Maka kata Bayam itu, "Adalah seorang saudagar di negeri Istambul; maka ia pergi berlayar. Hatta beberapa lamanya sudah ia pergi itu, maka peninggalnya istri saudagar itu pun bermukahlah (berbuat maksiat) dengan kalandar (pendeta Parsi). Sebermula adapun akan saudagar itu ada ia menaruh seekor burung bayan. Kemudian tiada berapa lamanya maka saudagar itu pun datanglah dari berlayar itu, tetapi diketahuinya juga oleh saudagar itu dengan pengetahuannya sendiri akan pekerjaan istrinya itu. Maka tiadalah baik rasa hatinya saudagar itu akan istrinya, pada sehari-hari ia berbantah juga. Maka istrinya, pada sehari-hari ia berbantah juga. Maka istrinya, pada sehari-hari ia berbantah juga. Maka istri saudagar itu pun pikirlah di dalam hatinya. "Tiada siapa yang lain memberi tahu pada suamiku ini, melainkan bayan inilah yang tahu barang akan perbuatanku itu. Jikalau demikian, ialah yang memberi tahu akan suamiku ini maka ketara perbuatanku itu." Maka istri saudagar itu menaruh dendamlah ia akan bayan itu.
Hatta berapa lamanya, kepada suatu hari, maka saudagar itu pun tiada di rumahnya, pergi ke kedai. Setelah dilihat oleh istrinya suaminya sudah keluar berjalan, maka ia pun segera pergi kepada sangkar bayan itu, ditangkapnya bayan itu, dicabut bulunya pada segala tubuh bayan itu seraya katanya, "Unggas celaka inilah memberi tahu suamiku, maka aku digusarnya sehari-hari." Setelah habislah segala bulu bayan itu dicabut oleh istri saudagar itu, baharulah dilepaskannya. Maka bayan itu pun larilah masuk bersembunyi ke dalam saluran tempat orang membuangkan air pembasuh beras senantiasa hari. Maka bayan itu pun diamlah di sana; pada sangka istri saudagar itu, telah matilah sudah bayan itu. Maka istri saudagar itu pun kembali ke tempatnya itu. Telah didengarnya suaminya datang di luar, maka ia pun pura-pura berteriak menangis seraya katanya, "Aduh! Sayangnya bayanku ini mati ditangkap kucing."
Setelah di dengar oleh saudagar itu secara istrinya berteriak itu, maka ia pun segeralah naik ke rumahnya. Maka dilihatnya bulu bayan itu bertimbun-timbun di tanah, bangkainya tiada. Maka saudagar itu pun marahlah, katanya, "Tiadalah bayanku itu dimakan kucing, melainkan engkau juga yang membunuh dia. Jika demikian, sungguhlah juga ada perbuatanmu yang jahat itu, maka bayanku ini engkau bunuh; tiada siapa orang lain, melainkan engkau juga membunuhnya. Hai perempuan bedebah celaka! Nyahlah engkau daripada rumahku ini! Tiada aku mau memandang muka orang durjana bedebah malang ini!"
Maka istri saudagar itu pun turunlah dari rumahnya itu dengan dukacitanya, lalu ia pergi kepada kubur seorang syekh. Maka ia diam di sana sambil menyapu sampah pada kubur itu, serta meminta doa sehari-hari hendak kembali suaminya juga.
Sebermula akan bayan yang dicabut bulunya itu selama-lamanya ia di dalam saluran itu. Apabila orang membasuh beras, maka beras yang jatuh itulah dimakannya, dan air beras itulah diminumnya. Beberapa lamanya panjanglah bulu bayan itu, dapatlah ia terbang. Maka bayan itu terbanglah pergi kepada kebur syekh itu berdiam diri. Maka istri saudagar itu pun datanglah menyapu sampah di kubur syekh itu, seraya meminta doa kepada Allah subhanahu wa ta' ala. Demikian katanya, "Ya, Illahi! Ya, Rabbi! Ya, Saidi! Ya, Tuhanku! Dengan berkat syekh wali Allah ini, kembalikan apalah aku kepada suamiku."
Maka sahut bayan dari balik nisan itu, "Hai, perempuanm sungguhkah engkau hendak kembali kepada suamimu itu?"
