CAMPUR ADUK

Monday, December 24, 2018

SEPASANG CANGKIR ANTIK NYONYA HELEN

Ana berjalan di sepanjang trotoar. Hujan turun gerimis. Ia memegang gagang payung dengan tangan kanannya. Tangan kirinya membawa kantong plastik berisi berbagai macam bahan kue. Ibu sudah menunggunya di rumah. Hari itu Ibu harus membuat banyak kue pesanan Nyonya Ulfi. Untung Ana sedang libur sehingga bisa membantu ibunya membuat kue pesanan.

Langkah Ana terhenti mendadak di depan toko barang pecah belah yang dilewatinya. Di etalase kaca, Ana melihat sebuah cangkir keramik tua. Cangkir itu berwarna biru. Ada hiasan naga jantan yang membelit badan cangkir dan gagangnya. Indah sekali.

Cangkir ini mirip sekali dengan cangkir milik Ibu, pikir Ana. Ia belum pernah melihat cangkir seperti itu dimana pun. Ana yakin kalau cangkir itu adalah pasangan dari cangkir milik ibunya yang berhias naga betina. Tanpa sadar, Ana masuk ke dalam toko barang pecah belah itu.

"Cari apa, Dik?" sapa seorang pelayan wanita ketika melihat Ana.

Sejenak Ana merasa ragu. Ia menoleh ke etalase tadi. "Maaf, Mbak! Berapa, ya, harga cangkir antik berhias naga itu?" 

Pelayan itu tersenyum melihat cangkir yang ditunjuk Ana.

"Wah, cangkir itu tidak dijual, Dik. Hanya dipajang untuk hiasan."

"Oh...." Ana mengangguk agak kecewa.

Setiba di rumah, Ana menyerahkan kantong belanjaannya. Ia juga bercerita tentang cangkir berukir naga itu pada Ibu. Sambil mulai mengolah adonan kue, Ibu lalu bercerita tentang sejarah cangkir miliknya.

"Cangkir itu hadiah dari Nyonya Helen. Dia seorang Belanda yang baik hati. Nyonya Helen yang mengajari Ibu membuat aneka macam kue," ujar Ibu sambil terus bekerja.

"Berkat Nyonya Helen, Ibu bisa mencari uang seperti sekarang ini. Ibu bisa berjualan kue, di saat usaha Ayah sedang susah."

"Apakah Nyonya Helen masih ada, Bu? tanya Ana penasaran.

Ibu tertegun. "Oh, sudah lama sekali Ibu tidak mendengar kabarnya..."

Tiga hari kemudian, Ana kembali melewati toko barang pecah belah itu. Karena penasaran, ia masuk lagi ke toko itu. Pelayan yang sama menyambutnya ramah, "Masih penasaran ya, Dik, sama cangkir itu?"

Ana tersenyum malu. "Maaf Mbak, saya memang penasaran. Siapa ya, nama pemilik cangkir itu?" tanya Ana berterus terang.

"Cangkir ini milik Nyonya Helen. Nyonya Helen adalah ibu angkat Nyonya Osa, pemilik toko ini."

Ana terperanjat kaget. "Apakah nyonya Helen masih hidup, Mbak?"

"Ya, usianya sudah delapan puluh delapan tahun. Sudah sakit-sakitan." Ana sangat gembira mendapat informasi itu. Ia pun bergegas pulang dan menceritakan hal itu pada Ibu. Tentu saja Ibu sangat terkejut dan senang. Esok harinya, mereka pun pergi ke toko barang pecah belah itu. Nyonya Osa menyambut kedatangan Ana dan ibunya penuh haru.

"Oh, Astri. Sudah lama sekali kita tidak bertemu," sambut Nyonya Osa sambil memeluk erat ibu Ana.

Rupanya Nyonya Osa dan Ibu dulu sama-sama belajar membuat kue pada Nyonya Helen. Setelah suaminya meninggal, Nyonya Helen hidup seorang diri karena tidak memiliki anak. Akhirnya Nyonya Helen tinggal bersama Nyonya Osa, yang sudah menganggap Nyonya Helen sebagai ibunya.

"Aku pernah membuka toko kue," cerita Nyonya Osa. "Namun toko kueku tidak begitu laris. Akhirnya aku menutup toko kue itu dan membuka toko barang pecah belah ini."

Mereka bertiga lalu naik ke ruangan di lantai atas. Di sebuah kamar, Ana dan Ibu melihat seorang wanita tua orang Belanda, terbaring sakit. Air mata Ibu berlinang melihat wanita tua itu.

"Oh, Nyonya! Nyonya Helen.....Ini saya, Astri," ucap ibu Ana terbata-bata.

Beberapa saat kemudian, kedua wanita itu berpelukkan penuh haru. Ibu Ana bercerita tentang Ana yang melihat cangkir berukir naga itu. Cangkir yang membuat mereka bertemu lagi, setelah tak berjumpa puluhan tahun.

Ibu Ana lalu membuka wadah kue yang dibawanya.

"Nyonya, silakan cicipi kue ini," katanya pada Nyonya Helen.

Wanita tua itu mencicipi kue itu. Bibirnya tersenyum. "Enak sekali kue buatanmu ini, Astri."

Ibu Ana tersenyum. "Nyonya, kue ini bukan buatan saya. Tapi buatan Ana, puteri saya. Usianya sekarang baru dua belas tahun, tapi dia sudah saya  ajari membuat kue. Kelak dia ingin memiliki toko kue."

Nyonya Helen menatap Ana, lalu membelai pipi Ana. "Dia cantik, mirip sekali denganmu."

Sejak itu, di waktu senggang, Ana selalu mengunjungi Nyonya Helen. Ia tak pernah lupa membawa kue buatannya. Nyonya Helen dan Ana sempat menjalani persahabatan selama dua tahun. Sampai suatu hari, Nyonya Helen meninggal dunia karena penyakitnya.

Ana tak pernah melupakan persahabatannya dengan Nyonya Helen. Setelah dewasa, ia akhirnya berhasil memiliki toko kue yang sangat laris. Toko kue itu dinamakannya Toko Nyonya Helen.


Karya: Ita Saca

No comments:

Post a Comment

CAMPUR ADUK

MUMBAI XPRESS

Malam gelap bertabur bintang di langit. Setelah nonton Tv yang acara sepak bola. Budi duduk dengan santai di depan rumahnya sedang baca cerp...

CAMPUR ADUK