Adapun Maharaja Rahwana pun menyuruh mengambil ratanya. Setelah datang ratanya maka ia pun naiklah ke atas ratanya. Maka Maha Luka dan Perjangga Sura pun naik ke atas rata bersama-sama dengan Maharaja Rahwana. Maka ia pun terbanglah dari Langkapura. Setelah berapa lamanya maka Maharaja Rahwana pun sampailah dekat tempat Seri Rama bertapa itu, serta ia bertitah, "Hai Maha Luka dan Perjangga Sura! Pergilah engkau kepada tempat Seri Rama itu. Maka seorang dirimu dijadikan kijang emas dan seorang dirimu dijadikan kijang perak. Maka kamu berdua pergilah ke hadapan rumahnya Seri Rama. Maka seorang dirimu dijadikan kijang perak. Maka kamu berdua pergilah ke hadapan rumahnya Seri Rama. Maka kamu berdua bertari-tari dan berlompat-lompat ke hadapan rumah Seri Rama!" Maka, Maka Luka dan Perjangga Sura pun bersujudlah kepada kaki Maharaja Rahwana. Setelah demikian itu, maka ia pun berjalanlah menuju jalan rumah Seri Rama. Setelah datanglah ke hadapan Seri Rama maka ia pun bertari-tari dan berlompat-lompat di hadapan Seri Rama. Setelah dilihat oleh istrinya Seri Rama. Setelah dilihat oleh istrinya Seri Rama, yang bernama Sita Dewi akan kijang itu, keduanya bertari-tari dan berlompat-lompat. Maka kata Sita Dewi kepada Seri Rama, "Ya, Tuanku, tangkaplah kijang itu dua ekor akan permainan hamba." Maka kata Seri Rama, "Adapun kijang itu tiada ditangkap hidup, matilah hamba panah keduanya." Maka kata Sita Dewi, "Tiada hamba mau akan mati, hanya hamba hendak dengan hidupnya juga."
Setelah Seri Rama mendengar kata istrinya itu, maka Seri Rama pun mengambil panahnya, lalu turun dari rumahnya. Maka Seri Rama memanggil Laksamana seraya katanya, "Hai, Laksamana tinggallah adinda menunggu kakanda Sita Dewi. Aku pergi mengikuti kijang dua ekor itu." Setelah Seri Rama berkata demikian maka Baginda pun berjalanlah. Setelah kijang melihat Seri Rama mengikuti dia makan kijang itu pun larilah. Maka diikutinya juga oleh Seri Rama.
Setelah Sari Rama sudah jauh daripada rumahnya maka Maharaja Rahwana pun bersembunyi di dalam hutan.
Maka ia pun berseru-seru minta tolong. Suaranya itu seperti suara Seri Rama. Maka terdengarlah oleh Sita Dewi. Maka Sita Dewi pun berkatalah kepada Laksamana, "Hai Dinda Laksamana, suaranya saudara tuan hamba itu, ia minta tolong bunyinya." Maka kata Laksamana, "Ya, Tuanku, jangan tuanku dengar-dengaran itu. Akan bunyi suara itu bukan suara Kakanda. Adapun suara itu suara raksasa yang diam di dalam hutan juga."
Setelah demikian maka suara itu pun berbunyilah pula minta tolong seperti suara Seri Rama. Maka kata Sita Dewi, "Hai, Adinda, nyatalah suaranya Kakanda itu minta tolong."
Maka kata Laksamana, "Ya, Tuanku, jangan Tuanku dengar akan suara itu karena Paduka Kakanda itu bukan barang-barang. Dijadikan oleh Dewata Mulia Raja sedang membunuh orang yang gagah dan berani itu tiada Kakanda minta tolong." Maka kata Sita Dewi, "Hai Laksamana, baik juga Adinda pergi menolong Kakanda itu, kalau-kalau ada kesukaran Kakanda itu."
"Maka kata Laksamana, "Ya, Tuanku, karena patik ini disuruh menunggu Tuanku, sekarang dapatkah patik pergi. Jikalau ada suatu hal Tuan Putri di belakang, patik terlalu jahat kepada Kakanda." Setelah itu maka kedengaranlah suaranya orang minta tolong. Maka kata Sita Dewi, "Hai, Adinda Laksamana, apa Adinda hendak bunuhkan Saudara Adinda? Kepada bicara Kakanda baik juga Adinda pergi mendapatkan akan Kakanda itu kalau-kalau ada kesukaran, maka Kakanda minta tolong."
......
Karya: B. Simorangkir dan Simanjuntak
No comments:
Post a Comment