Sambil bersenandung Bu Sinta menyapu lantai rumahnya. Hari ini dia akan memasak makanan yang lezat. Makanan kesukaan Pak Adam, suaminya.
Bu Sinta segera ke dapur untuk mempersiapkan bahan-bahan yang akan dimasaknya. Pada saat itulah terdengar bunyi bel.
Ia bergegas ke pintu. Dikiranya orang suruhan dari warung Babah Lim yang datang. Tadi pagi dia memesan sekilo daging untuk membuat rendang. Namun ketika pintu dibuka dia tidak menemukan siapa-siapa di sana.
"Pasti anak-anak nakal itu lagi," gumamnya kesal seraya menutup pintu kembali. Pada saat itulah dia melihat dua buah karcis pertunjukan musik di bawah pintu.
"Wah, ini pasti kejutan dari suamiku," gumamnya seraya memungut karcis itu. Rasa kesalnya pun lenyap. Kini berganti dengan rasa bahagia yang meluap-luap.
"Ini mungkin hadiah ulang tahun perkawinan darinya," pikirnya senang. Menonton sebuah pertunjukkan musk di sebuah gedung yang megah memang sudah lama diimpikannya.
"Aku tidak mengirim tiket itu," kata Pak Adam tatkala Bu Sinta mengungkapkan rasa senangnya kepada suaminya itu.
"Jadi siapa?" tanya Bu Sinta heran. Siapa yang telah mengirimkan dua helai karcis pertunjukkan musik itu?
"Kukira kau yang mengirimkannya sebagai hadiah ulang tahun perkawinan kita," katanya agak kecewa. Suaminya pasti lupa akan hari penting itu. Suaminya selalu menganggap hal-hal seperti itu tidak penting.
Sebetulnya Pak Adam memang lupa. Tapi dia berbuat seolah-olah tidak lupa. Katanya, "Tentu saja aku ingat. Aku sendiri sudah punya kejutan untukmu, yaitu mengajakmu makan malam di restoran mewah."
"Aaah," Bu Sinta semakin kecewa Sehingga Pak Adam menjadi heran melihat perubahan wajah istrinya itu.
"Kenapa? Apakah kau tidak ingin makan di restoran mewah?"
"Aku sudah menyiapkan masakan istimewa malam ini," sahut Bu Sinta sedih.
Pak Adam tersenyum, "Baiklah, Kalau begitu kita makan di rumah. Kemudian kita pergi ke pertunjukan musik itu. Siapa pun yang mengirim karcis itu, anggap saja sebagai hadiah ulang tahun perkawinan kita," katanya. Meskipun dia sebenarnya lebih suka mandi air panas, lalu tidur. Tapi demi kebahagiaan istrinya, tak apalah.
Gedung pertunjukkan sudah penuh sesak dengan penonton takkala mereka tiba. Dirigen bahkan sudah mulai memberi aba-aba untuk memulai pertunjukkan. Bu Sinta dan Pak Adam bergegas menuju tempat duduk mereka.
Mereka bertepuk tangan takkala seorang penyanyi muncul. Musik pun mulai mengalun mengiringi suara merdu si penyanyi. Bu Sinta menonton dengan penuh hasrat. Setiap penyanyi mengakhiri lagunya, dia bertepuk tangan. Begitu juga setiap kali penyanyi baru muncul. Sesekali diliriknya suaminya yang duduk di sampingnya. Pak Adam duduk sambil memejamkan mata. Nampaknya dia tertidur.
Bu Sinta menyentuh suaminya.
"Pertunjukan sudah berakhir," katanya.
Suaminya terperanjat, dan terjaga dari tidurnya. "Ooo, sudah berakhir, ya?" keluhnya lega.
Pertunjukannya hebat sekali," gumam Bu Sinta denga rasa puas.
Mereka berjalan menuju pintu keluar.
"Aku harus berterima kasih kepada pengirim karcis itu. Kira-kira siapa dia, ya?" gumam Bu Sinta lagi sambil naik ke dalam mobil. Sepanjang perjalanan dia terus saja berceloteh tentang pertunjukkan musik itu sementara Pak Adam mendengarkan sambil mengantuk.
Ketika Pak Adam memasukkan mobil ke gerasi, Bu Sinta masuk ke dalam rumah sambil bernyanyi-nyanyi kecil. Karena sedang merasa bahagia, dia tidak memerhatikan perubahan di dalam rumahnya. Dia terus saja menuju ke kamar untuk berganti pakaian.
Tiba-tiba dia memekik kaget.
Pak Adam bergegas menemuinya. Lalu bertanya dengan kuatir," Ada apa?"
"Rumah kita kemasukkan pencuri," sahut Bu Sinta. Dia merasa sulit bernapas takkala melihat isi lemari berantakan. Uang dan persiasannya telah lenyap. Juga televisi dan beberapa peralatan elekronik yang ada di ruang tengah.
Bu Sinta terduduk lemas takkala melihat sebuah catatan kecil di atas bantal, "Sekarang kalian tahu siapa pengirim karcis itu."
