam rumah dan duduk di ruang tamu. Armadillo kemudian menyuguhi Rubah sepotong roti gandum yang besar dan hangat, hasil dari tanah pertanian Rubah.

“Armadillo, apa yang kau tanam di tanah pertanianku? Kenapa aku tidak menemukan kentang dan bawang?” tanya Rubah. 

“Rubah, aku tidak menemukan bibit kentang dan bawang di lumbungmu atau lumbungku. Aku hanya menemukan bibit gandum dan kedelai. Aku akhirnya menanam bibit-bibit itu di ladangmu,” jawab Armadillo. 

“Tetapi kenapa aku tidak mendapatkan gandum dan kedelai itu?” sergah Rubah. 

“Aku mencoba menepati perjanjian kita, Rubah. Hasil panen dibagi dua, bagian atas tanaman untukku dan bagian bawah tanaman, akar tanaman, untukmu,” jelas Armadillo. 

“Baik, baik, aku rasa itu sudah adil, Armadillo!” kata Rubah dengan kesal.

“Tapi untuk panen yang berikutnya, aku mau bagian atas tanaman untukku dan bagian bawah tanaman untukmu,” lanjutnya. 

“Aku setuju,” jawab Armadillo. 

Mereka kemudian berjabat tangan sebagai tanda setuju dengan perjanjian tersebut. Rubah senang dengan perjanjian yang dibuatnya. Ia merasa semua akan berjalan dengan baik. Rubah itu kembali bermalas-malasan di dalam rumahnya. Ia tidak pernah lagi mengunjungi tanah pertaniannya dan tidak tahu tanaman apa yang disemai Armadillo di tanah pertaniannya. Waktu panen tiba. Rubah pergi ke tanah pertaniannya. Ia melihat Armadillo sedang mengangkuti kentang dan bawang. 

“Armadillo, apa yang kau tanam di tanahku sekarang?” tanya Rubah sambil menggaruk-garuk kepalanya. 

“Aku menanam kentang dan bawang,” jawab Armadillo.

“Kenapa kau tidak menanam gandum dan kedelai?” tanya Rubah lagi. 

“Ini bukan waktu yang baik untuk menanam gandum dan kedelai. Bulir-bulirnya akan banyak yang kosong. Ini musim yang baik untuk menanam kentang dan bawang,” jelas Armadillo. 

“Aku hanya mengambil panen bagianku, tanaman bagian bawah, Rubah! Aku juga telah membantumu mengambil panen bagianmu. Aku telah menatanya di sana,” lanjut Armadillo sambil menunjuk tumpukan daun kentang dan bawang. 

Rubah terdiam mendengar penjelasan Armadillo. “Armadillo yang cerdas! Aku mencoba menipunya, ia malah menipuku dua kali! Aku harus berpikir lebih keras untuk menipunya,” kata Rubah dalam hati.

Tiba-tiba terlintas pikiran jahat di kepala Rubah. 

“Armadillo, pembagian hasil panen kali ini sudah cukup adil. Hanya saja lumbungku belum terisi penuh. Bagaimana kalau mengerjakan tanah pertanianku sekali lagi?” pinta Rubah.

“Baik, aku akan mengerjakan tanah pertanianmu sekali lagi. Lumbungku juga belum penuh,” jawab Armadillo. 

“Tapi ada syaratnya!” kata Rubah. 

“Syarat apa, Rubah?” tanya Armadillo. 

“Bagian atas dan bawah dari tanaman hasil panen adalah milikku. Kau boleh mengambil apa saja yang ada di bagian tengah tanaman. Bagaimana?” kata Rubah sambil tersenyum licik.

“Aku setuju,” jawab Armadillo. 

Mereka kemudian berjabat tangan sebagai tanda setuju dengan perjanjian tersebut. Keesokan harinya, Armadillo mulai bekerja mengolah tanah pertanian milik Rubah. Ia membersihkan sisa-sisa hasil panen, membajak tanah, dan mulai menabur benih. Sementara itu, Rubah tetap saja bermalas-malasan. Ia merasa bahwa perjanjian yang dibuatnya dengan Armadillo akan sangat menguntungkan dirinya.

“Bagian atas dan bawah tanaman adalah bagianku. Jika Armadillo menanam gandum, aku akan mengambil semuanya! Jika Armadillo menanam kentang, aku juga akan mengambil semuanya! Armadillo yang malang!” kata Rubah dalam hati. 

Tiga bulan berlalu dari perjanjian terakhir antara Rubah dan Armadillo. Tibalah waktu untuk panen. Rubah berjalan dengan riang ke arah tanah pertaniannya. Ia membayangkan akan membawa berkarung-karung gandum atau kentang. Lamunan Rubah itu buyar ketika melihat Armadillo sedang memanen jagung di tanah pertaniannya. Seperti yang kita tahu, jagung tidak tumbuh di bagian atas tanaman dan juga di bagian bawah tanaman, melainkan di tengah-tengah tanaman/batang tanaman. Armadillo tersenyum ketika melihat kedatangan Rubah. Ia lalu menghampiri rubah itu dan berkata, “Seandainya kau tidak berusaha menipuku, aku tidak berkeberatan untuk membagi semua hasil panenan ini. Kau sendiri yang membuat keadaan menjadi rumit.”

“Kau sungguh beruntung memiliki tanah pertanian yang luas dan subur, tetapi semua akan menjadi sia-sia jika kau tidak mau bekerja keras mengolahnya,” lanjut Armadillo. 

Rubah itu terdiam mendengar nasihat Armadillo. Ia menunduk dan ketika akan berkata sesuatu, Armadillo itu memotongnya, “Saat ini aku merasa sangat lelah sekali. Aku akan pulang, beristirahat sambil memakan jagung di rumah.” 

Armadillo kemudian berjalan pulang ke rumah sambil membawa gerobak yang penuh dengan berkarung-karung jagung. 

***
Melany selesai membaca bukunya.

"Cerita yang bagus asal dari Argentina," kata Melany.

Melany menaruh buku di meja. Melany mengambil remot di meja, ya segera menghidupkan Tv lah. di pilihlah chenel Tv yang menarik, acara Kopi Viral yang ada Melaney Ricardo dan kawan-kawan.

"Kopi Viral..bagus seperti biasanya," kata Melany memuji.

Melany terus menonton Tv dengan baiklah.

No comments:

Post a Comment

CAMPUR ADUK

MUMBAI XPRESS

Malam gelap bertabur bintang di langit. Setelah nonton Tv yang acara sepak bola. Budi duduk dengan santai di depan rumahnya sedang baca cerp...

CAMPUR ADUK