Setelah di dengar oleh perempuan itu bunyi suara yang demikian itu, maka pada sangka hatinya bunyi suara dari dalam kubur itulah gerangan. Maka kata perempuan itu, "Ya, Tuhanku! Jika ada rahim, sesungguhnya hamba hendak kembali kepada suami hambamu, ya tuanku syekh!"
Maka kata bayan itu, "Bahwa pekerjaan berbuat khianat akan suamimu itu, hendaklah engkau segera tobat dahulu."
Maka kata perempuan itu, "Ya, wali Allah! Telah sudahlah hambamu tobat."
Maka kata bayan yang bersembunyi itu, "Jikalau demikian itu, cukurlah rambutmu itu dahulu dengan bulu keningmu sekali, kemudian akulah memulangkan engaku kepada suamimu."
Maka dikerjakanlah oleh perempuan itu, disangka syekh yang berkata-kata itu. Setelah sudah, maka ia pun datanglah kepada kubur itu seraya katanya.
"Sudahlah hamba kerjakan seperti kata tuanku itu."
Maka bayan itu pun keluarlah terbang menunjukkan dirinya kepada istri saudagar itu seraya katanya, "Hai perempuan bedebah yang tiada berbudi! Akulah syekh dan wali Allah itu berkata-kata dengan kamu di dalam kuburnya. Memainkan akulah juga yang berkata-kata itu, dari karena engkau jahat mencabut buluku, tiada dengan dosaku. Itulah maka kubalaskan pekerjaanmu itu,"
Maka sahut perempuan itu, "Hai, Bayan! Engkau binasakan rupanya aku, karena dosaku kepada engkau. Sekarang berbuat syafaat apalah kiranya engkau akan daku!"
Maka bayan itu pun kasihanlah pula akan istri saudagar itu, seraya katanya, "Janganlah kiranya engkau bercinta lagi! Insya Allah Ta'ala akulah mengembalikan engkau dengan suamimu itu, tetapi sabarlah dahulu sehingga panjang rambutmu itu."
Maka terlalu suka cita hati perempuan itu mendengar kata bayan itu. Maka dipeliharakannya bayan itu dengan sepertinya.
Hatta beberapa lamanya, rambut perempuan itu pun panjanglah. Maka bayan itu pun terbanglah kembali kepada tuannya. Serta sampai, ia memberi salam kepada saudagar itu.
Maka kata saudagar itu, "Hai, unggas! Dari mana engkau datang ini?"
Maka bayan pun menghamparkan sayapnya seperti laku orang menyembah seraya katanya. "Hambalah bayan yang tuan hamba peliharakan dulu itu. Maka pada suatu hari hamba diam di dalam sangkar hamba; maka datanglah seekor kucing ditangkapnya hamba. Syahdan akan hati hamba pun dikeluarkannya, lalu dimakannya."
Setelah didengar oleh saudagar kata bayan demikian itu, maka saudagar itu pun mengucap, "Astaghifirullah al 'azim!" seraya katanya, dusta sekali engkau ini hai, unggas! Adakah yang mati itu boleh hidup pula?"
Maka sahut bayan, "Adapun hamba dihidupkan Allah ini, adalah istri tuan hamba yang dibuangkan oleh tuan hamba itu, ia diam pada suatu kubur syekh wali Allah. Sehari-hari ia menyapu kubur itu, meminta doa, supaya ditunjukkan Allah kebenarannya. Dengan berkat doa syekh itu, itulah sebabnya maka hamba dihidupkan Allah subhanahu wata'ala akan menyatakan kebenaran istri tuan hamba itu."
Setelah sudah saudagar mendengar kata bayan itu, maka ia pun menangis seraya katanya, "Terlalu sekali ta'ujud aku membuang akan istriku, tiada dengan dosanya." Maka saudagar itu pun segeralah turun berjalan pergi mendapatkan istrinya kepada kebur syekh itu. Telah bertemu dengan istrinya, maka ia pun meminta maaf, seraya dipegangnya tangannya, serta di bawa pulang ke rumahnya. Maka duduklah saudagar itu berkasih-kasihan dengan istrinya seperti adat sediakala.
No comments:
Post a Comment