Karya: Kemala P
Bu Sinta segera ke dapur untuk mempersiapkan bahan-bahan yang akan dimasaknya. Pada saat itulah terdengar bunyi bel.
Ia bergegas ke pintu. Dikiranya orang suruhan dari warung Babah Lim yang datang. Tadi pagi dia memesan sekilo daging untuk membuat rendang. Namun ketika pintu dibuka dia tidak menemukan siapa-siapa di sana.
"Pasti anak-anak nakal itu lagi," gumamnya kesal seraya menutup pintu kembali. Pada saat itulah dia melihat dua buah karcis pertunjukan musik di bawah pintu.
"Wah, ini pasti kejutan dari suamiku," gumamnya seraya memungut karcis itu. Rasa kesalnya pun lenyap. Kini berganti dengan rasa bahagia yang meluap-luap.
"Ini mungkin hadiah ulang tahun perkawinan darinya," pikirnya senang. Menonton sebuah pertunjukkan musk di sebuah gedung yang megah memang sudah lama diimpikannya.
"Aku tidak mengirim tiket itu," kata Pak Adam tatkala Bu Sinta mengungkapkan rasa senangnya kepada suaminya itu.
"Jadi siapa?" tanya Bu Sinta heran. Siapa yang telah mengirimkan dua helai karcis pertunjukkan musik itu?
"Kukira kau yang mengirimkannya sebagai hadiah ulang tahun perkawinan kita," katanya agak kecewa. Suaminya pasti lupa akan hari penting itu. Suaminya selalu menganggap hal-hal seperti itu tidak penting.
Sebetulnya Pak Adam memang lupa. Tapi dia berbuat seolah-olah tidak lupa. Katanya, "Tentu saja aku ingat. Aku sendiri sudah punya kejutan untukmu, yaitu mengajakmu makan malam di restoran mewah."
"Aaah," Bu Sinta semakin kecewa Sehingga Pak Adam menjadi heran melihat perubahan wajah istrinya itu.
"Kenapa? Apakah kau tidak ingin makan di restoran mewah?"
"Aku sudah menyiapkan masakan istimewa malam ini," sahut Bu Sinta sedih.
Pak Adam tersenyum, "Baiklah, Kalau begitu kita makan di rumah. Kemudian kita pergi ke pertunjukan musik itu. Siapa pun yang mengirim karcis itu, anggap saja sebagai hadiah ulang tahun perkawinan kita," katanya. Meskipun dia sebenarnya lebih suka mandi air panas, lalu tidur. Tapi demi kebahagiaan istrinya, tak apalah.
Gedung pertunjukkan sudah penuh sesak dengan penonton takkala mereka tiba. Dirigen bahkan sudah mulai memberi aba-aba untuk memulai pertunjukkan. Bu Sinta dan Pak Adam bergegas menuju tempat duduk mereka.
Mereka bertepuk tangan takkala seorang penyanyi muncul. Musik pun mulai mengalun mengiringi suara merdu si penyanyi. Bu Sinta menonton dengan penuh hasrat. Setiap penyanyi mengakhiri lagunya, dia bertepuk tangan. Begitu juga setiap kali penyanyi baru muncul. Sesekali diliriknya suaminya yang duduk di sampingnya. Pak Adam duduk sambil memejamkan mata. Nampaknya dia tertidur.
Bu Sinta menyentuh suaminya.
"Pertunjukan sudah berakhir," katanya.
Suaminya terperanjat, dan terjaga dari tidurnya. "Ooo, sudah berakhir, ya?" keluhnya lega.
Pertunjukannya hebat sekali," gumam Bu Sinta denga rasa puas.
Mereka berjalan menuju pintu keluar.
"Aku harus berterima kasih kepada pengirim karcis itu. Kira-kira siapa dia, ya?" gumam Bu Sinta lagi sambil naik ke dalam mobil. Sepanjang perjalanan dia terus saja berceloteh tentang pertunjukkan musik itu sementara Pak Adam mendengarkan sambil mengantuk.
Ketika Pak Adam memasukkan mobil ke gerasi, Bu Sinta masuk ke dalam rumah sambil bernyanyi-nyanyi kecil. Karena sedang merasa bahagia, dia tidak memerhatikan perubahan di dalam rumahnya. Dia terus saja menuju ke kamar untuk berganti pakaian.
Tiba-tiba dia memekik kaget.
Pak Adam bergegas menemuinya. Lalu bertanya dengan kuatir," Ada apa?"
"Rumah kita kemasukkan pencuri," sahut Bu Sinta. Dia merasa sulit bernapas takkala melihat isi lemari berantakan. Uang dan persiasannya telah lenyap. Juga televisi dan beberapa peralatan elekronik yang ada di ruang tengah.
Bu Sinta terduduk lemas takkala melihat sebuah catatan kecil di atas bantal, "Sekarang kalian tahu siapa pengirim karcis itu."
Karya: Kemala P
No comments:
Post a Comment